Fratrem | NCT DREAM 00 Line ✓

By soyj14

765K 149K 14.6K

[SUDAH DITERBITKAN] Bagian 1 Teman bermain. Sudah sering Juna, Shaka, Haikal, dan Nanda dikira remaja yang ke... More

Character
Prolog
01 » Insomnia
02 » Budak Kucing
03 » Rasa Peduli
04 » Si Bungsu
05 » Rasa Penasaran
06 » Berkunjung Ke Gudang Lama
07 » Bukan Sakit Biasa
08 » Rumah Nenek
09 » Romansa Zaman Dahulu
10 » Lebih Damai Dari Biasanya
11 » Pilihan Sulit Bagi Haikal
12 » Kegelisahan Yang Terjawab
13 » Kembali Seperti Biasa
14 » Baby Sitter Ganteng
15 » Tetangga Baru
16 » Malam Jumat Kliwon
17 » Tetangga Rasa Adek
18 » Ketindihan
19 » Perbedaan Si Kembar Ketika Bersama Bunda
20 » Satu Amin, Beda Iman
21 » Tamu Tak Diundang
22 » Tsundere
23 » Camping
24 » Sisi Lain Juna
25 » Teman Dekat Shaka
26 » Bersama Haikal
27 » Arini dan Nanda
28 » Mati Listrik
29 » Haikal dan Teman Misterius
30 » Ghibah Akhir Pekan
31 » Perkara Baju Untuk Bunda
32 » Pesona Bapak 4 Anak
33 » Shaka dan Chitta
34 » Bakat Terpendam
35 » Ketika Para Bocil Bersatu
36 » Rencana Liburan Para Bujang
37 » Bukan Sekadar Wacana Forever
38 » Unforgettable Moment
39 » Insiden Para Penjaga
40 » Permintaan Maaf Arini
41 » Curahan Hati Abang
42 » Sidang Berkedok Ghibah
43 » Gara-Gara Lupa Izin
44 » Adik Baru?
45 » Pengalaman Menegangkan
46 » Harap Bersabar Kawan Ini Ujian
47 » Tenang! Mereka Sudah Terbiasa
48 » Selamat Datang Adek Baru!
49 » Pandawa?
Special Event Q & A
50 » Masuk Tahun Ajaran Baru
51 » Keponakan Tersayang
52 » Firasat Ananndha
53 » Badai Pasti Berlalu
54 » Kesempatan Kedua
55 » Kembali Tersenyum
56 » Poor Wawan
57 » Happy Sunday
58 » Bertahanlah, Kawan!
59 » Satpamnya Bunda Wendy
61 » Nongki Tak Berfaedah
62 » Mendadak Teguh
63 » Masih Anak SMA
64 » Perang Saudara
65 » Penebusan Dosa
66 » Insaflah Wahai Homan
67 » Terimalah Kenyataan Ini Wawan!
68 » Bujang Time
69 » Panjang Umur Kesayangan Kita
70 » Oh, Ternyata Dia
71 » Kesekian Kalinya
72 » Rasa Takut Kehilangan
73 » Memetik Pelajaran (END)
Epilog
✨ FINALLY ✨
💚 OPEN PRE-ORDER 💚
🔥 SEKILAS INFO 🔥
✨ Giveaway Time ✨

60 » Indahnya Hidup Ini

6.1K 1.5K 245
By soyj14

Happy reading
...

Berselonjor di sofa ruang keluarga dengan selimut tebal, dan berbantalkan boneka Teddy Bear besar warna hijau milik Wendy agaknya telah menjadi kebiasaan Adimas semenjak 2 hari yang lalu.

Terlalu lelah dan kurang asupan nutrisi adalah penyebab utama dari seorang Adimas dapat tumbang, sehingga mengharuskan dirinya untuk meliburkan diri.

Tenang... tak kan ada yang berani memecatnya, sebab ia adalah pemilik perusahaannya. Jadi untuk urusan uang, aman sentosa. Yah... meskipun salah satu anaknya tetap ada yang memberikan nyinyiran.

"Ayah nggak kerja? Tumben. Pasti ayah nangkring di rumah karena lagi sakit, ya? Makanya nggak usah sok sibuk, Yah. Mentang-mentang ayah yang punya perusahaan, ayah jadi sok sibuk sampai lupa makan sama tidur! Ayah harus inget, ayah itu cuma manusia biasa, bukan robot. Robot aja bakal KO kalau baterainya habis, apalagi ayah yang manusia biasa?"

