NALLAN 2

By salsha_writer

1M 164K 178K

Bisa langsung baca tanpa baca Nallan 1 β€’β€’β€’ [Rank 1 : #mom] Mei, 2022. [Rank 6 : #spiritual] Mei, 2022. [Rank... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
Bagian 26
Bagian 27
Bagian 28
Bagian 30
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
Bagian 36
Bagian 37
Bagian 38
Bagian 39
Bagian 40
Bagian 41
Bagian 42
Bagian 43
Bagian 44
Bagian 45
Bagian 46
Bagian 47
Bagian 48
Bagian 49
Bagian 50
Bagian 51
Bagian 52
Bagian 53
Bagian 54
Bagian 55
Bagian 56
Bagian 57
BAGIAN 58
AYO BACA INI

Bagian 29

14.7K 2.6K 2K
By salsha_writer

💖VOTE SEBELUM BACA💖








(Putar lagu ya sebelum baca😉)



________________




"Hallo, Mas..."

"Ada apa?"

"Kamu bisa pulang sekarang gak? Ada perempuan datang ke rumah terus dia nampar si Nalla dan marah-marah katanya Nalla perebut suami dia." adu Hazen sambil tersenyum senang.

"APA?" suara Alan meninggi.

Lagi-lagi Hazen hanya bisa tersenyum senang. "Ada laki-laki juga nih di sini, kayaknya emang ya Nalla itu tukang cari gara-gara sama_____"

Tut!

Sambungan terputus.

Hazen menatap ponselnya penuh kesal. Lalu ia segera memasuki ponselnya kembali ke dalam saku.

Ia kembali menonton pertengkaran yang tampaknya menyerukan ini. Ia mengintip dan bersembunyi lagi di dekat tiang di ruang tamu.

"Kamu siapa? Gausah ikut campur deh kamu. Atau...kamu adalah cowok yang juga udah terpikat ya sama Nalla?" tebak Leona yang seketika membuat Nalla melotot penuh kesal.

"Jaga ya mulut lo, Na." ucap Nalla memperingatkan.

"Apa yang mau di jaga? Sementara lo aja gak bisa jaga diri lo dari orang lain____"

Plak!

Leona terdiam saat dirinya di tampar balik oleh Nalla.

"Udah cukup lo nyalahin gue kayak gini, udah cukup! Lo tau kan ini kesalahan siapa? Tapi lo terus-terusan nyalahin gue atas retaknya hubungan lo sama Gibran. Jelas-jelas dari awal gue gak pernah ngusik kalian. Gibran yang pertama kali merusak semuanya kan? Dia korupsi uang kantor terus kalian mohon-mohon ke Mas Alan untuk bantu kalian lagi, dan lo nyalahin gue atas kelakuan Gibran?" Nalla tertawa miris, ia lalu memijit pelipisnya dan menggeleng beberapa kali, "Gue capek Na..."

Leona maju selangkah, menatap Nalla dari bawah hingga ke atas. "Jadi lo lupain semua bantuan Gue dan Gibran selama suami lo di luar negeri? Lo ingatkan, kalo suami lo sesukses sekarang itu juga karena aku dan Gibran temani dia____"

"Leona! Bahkan dari dulu suami aku selalu balasin utang budi ke kalian dengan nempati Gibran sebagai orang yang Mas Alan percayai, kalian juga bilang itu udah lebih dari cukup, kalian gak tau perjuangan suami aku sebenarnya gimana, dan setelah itu kalian selalu menempati nama kalian di list utang budi yang harus Mas Alan bayar seumur hidup! Kalian tega!"

Dengan cepat, Leona mendorong bahu Nalla, "Pinter banget lo buat kalimat ya."

"Itu fakta!" ucap Nalla tak mau kalah.

"Ya...gue kalah sama lo Nal. Kalah segalanya. Suami gue lebih peduli sama lo di banding gue, lo berhasil merusak rumah tangga gue."

Nalla tak mempercayai apa yang sudah Leona ucapkan. "CUKUP NA, CUKUP! LO KETERLALUAN!" gertak Nalla dengan nada tinggi.

"LEONA!"

Baik Leona, Nalla maupun Darren kini melihat ke sumber suara, di mana Alan yang baru saja datang kini berjalan dengan tergesa-gesa dan langsung memeluk Istrinya, Nalla.

