RECAKA

By Aniwilla

9.2K 2.1K 2.7K

Tentang kematian beruntun dari jajaran murid berprestasi SMA Swasta Anindita. Pembunuhnya ada di antara merek... More

Prolog
1 || Pemuda Tanpa Teman
2 || Dia Pintar
3 || Perpustakaan
4 || Hujan dan Kisahnya
5 || Rumah Tanpa Hangat
6 || Kata
7 || Seorang Teman
9 || Mimpi Dalam Cerita
10 || Kematian
11 || Retak Bersama Waktu
12 || Tersangka dan Hipotesa
13 || Dingin
14 || Hidup
15 || Tenggelam Suram
16 || Letih yang Menyambar
17 || Ruang dan Seni
18 || Frasa Menyakitkan
19 || Sajak Luka
20 || Karsa
21 || Perihal Rasa
22 || Kontradiksi
23 || Lebur Dalam Dingin
24 || Di Antara Sesal
25 || Dia
26 || Alam Bawah Sadar
27 || Benang Kusut
28 || Sakit Jiwa
29 || Harsa
30 || Cerita yang Patah
31 || Titik Untuk Berhenti
32 || Tentang Maaf
33 || Rela Untuk Menerima
34 || Buku Harian
35 || Selamat Tinggal
Epilog
Hujan Terakhir

8 || Nada

252 59 65
By Aniwilla

㋛︎

Lebih baik bercerita sambil mengeluh pada benda mati. Setidaknya mereka tidak pernah menghakimi.

-R E C A K A-

.
.
.


㋛︎

PARTITUR tiap partitur menari bebas di udara dingin nan gelap menjadi sebuah nada indah yang mengalir lembut. River flows in you memenuhi ruangan hampa.

Gelap dan dingin. Adalah kata yang tepat untuk menggambarkan suasana di dalam ruangan.

AC sengaja diatur pada suhu terendah ditambah jendela kamar yang dibiarkan terbuka.

Suhu di ruangan sudah mencapai 12° derajat celcius. Jendelanya bergerak terombang-ambing akibat angin di luar, sesekali percikan air masuk menciptakan sensasi dingin yang berbeda. Hujan deras di luar sama sekali tak mengganggu laki-laki yang masih sibuk duduk dan bermain di depan pianonya. Tirai berkilauan itu sedikit bergoyang, menyapa malam yang kian larut. Terlihat samar buku-buku tersusun rapi pada tempatnya, ranjang dengan ukuran lumayan besar terasa nyaman tapi terlalu dingin dan beku karena sang empu masih setia pada musiknya.

Topeng sekartaji tergeletak di lantai berlapis vinyl. Cahaya kilat dari luar memberi sedikit gambaran kasar bahwa topeng itu sudah retak hampir terbelah menjadi dua.

Jari-jari indah itu lincah menekan tuts demi tuts piano memberikan nada-nada pilu yang bahkan terdengar sangat bersahabat kala hujan malam itu. Membuat siapa pun yang mendengar akan terbawa ketenangan duniawi.

DDAAANNGGG!!

Tiba-tiba nada itu berubah menjadi tak beraturan. Ketenangan sebelumnya lenyap tergantikan kesan amarah yang sangat kentara. Jari pemuda itu menegang hingga terlihat urat-urat yang timbul di tangannya. Ia mengepalkan tangan dan menghentakkannya pada tuts putih menimbulkan bunyi berisik yang nyaring.

"AAAARRRGGHHHH!" teriak pemuda itu terdengar frustrasi. Tangan dan bibirnya bergetar. Hanya bayangan hitam samar yang dapat mendeskripsikan pemuda misterius yang kini tak lagi bermain bersama nada indahnya. Ia kembali berteriak, teriakan yang mampu diartikan sebagai kekecewaan dan penyesalan secara bersamaan dibandingkan amarah. Suhu udara yang begitu dingin bahkan tak bisa mengusik laki-laki itu.

Pemuda itu bangkit dari duduknya. Sengaja menginjak topeng hingga hancur lantas menendangnya kuat membuat beberapa serpihan dari topeng itu menyebar ke mana-mana.

Dengan langkah gontai, ia menjatuhkan dirinya ke dalam pelukan kasur. Dan terlelap. Tidak memedulikan suhu tubuhnya yang hampir menyerupai es batu.

Sambil berharap dalam hati, semoga esok ia tak lagi harus bangun.

-𖧷-

"Yuna!"

Yang dipanggil menoleh tanpa menghentikan langkah. Menatap bertanya pada gadis cantik dengan rambut yang diikat bun dua bagian.

