Cover - Complete

By tanterritory

9.4K 2K 665

fic: #bbhlokal Lama tidak bertemu dan kembali bertatap sebagai dosen dan mahasiswi membuat Byantara tidak men... More

Intro
1. Abang Dosen
2. J Annoying
3. Di Balik Canda
4. Penasaran
5. Terancam
6. Gara-Gara Mata
8. Toleransi Hati
9. Tentang Janetha
10. Provokasi Jati
11. Dongeng Lama
12. Berbalik
13. Lewat Rasa
14. Sebelum Lapang
15. Terjebak Insting
16. Sidak
17. Sebuah Pertimbangan
18. Dimulai
19. Gigih
20. Tertawan Restu
21. Backstreet
22. Support System
23. Puncak Harapan
24. Dan Lagi
25. Lebih Dekat
EBOOK COVER
INFO EBOOK DAN BOOK COVER

7. Ada Apa Dengan Byantara

414 94 31
By tanterritory

Voment ya^^

Janetha menoleh ke arah pintu saat mendengar ketukan beberapa kali. Sejenak rungunya memastikan siapa yang telah mengganggu ketenangannya barusan. Sebab Janetha tahu, Mama dan Papanya sudah ada di rumah bahkan makan malam bersama yang jelas dia hindari dengan mengunci diri di kamar. Jika itu salah satu dari keduanya, tidak ada alasan bagi Janetha untuk membuka pintunya.

"Tha, masih hidup kan lo?"

Napas Janetha berhembus malas mendegar suara Jarel.

"Bigmac sama Pepsi nih, mauㅡ"

Suara Jarel terhenti saat pintu di hadapannya terbuka. Pria itu meringis melihat penampakan adiknya yang persis seperti korban peras pinjaman online. Rautnya kusam yang Jarel yakini belum menyentuh air sejak pagi pun bajunya benar-benar kusut tak tertolong yang pasti belum diganti sejak beberapa hari kemarin.

"Ett!!" Jarel menarik tangannya yang mencengkram kantung logo restoran fastfood dan meminta Janetha menyingkir dari pintu agar bisa masuk, "Minggir."

Mau tidak mau, Janetha memberi celah karena perutnya memang kelaparan akibat melewatkan makan malam.

"Kata Mama lo gak ikut makan malem."

Janetha tidak menjawab, lebih memilih membuka kantung yang baru saja Jarel serahkan. Ternyata ada menu ayam panas favoritnya juga.

"Ngapain lo?" Tanya Jarel mengerling ke arah meja belajar, "Judi online ya?"

Janetha melotot dengan pipi kanan menggelembung, "Open BO! Puas lo!!"

Jawaban itu membuat Janetha praktis mendapat toyoran super dari Jarel. Kepalanya sampai oleng dan tubuhnya hampir terjungkal jika kakinya tidak segera diraih oleh sang pelaku sendiri.

"Di rem kalau ngomong!"

"Lo sendiri sembarangan kalau mangap!"

"Jam berapa mereka pulang?" Tanya Jarel mengalihkan topik.

Bahu Janetha mengedik, "Gak denger datengnya."

"Gak diajakin makan malem lo?"

"Diajakin, cuma auto membudek aja."

Jarel tertawa kecil. Sudah menduga jawabannya. Lantas dia teringat sesuatu yang ingin ditanyakannya pada sang adik.

"Tha, jujur, lo ada apaan sama Byan?"

Pertanyaan itu membuat Janetha mengernyitkan alis menatap wajah penasaran kakaknya.

"Apaannya ini apaan??"

"Ck, lo ada hubungan apa sama Byan?"

"Dimana?"

"Hah?" Ganti alis Jarel yang mengernyit, "Dimanaㅡgimana?"

Janetha menelan kunyahan ayam krispinya sebelum menjawab, "Ya kalau di kampus dia dosen gue. Kalau di luarㅡengg, gak jelas. Pacar bukan, Abang apalagiㅡtemen, dia ketuaan jadi temen gue gak sih?"

"Kenapa emang?" Lanjut Janetha heran.