"Kamu gak apa-apa kan sayang?" tanya Alan lembut kepada Nalla.

Nalla menggeleng, "Aku gak apa-apa kok, Mas." jawab Nalla.

Alan terus menatap Leona dengan wajah penuh kebencian. Perlahan, ia melepaskan pelukannya dari Nalla, lalu menatap lurus pada Leona.

"Ada masalah apa sampai-sampai kamu ke sini dan menganggu Istri aku!" tanya Alan dengan tajam pada Leona.

Leona melipat kedua tangannya di depan dada, lalu tersenyum remeh. "Langsung to the point aja ya, Gibran masih suka sama Nalla sampai sekarang, dan pernikahan aku hancur berantakan itu semua karena Nalla!"

"Mas, aku bahkan gak tau kalo Gibran suka sama aku. Aku pikir selama ini dia deketin aku hanya sebagai teman, dia juga gak pernah nunjukin kalo dia Benar-benar suka sama aku." jelas Nalla sambil berkaca-kaca.

Alan menghela napas kasar, matanya tak lepas menatap kebencian pada Leona. "Aku gak peduli, mau Gibran atau siapapun suka sama Istri aku," Alan menjeda kalimatnya sambil menatap Darren sekilas, lalu kembali menatap ke Leona, "tapi sedikit aja kalian nyentuh Istri aku, aku gak akan segan-segan habisin kalian. Ingat itu!" tekan Alan penuh amarah.

Leona mengepalkan tangannya, entah kenapa tiba-tiba ia teringat sesuatu yang membuatnya merasakan sesak kembali.

Ya, ucapan Alan barusan seperti mengingatkan dirinya dengan masalalu.

Dengan cepat, Leona bergegas pergi meninggalkan Alan, Nalla dan Darren.

Setelah Leona Benar-benar sudah pergi, Alan segera kembali menatap Nalla. Kini mereka berdua saling tatap selama beberapa detik hingga akhirnya Nalla kembali memeluk suaminya.

"Kenapa kamu gak telpon aku waktu Leona ke sini, Nal?" tanya Alan penuh khawatir.

"Aku gak apa-apa kok, aku cuma kaget aja, kenapa Leona tiba-tiba nuduh aku sebagai perusak hubungan dia sama Gibran, padahal aku hanya___"

"Udah. Kamu tenang, ada aku." ucap Alan menenangkan lagi.

Alan kini beralih menatap ke arah Darren dengan tatapan tak suka.

Nalla yang menyadari hal itu kini langsung ikut menatap Darren, "Darren, ada urusan apa kamu datang ke sini?" tanya Nalla pelan.

"Nal, Papa kamu minta tolong ke aku untuk jemput kamu."

"Papa? Papa sakit lagi?" tanya Nalla agak panik.

Darren menggeleng, "Dia cuma mau ajak kamu dan Arsyad makan siang di sana, karena aku siang ini juga free dari kerjaan aku, jadi_____"

"Maaf, tapi Saya akan bawa Nalla ke kantor." ucap Alan yang kini langsung menggenggam tangan Istrinya.

Nalla mengerutkan dahinya, tapi harus bagaimana lagi. Kali ini ia tak akan pergi sebelum mendapat izin dari suaminya.

Darren melirik ke arah Nalla, menunggu jawaban dari perempuan itu.

"Ehm, Aku kayaknya harus ikut Mas Alan ke kantor." jawab Nalla.

"Tapi Papa kamu Nal yang suruh___"

"Saya yang bakal bilang ke Mertua saya nanti." potong Alan dengan penuh tekanan.

Nalla memilih menunduk, tak ingin ikut berkata lagi.

Akhirnya Darren bergegas pergi.

Setelah laki-laki yang menurut Alan sangat asing itu pergi, kini Alan langsung kembali memeluk Nalla penuh sayang, lalu mengecup keningnya beberapa kali.

"Aku bukan melarang kamu untuk pergi ke rumah Papa kamu, Nal. Aku cuma khawatir berat dan aku mau kamu siang ini temani aku di kantor, ya." ucap Alan dengan tatapan sendunya pada Nalla.

Nalla mengulumkan senyumnya lalu mengangguk.

Hazen yang sejak tadi bersembunyi di balik tiang ruang tamunya, kini mengepalkan kedua tangannya penuh penyesalan. Ya, ia menyesal sudah menelpon Alan agar datang ke sini.

