When The Sun Goes Down [๐˜ค๐˜ฐ๏ฟฝ...

By Ren_lena

11.7K 3.2K 3.2K

Sejalan, tak searah. Nachandra Renjana dan Naraya Hysteria adalah dua remaja yang terbelenggu dalam trauma m... More

Prolog.
.
1. Hujan dan Duka
2. Satu Atap
3. Nachandra Renjana
4. Naraya Hysteria
5. Pesan dari Chandra
6. Si Anak Penurut
7. Thanks, Ra
8. Kecewa.
9. someone to stay
11. Dilema
12. betrayed
13. ;
14. Yang Terlupakan
15. Capek
16. Perkara Rokok
17. Dewasa Lewat Luka
18. Makasih, Maaf.
19. Taruhan
20. "Tuhan kita beda."
21. Belajar Menerima Diri
22. Apa Kabar?
23. Menyerah?
24. CINTA CINTA TAI MONYET
25. Kilas Balik
26. CHANARA๐Ÿ˜๐Ÿ˜˜
27. Ruang Hampa
28. Monokrom
29. Pasrah.
30. Serpihan Hati
31. Belenggu
32. Penawar Luka
33. ecstasy.
34. Keputusan
35. an angel
36. sun and moon
37. party's over
38. Perkara Kucing
39. affection โš ๏ธ
40. kinda jealous?
41. took a chance
42. Luka dan Deritanya
43. Lika-liku Keadaan
44. Buyar
45. no options
46. Pacaran Jangan di Sekolah
47. Panggung Sandiwara
48. dive ends bleed
49. Pelipur Lara
50. Tentang Rasa
51. Hilang Arah
52. fall apart
53. Kota Mati
54. Pendatang Baru
55. Petunjuk
56. Hampir
57. Satu Padu
58. Kelinci Manis
59. scanzo
60. murder
61. some people go
62. attractionโš ๏ธ
63. tragedy, comedy
64. crave
65. no time to count
Epilog.

10. Lo cantik, Nara

181 70 59
By Ren_lena


Biarpun diketahui si pelaku sempat nyusruk sekali namun rupanya Farhan masih mengijinkan bocah tengil itu  membawa motor ke sekolahanya sampai hari ini, tanpa adanya perasaan khawatir berlebih.

Saat ini ia memarkirkan motornya sedikit ke tengah menghindari hal-hal yang tak diinginkan terjadi seperti, pilek, sariawan, dan bibir pecah-, tapi ada beberapa syarat berlaku kata beliau, seperti berikut ; pergi pagi-pagi sekali–menghindari keramaian–jangan bawa cewek, harus diawasi oleh teman baru Nachandra, yaitu Jonathan.

Bagaimana? Apakah sudah cukup aneh.

"Woi Nachandra, cepetan anjir lelet ah lu kek cewek." Jonathan membantu sang kawan menuntun motornya sejak pemiliknya turun di jalan padahal bocah itu masih cukup kuat membawa benda ini sampai parkiran tanpa perlu bantuan.

Hanya saja syarat dan ketentuan yang  Farhan buat tak mungkin bisa diganggu gugat lagi.

"Dih, berisik lo kek banci," balasnya kesal, sepertinya akibat hawa panas di muka bumi ikut mendidihkan darahnya.

"Ooasu lo, gelud yok," tantang Jonathan sembari melipat lengan seragamnya mempersiapkan ancang-ancang sementara Chandra malah tersenyum remeh.

"Badan lo kecil, nggak sesemok gue anjing."

"TINGGIAN GUE NJING! OTOT GUE JUGA LEBIH GEDEK ANJI!" Cerosos anak itu ngotot sambil berkacak pinggang.

Nachandra memutar bola matanya memilih pergi daripada meladeni lelaki berpostur badan kekar bertingkah bak bocah TK ini, bersamaan dengan mentari menyapanya kembali, tatapi kali ini awan mendung mulai tampak berkumpul kian menghitam menutup sang penerang sumber kehidupan.

Mendadak kakinya berhenti melangkah saat dia melihat seseorang yang sudah lama tak ia temui selama beberapa hari ini, jujur saja Nachandra bingung harus bereaksi seperti apa setelah memahami apa yang telah terjadi.