"Akhir-akhir ini lo sering sama dia." Jarel mencoba merangkai kata menjelaskan, "Gini lho, lama banget gue gak kontekan sama dia, Tha. Terus tau-tau dia telpon gue dan bilang lo lagi sama dia. Kan kaget, jujur ya, gue agak syok sama ngeri waktu itu. Habis pulang dari study S1nya di Surabaya, dia udah aneh tau, Tha. Kayakㅡsengaja ngejarak dari orang. Dia gak pernah nongol di grup mantan kartar komplek, mana tiba-tiba keluar room chat gak bilang apa-apa. Caesar yang sobat lengketnya aja sampai gak paham dia kenapa, mana terus ilang ke Jogja gitu kan. Pas pulang kesini berubah, jarang senyum, kalau lihat orang jadi kayak siap ngajak baku hantam."

"Lebay. Dia gak secreepy itu."

"Psikopat pinter akting, Tha."

Alih-alih takut, Janetha justru tertawa heboh. Dia spontan membayangkan sosok dingin Byantara beradegan seperti Lee Dong Wook atau Wi Ha Joon yang menjadi psikopat dalam drama. Tapi bayangannya tidak sampai, wajah Byantara terlalu lucu meski sering menampakan raut dingin.

"Enggak! Buset dah!" Janetha masih mencoba menetralkan tawanya, "Muka anak SGM gitu mana cocok jadi psikopat, Bang. Enggak-enggak, gak terima gue."

"Naksir lo ya?!" Jarel menyipitkan matanya yang sudah kecil, "Naksir Byan kan lo?"

"Enggak! Mana ada?! Cuma lo random banget bilang Bang Byan psikopat. Buktinya gue pulang slamet kan setiap sama dia." Janetha mengunyah burgernya besar-besar. Ingatannya memutar otomatis sosok Byantara saat berinteraksi dengannya. Bibirnya mencebik lalu menatap Jarel. Menjelaskanpun, Jarel mungkin akan sulit mengerti. Karena tidak semua orang akan paham tentang suatu keadaan meski dijelaskan karena tidak merasakannya, "Pokoknya dia gak secreepy itu."

"Tuh kann!!" Jarel meraih kedua bahu Janetha dan mempontang-pantingkannya panik, "Lo kena brain wash ya, Tha?? Jangan-jangan diapffhㅡ"

Sebelum Jarel menyelesaikan ucapan melanturnya, Janetha buru-buru menyumpal bibir kakaknya itu dengan selada burger sisanya.

"Berisik!" Janetha menatap jengkel, "Lagian gue gak sedeket itu sama dia. Gak usah ngaco deh. Lo kalau ngawur gini malah jadi masalah. Dikira orang bener aja jadi fitnah, Bang. Dosa lo udah banyak, Sarap!!"

Jarel mengusap bibirnya yang dikotori saos dan mayones masih dengan menatap Janetha.

"Apa dia naksir lo ya?" Jarel mengernyit sembari memencet kedua pipi Janetha dan menggoyangkannya asal, "Ah gak mungkin! Gak-gak! Muka kayak gini."

"Sialan! Emang kenapa, Njir?! Muka mirip Song Hyekyo gini emang gampang ditaksir cowok tau!"

"Halu!" Balas Jarel kembali menoyor Janetha. "Song Hyekyo apaan? Ini mah mirip kukang!"

Janetha menendang Jarel sampai terjungkal, "Bedebah!"

"Betewe lo jadi kawin, Bang?" Tanya Janetha beralih topik.

"Jadilah!!"

"Ya kali aja Kak Kanin keburu sadar." Janetha berkilah saat Jarel hendak menoyornya. Tawanya meledak menatap wajah kakaknya yang masam, "Udah sampai mana persiapan?"

"Kita udah nentuin pakai modern. Biar gak ribet. Undangan, gedung sama katering beres. Gak neko-neko yang penting sah, pihak Kanina juga setuju." Kata Jarel yang diangguki Janetha tanda setuju, "Ntar minggu depan lo ikut buat ngepasin dresscode ya?"

Janetha hanya mengangguk.

"Tha, lo gak ada pacar?"

"Tiba-tiba?"

Raut Jarel yang menyebalkan berubah sendu saat menatap adiknya. Pun Janetha sendiri menyadarinya. Agaknya dia mulai merasa malas jika ditatap demikian. Dia benci dikasihani.

"Ya ntar kalau gue tinggal gimana?"

Seringai tipis Janetha terukir seolah mencibir ucapan itu.

"Emang ini pertama kali lo ninggalin gue?" Janetha masih mengulas senyum sinis yang lebih ditujukan padanya sendiri, "Gue biasa sendiri kali. Ada atau gak ada lo di rumah juga sama aja."

Meski Janetha mengatakannya dengan nada canda, Jarel tetap merasa terpelatuk. Memang benar, dia sering meninggalkan Janetha di rumah sendirian. Apalagi sejak Mbak yang dulu bekerja pulang kampung. Meski karena alasan bekerja, Jarel tetap selalu merasa bersalah. Sekarang, seperti yang terlihat, Janetha seakan punya jarak sendiri untuk membatasi hubungan mereka sehingga tidak sedekat dulu.

"Ntar kalau ada apa-apa kabarin gue." Kata Jarel menatap Janetha yang hendak membersihkan tangannya.

"Gak perlu. Gue bisa urus diri gue sendiri." Janetha berkata tanpa menatap Jarel, "Lo happy aja. Itu udah bantu gue." Lanjutnya sebelum keluar kamar mencuci tangan.

Di kantin Fakultas, Janetha sedang menghabiskan waktu jeda pergantian kelas bersama Ghina, Sabit dan Wafda. Tiada hari tanpa julid dan gibah. Apapun yang terlihat mata, tidak luput jadi pembahasan keempatnya. Kali ini, Byantara yang menjadi topiknya.

"Lo perhatiin gak sih?" Kali ini Wafda mulai bersuara, "Pak Byan tuh kalau sama cowok masih bisa mesem tipis, tapi kalau sama cewek, boro-boro mesem, ngelihat aja kayaknya ogah."

Ghina mengerling pada sosok Byantara yang duduk bersama dua mahasiwa semester tua di depan ruang dosen yang terlihat dari kantin. Sepertinya sedang melakukan bimbingan.

"Apakah kita sepemikiran?" Tanya Ghina mengerling pada Wafda.

Sabit dan Janetha memandang keduanya dengan alis mengernyit. Frekuensi mereka sedang tidak tersambung.

"Hombreng maksudnya?" Tanya Sabit yang sontak mendapat pelototan Janetha.

Ghina dan Wafda mengangguk mantab. Sedangkan Sabit mengernyitkan alis masih heran.

"Jangan nyebar hoax lo." Kata Janetha mencibir.

"Udah jadi omongan tau! Banyak yang curiga beliau gak suka cewek. Bu Wenda aja yang janda bohai gak di notice. Jangankan dosen, mahasiswa perjaka juga gak nolak diajak kencan Bu Wenda."

"Tapi dia pakai cincin tuh."

"Ya siapa tau dari pacar cowoknya."

Sabit mengusap dagunya, "Gue ada kemungkinan ditaksir gak?"

Yang lainnya tertawa mendengar pertanyaan itu.

"Tergantung Pak Byan top atau bot." Kata Ghina masih tertawa, "Kalau top, ya tipenya kayak Wafda, kalau bot, bisa jadi lo, Sa."

"Apa beda top sama bot?" Tanya Wafda bergidik.

"Heh! Jangan ngaco ya! Ati-ati congornya kalau bikin gosip. Gak ada bukti, cuma asumsiㅡkalau bercanda yang lain aja. Ini tuh topik sensitif. Kalaupun emang gitu, gak usah diomongin di kampusㅡgarpu aja bisa nguping sama ngomong tau!" Kata Janetha serius, "Kalau didenger orangnya gak enak. Dikasih E, mamam lo pada."

"Garda terdepan banget nih, Buu!!" Ejek Wafda celamitan.

"Gak gitu, Nyet. Lagian kudunya bagus dong, Pak Byan enggak sembarangan tebar pesona. Senyumnya buat yang istimewa aja." Kata Janetha meringis jenaka. "Gue contohnya."

Sabit menoyor kepala Janetha, "Mana ada?! Kalau ketemu lo perasaan auranya negatip mulu."

Janetha mencebik. Susah kalau tidak ada bukti nyata. Lantas kepalanya menyandar pada bahu Sabit karena merasa mulai mengantuk. Kalau sudah menjelang kelas siang, jeda istirahat selalu penuh godaan untuk pulang.

