Bab 77 ~ Gorhai dan Fraidan

29 25 0
                                    

Piri dan Yara saling memandang kebingungan.

"Grayhayr, kamu kenapa?" tanya Yara.

Hewa itu mengangkat kepala, setelah berhasil mengatasi rasa sakitnya.

"Kenapa, kau bilang?" dia berseru. "Kau baru saja memberiku perintah! Perintah langsung, bukan lagi pertanyaan biasa!"

"Ya ... lalu?"

"Tak seorang pun, tak satu makhluk pun di dunia yang sanggup menolak perintah dari pemilik cincin di jarimu! Mereka akan menderita rasa sakit luar biasa jika coba menentangnya!"

"Oh, maaf, maafkan aku!" seru Yara. "Aku tak bermaksud menyakitimu! Aku hanya ingin kamu memberitahu siapa ayahku."

"Ayahmu? Ah, dasar anak bodoh! Kau masih belum mengerti?" Grayhayr Emas menggeram. "Cincin itu adalah benda yang paling mengerikan dibanding sembilan benda lainnya! Pemiliknya adalah orang yang paling berkuasa! Ayahmu adalah Guiras, dan kau adalah keturunan Gorhai, sang pendiri dan penguasa Frauli!"

Piri terhenyak, dan lebih-lebih Yara.

Anak perempuan itu terpana memandangi cincinnya.

"Guiras? Dan Gorhai .... Tapi, cincin ini kelihatan begitu ..."

"Sederhana? Dasar bodoh. Setiap makhluk yang mengenal Gorhai akan tahu bahwa cincin itu sangat cocok dengannya. Dia seorang anak bangsawan, dan juga penguasa negeri yang makmur, tapi dia tidak suka benda-benda berharga. Dia lebih suka cincin semacam itu. Aku membencinya, saat dia masih jadi musuh, tapi aku mengagumi kesederhanaannya."

"Tapi kamu bilang dewa sudah mencabut sifat merusaknya, tinggal ada sifat pelindungnya. Lalu kenapa cincin ini masih menyakitimu?"

"Artinya itu masih masuk ke dalam sifat pelindungnya! Jangan tanya aku kenapa memaksa orang mengikuti perintah termasuk ke dalam sifat pelindung. Tanyakan pada dewa kalau kalian bertemu dengan mereka nanti. Sifat merusaknya, yang sudah dicabut, jauh lebih mengerikan. Kau ingin tahu seperti apa?"

"I—iya," jawab Yara gugup.

"Kalau sifat merusak itu masih ada, begitu kau mengarahkan sinar di cincinmu itu padaku, dan kalau kau memang benar-benar menginginkannya, maka sesaat kemudian aku akan hancur lebur di hadapanmu! Benar-benar hancur tak tersisa, tak peduli betapa besar dan kuatnya aku dibandingkan kalian! Kau ingin bertanya tubuhku yang hancur itu pergi ke mana? Hilang! Buff! Begitu saja, lenyap bersama asap dan debu, terbawa angin!"

"Itu ... itu mengerikan!"

"Tentu saja! Sekarang kalian paham kenapa kekuatan semacam itu tidak boleh ada di dunia. Gorhai dan ksatrianya telah membantai orang-orang Hurnun sedemikian rupa dengan cara itu. Tapi cukup sekali itu saja. Dunia akan menjadi tempat yang mengerikan bila sekelompok manusia terus memiliki kekuatan setara dewa."

Piri berusaha mengerti. "Maksudmu ... dewa mengambil lagi kekuatan itu supaya manusia tidak bisa lagi setara dengan mereka?"

"Bukan! Tapi karena manusia tidak akan bisa menahan diri jika sudah memiliki kekuatan istimewa!" seru Grayhayr Emas. Sesaat kemudian matanya berkilat aneh. "Tapi ... benar juga omonganmu. Haha! Kenapa tidak pernah terpikir olehku? Siapa tahu memang itulah yang dirasakan para dewa! Mereka tidak ingin manusia setara dengan mereka." Ia menatap Piri lekat-lekat. "Kau! Anak pintar! Kau ingin tahu siapa leluhurmu, pemilik topeng itu?"

Kening Piri berkerut. "Tadi kudengar kamu menyebut topengku sebagai topeng Fraidan. Apa itu adalah namanya?"

"Betul! Fraidan! Yang termuda dari sepuluh ksatria, tapi tak diragukan lagi, juga yang terkuat. Dan dia juga punya kisah hidup yang menarik. Kau mau mendengarnya?"

"Tentu saja! Aku juga mau tahu siapa ayah dan ibuku."

"Tentang orangtuamu, aku tidak tahu, aku tidak kenal mereka, tapi aku percaya ayahmu juga seorang ksatria yang mengabdi pada Guiras. Kemudian soal ceritaku, aku akan bercerita, hanya jika kalian percaya pada semua kata-kataku."

"Aku percaya," kata Piri, yang sedikit kecewa karena tak bisa mengetahui nama orangtuanya.

Sementara Yara diam saat, sebelum menjawab, "Aku percaya."