Tak lama gadis itu melihat ke arahnya, melambaikan tangan disambut senyuman menawan. Entah kenapa rasanya enggan menyapa.

Walaupun hubungan mereka masih bisa dibilang, baik-baik saja.

"Sayang, sini!"

Haidan yang masih tak beranjak dari motornya melihat pemandangan itu, kemudian sebuah smirk tajam terukir di wajah tampannya. Kalau saja hari itu guru BK belum sempat memanggilnya, mungkin dengan mudahnya laki-laki itu akan mengobrak-abrik isi sekolah hari ini juga.

Di depan sana Nachandra terpaku, lalu membalas lambaian tangan Yura setenang mungkin.

"Ikut ke kantin yuk! Cari temen mau gak?" Yura tiba-tiba menggandeng tangannya, memeluk pacarnya dari samping.

Alih-alih membalas pelukan Yura mata Chandra justru terfokus pada pemandangan di depannya, Naraya muncul tanpa diduga, masih dengan penampilan sederhana, rambut sebahunya tergerai tampak sangat cantik.

"Chan?? Kamu liatin apa sih?!"

"Eh, hm?"

"Gimana? Gak jatuh lagi kan??"

"Enggak, Ra. Alhamdulillah gue masih napas sih."

Diam-diam Naraya mencuri-curi pandang ke arah Chandra, padahal dirinya sedang berbincang-bincang dengan teman-teman sekelompoknya mendiskusikan materi mata pelajaran sosiologi.

"IHHH GEMES BANGET SI PACAR AKU!"

Tetapi kalau boleh jujur, ia tak bisa berhenti mengingat rekomendasi lagu sekaligus pemandangan paras wajah Nachandra di bawah cahaya rembulan malam itu, bahkan Naraya hampir mengingat semua apa yang dikatakannya, bagaimana bisa anak itu berbicara segitu lembut padanya dalam semalam.

Seolah dirinya yang menjengkelkan seketika digantikan oleh sosok malaikat penyelamat.
Nachandra benar-benar anak yang aneh, harus diakui memang.

"WOI WOI NACHANDRA! LO DIPANGGIL GURU BK SAMA BU MEGA." Kepala Chandra turun meremat kepalan tangannya.

"Lagi?"

"IYA, CHAN. LO ADA BUAT MASALAH EMANGNYA??" Selatan terus berteriak-teriak heboh, bahkan kini berusaha mengabadikan raut wajah masam Chandra dengan kamera ponsel.

"Dih, kagak! Ngapain lu?!"

"Ett! Gak kena! Komuknya Chandra biar gue yang abadiin, Kak." Nachandra berusaha merebut ponsel bocah itu menghalalkan segalanya cara untuk mendapatkannya, dari menutup mata Selatan hingga menggigit tangannya cukup keras.

"ANJING! VAMPIR LO HAH?!"

"LO GENDERUWO ANJIRR!"

"ANJING GUE VIRALIN KOMUK LU CHANN LIAT AJA!!"

Selatan membuka aplikasi instagram di HP-nya demi menviralkan komuk Nachandra yang mungkin akan menghasilkan kepopuleran. Ya, kini kepopuleran anak itu lumayan meningkat lantaran dirinya telah berani melawan Haidan, sampai wajah tampan dua anak adam itu berakhir luka-luka.

"ADA ADAB LU BEGITU BOCAH?!"

"YAAMPUN SELATAN.." Yura menutup mulutnya tak percaya, sepertinya Selatan punya masalah perpendam dengan pacarnya ini.

Acara tarik ulur pun berakhir saat benda persegi itu terlempar cukup jauh. Tak lama orang-orang di sana tiba-tiba tertawa keras membuat Chandra menyernyit tak mengerti.

"Apanya yang lucu?"

"HAHAHAHA KOMUK LU DILIHAT CEWEK-CEWEK, JIAKHAHAHA!!"

"ANAK DAJJAL!" Chandra langsung menarik tubuh kurus Selatan memberikan beberapa kali jitakan keras di kepalanya.

"SAKIT HUWEE KAK YURAA."

"Ambil hp lo njing." Tubuh Selatan terdorong ke depan, wajah anak itu memelas ketakutan melihat perubahan aura lawak Chandra menjadi lebih menakutkan dari komuk emak-emak penawar di pasar.