Ok, Adimas bisa menangkap makna tersirat dari nyinyiran anak sulungnya. Juna, anaknya yang satu itu sepertinya memang Wendy versi laki-laki, baik dari segi penampilan, maupun karakter. Tsundere.

Tapi lain lagi kalimat yang didapat Adimas saat bertemu dengan anak ketiganya, Haikal. Remaja laki-laki berjaket denim yang duduk di samping kakinya seraya bermain ponsel pintar.

"Ayah tumbang beneran? Aku kira cuma rekayasa. Kalau bukan Bunda yang ngomong, sama akunya yang lihat secara langsung gini, aku nggak bakal percaya lho kalau ayah sakit."

"Uang jajanmu mau dipotong, Mas?"

"Enak aja! Ya nggak lah, Yah. Nanti kalau uang jajan mas dipotong, siapa yang mau kasih traktiran ke Naga?!"

"Makanya diem. Kepala ayah lagi pening nih."

"Iya," Haikal terdiam sesaat, "eh tapi... kayaknya pening di kepala ayah bakal ilang kalau pergi refreshing deh."

"Kemana? Mall?"

"Si ayah, mentang-mentang bunda kalau refreshing pergi ke Mall! Begitu denger kata refreshing pikirannya langsung tertuju ke sana."

Adimas menatap malas Haikal, "Ya terus kemana?"

"Ke Penangkaran Rusa Cariu, yang ada di Bogor."

"Ngapain lihat rusa? Di kebun binatang kan ada rusa juga."

"Kebun binatang emang ada rusa sih. Tapi tetep aja beda, Yah. Sensasi menyatu dengan alamnya tuh beda. Pokoknya berasa healing lah kalau ke Cariu."

"Iya, deh. Kapan-kapan ayah pergi ke sana sama bunda."

"Aku ikut, Yah?"

"Nggak. Yang ada kamu nanti malah mengganggu quality time ayah sama bunda."

"Dih! Bucin sekali si bapak! Bapak siapa sih?"

Lebih santai dan nyaman di ajak berbicara empat mata, meskipun harus banyak bersabar. Kuncinya hanya itu kalau Adimas ingin berbincang dengan Haikal. Ah, ternyata begini ya rasanya berbincang ringan dengan anak sendiri. Anak laki-laki pula.

...

Adimas jadi teringat kejadian saat ke rumah Pak Darwin seminggu yang lalu.

Kata Pak Darwin, "Pak Adimas beruntung ya punya anak laki-laki semua. Kalau misalkan Pak Adimas lagi pergi jauh terus di rumah ada kepentingan yang harus melibatkan Bapak, anak laki-lakinya bisa disuruh buat jadi penggantinya sekaligus jaga bundanya lho."


Adimas akui apa yang dikatakan oleh
Pak Darwin itu memang ada benarnya. Kala dirinya sedang sibuk dan benar-benar tak bisa pulang ke rumah, maka anak-anaknya lah yang akan menggantikan posisinya untuk sementara waktu. Dan hal tersebut dapat membuatnya tenang saat harus meninggalkan Wendy di rumah.

Namun sayangnya, Adimas tak dapat merasa tenang saat Wendy harus pergi membantu ke butik karena sedang ramai-ramainya dan meninggalkan dirinya di rumah bersama anak-anak. Ditambah lagi ia sedang jatuh sakit akibat kelelahan bekerja.

Bukannya apa, Adimas tahu jika anak-anaknya itu mayoritas bisa memasak sendiri. Tapi yang jadi masalahnya itu adalah kelakuan mereka. Apalagi sekarang Shaka sudah bisa kemana-mana seorang diri, meskipun masih sedikit pincang.

Untungnya anak-anak Leo, kakak ipar Adimas tak ada di sini. Coba kalau mereka bertiga ada di sini saat dirinya sedang sakit, bisa pecah kepalanya karena situasi kondisi yang tidak kondusif.

"Yah, mau Aa' buatin teh anget nggak?"

Adimas terdiam, menatap pada sosok jangkung yang berdiri dihadapannya sembari tersenyum manis.

Dan satu pertanyaan langsung muncul dibenaknya. Tumben Nanda sudah bangun dan menawarinya teh? Padahal jarang sekali lho Ananndha mau menawari teh. Ada apa sebenarnya?