"Bagus. Sekarang dengarkan. Di masa itu, sebelum kemunculan Gorhai, ada seorang pemuda bernama Celade. Ia ksatria yang baru saja mengabdi pada Adipati Grouni, adik raja yang juga panglima perang di Kalani. Kekasih Celade tak lain adalah Hanarin, putri sang adipati. Tak ada manusia lain yang tahu tentang kisah cinta mereka, tapi para merpati tahu, dan suatu kali mereka pernah menyanyikan kisah kedua manusia itu untukku." Ia berhenti, dan memperhatikan kedua anak. "Kalian paham apa itu cinta?"

Piri dan Yara menggeleng.

"Hmm .... intinya mereka berdua saling berjanji untuk selamanya sehidup dan semati, juga merencanakan pernikahan yang indah, seperti banyak kisah cinta manusia. Sayangnya, sebelum semua terlaksana, orang-orang Hurnun menyerang di utara. Adipati Grouni pergi bersama pasukannya, dan sebagai ksatria, Celade ikut dengannya. Pertempuran besar terjadi, dan malangnya bagi orang-orang Kalani, mereka kalah. Dibantai habis. Tak satu pun yang kembali. Termasuk sang adipati, dan juga Celade.

"Tahun demi tahun berlalu. Kalani semakin lemah, sementara Hurnun siap menyerang ibukota. Dari barat kemudian datanglah Gorhai, yang belum terkenal saat itu, dan para prajuritnya dari Frauli. Orang-orang Hurnun dipukul mundur. Gorhai dihormati dan dipuja sebagai pahlawan. Lalu pada satu kesempatan, ia menyempatkan diri berkunjung ke kastil milik Adipati Grouni, dan jatuh cinta pada Hanarin yang cantik.

"Saat itu Putri Hanarin masih belum lepas dari duka karena kehilangan ayah dan kekasihnya, namun dia mengerti bahwa masa berganti dan hidup berjalan terus. Gadis itu menerima pinangan Gorhai, dan mereka menikah. Dia lalu dibawa Gorhai ke kastilnya di Frauli."

Grayhayr Emas menghentikan ceritanya, lalu memejamkan mata, seolah tertidur. Selama beberapa lama.

"Hei, lalu apa?" tanya Piri tak sabar.

"Apanya?" Si grayhayr membuka mata.

"Cerita selanjutnya!" seru Yara. "Memangnya cuma begitu saja?"

"Kalian masih percaya kata-kataku?"

"Maksudmu? Tentu saja kami percaya!"

Grayhayr Emas duduk santai. Kepalanya mengangguk-angguk.

"Gorhai dan Hanarin hidup bahagia di Frauli. Setahun berlalu, tiba-tiba Gorhai mendengar kabar, di utara ada kemungkinan Adipati Grouni masih hidup dalam penjara. Karena belum pasti dan tak ingin memberi harapan kosong, Gorhai tidak memberitahukan hal ini pada istrinya.

"Dengan beberapa prajuritnya ia pergi ke utara, ke semenanjung tempat pasukan Grouni dulu ditaklukkan. Mereka menemukan penjara itu, yang masih dijaga oleh musuh, dan menyusup ke sana. Tetapi sayangnya hanya untuk menemukan bahwa kabar tersebut tidak benar. Grouni sudah mati, demikian pula seluruh kesatrianya, kecuali satu, Celade, yang ditemukan Gorhai dalam keadaan babak belur dan sudah hendak dibunuh pula.

"Gorhai tak mengenalnya, tetapi ia bertempur menyelamatkan kesatria itu, lalu membawanya pulang ke Frauli. Dalam perjalanan Gorhai menanyakan nama kesatria itu, tapi Celade, yang sedih dan malu karena merasa tak mampu melindungi tuannya dari kematian, menyebut dirinya dengan nama lain, Fraidan, dan dia bilang dia hanyalah prajurit biasa, bukan kesatria.

Gorhai tak peduli, karena baginya, Fraidan telah bertempur dengan berani di sampingnya saat mereka kabur dari semenanjung. Untuk itu ia bermaksud mengangkatnya sebagai kesatria. Celade, atau Fraidan, menerimanya, dan ia pun bersumpah setia pada tuannya yang baru.

"Mereka sampai di Kastil Frauli, seecara diam-diam, karena Gorhai tidak bercerita pada semua orang bahwa ia pergi ke utara untuk mencari Adipati Grouni. Ia hanya bilang bahwa ia pergi bertempur di tempat lain.

"Di sanalah Fraidan terkejut ketika melihat Gorhai disambut oleh istrinya, Hanarin yang dulu adalah kekasih Fraidan. Awalnya Fraidan marah dan sedih, tetapi kemudian ia sadar, bahwa sosok Celade sebenarnya memang sudah mati, dan selamanya kini ia harus menjadi Fraidan."

Setelah bercerita panjang, sekali lagi Grayhayr Emas terdiam lama. Kepalanya menunduk, dan matanya kembali mengatup.

The Dreams and Adventures of Children from the Bowl WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang