RECAKA

بواسطة Aniwilla

9.2K 2.1K 2.7K

Tentang kematian beruntun dari jajaran murid berprestasi SMA Swasta Anindita. Pembunuhnya ada di antara merek... المزيد

Prolog
1 || Pemuda Tanpa Teman
2 || Dia Pintar
3 || Perpustakaan
4 || Hujan dan Kisahnya
5 || Rumah Tanpa Hangat
6 || Kata
7 || Seorang Teman
8 || Nada
9 || Mimpi Dalam Cerita
10 || Kematian
11 || Retak Bersama Waktu
13 || Dingin
14 || Hidup
15 || Tenggelam Suram
16 || Letih yang Menyambar
17 || Ruang dan Seni
18 || Frasa Menyakitkan
19 || Sajak Luka
20 || Karsa
21 || Perihal Rasa
22 || Kontradiksi
23 || Lebur Dalam Dingin
24 || Di Antara Sesal
25 || Dia
26 || Alam Bawah Sadar
27 || Benang Kusut
28 || Sakit Jiwa
29 || Harsa
30 || Cerita yang Patah
31 || Titik Untuk Berhenti
32 || Tentang Maaf
33 || Rela Untuk Menerima
34 || Buku Harian
35 || Selamat Tinggal
Epilog
Hujan Terakhir

12 || Tersangka dan Hipotesa

175 56 75
بواسطة Aniwilla

㋛︎

Dari ribuan manusia yang hidup di bumi kenapa harus aku? Kenapa Tuhan memilihku untuk menanggung kisah ini?

Mungkin Tuhan akan menjawab. Kenapa bukan kamu? Jika aku menitipkan kisah ini padamu artinya aku percaya, bahwa kamu mampu dan pantas.


-R E C A K A-
.
.
.

㋛︎

"Bapak tidak mau liat ada keributan lagi. Anindita sedang tidak baik-baik saja karena kehilangan tiga murid sekaligus karena kasus bunuh diri. Jangan sampai kalian buat masalah yang akan memperburuk nama baik sekolah!" Pak Agus menatap tiga pasang mata murid di hadapannya yang hanya terdiam menanggapi perkataannya. Kemudian ia bangkit setelah menghela napas kasar. "Jangan ada yang ikut campur masalah ini. Tugas kalian belajar, jangan menyimpulkan hal yang belum tentu benar adanya." Setelah mengatakan kalimat pengingat Pak Agus segera melangkah pergi meninggalkan ruangan juga tiga anak laki-laki tersebut.

Alfa bergeming, bahkan saat Pak Agus belum meninggalkan mereka bertiga di ruangannya Alfa hanya diam menatap kosong lantai dingin yang ia pijak. Tak yakin apakah laki-laki itu mendengar perkataan Pak Agus atau tidak.

Sama halnya dengan Gata, anak itu hanya diam seribu bahasa tanpa ada hasrat untuk sekadar menganggukkan kepalanya. Sedikit ada rasa penyesalan karena tidak bisa mengerem mulutnya tadi.

Janu menoleh dan menatap satu per satu temannya bergantian. Tidak ada tanda-tanda dari mereka yang akan memulai percakapan. Akhirnya ia menghela napas lelah, laki-laki itu menyisir rambutnya ke belakang karena frustrasi. "Gak ada yang mau minta maaf?"

"Buat apa?" Alfa melirik sinis. Laki-laki itu bangkit dari duduknya dan keluar begitu saja. Janu hanya menatap kepergian Alfa dalam diam, ia tahu, Alfa benar-benar terganggu dengan perkataan yang Gata lontarkan barusan. Laki-laki itu terlihat kuat dari luar. Tapi sebenarnya banyak bagian dari dalam dirinya yang retak tak beraturan karena masa lalu.

"Gue minta maaf," ucap Gata memecah hening.

Sementara Janu memijat pelan bahu Gata. "Jangan sama gue. Harusnya lo bilang kayak gitu sama Alfa."

Gata menggerakkan bahunya agar tangan Janu terlepas. "Enggak. Gengsi."