Sangat menyesal.

"Sekarang kan?" tanya Nalla lagi.

Alan mengangguk, "Iya, kamu boleh kok pakaian gini aja, kalau mau ganti baju juga gak apa-apa, aku bakal tungguin kamu."

"Aku ganti baju dulu ya." ucap Nalla yang perlahan melepaskan genggaman tangannya pada Alan.

Tepat di saat Nalla akan masuk ke dalam rumah, langkahnya terhenti saat melihat Hazen berdiri tepat di hadapannya. Menatap lurus padanya.

"Hazen."

Ucapan Nalla kini juga membuat Alan langsung melihat ke arah tatapan Nalla. Ya, Hazen berwajah kesal sedang nenatap mereka berdua.

Hazen hanya membalasnya dengan senyuman miris, lalu ia melipat kedua tangannya di depan dada.

"Mas, gimana kalo Hazen juga ikut ke kantor kamu..." saran Nalla.

Alan terdiam mendengar saran Nalla.

"Enggak, terimakasih!" tolak Hazen yang kini langsung bergegas pergi menuju lantai atas.







***











Sesampainya Nalla di perusahaan Vectory Next Enter. Semua orang menyambutnya dengan sopan dan penuh tata krama. Nalla salut pada orang-orang yang bekerja di kantor ini, mereka semua Benar-benar di didik dan di ajarkan dengan baik.

Padahal, semua orang tahu bahwa rumah tangga Alan dan Nalla sedang berantakan akhir-akhir ini di sebabkan oleh orang ketiga yang pernah membuat kerusuhan di kantor ini, tapi mereka yakin bahwa Alan dan Nalla akan terus bersama hingga menua. Mereka tahu siapa yang paling dicintai oleh Alan.

Nalla kini berada diruangan pribadi Alan. Ia berjalan mengikuti suaminya, lalu mereka duduk bersama di sofa.

Alan langsung menarik kepala Nalla agar bersandar di dekat bahunya.

"Ngapain ajak aku ke sini? Mau suruh aku gangguin kamu kerja ya?" tanya Nalla sambil menahan senyumnya.

"Hari ini jadwal aku banyak yang kosong, karena Papa yang ambil setengah untuk periksa ke lokasi kantor cabang." jawab Alan.

"Ya kan pekerjaan kamu masih ada setengahnya lagi."

"Ya, biarin aja. Itu setengah jam siap. Aku ajakin kamu ke sini karena aku masih khawatir aja ada yang datang ke rumah dan gangguin kamu lagi."
jelas Alan.

"Alasan selain itu ada gak?" pancing Nalla.

Alan terdiam sejenak, lalu perlahan ia menahan senyumnya, "Ya...ada."

Nalla tahu tatapan Alan begitu mengintimidasi dirinya.

"Yaudah, aku bakal nurutin kamu." Nalla mendongak ke atas, menatap wajah suaminya dari dekat, "asalkan kamu siapin dulu kerjaan kamu, abis itu..."

"Abis itu apa?" tanya Alan yang kini bergantian memancing Nalla.

Nalla mengusap perutnya, "Dia rindu sama kamu. Padahal baru aja tadi malam ketemu."

Alan menarik kepala Nalla mendekat, lalu mencium pelan pipi Istrinya itu penuh sayang.

Lalu Alan segera berdiri dan berjalan menuju ke pintu. Memastikan pintu tersebut Benar-benar sudah terkunci.

Nalla yang melihat itu kini meletakkan tangan kanannya ke dagu sambil senyum-senyum sendiri.

Ia terus melihat ke mana suaminya berjalan. Kali ini Alan berjalan menuju mejanya lalu menelpon seseorang.

"Hallo, selamat pagi Bapak, ada yang bisa saya___"

"Kalo ada yang mencari saya, bilang ke mereka kalo saya Benar-benar sibuk dan tidak bisa ganggu." jawab Alan dengan serius.

Nalla kini menahan tawanya.

"Baik Bapak,"

Alan langsung memutuskan sambungan teleponnya.

"Sibuk apa nih?" goda Nalla sambil tersenyum.

"Mencintai kamu." gumam Alan pelan, lalu ia kini membuka laptop serta lembaran-lembaran dokumen yang masih terbengkalai. Tampaknya Alan sekarang sangat bersemangat.