"Cih, galak.."

Naraya hampir meloloskan tawa saat ponsel Selatan benar-benar terlempar di bawah kakinya, langsung menampilkan komuk lucu milik Nachandra di sana. Adinar diam-diam memperhatikan sahabat yang sedang menahan senyuman.

Disenggolnya lengan Naraya kemudian berbisik,"tumben lo ketawa, Nay, jarang banget kan?" Senyum gadis itu menenangkannya, perlahan kedua sudut bibirnya melengkung.

"GUA BILANG AMBIL ANJING GUE MALU BANGSADD!"

Memang siapa yang tidak mendengar nya? Bahkan suara pekikkan bocah laki-laki ini terdengar hingga ujung koridor sana.

"Nak, Chan? Duduk dulu sini."

Pintu ruangan BK terbuka lebar menampilkan dua sosok wanita paruh baya sedang menatap lembut ke arahnya. Satu hal menarik perhatiannya, Haidan ternyata juga berada di sana, mata elang laki-laki itu seolah sangat mengintimidasi. 

Haidan mengalihkan pandangannya dengan kasar saat melihat Nachandra disambut jauh lebih baik oleh dua wanita yang baru saja mengomelinya tanpa memberi ruang untuk menjelaskankan. Toh, sudah menjadi makanan sehari-hari dibeda-bedakan begini. 

"Duduk di samping Haidan ya."

Chandra menunduk melepaskan tasnya ke atas sofa, kemudian terduduk di samping Haidan. Sejujurnya, ia tak mengira akan dipertemukan kembali dengannya setelah kejadian beberapa hari yang lalu membuat Chandra agak malu. 

Lagipula kenapa dia harus menghajar Haidan?

"Nak, Chan.."

"Nachandra, Bu Mega." Bu Mega tersenyum mengangguk mengerti, perlu dijelaskan lagi Nachandra adalah tipe orang yang akan sangat terganggu bila seseorang mengubah-ubah atau menyingkat-nyingkat namanya.

"Sejak kapan kamu suka berantem?" Bu Susan langsung menayangkan pertanyaan menohok. 

"Kepinteranmu gak bisa menjamin naik kelas, Nachandra." Bu Susan meletakkan tangannya di meja. "Percuma kamu pinter kalau masih berantem, seperti anak berandalan ini." Bu Susan melirik nyalang pada Haidan. 

Sementara Nachandra hanya bisa menyunggingkan senyum tipis seolah mengakui kesalahannya, meskipun hatinya cukup teriris, pasalnya ini benar-benar kali pertama dirinya dimarahi guru BK selama bersekolah.

"Maaf Bu-"

"Saya gak butuh, Maaf. Nanti kamu keterusan sama kaya anak ini, kan sayang prestasimu, Nak." Wajah Haidan memerah kesal terus disinggung secara terang-terangan. 

"Hm iya Bu, gak Nachandra ulangin lagi."

"Nih kamu liat, Haidan. Chandra gak memberontak kaya kamu kalau dimarahin. Coba kamu intropeksi sendiri sekarang kenapa kami sering marah-marahin kamu." Bu Susan menghela napas, terlalu lelah menghadapi kasus Haidan sejak pertama masuk sekolah. 

Benar juga kata Bu Susan. Haidan mendecih miris memikirkan dirinya sendiri, karena jujur saja dirinya bukan anak yang penurut, dan lebih suka memberontak saat disalahkan. 

"Udah, udah Bu Susan. Biar saya aja yang bicara sama mereka."

Bu Susan mengangguk pelan meredam amarahnya. Untungnya hari ini ia tak perlu lama-lama berurusan dengan Haidan karena Bu Mega meminta mengambil alih pekerjaannya untuk sementara. 

Kini hanya detik jam dinding yang bersuara memenuhi ruangan, yang tinggal berisi dua anak laki-laki sama-sama terdiam tanpa beniat berbicara. 

Mata Haidan terpejam sesaat sampai ia mengingat sesuatu lantas langsung menoleh ke arah Chandra. "Lo tinggal sama keluarga Naraya. Bilang sama gue dia baik-baik aja." Chandra terdiam mencerna perkataan Haidan barusan. 

"Kenapa?" 

"Dia ngejauhin gue, dan gua gatau alasannya," jelasnya malas. Sejujurnya dia memang malas berbicara pada bocah ini jika bukan Naraya alasannya. 

"Kalo gitu kenapa gak lo tanyain sendiri?"

"Gue capek, sialan. Setiap dia ada masalah selalu gue yang dijauhin." Bisa dilihatnya tangan Haidan terkepal, wajahnya semakin memerah bak akan meledak. 

"Kenapa gitu? Sebaiknya lo ngomong yang bener sama dia, inget jangan lo marahin," sarannya sambil mengetuk-ngetuk meja. 

"Yang bener gimana njing?" Haidan mengacak-acak rambutnya frustrasi.

"Ngomong baik-baik, gak perlu emosi. Cewek gak sekuat kita, Dan. Mereka bisa nangis kapan aja asal gak keliatan."

"Maksud lo?"

"Asal dia gak nangis di depan lo aja, Naraya tetep keliatan kuat, walaupun sebenarnya dia rapuh." 

Apa itu benar? Naraya pernah menangis? Selama berpacaran Haidan belum pernah melihat Naraya menangis, atau terlihat lemah, karena gadis itu terlalu mandiri dan kuat di atas kakinya sendiri. Keliatannya sih begitu. 

Bu Mega kembali muncul membawa secangkir teh tersenyum ke arah mereka.

"Maaf, udah buat kalian nunggu lama, ya. Oh iya buat, Nak, Nachandra ini ada surat panggilan orang tua. Karena ini yang pertama kalinya, Bu Susan gak mau kamu keterusan," jelasnya, kemudian terduduk di tempatnya. 

"Buat Haidan, Ibu minta tolong sama kamu buat merenungi kesalahanmu, dan menjadi pribadi yang lebih baik lagi nanti." Senyuman dan perilaku lembut wanita ini seolah-olah terlalu ajaib, mampu menggetarkan hati dua anak bimbingannya ini dalam sekejap mata. 

"Oh iya  Bu. Boleh diwakilkan ya?"

"Enggak boleh, Chandra. Kalau kamu masih punya orang tua, usahain orang tua kamu aja." 

Nachandra tersenyum masam, gagal sudah rencananya mengajak Om Farhan hadir, sekalian ngapel Bu Mega, katanya. Tangannya menepuk jidat menyadari niat bejatnya.

Setelah mempersilahkan Bu Mega lebih dulu mengambil motornya dari parkiran Nachandra dan Haidan mendekat ke arah motor masing-masing, berlawanan arah. 

"E-eh, lo mau pulang?" Tiba-tiba Haidan berbicara. 

"Hehe yaiya otak gue ya gak sepinter itu juga buat di sekolah sehari semalem," candanya, tertawa bak tak punya beban. Satu hal yang membuat Nachandra dianggap aneh oleh sebagian orang yang mengenalnya. 

"Hah? Anak aneh lu." Tanpa ekspresi, datar sekali. 

"Njirt, hidup lu yang flat amat kek muke lu ye," cibirnya. 

"Diem jing. Lo masih serumah sama Naraya kan?"

"Masih, gak ke mana-mana sih gue."

"Oh, pastiin dia baik-baik. Lo gak mungkin gak tau gimana keluarganya memperlakukan Naraya kan?"Tanya Haidan menelisik dalam.

Kepala Nachandra mengangguk pelan, memang tak jarang ia mendengar suara bentakan, lalu kemudian omelan mereka ke pada Naraya, meski tak tau pasti siapa yang menjadi korban caci-maki kebencian di sana, Nachandra cukup tau melaui insting hingga mengamati tingkah laku.

"Okay, gue minta lo buat jagain, Naraya. Karena gue gak bisa, dan gak mungkin juga."

"Oke, aman," jawabnya tanpa berpikir panjang, karena jujur Nachandra tak ingin banyak mau tau hal tentang orang lain, juga tak ingin orang mengetahui tentang kehidupannya. 

"Ini sekali aja gue minta tolong sama lo, dan kalo lo gak bisa handle sendiri bisa hubungi no WA gue di grup kelas."

"Kelas kita beda bro.."

"Lah? Oh. Kelas apa lo?"

"12 MIPA 1."

"Hah serius kelas MIPA? Muke kek lo– hahaha!" Pekik Haidan untuk pertama kalinya menertawakan seseorang sebahagia ini.