"Jangan mau, Yah! Nanti kalau tehnya dikasih sianida lho," sahut Haikal tanpa mengalihkan pandangannya dari benda pipih persegi panjang di tangannya.

"Mas, konsol game punya lo masih ada di kamar gue lho." Nanda beralih menatap Haikal yang kini terdiam.

Terancam. Sebuah kesalahan bagi Haikal jika ingin iseng pada Nanda, saat barang-barangnya ada pada si adik. Terutama konsol game yang harganya setara dengan uang jajannya selama 2 bulan.

"Nggak usah repot-repot, Aa'. Ayah baru aja minum obat tadi." Tolaknya halus agar tak menyinggung perasaan Nanda.

Nanda mengangguk paham, "Iya."

Adimas berhasil dibuat tersenyum kecil karena perhatian Nanda. Ia jadi teringat Wendy. Ah, apa jangan-jangan penyebab Nanda menjadi seperti ini karena Wendy, ya? Secara, Nanda itu lebih ke anak mama karena sangat menurut pada Wendy.

"Yah, tadi bunda pesen kalau pulangnya nanti bakal agak malem." Celetuk Nanda tiba-tiba.

"Kok bunda nggak kasih tau ayah, A'?" Adimas bertanya seraya mengerutkan keningnya.

Nanda menghela napas, kemudian duduk di sofa seberang ayahnya, "Kata bunda, hape ayah nggak bisa dihubungi. Hapenya nyelip dimana, Yah?"

Adimas terdiam sejenak, menatap ke  langit-langit ruang keluarga.

"Masih nyelip di saku jaket Mas Haikal kayaknya." Adimas merubah posisinya menjadi duduk.

"Kemarin pas ke rumah sakit, ayah nitip hape ke dia." Tambahnya seraya menatap lekat Haikal yang duduk anteng bermain ponsel disamping kakinya.

Nanda mengangguk paham. Setelahnya ia mengernyit heran kala melihat Adimas bangkit dari posisinya.

"Ayah mau kemana?"

"Kamar mandi, Aa'."

"Mau ditemenin nggak, Yah?" tawar Haikal yang telah berdiri disamping ayahnya.

Adimas menggeleng pelan, lalu menepuk pundak Haikal, "Nggak usah, Mas. Mending kamu bangunin Juna sama Wawan aja. Kasian nanti kalau mereka tidur sampai siang, badannya bisa pegel."

"Hm... iya. Tapi, ayah yakin nggak mau Mas ditemenin?" tanya Haikal sekali lagi untuk memastikan.

"Iya, Mas. Nggak perlu." Adimas menjawab dengan sabar.

"Udah sana! Tolong bangunin Juna sama Wawan." Suruhnya sebelum berlalu ke kamar mandi yang berada di lantai 1.

Sepeninggalan Adimas, Haikal bergegas ke lantai 2 untuk melakukan apa yang disuruh ayahnya. Namun sebelum benar-benar pergi, ia sempat berpesan pada Nanda.

"Nan, tolong temenin ayah dong. Gue khawatir ayah kenapa-napa. Lo tau sendirilah kalau ayah itu udah nggak muda lagi, terus ditambah sakit."

Nanda hanya mengiyakan dan menyusul si ayah. Menunggunya di depan kamar mandi. Sebenarnya, tanpa Haikal berpesan demikianpun ia akan tetap mengekori ayah sampai depan pintu kamar mandi.

...

Cklek.

"Innalilahi! Lo kena badai dimana, Kak?!"

Posisi badan tengkurap dan rambut hitam awut-awutan macam singa. Pemandangan yang pertama kali Haikal dapat saat masuk ke kamar kakaknya.

"Berisik!" desis Juna tak suka.

Juna kembali menelungkupkan wajahnya pada bantal dengan posisi yang sama. Namun tak lama, ia memiringkan kepala, membuka kelopak matanya dan menatap ke arah pintu.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Juna dengan ekspresi poker face.

Haikal berjalan ke arah kakaknya seraya berkacak pinggang, "Niatnya sih mau bangunin Lo, Kak. Tapi lo nya malah keburu bangun."

Haikal duduk disebelah kakaknya, lalu menimpa badan kecil Juna. Lebih tepatnya ia tiduran di atas badan Juna. Sementara itu Juna yang tak siap dengan perbuatan Haikal, langsung tengkurap sepenuhnya tanpa ada space antara badan dan kasur.

