RECAKA

By Aniwilla

9.2K 2.1K 2.7K

Tentang kematian beruntun dari jajaran murid berprestasi SMA Swasta Anindita. Pembunuhnya ada di antara merek... More

Prolog
1 || Pemuda Tanpa Teman
2 || Dia Pintar
3 || Perpustakaan
4 || Hujan dan Kisahnya
5 || Rumah Tanpa Hangat
7 || Seorang Teman
8 || Nada
9 || Mimpi Dalam Cerita
10 || Kematian
11 || Retak Bersama Waktu
12 || Tersangka dan Hipotesa
13 || Dingin
14 || Hidup
15 || Tenggelam Suram
16 || Letih yang Menyambar
17 || Ruang dan Seni
18 || Frasa Menyakitkan
19 || Sajak Luka
20 || Karsa
21 || Perihal Rasa
22 || Kontradiksi
23 || Lebur Dalam Dingin
24 || Di Antara Sesal
25 || Dia
26 || Alam Bawah Sadar
27 || Benang Kusut
28 || Sakit Jiwa
29 || Harsa
30 || Cerita yang Patah
31 || Titik Untuk Berhenti
32 || Tentang Maaf
33 || Rela Untuk Menerima
34 || Buku Harian
35 || Selamat Tinggal
Epilog
Hujan Terakhir

6 || Kata

281 75 86
By Aniwilla

㋛︎

Kata pelipur mungkin tak langsung menghibur. Tidak juga menyembuhkan luka.

Karena itu hanya sebatas kata, tapi banyak orang yang bertahan karenanya.

-R E C A K A-

.
.
.

㋛︎

Serangkai takdir menyakitkan selalu mengiri langkah perjalanan dunia yang bernama kehidupan, tapi katanya hidup saling berdampingan bukan? Jika ada takdir yang menyakitkan, maka Tuhan selalu memberi obat sebagai penyembuh luka.

Sama halnya dengan jamkos hari ini. Kebetulan Bu Pia selaku Guru Biologi tidak masuk kelas dan hanya memberi beberapa tugas yang harus anak muridnya kerjakan.

Gata kembali meneliti jawaban dari tugasnya dengan kembali membaca ulang tiap-tiap soal dan jawaban miliknya. Jari jemarinya terus membolak-balikkan buku paket biologinya dan membaca keseluruhan kata di dalam buku.

Masker berwarna hitam senantiasa menutupi area pipinya yang terkena rotan semalam. Ia mendesah pelan, jangan sampai kali ini kelolosan lagi, pikirnya.

Mungkin benar yang Ibunya bilang, Gata harus lebih giat belajar.

Sementara Alfa sibuk menggambar. Ia sudah menyelesaikan tugasnya dengan sangat baik dan tak mau repot-repot memeriksa seperti yang dilakukan Gata, laki-laki itu masih fokus pada gambarannya sampai ia mendengar helaan napas dari sebelah.

Alfa melirik sinis. Tatapan tajam ia layangkan pada Gata yang masih sibuk membaca dengan serius. "Udah sih jangan belajar mulu, jamkos ini."

"Tetep aja gue butuh nilai bagus," jawab Gata. "Supaya masa depan gue cerah, gak kayak muka lo, butek!"

"Ngelunjak nih anak didiemin, lama-lama gue lelang juga lo ke tukang batagor," sungut Alfa. "Udah kalo sakit ke UKS sana. Mumpung jamkos."

Saat Alfa bertanya kenapa tiba-tiba Gata mengenakan masker hitam ke sekolah anak itu menjawab bahwa dirinya sedang terserang pilek. Tapi tentu saja Alfa tidak memercayai ucapan Gata begitu saja. Pasalnya tahun lalu saat musim hujan, Gata pernah diserang flu parah yang membuat ingus di hidung Gata tak berhenti mengalir, bahkan sampai mengganggu pelajaran karena Gata berisik dengan pileknya. Dan saat itu ia bahkan tidak menggunakan masker sama sekali.

Alfa percaya laki-laki itu sakit. Tapi mungkin sakit fisik yang lain. Maka dari itu Alfa menyuruhnya pergi ke UKS daripada melihat Gata terus memaksa dirinya sendiri untuk belajar.

Gata menatap heran Alfa yang hanya melihatnya tanpa kedip. Ia meringis sebentar. "Ngapa lo liatin gue kayak gitu? Lo suka sama gue?"

"Idih, sarap!" umpat Alfa dan berlagak mual. "Jijik banget lo ngomongnya. Udah sana ke UKS sebelum gue tendang beneran mental nyampe Turki lo."