"Cih? Jinjja, emang muka gue kurang ganteng apa untuk jadi seorang anak 12 MIPA 1?" Protesnya tak terima, hendak menyiapkan ancang-ancang memukul wajah Haidan bercanda.

"Gak, muka lo emang biasa aja.Tapi kalo boleh jujur, postur badan lu kegemukan buat seorang cowok," komentarnya berusaha berkata jujur.

Dan baru kali ini pula seorang Haidan Dermaga mengeluarkan jurus ampuh body shamming-nya lagi setelah tobat selama bertahun-tahun mendatang.

"ANJING?! GUE GA GEMBROT AMAT DEH PERASAAN."

Kali ini ia sungguh ingin tertawa, namun tertahan. Tidak mungkin juga Haidan menurunkan harga dirinya hanya demi menertawakan anak idiot ini, pikirnya. 

"Yee perasaan lo doang kan?" 

"WAH LO KALO MAU NGAJAK BERANTEM BILANG ANJ." 

"Wah baperan," sindirnya tak mau kalah. 

"Gaada adab lu ya manusyia," balasnya lagi, sembari menguyah roti dari dalam tasnya kemudian menggigit secara brutal. 

Padahal sumber keheranan Haidan bukan berdasarkan wajah atau postur tubuh Chandra, tapi perilaku anak itu yang tampak sefrekuensi dengan teman-teman sekelasnya.

Alias tingkah Nachandra tidak terlihat seperti anak-anak cerdas dari MIPA sana, terkadang malah idiotnya tampak berlebihan. Mungkin saja itu karena Haidan tidak pernah terlalu memperhatikan anak MIPA yang lain, yang padahal tak jauh bedanya juga dengan anak-anak kelas IPS.

"Wah, ada mangga tuh! Pengen banget gue anjir!" Kata Chandra sembari mengelap air liurnya, yang hampir menetes. 

"Njir, ngidam kali gue yak? Si dodol lo kan cowok! Chandra, Nachandra, " gerutunya sambil menepuk jidat.

"Dah berapa abad yak gua kaga makan ginian? Gapapa lah ambil satu biji doang, punya sekolah juga."

Setelah menegok ke berbagai sudut memastikan tidak ada orang di sana Nachandra mulai melancarkan aksinya naik ke atas pohon, meski sedikit kesulitan karena dahan yang terlalu tinggi akhirnya ia berhasil naik ke atas. 

Anak itu tersenyum melihat buah mangga setengah matang di depan wajahnya, tangannya berusaha meraih buah itu namun sedikit kesulitan karena berjarak cukup jauh. 

Tak lama terdengar gonggongan anak anjing semakin mendekat ke arahnya, seolah takdir sangat mengetahui kelemahan Chandra. Matanya turun melirik pemandangan di bawah was-was, benar saja seekor anak anjing berlari, dan menggonggong tepat di bawah pohon. 

"MA-MAMA TOLONG!! PERGI WOI ANJI," jeritnya keras menimbulkan suara berisik yang tadinya begitu hening. 

Anak anjing itu memutari pohon menunggunya turun, seolah sangat tau bahwa Nachandra menakutinya. Sepersekian detiknya, ia memilih melempar salah satu buah mangga yang berjarak paling dekat dengannya, membuat anak anjing tadi malah semakin menggonggong keras. 

"Mak, gue salah apa anjir.. Perasaan gue rajin ngaji, eh tolol gua kan nonmus." Lagi-lagi Chandra merutuki kebodohannya. "Tapi kan gue emang sering baca Al-quran, gak salah dong?" Berakhir dengan Nachandra yang menampar wajahnya sendiri. 

Sampai ia melupakan fakta bahwa nyawanya sedang berada diujung tanduk, memangnya apa yang bisa Nachandra lakukan sekarang? Kecuali pasrah. 

Ah, tidak Nachandra tak selemah itu kok. Bocah ini berinisiatif menurunkan kakinya pelan-pelan saat anak anjing itu mulai lengah. Sialnya, kakinya malah menginjak sesuatu di sana, langsung menimbulkan suara cukup keras. 

"Satu, dua, tiga.. KABUR!!"