"Astaga! Minggir, Kal! Badan lo tuh nggak seringan kapas woy!" protes Juna seraya menggerakkan badan agar si adik bisa tersingkir.

"Elah. Numpang bentar, Kak."

Haikal masih betah pada posisinya tanpa merasa terganggu.

"Dek."

Oke. Haikal menyingkir. Baginya, kalau Juna sampai memanggil dengan sebutan 'dek', berarti ia memang sedang serius. Lebih baik menurut lah ketimbang terkena amuk.

Bugh!

Bugh!

Bugh!


"ENGAP WOY!"

"KELUAR SANA LO!"

"LAIN KALI KALAU MAU BANGUNIN GUE YANG BENER DIKIT NAPA?!"

Juna memukul pantat Haikal secara bertubi-tubi dengan sebuah bantal. Ayolah, badan mereka berdua itu berbeda lho.

Sementara Haikal, jelas ia menghindar. Dirinya langsung kabur, keluar dari kamar Juna, tak lupa pula menutup pintunya untuk menghindari bantal yang melayang ke arahnya. Kasihan pantatnya.

Dan bertepatan dengan Haikal yang menutup pintu, Wawan muncul dari dalam kamarnya dengan raut wajah yang begitu cerah.

"Mau kemana, Ga? Rapi amat."

Wawan menoleh ke arah Haikal, "Mau ke rumah Ethan, Mas."

"Ngapain? Mau main PS?" tanya Haikal penasaran.

Wawan menggeleng, lalu senyumnya makin lebar. Ia menjawab, "Mau jemput oleh-oleh dari Kak Mark."

"Oh... Bang Ipul pulang tho?" Haikal berpindah tempat ke samping si bungsu, kemudian merangkulnya, "Ga, aku ikut, ya?"

Si bungsu terdiam sejenak, menimang-nimang jawaban apa yang akan diberikan.

"Em... Iya, deh."

"Oke, let's go! Ayo kita jemput oleh-olehnya!"

Setelahnya Haikal dan Wawan turun ke lantai 1, izin pada orang-orang yang berada di sana, lalu pergi ke rumah tetangga seberang. Mereka berdua pergi dengan posisi yang sedap dipandang mata. Haikal merangkul pundak si bungsu.

...


Sepulang dari rumah Ethan, Wawan kira dirinya hanya akan pulang bersama Haikal dan oleh-oleh pemberian dari si sulung William.

Namun nyatanya, Haikal memaksa William bersaudara untuk datang ke rumah.

Katanya, "Rumah lo sepi kayak kuburan begini, Bang. Nggak takut cuma ada di rumah berdua? Nanti kalau ada yang ngetuk pintu, terus nggak ada orangnya gimana? Bukannya gue mau nakut-nakutin, tapi di film horor kan biasanya emang kayak gitu kalau rumah sepi. Mending ikut ke rumah gue aja lah. Lagian aunty sama uncle nggak keberatan tuh setiap tau kalian main ke rumah gue."

Terkesan santai memang saat Haikal mengatakannya. Tapi isi perkataannya itu berhasil membuat si bungsu William ketar-ketir.

Maka di sinilah mereka berdua sekarang, kediaman si kembar. Tepatnya berada di ruang keluarga. Menyaksikan perdebatan yang dilakukan oleh Juna dan Nanda.

Tak lain perdebatan itu terjadi dikarenakan oleh buah tangan dari Markipul. Buah durian dan semangka.

"Nan, durian itu enak, jadi yang dibelah durian dulu aja."

"Nggak bisa! Bau durian itu nggak enak. Semangka emang pilihan paling bener buat dibelah duluan, Kak."

Juna mendeklik tak suka. Ia beralih menatap saudara yang lain serta William bersaudara.

"Kalian pilih semangka atau durian?"

"Gue sih apa aja suka, Kak. Yang penting nggak buat gue sakit aja udah cukup." Haikal menyahut dengan santai.

"Aku juga, Kak. Suka semua, kan enak semua." Wawan sependapat dengan Haikal.

"Lo gimana, Bang?" tanya Nanda pada Shakala yang tengah bermain ponsel.

Shaka mengalihkan atensinya, lalu menatap pada Nanda, "Gue netral, yang mana aja bisa." Jawabnya enteng.

Juna menghela napasnya. Heran, kenapa 3 orang ini memberikan jawaban netral. Ah, hanya William bersaudara yang belum memberikan jawaban. Mungkin saja jawaban mereka bakal berbeda.