"Gimana kabarnya?" tanya Kara, sembari menaik-turunkan dua alisnya.

"Gue?" Yuna bertanya balik dengan tatapan heran. "Gue baik."

"Bukan lo, kampang!" sahut Kara terdengar sewot. "Pujaan hati gue, Janu."

"Dih, najis! Ya tanya Janu langsung anjir, kenapa malah nanya gue?"

Kara mengaitkan tangannya pada lengan Yuna. "Lo temennya. Salamin dong."

"Gue bukan temennya."

"Bilangin kembaran lo, deh, gue titip salam," ucap Kara memohon.

"Udah gue bilangin ke Alfa, tapi lo tau sendiri Alfa tuh gak bakal mau jadi tukang pos dadakan. Dia gak bakal nyampein ke Janu," tutur Yuna yang membuat wajah Kara berubah masam. "Lagian kenapa gak lo samperin aja, sih? Modusin dikit!"

Kara menghembuskan napasnya kasar. "Gimana, ya? Gue minder."

"Udah tau minder tapi masih mau nitip salam."

"Ya abisnya gue suka. Pesona Janu tuh gak ada tanding tau gak?"

"Lebay banget!"

"Selain jago matematika, jago gambar, jago nyanyi, dia juga jago ngambil hati gue, anjay!" kata Kara sembari senyum-senyum membayang wajah Janu dengan senyuman manis khas milik Janu. "Ganteng doang, buat apa kalo gak jadi pacar gue?"

Yuna menoleh, "jadi babunya mau?"

"Boleh juga. Sekarang lagi musim majikan jatuh cinta sama babunya, kan?" sahut Kara kegirangan tanpa peduli tatapan siswa-siswi yang mendelik tajam mendengar suaranya yang melengking.

"Lo kalo mau bermimpi, mata lo mesti merem dulu," ujar Yuna. "Mau jadi pacar Janu, tapi takut ngedeketin, payah lo."

Perkataan Yuna hanya dibalas cebikan bibir dari Kara. Ada benarnya juga frasa yang diucap oleh Alfiyuna Harsa yang berstatus teman deketnya ini, Kara menyukai Janu, tapi rasanya laki-laki itu terlalu tinggi untuk Kara bisa gapai. Itulah alasan mengapa Kara bahkan sampai saat ini belum berani mendekati Janu.

Terkadang, kita lebih nyaman mencintai dalam diam. Ketika mengagumi dari jauh sudah lebih dari cukup.

-𖧷-

Suara pantulan bola basket masih terdengar sayup-sayup di lapangan indoor SMA Anindita. Langit di luar mulai meredup perlahan seiring awan yang mulai menutup matahari untuk bertemu senja. Sekolah itu sudah sepi.

Janu dengan celana abu-abu dan kaos hitamnya sibuk menggiring bola basket dan dengan lihai melemparkannya pada ring yang jaraknya lumayan jauh, sekitar 12 meter.

Jika ada team cheerleaders dan penonton siswi pasti mereka akan berteriak heboh, pasalnya Janu mendapatkan three points untuk lemparan jarak 12 meter itu.

Tepukan tangan terdengar. Membuat Janu menghentikan langkahnya saat ingin mengambil bola, netranya menangkap Cio di ujung lapangan yang menatapnya dengan senyuman kagum.

"Well, January Candramawa tidak pernah mengecewakan," kata Cio, tangannya kemudian bersidekap.

Janu tersenyum menanggapi, senyuman yang orang bilang adalah yang paling manis dan lembut yang bisa dipikirkan oleh akal sehat manusia. "Belum pulang?" tanya Janu menghampiri Cio.

"Mau pulang, tapi liat lo keren banget main basket, gak jadi," ujar Cio.

Janu mendengkus kecil. "Lo lebih jago."

"Lo bisa dapetin three point dari jarak yang lebih jauh dari tadi?"

Janu tampak berpikir. "Kayaknya bisa, kenapa? Mau sparing?"

Cio menggeleng. "Udah sore, gue harus pulang. Lo juga harus pulang, pasti capek banget habis rapat Osis."

Janu tertawa kecil menampilkan lesung pipi kecil yang berada area bawah matanya. "Lo lebih capek, lo ketua Osis."

"Gue penasaran," ujar Cio membuat Janu menatapnya bertanya. "Kenapa lo nyerahin jabatan Ketua Osis itu ke gue?"

Janu mengangguk. Tungkainya menjauh beberapa langkah untuk mengambil botol air minumnya dan menenggak habis air itu. "Karna gue pikir lo mampu?"

"Kalo gue gak mampu?"

Janu kembali tertawa. Laki-laki itu mendekat ke arah Cio dan menepuk lengannya. "Gue percaya lo mampu."