Saat Nachandra berlari memutari batu besar yang menjadi penghalang antara dirinya dan si anak anjing yang tak mau berhenti mengejar, sebenarnya memang sengaja ingin bermain-main lebih lama.

"Ett, gak kena! Gak bakal kena njing!"

Jujur saja, dari dekat sini suara gonggongannya membuatnya merinding bukan main. Tetapi tentu Nachandra tidak ingin dikalahkan oleh seekor hewan kan.

Anak manusia, dan anak anjing itu masih berkutat mempertaruhkan kemenangan. Sementara tas Chandra yang terjatuh dipungut oleh si anjing dengan giginya akhirnya menciptakan kegiatan kejar-kejaran tak berujung ini.

"Nachandra." 

Tanpa diduga suara familiar seseorang mengagetkannya. Naraya telah berdiri di sana, berjalan pelan mendekati si anjing masih menampakkan ekspresi ketus seolah siap meledak, kemudian melepaskan tas Chandra dari gigitan si anjing dengan sangat lembut. 

Perlahan matanya naik ke atas memandang tubuh Nachandra, raut wajahnya tampak kebingungan, antara bingung harus bereaksi apa atau malah memang merasa canggung. 

"Ambil tas lo, jangan lupa bersihin."

Naraya melemparkan benda itu ke arahnya yang langsung tertangkap cepat oleh si pemilik, kemudian menyunggingkan senyuman manis di bibirnya.

"Harus banget dicuci?" tanyanya polos. 

"Ya iya kan najis," jawab Naraya mengernyitkan dahi.

Laki-laki di depannya akhirnya hanya mengangguk-angguk mengerti, perlahan kedua sudut bibirnya lagi-lagi melengkung menampakkan senyuman menawan.

Kek yang paling gaada beban, geram Naraya dalam hati.

"Lo ngapain, di sini btw?" tanya Chandra lagi basa-basi seraya mengangkat tasnya ke atas bahu.

"Nungguin Om Farhan kan?" balasnya seadanya.

Masih menampilkan ekspresi ketus sejak tadi walaupun begitu entah kenapa rasanya Nachandra selalu ingin mengajak gadis ini berbicara meski sepatah dua patah kata pun, disanggupi.

"Baru tau lo dijemput, Om gue, " cengirnya kaku, hendak melangkah beriringan dengan si gadis tak ingin berhenti memperhatikan wajahnya dari samping.

"Om Farhan Om gue juga kalo lo lupa."

Hening.

Sampai suara kekehan kecil Nachandra terdengar agak menjengkelkan di telinga si gadis. Jujur saja, raut wajah jutek Naraya pun justru tampak semakin menggemaskan jika diperhatikan lebih lama.

"Lo kan ada motor," komentarnya, wajahnya memerah seakan ingin meledak di tempat jika dirinya tak mengingat keduanya masih berada di tempat umum.

"Males, ah. Mau pulang bareng Om. " Bocah ini malah berdalih enteng lalu kemudian mengerucutkan bibirnya bak bocil TK.

"Ck, Nachandra lo jelek kalo manja kek gitu," decaknya gemas.

"Besok bisa gue ambil juga lagi tu motor, aman kan?" Naraya kembali melirik ke arah satu motor beat yang tersisa di sana, lalu menggeleng-gelengkan kepala heran, alias bingung menghadapi tingkah tidak jelas bocah aneh ajaib ini. 

"Lo  seriusanmau ninggalin motor lo? Hidup lu terlalu santai, Chandra."

Bukannya sombong, yang sebenarnya memang orang tuanya memiliki banyak koleksi kendaraan pribadi sendiri-sendiri, mungkin malah hanya dirinya saja yang tidak terobsesi mengoleksi benda apapun.

"Nachandra," katanya membenarkan. Sementara yang ditegur hanya memutar bola mata malas tak mau menanggapi. 

Tak lama kemudian muncul sebuah mobil berwarna merah terang mendekat ke arah mereka, yang diyakini adalah mobil Om Farhan, lagipula Nachandra, dan Naraya hampir hafal dengan flat nomornya. 

"Masuk kalian berdua." Pria itu tersenyum menyambut kedua anak remaja yang telah dianggap seperti anak sendiri sejak kecil. Ah, mengingat sosok masa kecil mereka dulu membuat matanya berkaca-kaca menahan haru.