"Eh, kesini tuh." Kata Ghina mengedikan dagu ke arah Byantara dan Pak Fahri.

Kepala Janetha enggan terangkat sampai kedua dosen yang disebut Ghina berdiri di samping meja mereka. Tatapannya sempat bertemu dengan milik Byantara yang dingin seperti biasa.

"Assalamualaikum Pak Fahri, Aisyah disini." Sapa Janetha menyengir kuda setelah menegakan tubuh. Dosen berumur akhir empat puluhan itu ikut meringis, sudah hapal mahasiswinya yang kelewat sumeh itu.

"Eh ada Pak Byan, lama gak kelihatan ya, Pak."

Byantara menatap tanpa ekspresi. Padahal tiga hari lalu mereka satu mobil. Mendadak jadi mengingat ucapan Janetha yang berkata dia seperti enggan menganggap wanita itu kenalannya. Ya, tidak sepenuhnya salah, cuma dari yang terdengar, Janetha seakan membuatnya terlihat terlalu jahat. Padahal maksud Byantara tidak seperti itu. Dia hanya menghindari atensi warga kampus atas perbuatan memalukan Janetha setiap kali berinteraksi dengannya.

"Masih ada kelas habis ini?" Tanya Pak Fahri ramah.

"Ada, Pak. Kelas Pengantar Bisnis, Bu Eka." Jawab Sabit di sebelahnya.

"Duduk disini aja, Pak. Lainnya penuh." Kata Wafda bermuka dua.

Saat Byantara hendak mengambil tempat di samping Wafda, Pak Fahri lebih cepat mendudukinya. Alhasil, Byantara terpaksa duduk di hadapan Pak Fahri yang tepatnya berada di samping Janetha.

Tadinya Byantara berniat tak mengacuhkan Janetha, pun kali ini sepertinya wanita itu tak berniat mengusilinya seperti biasa. Janetha lebih terlihat tertarik mengobrol urusan pelajaran bersama Pak Fahri di hadapannya. Sialnya, seperti sebuah magnet, Janetha membuat lirikan Byantara terus tertarik melihat ke sisi wajahnya yang tengah tertawa menanggapi kicauan Wafda.

"Jangan ngelihatin terus." Ujar Janetha masih menunduk menatap ponselnya.

Saat terlarut dalam kegiatannya, Byantara spontan mengerjap diam melihat tatapan Janetha sekonyong-konyong menembaknya. Senyum wanita itu terkulum usil seakan mendapat jackpot karena berhasil menangkap basah kelancanganya. Sontak saja Byantara menukikan sudut alisnya hendak menyanggah melihat Janetha menyangga pipi menggodanya.

"Nanti saya baper."

"Geerㅡ"

Belum Byantara menjawab, gado-gado Mbak War pesanannya telah diantar. Membuat Janetha menahan tawa melihat Byantara salah tingkah, tanpa tahu keduanya telah tertangkap basah pasang mata curiga seseorang disana.

Tatapannya terbuang pada lain arah, sembari mengusap dagu sok misterius, bibirnya bergumam begitu saja. Melihat respon Byantara atas ketengilan Janetha, jelas menciptakan spesikulasinya.

"Mencurigakan."

Enaknya siapa yang tauu wkwkwkwk


Continue Reading

You'll Also Like

553 276 16
Sea bermimpi menjadi editor profesional. Namun, di usia ke 24, ibunya mendesak agar Sea ikut kencan buta. Demi menghindari kencan buta, ia meminta se...
229K 41.5K 40
Bagi Padaka Upih Maheswari, jatuh cinta pada pandangan pertama sangat mungkin terjadi termasuk ke pria kewarganegaraan Daher Reu yang sering wara-wir...
3.8K 665 8
[ seri 'to say', sudut pandang perempuan ] Doi dan peka. Dua kata yang saling bertolak belakang, bukan? Maka dari itu, kalau kamu mau orang yang kamu...
981K 47.6K 37
"Jalang sepertimu tidak pantas menjadi istriku, apalagi sampai melahirkan keturunanku!" Bella hanya menganggap angin lalu ucapan suaminya, ia sudah...