Nalla tertawa, "Semangat ya kerjanya sayang. Anak kamu nungguin kamu nih." goda Nalla lagi.

Alan memejamkan matanya lalu menggeleng, "Nalla, jangan mancing aku ya. Katanya kamu nyuruh aku ngerjain semua kerjaan yang masih tertunda kan?" ucap Alan yang kini menatap Nalla.

"Oke-oke, aku janji gak bakal gangguin kamu." ucap Nalla yang kini menahan tawanya, lalu ia menaikan kedua kakinya ke atas sofa dan berbaring, "aku mau main sosmed dulu ya." ucapnya lagi pada Alan.

Alan mengangguk tanpa menoleh pada Nalla. Kali ini matanya terus berfokus pada Pekerjaan yang ada di laptopnya.

Nalla kini menatap lagi ke arah suaminya, lalu menghela napasnya pelan. Entahlah, kenapa jadi dirinya yang begitu tak sabar.

Ia bolak-balik mengecek jam di ponselnya. Lalu men-scroll beberapa kali sosial medianya, tak lama kemudian ia kembali mematikan ponselnya.

Nalla kembali melirik ke arah Alan yang masih sibuk mengetik sesuatu di sana.

"Mas Alan." panggil Nalla pelan.

"Kenapa sayang?" jawab Alan yang masih terus fokus pada dokumen.

Bagaimana Nalla harus mengatakannya.

Nalla mencoba menarik napas lebih dalam lalu menghembuskannya. Perlahan, ia mengambil karet gelang di saku roknya, lalu mengikat rambutnya asal.

Tanpa Nalla sadari, Alan ternyata sejak tadi diam-diam memperhatikan dirinya. Dapat Alan lihat Nalla begitu gelisah sambil mengingat rambutnya asal, dengan cepat Alan mematikan AC-nya secara diam-diam.

"Santai aja sayang, gak akan ada yang masuk ke ruangan ini. CCTV juga udah aku matiin sejak kita datang tadi. " ucap Alan yang tiba-tiba peka dengan gelagat Nalla.

Namun, Alan masih tetap tak menatap perempuan itu.

"Udahan dong kerjanya." rengek Nalla.

Ucapan Nalla barusan membuat aktivitas Alan terhenti. Laki-laki itu kini mematung, suara Nalla sepertinya benar-benar...

Alan pun kini menatap ke arah Nalla yang berada di sofa. Sontak, tiba-tiba tubuhnya terasa kaku.

Perlahan tangan Alan menutup laptopnya. Lalu ia berdiri dan berjalan mendekati Istrinya.

Nalla benar-benar memancingnya.










***










Sebentar lagi pukul dua belas siang, Nalla baru saja keluar dari ruangan pribadi suaminya. Ia berjalan ke lift menuju lantai dua. Ia berniat akan melihat-lihat karyawan di bawah sembari ingin menemui Hasnah karena sudah lama tak berjumpa.

Di tengah perjalanan, Nalla merasakan seperti ada seseorang yang sedang memperhatikannya.

Dengan cepat ia melihat ke arah kanan, perlahan hatinya lega. Ternyata hanya seorang pria yang sedang asik membaca koran. Entahlah dia siapa, dapat Nalla lihat orang itu bukanlah karyawan di kantor ini.

Nalla berjalan cepat menuju ruangan Hasnah. Baru saja akan masuk, seseorang memanggilnya.

"Siang, Bu Nalla." sapa seseorang yang kini mendekati Nalla.

"Siang juga, ada apa ya?" tanya Nalla sambil tersenyum ramah. Ya, orang yang mendekatinya ini adalah Rea, salah satu karyawan lama di sini.

"Ibu mau jumpa Bu Hasnah?" tanya Ria semangat.

Nalla mengangguk, "Benar. Apa Bu Hasnah ada di dalam?" tanyanya lagi.

Rea menggeleng polos, "Bu Hasnah kebetulan lagi makan di kantin, ayo Bu kalo mau ke kantin, saya temenin."

Nalla tersenyum, "Enggak dulu ya, karena saya sebentar lagi mau pulang.  Makasih banyak ya Rea."

"Oh iya, Bu. Sama-sama."

Nalla segera berjalan kembali menuju ke lift, namun seketika ia ingin ke kamar mandi.

Kebetulan lorong kamar mandi berada tak jauh darinya.