Tak berlama-lama lagi Naraya masuk mendahului Nachandra yang masih terdiam di belakang. Farhan memutarkan bola matanya melihat seberapa lemotnya otak anak didikannya ini. 

"KAMU JUGA MASUK, NACHANDRA!"

"AHSHIAPP LAKSANAKAN BOSS!"

"Kamu mesti diapain baru respon cepet?" Tanya Farhan setelah anak polos itu memasuki mobil. 

"Hm, mestinya dikasih duit si Om," katanya cengengesan menggoda memang berniat menggoda Farhan.

"Yee maunya kamu sih gitu!" 

Nachandra terkekeh pelan, sejujurnya ia benar-benar hanya bercanda tadi. Tetapi memang dianya saja yang terlalu pekaan, dengan kode-kode semacam itu.

"Uang yang Om kasih bulan lalu masih ada, hm?" 

"Masih Om, tinggal dikit tapi."

"Ah, mungkin kamunya yang terlalu boros, masa lima juta nggak cukup dalam sebulan?? Lagipula kamu hanya jajanin diri sendiri, nggak jajanin cewek juga kan? Kan kamu jomblo."

Sial, laki-laki itu memutar bola matanya menanggapi hinaan berkedok bercandaan ala Om Farhan.

"Lebih dari cukup."

"Nah itu lebih, jangan minta kalo masih ada, orang tua kamu juga kerja mati-matian, Chan. Ya meskipun beliau nggak punya banyak waktu buat kamu, tetep bersyukur ya?" katanya seraya tersenyum bangga atas didikannya.

"Iya iya, dimengerti boss." Menangguk-angguk menampilkan senyum senang menebarkan kebahagiaan pada siapapun yang melihat.

Diam-diam Naraya mendengarkan percakapan mereka dengan seksama, sedikit-dikit mengulik latar belakang kehidupan laki-laki ini tanpa harus bertanya langsung. 

Tangan usil Chandra tiba-tiba bergerak mengetuk-ngetuk kaca menimbulkan kebisingan cukup mengganggu, Naraya melirik tajam mengacamnya dengan tatapan mata.

"Lo bisa berhenti?" Alih-alih menghentikan keusilannya Nachandra justru mengetuk semakin keras sedangkan gadis di sebelahnya melongo tak percaya.

"NACHANDRA STOP! BERISIK TAU NGGAK?!" Mendadak anak itu terdiam lalu menoleh ke arahnya, malah senyuman menggoda yang didapat.

Wajar saja kan kalau kini hati Naraya dipenuhi ujar-ujaran kebencian yang tak tersampaikan. 

"Sorry, ya Ra.. Lain kali gue bakal lebih usil lagi." 

"Anjing lo." 

"Astaga, Nachandra, Nachandra ... Gak pernah berubah ya kamu," kekeh Farhan semakin membangga-banggakannya di depan Naraya.

"Om Farhan kuat mental apa ngurus anak kaya dia?" tunjuk Naraya pada Nachandra.

"Ya kuat kuatin aja, namanya anak muda," cengirnya masih fokus menatap jalan.

Padahal sikap perilaku Nachandra menurun dari Farhan sendiri, mengingat masa mudanya menjadi remaja super duper aktif di sekolah, bahkan mendapat pujian dari guru dan teman-temannya seperti yang didapatkan anak itu sekarang. Bedanya Farhan tak setampan Chandra sekarang. 

"Kan nurun dari situ," sindir Chandra. 

"Eh eh! Jangan buka kartu kamu! Yaelah ini anak." 

"Nggak heran, sebelas dua belas."

"Sebelah dua belas gantengan ya, Nay?"

"Gilanya Om."

Lantas Nachandra langsung membungkam mulutnya sendiri dengan kedua tengan berusaha menahan tawa, belum sadar padahal dirinya sendiri juga dihina oleh Naraya barusan.

"Gila lo, Nachandra, " ujarnya enteng. 

"Kalo lo cantik, Nara." 

.

.

.

.

.
Hope you guys like it! Makasih yang udah mau baca ya<3

Continue Reading

You'll Also Like

6.6M 280K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
1.1M 83.9K 40
Aneta Almeera. Seorang penulis novel legendaris yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwany...
566K 7.1K 23
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
514K 25.5K 73
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...