"Terus lo gak percaya sama diri lo sendiri kalo lo mampu?"

Kali ini senyum Janu terlihat mengendur, tatapannya menatap Cio lekat-lekat. Butuh waktu yang lama sampai akhirnya Janu mengalihkan pandangannya kemudian menghela napas. "Gue gak butuh jabatan Ketua Osis, Cio. Yang gue butuhin adalah waktu. Jadi Ketua Osis bikin gue susah gerak."

Cio tersenyum miris mendengar penuturan Janu. "Lo bener."

Melihat senyuman kecut di wajah Cio membuat Janu sedikit khawatir. "Lo kenapa? Ada masalah?"

"Gue merasa gak becus jadi Ketua Osis, Nu. Gue harus apa?" tanya Cio yang hampir seperti gumaman. Ia menatap Janu seolah meminta pertolongan. "Gue bahkan gak bisa ngelindungin temen-temen gue sendiri."

Janu mengerutkan dahi tidak paham. "Maksud lo?"

"Maureen sama Rizky. Kenapa mereka bisa mati? Apa karna bunuh diri? Kenapa gue bahkan gak sadar kalo mereka butuh seorang teman? Harusnya gue bisa nyegah mereka, kan, Nu?"

Janu kembali menepuk lengan Cio, mencoba membuat laki-laki itu merasa tenang. "Lo manusia biasa, Ci. Mau lo Ketua Osis bahkan Kepala Sekolah sekali pun, lo gak bisa yang namanya ngehandle takdir."

Kelopak Cio terpejam sebentar, kemudian ia membukanya kembali dengan mata yang sudah memerah menahan tangis. "Tapi gue temennya, harusnya gue ada di masa-masa tersulit mereka, kan?"

Janu mengangguk, tersenyum mengerti. "Kalo emang bener mereka bunuh diri, itu pilihan mereka, Ci. Lo harus belajar merelakan mereka pelan-pelan. Kadang manusia lebih sulit dimengerti daripada rumus matematika, kita gak bisa buat mereka bertahan dengan bilang semuanya bakal baik-baik aja, kenyataannya di dunia mereka enggak ada yang baik-baik aja."

Dua tangan Cio mendadak terkepal. Kemudian menatap Janu dengan kilatan tajam. "Kalo mereka dibunuh?"

Kebisuan dari Janu membuat tawa kecil lolos dari bibir Cio. "Mau mereka bunuh diri atau dibunuh, apa gue tetep gagal jadi Ketua Osis?"

Atau bahkan gagal jadi seorang teman?

"Cio, tugas Ketua Osis gak cuma untuk ngelindungin murid. Lo gak boleh bilang kalo lo gagal," ujar Janu.

"Gimana kalo ada korban lagi?" tanya Cio kemudian.

Janu menghela napas gusar. "Gak bakal ada," jawab Janu sedikit ragu. Pasalnya Janu tidak bisa meramal masa depan bukan? Tapi karena ucapan adalah doa maka Janu berusaha meyakinkan dirinya sendiri agar tidak ada lagi korban kali ini.

"Udah sore. Pulang, yuk! Besok ada ujian gue mau belajar," ucap Janu sembari mengambil tasnya dan berlalu mendahului Cio yang masih terdiam di tempatnya.

-𖧷-

㋛︎

-R E C A K A-
𝓀ℯℯ𝓅 𝒷𝓇ℯ𝒶𝓉𝒽 𝓊𝓃𝓉𝒾𝓁𝓁 𝓎ℴ𝓊 𝒹𝒾ℯ

.
.
.

Ini sebenernya cerita apasih kambing??

-Jum'at, 29 Oktober 2021.
Masih di Tangerang.

Continue Reading

You'll Also Like

KANAGARA [END] By isma_rh

Mystery / Thriller

7.5M 545K 93
[Telah Terbit di Penerbit Galaxy Media] "Dia berdarah, lo mati." Cerita tawuran antar geng murid SMA satu tahun lalu sempat beredar hingga gempar, me...
41K 6.1K 11
Angkasa harus menjadi Alaska setiap hari demi bundanya yang depresi. Alaska yang merupakan saudara kembar Angkasa itu hilang karena suatu insiden dan...
28.7K 2.5K 44
{END} [TYPO MASIH BERTEBARAN!! AWAS SAKIT MATA!] Ini kisah tentang gadis yang diberi sebuah misi oleh orang tuanya. Misi yang telah hadir ketika Di...
Damaged✔ By alin.

General Fiction

8.1K 774 44
"Lo pikir gampang, jadi orang baik?" ㅡJan, 2019.