"Jadi ... ini keputusanku?" tanya Yara, belum yakin.
"Ya, keputusanmu, Yara," jawab Piri.
"Menurutmu ... bagaimana seharusnya?'
Piri termenung, coba memikirkan semuanya. "Selama ini hewan-hewan tidak pernah berbuat buruk pada kita, dan aku percaya grayhayr juga begitu." Ia melirik hewan raksasa yang duduk di dasar gua. "Dia tahu begitu banyak tentang masa lalu, melebihi apa yang diketahui Tuan Karili atau orang lain. Jadi ... aku percaya kata-katanya."
"Tapi apa kamu tidak kasihan pada Tuan Karili dan orang-orang Frauli? Mereka begitu mengharapkan bantuan Grayhayr Emas."
"Kamu ingat rubah merah yang ditangkap Tuan Rolin, kan?"
"Aku ingat." Yara tersenyum. "Ah, rasanya menyenangkan kalau kita bisa berkunjung lagi ke rumah Tuan Rolin dan Erin. Bagaimana kabar mereka ya? Apakah Erin akhirnya bisa sembuh?"
Piri nyengir. "Mudah-mudahan! Tapi maksudku tadi, waktu rubah-rubah itu ditangkap, kita merasa sedih, karena kita tidak suka mereka dimasukkan ke dalam kurungan. Sekarang kurasa sama saja. Kenapa kita membiarkan grayhayr ini terus dipenjara?"
Yara tercenung. "Ya, menurutku juga begitu."
"Di sisi lain, apa kamu mau membebaskannya? Dan membiarkan orang-orang Frauli itu berjuang sendiri melawan Mallava? Tuan Karili dan yang lain pasti akan marah, kamu tahu?"
"Mereka boleh marah. Tapi aku berhak membuat keputusan."
"Itu maksudku." Piri tersenyum lebar. "Dan aku mendukungmu, Yara. Aku akan membantumu bicara pada mereka nanti."
Keduanya sepakat. Mereka pun menyampaikan pada Grayhayr Emas tentang keputusan mereka.
"Kami akan membebaskanmu," kata Yara. "Setelah ini kamu boleh pulang ke pegunungan."
Sang grayhayr mengangguk hormat. "Terima kasih."
"Tinggal sekarang bagaimana caranya mengeluarkanmu dari perut bukit," kata Piri sambil mengamati sekelilingnya. Rasanya mustahil membuat hewan raksasa itu keluar dari tempat ini.
Sang grayhayr berkata, "Itu tidak sulit. Semua sudah diatur oleh Gorhai. Ia mampu melihat sampai jauh ke depan. Angkat cincinmu, anak cucu Gorhai, dan lihat rongga yang terletak tepat di dinding gua di seberang kalian. Kalian lihat?"
Piri dan Yara melihat rongga yang dimaksud.
"Arahkan cincinmu ke sana."
Yara mengikuti kata-katanya. Ia mengarahkan sinar hijau dari cincinnya tepat ke tengah-tengah rongga bundar.
Cahaya hijau menyilaukan berpendar dari dalam rongga itu, menjadi pemicu munculnya titik-titik hijau lainnya di seluruh dinding dan langit-langit gua. Suara gemuruh yang menakutkan terdengar.
Atap kubah gua perlahan-lahan merekah. Batu-batu yang ada di puncaknya berguguran, di balik sana, bergulir menuruni lereng.
Piri terpana. Kegelapan gua terganti oleh kelamnya langit malam yang dihiasi cahaya dari titik-titik bintang.
Dasar gua tempat Grayhayr Emas kemudian terangkat hingga akhirnya sejajar dengan tempat anak-anak berdiri. Setelah seluruh dinding gua terbuka, burung raksasa itu melengking tinggi, dan kedua sayapnya terkembang lebar.
Makhluk itu menunduk, lalu memandangi Piri dan Yara sekali lagi.
Piri menatap dengan dada berdebar kencang, mengira-ngira apa yang bakal dilakukan si hewan buas raksasa sekarang.
Piri mengangkat tangan dan memegangi topeng besi di atas kepalanya, bersiap-siap jika ternyata tiba-tiba hewan itu berubah menjadi jahat dan menyerang mereka. Yara bersiap dengan cincinnya.
"Jangan takut!" makhluk itu berkata. "Aku tidak akan menyerang kalian. Tidak akan pernah! Kalian berdua telah membebaskan aku, setelah seratus tahun terkurung. Karenanya aku justru harus berterima kasih, anak cucu Gorhai dan Fraidan!"
"I—ya," jawab Yara dan Piri gugup.
Grayhayr Emas menggeleng-geleng. "Ah, sungguh aku makhluk tak berbudi. Sampai sekarang aku belum tahu nama-nama kalian."
"Aku Piri, dan dia Yara."
"Terima kasih, Piri, Yara."