Dengan cepat Nalla segera berjalan ke lorong tersebut. Ya, walaupun sepi tidak ada orang, Nalla berusaha memberanikan dirinya.

Saat akan sampai di pintu kamar mandi tersebut, seperti ada orang yang sedang mengikutinya. Dengan cepat Nalla melangkah menuju ke kamar mandi.

Sesampainya di tempat itu, Nalla langsung mengunci pintu kamar mandi, lalu mengatur napasnya.

Ia kini berdiri di depan wastafel lalu memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan.

Seketika ia menahan kaget, beberapa bekas pada lehernya...sudahlah.

Mau bagaimana lagi? Toh, ia juga menikmatinya tadi.

Nalla pun segera menutupi lehernya dengan rambutnya terurai.

Setelah penampilannya rapi kembali, ia bergegas keluar kamar mandi namun dengan jantung yang berdegup kencang, ia takut ada seseorang di luar yang mengikutinya.

Bagaimana mungkin, saat Nalla merasa sakunya, ponselnya tertinggal di ruang kerja pribadi suaminya.

"Mampus deh." ucap Nalla yang kini merasa was-was.

Namun dengan keberaniannya, perlahan ia membuka pintu sedikit demi sedikit dan...

Huft!

Ia lega, tak ada orang ternyata.

Dengan cepat Nalla berlari menuju...

Hap!

"AKHH!" Nalla teriak sekeras mungkin saat kedua tangannya kini di pegang kuat oleh seseorang.

Perlahan Nalla mengangkat kepalanya dan melotot kan matanya terkejut. Pria yang membaca koran tadi kini berdiri didepannya dengan wajah mesum serta kedua tangannya begitu kuat memegang lengan Nalla.

"TOLONG, TOLONG..."

"Syuuttttt!" pria itu melotot tajam, lalu menarik Nalla paksa menuju ke sudut lorong.

"LEPAS! TOLONG!" teriak Nalla yang kini menangis hebat. "Hiks...hiks..."

"Kamu salahsatu karyawan di sini kan? Saya lihat-lihat dari tadi kamu itu paling cantik di antara semuanya, apalagi kamu terus melewati saya..."

Nalla benar-benar tidak bisa menjawab lagi saat ini.

Sebuah ide muncul di benaknya, dengan cepat Nalla menggigit tangan pria itu dengan kuat, lalu Nalla berhasil melarikan diri.

Saat melihat beberapa karyawan, dengan cepat Nalla mendekati mereka.

"Tolong...tolong..." ucap Nalla yang kini berhenti di dekat para karyawan yang kebingungan melihatnya. Perlahan Nalla menarik napas, lalu menghembuskannya.

"Ada apa, Bu?" tanya Rea yang kini mendekati Nalla.

"Ada apa, Bu? Ibu kenapa nangis?" tanya Mina, salahsatu karyawan juga.

Nalla menunjuk lorong yang ia singgahi tadi. "Rea, Pria yang baca koran tadi, mau melecehkan saya..." ujar Nalla sambil menangis.

Semua karyawan yang mendengarnya saling menahan kaget, beberapa dari mereka langsung mencari pria itu.

Hingga akhirnya Nalla melihat para karyawan menarik pria itu ke luar dari lorong. Ya, wajah pria itu tampak benar-benar tak merasa bersalah.

Beberapa karyawan perempuan mulai menenangkan Nalla dan menyuruh Nalla duduk di sofa, namun Nalla kini masih tak berhenti menangis. Ia benar-benar trauma akan hal seperti ini.

"Ibu tenang ya, kita akan panggil pihak polisi nanti." ucap Rea sambil memegang bahu Nalla.

Nalla berdiri, sontak semua karyawan menatapnya. "Saya akan beritahu suami saya." ucap Nalla yang kini memasuki lift menuju lantai atas.

Saat di perjalanan menuju ke lantai tiga, tubuh Nalla benar-benar terasa sangat merinding, ia terus melihat kanan dan kirinya. Ia merasa sangat was-was dan trauma akan kejadian yang bukan sekali ini saja terjadi pada dirinya. Ini sudah sekian kalinya.

Sesampainya di depan ruangan milik suaminya, dengan cepat Nalla masuk tanpa mengetuk pintu sambil terus menangis.

Alan yang sedang menyusun dokumen di dekat sofa kini terhenti saat melihat Nalla datang dengan linangan air mata dan wajah pucat.

Dengan cepat, Alan melemparkan dokumennya asal lalu langsung memeluk Istrinya dengan wajah sangat khawatir.

"Sayang, kamu kenapa?" tanya Alan yang kini begitu erat memeluk Nalla, tubuh perempuan itu gemetar.

"Tolong..."

"Iya-iya, kamu tenang dulu. Kamu kenapa sayang?"

"Hiks...hiks...ada laki-laki yang mau lecehin aku di toilet tadi." adu Nalla.

"APA?" Alan tersentak kaget dengan apa yang baru saja Nalla ucapkan.

"A... Aku..." belum sempat Nalla melanjutkan ucapannya, Alan pergi meninggalkannya.

Alan bergegas menuju lantai bawah dengan kedua tangan terkepal kuat, rahangnya mengeras serta langkah kakinya yang begitu cepat.

Di saat ia baru saja keluar dari lift, para karyawannya tampak sedang mengerubungi seseorang di tengah-tengah ruangan kerja mereka.

Ya, terdengar hantaman yang di berikan oleh beberapa karyawan  untuk laki-laki yang Alan yakini itu adalah orang yang sudah menyentuh istrinya.

"MINGGIR!" teriak Alan menggema.

Sontak semua orang langsung menepi saat atasan mereka kini berjalan menuju ke arah satu orang yang kini benar-benar menjadi objek semua orang.

BUGH!

Alan menghantam kuat rahang orang tersebut hingga tersungkur ke lantai.

Semua orang menutup mulut mereka, terkejut sekaligus memuji kekuatan besar yang CEO mereka punya.

Lagi, Alan menarik kuat kerah pria itu lalu mengangkatnya hingga yang tadinya tersungkur kini terbangun.

"BAJINGAN!" teriak Alan menggema penuh amarah.

"Ampun, Pak...ampun..." ucap Pria itu meminta ampun.

BUGH!

Alan menonjok kuat perut pria itu hingga kembali tersungkur.

Alan tak akan menyerah atau melepaskan pria ini begitu saja. Dengan tatapan mematikannya, ia kembali menarik kerah pria itu dan mengangkatnya kasar.

"ALAN, BERHENTI!"

Alan menghentikan aksinya, ia kini menatap ke arah lift, di mana Papanya berdiri di sana bersama Vian.

"LEPASIN DIA ALAN!" teriak lagi Ardi yang kini mendekati Alan. Begitupun Vian kini berusaha memisahkan Alan dan Pria itu.

"PA, AKU HARUS NGASIH PELAJARAN SAMA DIA..." teriak Alan yang kini kedua tangannya di pegang oleh Vian.

"Alan, kamu jangan main hakim sendiri, kita harus_____"

"DIA UDAH NYENTUH NALLA, PA. AKU BERHAK MELAKUKAN INI!" teriak lagi Alan penuh emosi.

"Vian, bawa Alan ke lantai atas." perintah Ardi.

"GAK BISA GITU DONG PA, AKU PUNYA HAK ATAS TINDAKAN BEJAT DARI APA YANG UDAH ORANG ITU LAKUIN TERHADAP ISTRI AKU!" ucap lagi Alan yang benar-benar sangat marah.

"Alan, tenang. Papa akan urus semuanya. Sekarang, cepat temui Istri kamu di atas, kasian dia." ucap Ardi yang kini menenangkan Alan.

Alan menatap Vian, "Lepasin saya, saya mau ke lantai atas." ucapnya pada Vian.

Akhirnya, Vian melepaskan Alan.

Alan pun berlari ke arah lift menuju lantai atas, ia begitu sangat khawatir dengan apa yang sudah terjadi pada Istrinya.

Sesampainya Alan di lantai atas tepat di depan ruangan pribadinya, ia langsung masuk ke dalam dan mendapati Nalla sedang memeluk tubuhnya sendiri di atas sofa sambil menutupi wajahnya.

Alan mendekatinya dan langsung memeluk Nalla dengan sangat erat.

"Sayang, Maafin aku, aku gak bisa jagain kamu sewaktu kamu di ganggu Pria itu, aku nyesal udah biarin kamu pergi sendirian." ucap Alan yang begitu merasa bersalah. Berkali-kali ia cium kening serta pipi perempuan itu agar tenang, Nalla pun bertambah erat memeluknya.

"Aku takut jauh dari kamu..." lirih Nalla.