"Iya deh gue ke UKS, ijinin ya?" Gata berdiri. "Lagian ngeri juga di sini ditatap terus sama lo."

Alfa menendang pantat Gata hingga laki-laki itu keluar dari mejanya. "Goblok juga ni anak! Jangan sampe gue beneran tendang pake kekuatan dalam deh."

Gata tertawa terbahak-bahak. Dan memutuskan berjalan hendak keluar kelas.

"Ati-ati sama hantu penunggu UKS," kata Alfa.

"Gue gak percaya hantu, sayang."

-𖧷-

"Dimarahin Mamah kamu lagi?" tanya Bu Sukma selaku penjaga Unit Kesehatan Siswa. Sudah hafal betul jika Gata masuk UKS pasti karena bekas luka di tubuh akibat ulah orangtuanya sendiri.

Dari sekian banyak murid yang keluar-masuk ke UKS yang paling Bu Sukma ingat adalah Gata. Dulu, anak itu sering sekali masuk UKS di jam istirahat dan mengobati luka-lukanya sendiri membuat Bu Sukma merasa prihatin dan membantu bocah itu. Gata benar-benar mengingatkan Bu Sukma terhadap anaknya yang sudah tiada 2 tahun silam akibat kecelakaan. Tatapan jenakanya dan senyum yang diiringi kekehan kecil ketika orang lain mengkhawatirkannya.

Sejak saat itu mereka menjadi dekat, Gata juga sering bercerita banyak hal pada Bu Sukma termasuk dari mana asal luka-luka perit yang berhasil bernaung di tubuh Gata. Tapi hebatnya Gata, ia tidak pernah mengatakan bahwa ia membenci dua orangtua yang membawa masa remaja Gata pada kesengsaraan yang mereka buat.

Gata yang berjalan gontai memasuki ruang UKS hanya tersenyum kecil di balik masker hitam yang tak bisa dilihat orang lain, kemudian ia duduk di salah satu ranjang paling dekat dengan meja Bu Sukma.

"Sebentar Ibu cariin obatnya."

Gata melepas masker yang ia gunakan untuk menutupi wajahnya sejak pagi. Semburat merah kebiruan nampak jelas di pipi laki-laki tampan itu.

"Ya Allah Gata! Kok sampe ke muka-muka kayak gini, nak?" tanya Bu Sukma khawatir. Ia kemudian duduk di sebelah Gata dan mulai mengobati luka anak murid yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.

"Gak papa, Bu. Ini salah Gata juga gara-gara ngelawan Mamah," jawab Gata diiringi senyum jenaka seperti biasa.

Tanpa sadar mata Bu Sukma sudah berair menahan tangis. Hatinya ikut teriris melihat Gata dengan kondisi yang lagi-lagi datang dengan keadaan tidak baik-baik saja.

"Gata, kamu kalo gak kuat bilang, ya. Atau mau ikut sama Ibu aja? Kalau kamu ikut ibu, ibu gak bakal marahin kamu kalau kamu dapet nilai jelek. Ibu gak bakal suruh kamu belajar terus. Ibu gak bakal banding-bandingin kamu sama orang lain. Ibu gak bakal larang kamu untuk main sama temen-temen kamu. Mau ikut sama ibu, ya?"

Mendengar penuturan tulus dari Bu Sukma membuat hati Gata sedikit tersentuh. Ia tersenyum kecil. Dan mengusap bahu Bu Sukma pelan. "Bu Sukma tenang aja, Gata baik-baik aja kok. Mamah ngelakuin ini niatnya baik, dia khawatir sama masa depan Gata."

"Dengan mukulin kamu kayak gini?" sentak Bu Sukma. "Badan kamu lama-lama juga bisa abis, Gata."

"Ini karena Mamah gak sengaja, Bu," jawab Gata lembut dan mengusap air mata Bu Sukma. Melihat orang yang mengkhawatirkannya menangis membuat Gata menyesal masuk ke UKS. Harusnya biarkan saja lukanya tanpa diobati, toh hanya luka kecil.

Bu Sukma menghela napas lelah. Ia menatap Gata yang masih tersenyum seolah luka-luka di tubuhnya sama sekali tidak merobek mental anak itu. Lantas tangan Bu Sukma menepuk bahu laki-laki itu, mengusapnya pelan berharap anak itu merasakan kehangatan yang berusaha ia salurkan lewat usapan lembut itu dan menjadikannya lebih tegar.

"Gata."

"Iya, Bu?"

"Maafin orangtua kamu yang gak bisa mencintai kamu dengan cara yang kamu butuhkan, ya, nak," sambung Bu Sukma dengan senyuman menghiasi bibirnya, senyum yang menenangkan.