Yara tersenyum. "Kami berterima kasih juga, Grayhayr Emas. Kamu telah memberitahu banyak hal tentang leluhur kami."
"Memang sudah waktunya. Asal kalian tahu, itu belum seberapa. Masih ada banyak kisah masa lalu dan rahasia yang tersembunyi. Tapi ... bukan aku yang akan menceritakannya." Ia tertawa. Tawa pertama makhluk itu sepanjang malam. "Aku pergi, anak-anak. Mungkin kita akan bertemu lagi, entah kapan."
"Sampai jumpa!" seru Yara.
"Semoga selamat sampai di rumah!" Piri melambaikan tangan.
Sang grayhayr mengembangkan kedua sayapnya selebar mungkin hingga seolah menyelimuti langit. Piri baru menyadari betapa besarnya makhluk tersebut. Tingginya hampir menyamai menara-menara Kastil Frauli di belakang kedua anak, dan jika terkembang sayapnya pun hampir menyamai lebar kastil dari ujung kiri hingga ke ujung kanan.
Dengan satu hentakan kuat hewan itu melompat tinggi, lalu terbang berputar satu kali di angkasa mengitari kastil dan bukit yang kini telah runtuh separuhnya. Lengkingan panjang mengoyak keheningan malam, sebelum akhirnya ia terbang semakin tinggi dan hilang dalam gelap.
Di bibir tebing Piri dan Yara termangu tanpa berkata-kata.
Angin malam bertiup perlahan dan menyapu wajah mereka.
"Dia sudah pergi, pulang," Yara bergumam, lalu menoleh. "Piri, aku sudah membuat keputusan yang benar, kan?"
"Tentu saja." Piri mengangguk tegas.
"Aku takut mereka tidak akan menganggap begitu," kata Yara sambil menatap enam orang yang berlari di puncak bukit mendekati mereka.
Tuan Karili, Rufio dan keempat pejuang Frauli.
Mereka tampaknya lari ketakutan dan keluar ketika mendengar bunyi gemuruh, takut kastil akan runtuh. Ternyata begitu sampai di luar kastil hanya sebagian bukit yang runtuh. Pasti mereka sudah melihat Grayhayr Emas yang pergi dari tempat itu.
"Jangan khawatir. Aku yang akan bicara pada mereka," kata Piri.
Keduanya menunggu di bibir tebing. Tak lama Tuan Karili dan lima orang itu datang. Rufio menyambut Piri dan Yara dengan gembira, tetapi yang lainnya berbeda. Seperti diduga, wajah mereka tampak bingung, tak percaya, dan bahkan marah.
Duranlah yang bicara lebih dulu. Matanya melotot, jelas dia sulit menahan emosi. "Hei, kalian! Apa yang baru saja kalian lakukan? Mengapa kalian membebaskan Grayhayr Emas?"
"Ya!" sahut Morav. "Ke mana dia pergi?"
"Pulang ke rumahnya," kata Piri sambil memegang erat jemari Yara.
Cincin berbatu hijau terasa dalam genggamannya.
"Kenapa kalian tidak menahannya?" seru Duran. "Kalian sengaja membiarkan dia pergi?"
Piri bingung harus menjawab apa. Ada begitu banyak cerita di kepalanya, dan ia tidak yakin apakah bisa menjelaskan itu semua dalam waktu singkat kepada sejumlah laki-laki dewasa yang kini kelihatan begitu marah di depan mereka.
Ia hanya menjawab, "Kami membebaskannya."
Duran dan Morav tampak semakin marah. "Kenapa ka—?"
"Kalian, diamlah!" Tuan Karili menegur kedua prajuritnya. Ia lalu menatap kedua anak dengan tajam. "Aku percaya Piri dan Yara punya penjelasan ... kenapa melakukan itu."
"Betul, kalian tidak sabaran!" seru Rufio pada para pejuang Frauli. "Kalian dengar dulu penjelasan Piri dan Yara."
"Grayhayr Emas bercerita tentang perjanjian yang dibuat oleh Gorhai dan Dewi Angin," jelas Piri. "Dia tidak dihukum seumur hidup, hanya seratus tahun. Itulah kenapa dia harus dibebaskan."
"Kau percaya kata-katanya?" tanya Tuan Karili.
"Ya. Kami percaya," jawab Piri.
"Kenapa kita tidak bisa percaya?" sambung Yara.
Tuan Karili terdiam, tampaknya ia masih bingung.
Namun Duran kembali tak bisa menahan diri. "Kita semua jauh-jauh datang kemari untuk meminta Grayhayr Emas membantu kita melawan Mallava! Kalian mau bilang ini semua sia-sia?"
"Diamlah, Duran!" Tuan Karili membentak.
"Ini tidak sia-sia," balas Piri. "Kita telah berbuat baik dengan memenuhi janji para kesatria untuk membebaskan hewan itu. Mungkin sebagai balasannya Dewi Angin akan berbuat baik juga pada kita."