Ia beralih pada Ethan yang duduk manis disamping Wawan.

"Than, kamu pilih durian atau semangka dulu yang dibelah?"

"Durian!"

Ethan menjawab seraya mengembangkan senyum lebarnya. Ketara sekali jika ia lebih suka durian daripada semangka.

"Kenapa nggak milih semangka aja, Than?" Nanda menatap melas pada adik Markipul.

"Aku penasaran sama rasa durian, Kak. Aku belum pernah makan durian. Soalnya kalau mau makan buah, pasti di kulkas isinya lebih banyak semangka ketimbang yang lain." Ethan berkata jujur. Saking jujurnya, ia sampai tak tahu jika perkataannya telah membuat sang kakak salah tingkah.

Haikal tersenyum tipis. Oke, sepertinya ia tahu siapa yang dimaksud Ethan.

"Lo sendiri gimana, Bang?" Nanda beralih menatap laki-laki yang menatap lekat Ethan, Mark.

Senyum kecil terukir begitu saja pada bibir seorang Markipul. Ia menoleh pada Ananndha, lalu membalas tatapannya.

"Gue pilih durian."

"SERIUS?! LO NGGAK LAGI KESURUPAN, KAN?!!"

Haikal menatap tak percaya pada si sulung William. Rasanya seperti mimpi ketika mendengar Mark tak memilih buah yang memiliki nama lain watermelon dalam bahasa Inggris itu.

"Nggak, gue baik-baik aja." Mark tersenyum manis, "Walaupun gue nggak suka durian, nggak ada salahnya kalau gue milih durian buat dibelah duluan. Everything for my little brother, Kal."

Alasan yang manis. Haikal terdiam karenanya, hatinya tersentuh. Bahkan Nanda juga ikut merasa tersentuh saat mendengarnya. Oke lah, ia rasa tak apa mengalah.

"Oke, deal. Berarti kita belah durian dulu," kata Juna membuat keputusan.

Ia meraih pisau dan membelahnya dengan benar. Lalu menyodorkan pada para bujang dan juga si ayah. Tapi, ayah tak mau. Dirinya lebih memilih undur diri, pamit ke kamar untuk tidur siang setelah makan bubur ayam dan minum obat.

Awalnya situasi dan kondisi memang biasa saja. Namun setelah Adimas undur diri, kerusuhan mulai terjadi.

Mark yang notabenenya salah satu manusia anti durian, dipaksa Haikal untuk mencicipi buah berkulit duri itu. Dan si sulung William yang tak suka dipaksa, langsung memiting tangan Haikal.

Untuk Nanda, walaupun ia tak suka, tapi tak ada yang memaksa. Dirinya lebih memilih menikmati sepotong semangka yang baru saja dibelah.

Lain lagi dengan Juna, Wawan, dan Ethan. Mereka bertiga menikmati durian dengan penuh khidmat. Tak peduli pada sekitar.

Sementara itu, Shaka duduk anteng sembari menghela napas lelah karena disuguhkan pertengkaran ala anak kecil.

"Untungnya ayah udah pergi ke kamar. Coba kalau nggak, bisa tambah sakit yang ada."

Padahal, Shaka tak tahu saja kalau di kamar utama yang ada di lantai 1, kamar Adimas. Ayahnya itu kesulitan tidur karena terganggu berisiknya para bujang.

...

Yeay! Aku bisa update lagi ☺️

Kita tengok yuk kondisi Pak Adimas gimana wkwk🤣

Terserah para bujang mau gimana. Pak Adimas capek, mau tidur! Kepalanya tambah pening gara-gara mereka rusuh🙃

Makasih ya guys atas doanya, semoga kalian senantiasa dalam perlindungan-Nya. Aamiin☺️🤲

See u 💚

Continue Reading

You'll Also Like

30.9K 3.2K 30
[Lengkap] Dengan Chenle menyelamatkan Jisung setelah melihat mimpi buruknya, apakah itu memang hal yang terbaik untuk Jisung? Ini tentang Jisung yang...
8.1K 393 21
Mengisahkan sekumpulan remaja laki-laki yang tinggal dalam sebuah rumah. Jino, (dibuang) dipaksa merantau oleh kedua orang tua nya kemudian tinggal d...
6.4K 317 57
All about BILLIE EILISH.
927K 44.7K 40
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...