Janu berdecak. "Kalian temenan udah lama. Gue gak mau kalian jadi ngejauh gara-gara masalah kayak gini."

"Tapi gue gak sepenuhnya salah, Nu. Bisa-bisanya dia curiga sama gue kalo gue yang bunuh Kara. Gila kali!" kata Gata kesal. "Lo percaya gue gak mungkin lakuin hal itu, kan?"

"Iya, gue percaya sama lo," jawab Janu.

"Dan lo percaya kalo semua ini kasus bunuh diri, kan?" tanya Gata lagi, tak ada respon dari Janu.

Pemuda itu terdiam menatap Gata cukup lama. "Kenapa lo ngotot banget ini kasus bunuh diri?"

Gata mendesah pelan. Laki-laki itu mengalihkan tatapannya dari Janu enggan mempertahankan.

"Bener kata Pak Agus. Tugas kita cuma belajar, Gat."

Gata mengacak rambutnya sambil meringis. "Ah, sialan!"

-𖧷-

Satu tetes.

Dua tetes.

Tiga tetes cairan merah itu membasahi buku pelajaran. Yuna buru-buru menyeka hidungnya yang terus mengeluarkan darah. Kepalanya mendadak pening, ia urut pelan dahinya agar terasa lebih baik. Tapi nyatanya tak ada yang membaik. Bahkan hidupnya sekali pun.

Darah segar kembali mengalir dari hidungnya bersamaan bulir bening dari netra Yuna. Ia menutup buku pelajarannya dan memeluk lututnya sendiri. Tangannya meraih kaktus berduri yang sengaja ia letakkan di atas meja belajarnya. Tersenyum kecil, gadis itu memikirkan begitu bebasnya hidup menjadi tanaman. Karena tanaman tak pernah memiliki ingatan menyakitkan yang perlahan mematikan tiap-tiap sel yang mengalir dalam dirinya.

Sekitar 4 tahun yang lalu, masih segar di ingatannya meski seharusnya gadis itu lupa. 4 tahun waktu yang cukup untuk menyembuhkan luka fisik, namun tidak dengan luka yang bersarang di hati Yuna.

4 tahun yang lalu, kala itu hujan deras membasahi bumi. Ia hanya duduk termenung di kantor polisi menjadi saksi apa yang telah kakak kembarnya perbuat pada Ayah kandungnya sendiri.

Yuna masih ingat jelas, pemuda dengan seragam basah bermuka pucat asik termenung seperti menunggu seseorang datang.

Orang itu Dafi.

Laki-laki itu berada di kantor polisi yang sama dengan Yuna.

Entah apa yang Dafi lakukan hingga berada di sana, yang Yuna ingat, dirinya di sana untuk memberi kesaksian atas kematian Ayahnya.

-𖧷-

Brama berdecak--Ayah si kembar Yuna dan Alfa--kesal. Menatap istrinya yang menurutnya tak berguna. Jangankan untuk melayani suami yang lelah karena habis pulang kerja, berjalan saja wanita itu tidak mampu. Kursi roda membuat pergerakan istrinya menjadi terlihat sulit dan Brama muak melihatnya.

Beberapa bulan lalu, istrinya mengalami kecelakaan karena mengendarai mobil sendiri mengakibatkan dua kakinya lumpuh tak bisa bergerak. Dan beberapa bulan yang sama, Brama muak dan memilih mencari jalang lain di luar sana untuk menyegarkan hasrat.

"Mas, capek, ya? Mau aku pijit gak?" tanya Aura lembut, wanita yang sudah melahirkan dua anak sekaligus itu masih terlihat cantik dan awet muda meski pun tidak dalam keadaan sempurna lagi. Yang mengharuskan ia menggunakan kursi roda.

"Capek. Pakek nanya lagi," desis Brama. "Gak usah, ribet. Kamu jalan aja susah!"

Tak lama ponsel Brama berdering, senyuman pria itu bertengger manis di wajahnya. Kemudian laki-laki itu keluar dari kamarnya meninggalkan Aura yang tak bisa mengejarnya, hendak menjawab ponselnya yang berdering.

"Hallo, sayang," jawab Brama manis pada yang di seberang ponsel. Tak sadar, anak laki-lakinya berdiri tepat di belakang sang Ayah dengan tatapan menajam.

Brama tertawa kecil. "Iya, dong. Aku juga kangen lho, kapan mau ketemu?"

Alfa masih diam di belakang sang Ayah meski rasanya ia sudah hampir terbakar karena amarah. Dua tangannya mengepal kuat dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Malem ini?" Brama tersenyum, terdengar helaan napas senang. "Boleh, dong. Kamu emang mau dibeliin apa lagi, sayang?"

Alfa merebut ponsel sang Ayah dengan paksa lantas membantingnya ke lantai, membuat Brama terkejut luar biasa dan mau tak mau menoleh, menatap sang anak marah.

"Kamu apa-apaan, sih? Ayah lagi nerima panggilan dari kantor!" bentak Brama, namun tak membuat Alfa gentar.

"Panggilan kantor mana yang Ayah panggil dengan sebutan sayang? Dari kantor atau dari simpenan Ayah?" ujar Alfa, dari nada bicaranya Alfa bahkan tak merasa takut sedikit pun.

"Kurang ajar!" Satu tamparan keras melayang pada pipi Alfa hingga laki-laki itu mundur beberapa langkah. "Sopan sedikit kamu!"

Alfa mendengkus miris. "Sopan? Buat apa sopan sama orang kayak lo?" Alfa berdecih, benar-benar mengeluarkan air liurnya tepat di depan Brama. "Gak sudi!"

Sedang Brama memejamkan matanya menahan gejolak amarah. "Bener-bener persis kayak Bundanya. Ngerepotin," gumam Brama yang bahkan terdengar jelas di telinga Alfa.

Alfa maju mendekati sang Ayah. Menarik kemeja Ayahnya hingga dua pasang netra itu saling bersitatap. "Lo bilang apa barusan?"

"Alfa sopan sedikit! Saya ini Ayah kamu," kata Brama dengan tatapan melotot. Tangannya berusaha melepas tarikan pada kemejanya.

"Bunda kecelakaan gara-gara lo, bangsat! Gara-gara lo gak becus jadi seorang Ayah. Lo yang nyuruh Bunda nyetir malem-malem buat ambil jas lo yang ketinggalan di hotel. Sialan, dan lo masih nganggap diri lo sebagai Ayah?" Satu tonjokkan keras melayang pada pipi Brama. Meski pun umur Alfa saat itu masih 12 tahun. Kemampuan bela diri laki-laki itu tidak perlu diremehkan. Emosi laki-laki itu juga tak dapat terkontrol karena keluarganya yang tidak lagi harmonis semenjak kecelakaan yang Bundanya alami.

"SIALAN!" Brama yang mendapatkan satu pukulan dari anak kandungnya sendiri itu tak terima, pria itu bangkit dan membalas pukulan anaknya dengan memukul Alfa keras. Membuat tubuh Alfa menabrak lemari kaca hingga hancur berantakan.

Alfa masih dapat bangkit. Ia menarik tubuh sang Ayah dan mendorongnya keras pada lemari kaca yang sudah pecah berantakan.

Brama terpeleset jatuh ke lantai. Sedangkan goncangan pada lemari tersebut membuat beberapa sisa kaca yang masih bertengger berjatuhan menimpa Brama yang berada tepat di bawah lemari.

Beberapa kaca berhasil menancap di leher Brama membuat pria itu kesakitan. Alfa beranjak, ingin menolong sang Ayah. Tapi saat melihat ceceran darah ada di mana-mana membuat kepalanya mendadak pusing tak tertahan. Alfa jatuh pingsan.

Dan membiarkan sang Ayah mengembuskan napas karena kehabisan darah.

Yuna yang berada di kamarnya bahkan tak menyadari apa pun karena headphone yang terselip indah di kepalanya, alunan musik membuat gadis itu tertidur lelap.

