The Villa's Rodriguez || 21.00 PM
==========================
Adzriel saat ini sedang berada di sebuah taman belakang villa keluarga Rodriguez. Jauh dari keramaian, ia memang sengaja mencari ketenangan di tempat ini. Apalagi setelah mendapatkan beberapa hal yang ia tidak pernah duga secara tiba-tiba pada malam ini.
Entah sudah berapa kali Adzriel menghela nafasnya. Beberapa menit berdiam diri, akhirnya ia memutuskan untuk menghubungi seorang asisten pribadinya, Rendy.
"Hallo, Boss?" ucap Rendy di telepon sana.
"Bagaimana perkembangannya?" tanya Adzriel.
"Mantan anggota kita yang bergabung di klan Pollox yang katanya akan turun tangan mengurusnya."
Adzriel berdecak kesal, sepertinya anggota Pollox mau bermain-main dengannya? Ataukah ada maksud tertentu kenapa mereka yang harus turun tangan?
"Kau cepat pergi ke Maroko, aku tidak ingin ada kabar buruk," titah Adzriel yang tentunya langsung dituruti oleh Rendy. "Kau tahu masalah penyelundupan ini bisa merugikan klan mafia kita?"
"Ya, Boss. Aku akan berusaha untuk menutupinya."
"Jangan sampai mereka yang ambil alih, aku tak ingin kalah dari mereka."
"Baik, Boss akan ku usahakan untuk bergerak cepat," ucap Rendy dengan yakin.
"Tangani orang-orang Maroko, jangan sampai mereka menangkap anggota kita," suruh Adzriel.
"Apa yang harus aku lakukan?"
"Beri mereka jaminan."
"Menyuap mereka?"
"Ya, kalau kita tidak bisa mengendalikan mereka, biar uang yang bicara."
Setelah itu Adzriel langsung saja memutus sambungan teleponnya. Adzriel menendang sebuah batu kerikil yang ada di hadapannya guna melampiaskan rasa kesalnya.
"Awwhh!!"
Mendengar suara seseorang membuat Adzriel reflek mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya kearah sebuah pohon besar yang ada disana.
"Keluar," titah Adzriel dengan suara beratnya. Terdengar seperti perintah yang tak bisa dibantah.
Seorang perempuan akhirnya menampakkan diri di balik pohon besar tersebut. Ternyata sedari tadi ia sudah ada disana, bahkan sebelum Adzriel menyadarinya.
"Hey, kau ini sengaja menendang batu ke arah ku?! Dan ini apalagi?!" kesal perempuan tersebut sembari menatap pistol yang mengarah padanya. "Kau ingin menembak aku lagi?" lanjutnya dengan kesal.
Adzriel berdecak kecil kemudian ia langsung menyimpan pistolnya lagi. Berbahaya jika ada yang melihatnya menodongkan senjata pada seorang perempuan yang mempunyai tahta tertinggi di keluarga Rodriguez.
"Kenapa kau ada disini? Kau menguping pembicaraanku?" tanya Adzriel dengan datar.
"Hm, sedikit," jawab Vallen dengan santai.
"Apa yang kau dengar?"
"Menurutmu?"
"Who are you?" tanya Adzriel dengan tegas. Ia harus memastikan siapa sebenarnya Vallen. Ditambah ia baru mengetahui gadis itu adalah keturunan dari keluarga Rodriguez.
"Salah satu keturunan old money," jawab Vallen dengan sombongnya.
Yang dimaksud Vallen dengan old money adalah, seorang keturunan dari keluarga kaya yang sudah lama dan kekayaannya tersebut sudah ada dari beberapa generasi keluarga Rodriguez. Namun, di beberapa negara mungkin akan berbeda artinya, bisa saja artinya lebih merujuk ke golongan orang yang mempunyai status sosial yang tinggi atau bahkan seorang bangsawan.
"Aku tidak ingin bercanda," tegas Adzriel.
"Siapa yang bercanda?" ucap Vallen dengan nada datar. "Oh, apa kau mau ku-ajarkan bagaimana caranya mengendalikan dunia dengan uang?" tantang Vallen.
Adzriel tersenyum miring, ia mengalihkan pandangannya ke arah lain dan berucap, "Ternyata kau mendengar semuanya."
"Why? Bukankah kau yang salah tidak hati-hati?"