Gata tertawa kecil. Padahal Bu Sukma bukan Ibu kandungnya, tapi justru ia merasakan sosok hangat seorang Ibu melalui Bu Sukma. "Terima kasih, Bu."

"Ini jangan dipakein masker dulu, salepnya belum kering." Bu Sukma bangkit dari duduknya dan meletakkan obat-obat itu kembali pada tempatnya. "Ibu pergi sebentar ya, mau ambil obat-obatan yang baru di TU."

Gata hanya mengangguk pelan dan membaringkan tubuhnya di ranjang UKS. ia kembali memikirkan perkataan Bu Sukma.

Maafin orangtua kamu yang tidak mencintaimu dengan cara yang kamu butuhkan.

Memang cara apa yang Gata butuhkan?

Jujur saja Gata tidak memerlukan apa pun untuk saat ini. Apresiasi atau kasih sayang dari orangtuanya tidak pernah menemani masa pertumbuhan Gata, jadi ia pikir ia tidak butuh lagi karena sudah terbiasa, atau mungkin sudah lupa bagaimana rasanya mendapatkan semua hal itu. Cukup jangan memukuli tubuhnya adalah hal masuk akal yang Gata butuhkan saat ini.

Tapi lagi-lagi, Gata membohongi dirinya sendiri. Paragraf di atas adalah hal-hal yang ia tanamkan di dalam pikirannya sendiri. Lantas bagaimana dengan hatinya?

Tentu saja ada hal yang Gata dambakan. Sayangnya ia terlalu lelah untuk berharap karena takut jika lagi-lagi takdir tak pernah mau berpihak pada anak yang memiliki rumah seperti Gata.

Sreekk!

Gata terlonjak dari lamunan ketika tirai di sebelahnya terbuka. Netranya menangkap laki-laki yang mengenakan seragam sekolah berbalut jaket hitam menatap Gata datar. Ia memutuskan untuk duduk dan balik menatap Dafi heran.

"Sejak kapan lo di sini?" tanya Gata. Akan sangat memalukan sekali jika Dafi mendengar semua percakapannya dengan Bu Sukma.

"Dari pagi," jawab Dafi singkat. "Muka lo abis tauran di mana?"

Gata sempat mengernyit heran. Tak lama ia berdekhem. "Biasalah, sekolah sebelah nyari ribut. Tapi gue gak papa kok, kan gue laki."

Dafi hanya ber-oh dan berjalan melewati Gata.

"Mau ke mana lo?" tanya Gata lagi.

Dafi menoleh, "mau balik."

"Ngapain balik, bentar lagi jam istirahat."

Satu sudut bibir Dafi naik ke atas. Membuat Gata terdiam sejenak karena untuk pertama kalinya melihat seorang Khadafi Baswara tersenyum meski terlihat samar.

"Makasih," ucap Dafi pelan.

Gata memiringkan kepalanya sedikit, merasa bingung. "Buat apa?"

"Karena udah bertahan sejauh ini."

Bola mata Gata bergulir ke kiri, berpikir. Lantas kembali menatap Dafi. "Bertahan?"

"Gue gak mau lo berakhir kayak Maureen dan Rizky," ucap Dafi lagi dan kemudian keluar dari UKS tanpa menunggu respon dari Gata.

"Aneh beneran tu anak," gumam Gata. "Maksud dia gue bakal mati bunuh diri gitu?"

Terdiam cukup lama. Kemudian tawa kecil terdengar dari bibir Gata. "Konyol banget!"

-𖧷-

㋛︎

-R E C A K A-

.
.
.

Konyol banget si Dafi.
Ternyata bener kata Alfa, dia aneh!

Tangerang, 24 Oktober 2021.

Continue Reading

You'll Also Like

22.2K 1.6K 24
Mereka bilang aku menguasai telekinesis dan juga seorang prime clairvoyant. Hahh apa itu!? Seketika hidupku berubah sesaat setelah bertemu mereka. Ya...
1.8K 368 7
Follow dulu, yuk! Kilas balik kehidupan Maleo sebelum bertemu dengan ibu dan adiknya. ───────────── Cerita ini adalah KILAS BALIK sebelum cerita ALEA...
131 59 5
[17+] Sean Putra Wijayanto itu spesial. Jangan ada yang membencinya, karena kehadirannya di dunia ini tidak diharapkannya. Mungkin Sean tidak mengert...
22.7K 1.1K 27
Cover by: @Ryda_Riz Menjadi seorang indigo itu tidak mudah apalagi harus berurusan dengan hal-hal di luar nalar. Axa Pratama, seorang pemuda yang mem...