Sayangnya Aura tak bisa berjalan. Wanita itu meneriakkan nama suami dan anaknya namun tak ada yang menjawab. Aura berusaha sebisa mungkin mengambil kursi roda meski pun harus terjatuh berulangkali pada lantai beku. Tangannya menepuk pelan dadanya yang mendadak nyeri, wanita itu menangis. Firasatnya sudah tidak enak. Ia marah pada dirinya sendiri karena tak bisa berbuat apa pun bahkan dalam situasi seperti ini.

-𖧷-

"Gue turut berduka."

Yuna melirik sekilas, dari suaranya Yuna sudah tahu bahwa Cio yang tengah berdiri di sampingnya sekarang. Laki-laki itu ikut berjongkok di depan pusaran Kara yang masih segar. Menatap Yuna lekat-lekat.

"Yuna, lo harus hati-hati," kata Cio lagi, kali ini tatapan laki-laki itu terlihat lebih serius.

Yuna menoleh, melemparkan tatapan bingung ke arah laki-laki itu.

"Gue curiga seseorang."

Perkataan Cio membuat Yuna memutar bola mata malas. Terakhir kali Cio mencurigai seseorang adalah seorang Khadafi Baswara, yang membuat laki-laki itu harus berada di kantor polisi selama 8 jam, dan kenyataannya Dafi sama sekali tidak bersalah.

"Gak usah bicara omong kosong lagi, Cio. Tuduhan lo gak ada yang bener," saut Yuna.

Cio tersenyum kecil. "Kalo yang maksud tuduhan gue ke Dafi, gue ngelakuin itu karna alasan lain. Gak peduli dia salah atau enggak, gue cuma mau dia dipenjara."

Yuna melirik Cio, meminta penjelasan.

"Gue gak bisa ngasih tau lo kenapa." Cio menghela napasnya, terdengar berat. Matanya menerawang menatap nisan bertuliskan Karani Praswati. "Kali ini gue serius, dia ..., ada sesuatu yang ngebuat gue takut sama dia."

Yuna mengerutkan dahi semakin bingung.

"Sekarang lo curiga ke siapa lagi?" tanya Yuna mulai jengah.

"Janu," kata Cio pelan.

Mendengar hipotesa dari laki-laki di sebelahnya membuat Yuna menatap Cio tidak percaya. "Udah gila lo!"

"Tapi gue serius."

"Gak mungkin Janu. Apa alasan lo nuduh dia?"

Cio mengendikkan bahunya. Senyum kecil kembali terulas. "Gak ada. Cuman, ada sesuatu di dalam diri Janu, yang tiba-tiba ngebuat gue takut. Senyumnya, tatapan matanya, cara dia bicara."

Yuna tertawa muak. Gadis itu menatap langit siang kala itu. Ia menggigit bibirnya gemas karena ulah laki-laki di sebelahnya. "Fix! Lo udah gila."

"Bakal ada korban lagi," ujar Cio kembali membuat atensi Yuna lagi-lagi beralih padanya. "Kalo korban selanjutnya itu gue, lo harus percaya sama gue kali ini."

"Bullshit!"

-𖧷-

㋛︎

-R E C A K A-
.
.
.







Lama-lama gue bingung, ini pembunuhnya siapa sih kok malah saling tuduh!

Selasa, 16 Nopember 2021.



Simpan Gata di hatiku. Click♾️

واصل القراءة

ستعجبك أيضاً

41K 6.1K 11
Angkasa harus menjadi Alaska setiap hari demi bundanya yang depresi. Alaska yang merupakan saudara kembar Angkasa itu hilang karena suatu insiden dan...
The Nerd 2 بواسطة Rahma Faisa

قصص المراهقين

1.6M 13.9K 7
Hanya me republish cerita lama. Tulisan tanpa revisi. Jadi masih SANGAT berantakan. Eyd dan tanda baca yang membuat kepala pusing.
474K 22.1K 93
Ratih berusia 30 tahun yang telah memiliki seorang anak lelaki bernama Dani dari suaminya yaitu Yadi. Ratih diganggu mahluk misterius yang menjelma s...