Adzriel mendekat ke arah Vallen dan berdiri tepat di depan gadis itu. Ia pun mengamati Vallen dengan seksama dan ada satu hal yang menarik perhatian Adzriel, namun ia tidak ingin teralihkan dulu untuk saat ini.
"Aku tak tahu kenapa kau mau bekerja denganku dengan latar keluargamu ini," ucap Adzriel.
Vallen mendongakkan pandangannya dan beralih menatap manik mata Adzriel. "Aku bisa memilih jalan hidupku sendiri, Tuan Adzriel."
"Benarkah? Atau kau punya rencana lain?" tanya Adzriel sembari menatap balik manik mata Vallen dengan tajam.
"Ya, aku punya," ucap Vallen.
"What's that?"
"Ingin menaklukkan hatimu," ucap Vallen sembari menampilkan smirk-nya.
"Kau menggodaku?"
"Kau yang lebih dulu memulainya." Vallen memutuskan pandangan mereka dan beralih melihat ke arah lain.
"Benarkah? Lantas, apakah aku boleh melanjutkannya?" tantang Adzriel.
"Silakan saja, aku tak melarang."
"Menarik," gumam Adzriel.
Adzriel berjalan ke arah lain dan memutuskan untuk duduk di kursi taman sebentar. Adzriel sedang berpikir tentang sesuatu yang hendak ia ucapkan sedari tadi.
"Ku rasa aku pernah melihat motif jepit rambutmu, Nona Vallen," ucap Adzriel yang membuat Vallen langsung menoleh.
"Benarkah?" tanya Vallen.
"Aku kurang yakin," ucap Adzriel.
"Kau tahu, ini dibuat khusus dan tak mungkin ada yang menyamainya," ucap Vallen. "Hanya keluargaku saja yang mempunyai lambang seperti ini," jelasnya yang membuat Adzriel mengernyitkan keningnya.
Hanya keluarganya? batin Adzriel.
"Kau benar, sepertinya aku salah mengira," ucap Adzriel.
Vallen menganggukkan kepalanya menyetujui pernyataan Adzriel.
"Aku harus kembali," ucap Vallen pada Adzriel.
"Hm, kau harus kembali. Mungkin ada seorang pria yang kehilangan gadisnya nanti," ucap Adzriel yang membuat Vallen mengernyit heran.
"Maksudmu?" heran Vallen.
"Pria yang datang bersamamu dan selalu ada di sekitarmu sedari tadi siang," sindir Adzriel.
"Oh, ya kau benar. Dia pasti akan mencari ku." Vallen dapat melihat perubahan raut wajah dari bosnya itu. Ia pikir itu sangat lucu, apakah bosnya benar-benar cemburu? Atau hanya sekedar menantang Vallen?
Tiba-tiba saja Vallen tertawa yang membuat Adzriel merasa aneh menatapnya. "Kau kenapa?"
"Kau sangat lucu dengan ekspresimu itu," kekeh Vallen.
"Memangnya kenapa? Apa yang lucu?"
"Tidak apa-apa."
Adzriel berdecak kesal sedangkan Vallen masih terkekeh kecil. "Kau tahu pria itu adalah Raymond," ucap Vallen.
"Aku tidak tanya namanya," ucap Adzriel.
"Dia pamanku."
"Paman?" kaget Adzriel sedangkan Vallen menganggukkan kepalanya.
"Kakek mengadopsinya saat aku masih kecil, jadi dia adalah paman angkatku," ucap Vallen.
Adzriel mengangguk pertanda ia paham apa yang diucapkan oleh Vallen. Setelah itu Vallen pun pergi sedangkan Adzriel tak berucap apa-apa lagi.
===============
"Kau tahu kakek mencarimu sedari tadi," ucap seorang pria pada sang lawan bicara yang ada di depannya.
"Aku tak peduli, sudah ku bilang aku tak suka pesta seperti ini, Ray," ucapnya pada orang yang dipanggil Ray.
Raymond menghela nafas pelan, memang susah berbicara dengan makhluk bebal seperti ini.
"Yasudah akan aku adukan ke kakek," ucap Raymond.
"Tentang apa?" bingung Vallen.
"Bahwa kau tak suka dengan pesta ini."
"Nah, kenapa tidak dari tadi saja?" ucap Vallen dengan semangat.
"Ya, akan aku katakan seperti itu," jeda Raymond. "Mungkin setelah itu kakek akan membuat pengumuman bahwa kekayaannya diwariskan semuanya padaku," lanjutnya.
Vallen langsung saja memukul bahu Raymond. "Hey! Kau ini, aku juga membutuhkannya!" kesal Vallen.
"Untuk apa gadis kecil sepertimu membutuhkannya?"
"Untuk berfoya-foya dan menguasai dunia," ucap Vallen dengan mantapnya setelah itu ia pun tertawa dengan sengaja dan nada tertawanya terdengar sedikit mengerikan.
"Dia gila," gumam Raymond yang masih dapat di dengar oleh Vallen.
"Terserah!" Setelah itu Vallen pun pergi menuju ke meja VIP yang disana sudah ada Vallove sedang duduk.
Tanpa mereka sadari sedari tadi ada seseorang yang terus saja memperhatikan tingkah mereka. Orang tersebut seperti memikirkan sesuatu sembari menatap mereka berdua.
Setelah kepergian Vallen orang itu pun beralih menatap Raymond. Matanya tak bisa lepas dari siluet pria itu
Apa dia pemimpin yang sekarang? batin pria itu sembari menatap Raymond.
==========
Malam yang dipenuhi bintang dan bulan yang bersinar terang. Angin malam berhembus kencang, hawa dingin mulai menyeruak begitu saja dan suasana yang sangat sepi.
Sosok figur seorang yang tinggi mulai terlihat dari kejauhan. Dengan langkah tegasnya, ia berjalan dengan cepat menuju sebuah gedung yang terlihat menyeramkan dari luar.
Orang tersebut masuk begitu saja ke dalam gedung tersebut. Tanpa sepatah kata pun ia terus menyusuri lorong gedung tersebut meskipun disana ia melihat beberapa orang yang berpapasan dengannya.
"Hallo, Boss," sapa seseorang sembari membungkukkan badannya.
Orang yang dipanggil 'Boss' tersebut hanya meresponnya dengan sebuah anggukan. Ia pun melanjutkan langkahnya menuju sebuah ruangan, namun saat hendak membuka pintu ruangan tersebut tiba-tiba saja seseorang mencegatnya.
"Apa yang kau butuhkan?" cegat seseorang yang baru saja keluar dari ruangan tersebut.
"Where's the leader?"
"Tidak ada di ruangan ini."
"Dimana dia?" tanya orang tersebut secara tegas.
"Saya tidak tahu, Tuan Adzriel," ucap orang yang berada di depan pintu tersebut.
"Kau tahu masalah penyelundupan senjata kita?" tanya Adzriel.
"Ya."
"Kenapa bisa klan Pollox ikut campur?"
"Kau lebih tahu daripada saya."
Adzriel memukul tembok yang ada disampingnya guna menyalurkan kekesalannya. Ia merasa tidak adil selalu diperlakukan seperti ini.
Kenapa klan Castor selalu saja menjadi nomor dua? Ia tidak bisa hanya diam saja!
Adzriel melangkahkan kakinya pergi menjauh dari ruangan tersebut. Baru saja beberapa langkah, ia sudah berpapasan dengan anggota mafia yang lain. Ia tahu orang tersebut bukan baru sampai, tetapi sedari tadi berdiri tak jauh dari mereka saat berbicara tadi.
Adzriel tanpa ragu-ragu mengeluarkan senjata apinya dari saku jasnya. Dan ia pun langsung saja menembakkan pelurunya hingga menembus kepala orang yang berpapasan dengannya tadi.
Suara yang begitu keras membuat siapa saja dapat mendengarnya. Darah mengucur deras dari kepala orang tersebut bersamaan dengan nyawanya yang sudah melayang tak berselang lama. Adzriel tidak peduli, ia langsung saja keluar dari gedung tersebut dan segera pergi meninggalkan tempat itu.
===============
Selasa/10/10/23 || At 18.44 PM
"Kekuasan adalah sebuah hal mutlak yang tak bisa sembarang digeser. Kasta tertinggi menjadi patokan setiap orang, dan tanpa disadari hal itu selalu diwujudkan dengan uang."
-Tanpa uang semuanya hanyalah angan semata
TBC.