"Kamu tenang ya, aku gak akan pernah ninggalin kamu. Aku pasti akan jagain kamu dan anak kita."

"Aku takut..." adu Nalla lagi yang kini sudah membenamkan wajahnya pada dada Alan.

Alan kini duduk di sofa di ikuti Nalla yang masih setia memeluknya erat.

"Ingat hal ini Nal, ke manapun kamu pergi, selalu bilang ke aku dulu. Kamu juga sekarang enggak sendirian, kamu sama anak yang ada di perut kamu..." jelas Alan.

Nalla mengangguk mengerti.

"Udah ya, jangan nangis... Malu tau anak kamu dengerin tuh." ujar Alan sambil berusaha menghibur Nalla.

Seketika itu pula, Nalla berhenti menangis, lalu ia menatap suaminya dengan ekspresi ingin kembali menangis.

"Sekarang kamu aman sama aku. Kamu gak akan kenapa-kenapa. Sekali lagi ada yang berani nyentuh kamu, aku gak akan segan-segan ngancurin mereka semua, ya." ucap Alan serius sambil menenangkan Istrinya.

Nalla tersenyum, lalu ia langsung mencium lama pipi kanan suaminya.

"Permisi Tuan muda."

Dengan cepat Nalla melepaskan ciumannya dan pelukannya.

Vian.

Nalla sedikit melega saat melihat laki-laki itu, untung saja bukan orang lain yang datang.

"Ada apa?" tanya Alan.

"Tuan Ardi memerintahkan saya untuk membawa Nyonya Nalla pulang." ucap Vian.

Dengan cepat Nalla menggelengkan kepalanya pada Alan, "aku mau pulang sama kamu."

Alan mengangguk, "Vian, kamu antarkan saya dan Nalla pulang, sekarang." perintah Alan.

"Baik, Tuan."

Kini Alan dan Nalla segera bersiap-siap akan pulang. Sebelum pulang, Alan membereskan sedikit meja kerjanya, sementara Nalla memilih membereskan sofa.

Tiba-tiba ponsel Alan berdering.

Alan mengeceknya dan ternyata itu dari Papanya.

"Assalamualaikum, Pa." ucap Alan.

"Waalaikumsalam, gimana kondisi Nalla?" tanya Ardi.

Alan melirik ke arah Nalla yang tengah sibuk membereskan sofa.

"Dia baik-baik aja kok, cuma nanti aku bakal ajak dia ke dokter, mau periksa kandungan." jawab Alan.

"Ada sesuatu yang mau Papa bilang ke kamu. Ini penting."

"Apa, Pa?"

"Tapi jangan beritahu Nalla, Papa gak mau kalo sampai dia banyak pikiran dan dampaknya ke bayi yang ada di kandungannya, nanti." ujar Ardi memperingati.

"Iya, Pa. Benar." ucap Alan mengecilkan volume suaranya.

"Salah satu pencuri foto, baru saja di introgasi sama polisi untuk yang kesekian kalinya. Dan di antara mereka ada yang tidak sengaja menyebutkan nama...Bryan."

Alan terdiam kaku.






_____________


BRYAN? OMG

TENANG, BERITANYA BELUM JELAS, OKE?

SATU KATA UNTUK AUTHOR SALSHA? 😊

ADA YANG SUKA SAD ENDING?

EMOJI FAV KALIAN APA?

VOTE & SPAM KOMEN🥰

FOLLOW IG :

ADANY. SALSHAA
NALLAN. OFFICIAL


Continue Reading

You'll Also Like

104K 15.2K 13
Prahara pernikahan Papi Alvares dan Mami Naya. ____ β€’cover dari pinterest
593K 79.8K 55
⚠️ Sudah Terbit!!! πŸ“±Pemesanan lewat shopee dan Instagram penerbit Gentebook ~Part masih lengkap, Extra Part hanya di novel~ Kisah asmara Regil Deno...
384K 28.8K 57
[SEQUEL OF ANGKASARAYA, DAPAT DIBACA TERPISAH] Hari kelulusan telah terlewati, kini Angkasa dan Raya meneruskan pendidikannya ke jenjang yang lebih t...
639K 41.8K 32
Semua orang mengira Saka Aryaatmaja mencintai Juni Rania Tanaka, namun nyatanya itu kekeliruan besar. Saka tidak pernah mencintai Rania, namun menola...