CUTE (BAD) BOY || BxB || SOON

Da Fiverin_

1.2M 130K 24.1K

Rizky dan Alvian adalah musuh bebuyutan selama di sekolah. Keduanya tidak pernah akur karena sejak dulu terus... Altro

Bagian 1 // Awal
Bagian 2 // Dihukum
Bagian 3 // Apa-apaan Ini?!
Bagian 4 // Mari Saling Mengenal
Bagian 5 // Vian yang Menyebalkan
Bagian 6 // Hitam dan Putih
Bagian 7 // Mengadu
Bagian 8 // Rencana Pernikahan
Bagian 9 // Balada Video Bokep
Bagian 10 // Berdiskusi
Bagian 11 // Tertangkap Basah
Bagian 12 // Vian Bangke!!
Bagian 13 // Sudah Mulai Gila
Bagian 14 // Tak Sengaja~~
Bagian 15 // Instagram Update
Bagian 16 // Awas Ada Macan!!
Bagian 17 // Kata-Kata dari Mulutmu memang Berbahaya
Bagian 18 // Oh No! Oh No No No No🙉
Bagian 19 // Vian Mau Open BO👁️👄👁️
Bagian 20 // Acara Pernikahan🥳
Bagian 21 // Malu Bertanya, Sesat di Jalan
Bagian 22 // RIZKY JELMAAN SETAN
Bagian 23 // Lalalalala
Bagian 24 // Rasa Ini Apa Namanya
Bagian 25 // Posesif
Bagian 26 // Rencana
Bagian 27 // Vian Sakit, Rizky Panik
Bagian 28 // 🔞🔞
Bagian 29 // Vian Sembuh, Kembali Rusuh
Bagian 30 // Siapa Rizky yang Sebenarnya
Bagian 31 // Vroom Vroom Vroom Skrttt
Bagian 32 // Fakta Tentang Rizky
Bagian 33 // Vian???
Bagian 34 // Happy 100k🎀
Bagian 35 // Hayo Hayo💩
Bagian 36 // First Time🔞🔞
Bagian 37 // Sisi yang Membingungkan
Bagian 38 // Semua Tidak Sama
Bagian 39 // Tidak Bermaksud Apa-Apa
Bagian 40 // Posesif tanpa Landasan
Bagian 41 // Sakit Itu Datang Lagi
Bagian 42 // Mulai Berubah
Bagian 43 // 👁️👄👁️
Bagian 44 // Kecelakaan🦇
Bagian 45 // Lewat🤰
Bagian 46 // 🔌
Bagian 47 // Happy 200k🎀
Bagian 48 // Proses PDKT☄️
Bagian 49 // Romantic Feelings
Bagian 50 // Give Me Your Love
Bagian 52 // Believer
Bagian 53 // Realize
Bagian 54 // Call My Name
Bagian 55 // Top Of The Chain
Bagian 56 // Aku Mencintaimu
Bagian 57 // Hayoloh Vian Ngambek
Bagian 58 // Tinggal Kenangan💔
Bagian 59 // Gak Tau Mau di Kasih Judul Apa
Bagian 61 // Resah dan Gelisah
Bagian 62 // SORRY YA GAISS😭😭
Bagian 63 // Cukup
Bagian 64 // Belum Saatnya

Bagian 60 // Happy 300k🎀

7.5K 798 70
Da Fiverin_

FLASHBACK ON

Dua bocah laki-laki yang berbeda tinggi badan itu kini sedang berdiri berdua, sambil sesekali bercanda dan saling melemparkan gurauan.

Yang tubuhnya lebih pendek sekaligus usianya lebih muda akhirnya menyudahi perbincangan mereka karena dirinya melihat ada sebuah mobil yang ia tahu adalah jemputan temannya itu sudah datang ke sana. Menyebabkan dirinya harus siap ditinggalkan di sekolah sendirian.

"Aca, aku pulang duluan, ya, Papa aku udah jemput tuh, kamu mau bareng sama aku?"

Bocah yang lebih tua sekaligus lebih tinggi itu akhirnya bertanya kepada Vian, tetapi langsung mendapatkan gelengan kepala dari bocah manis itu.

"Enggak usah, aku mau tunggu ayah aja, hehe. Soalnya hari ini ayah ada janji."

Azriel mengangguk paham, lelaki itu ingat bila Vian dan ayahnya memang sering melakukan janji saat Vian mendapatkan prestasi di sekolah.

"Oh, mau jalan-jalan ke pasar malam kan? Rayain pas menang lomba cerdas cermat kemarin?"

"Iya Kak, ayah udah janji hari ini mau jalan-jalan ke pasar malam."

"Ya udah, aku duluan ya, dadah Aca."

Azriel berlari ke arah ayahnya yang kini sudah menunggunya di dalam mobil, meninggalkan Vian sendirian yang masih menunggu ayahnya di depan gerbang sekolah.

Ah, lagipula ia sudah biasa menunggu sang ayah hingga hampir magrib. Biasanya ia akan datang ke post satpam dan mengobrol dengan mereka, tetapi untuk yang kali ini ia malas berjalan. Tadi dirinya baru menyelesaikan pelajaran olahraga, di cabang atletik. Kakinya sangat pegal sekali, tidak mau ia paksakan untuk melangkah.

"Ayah kok lama?"

Vian bolak-balik melihat ke arah arloji di tangannya, sudah menunjukkan pukul empat sore, tetapi sang ayah tak kunjung menjemputnya, membuat dirinya merasa khawatir, takut bila terjadi sesuatu yang tidak-tidak pada ayahnya.

"Mungkin sebentar lagi ...."

Bocah kelas tiga sekolah dasar itu kemudian berjongkok, lalu memainkan kerikil di hadapannya, ia melemparkan sesekali sampai akhirnya matanya menangkap sebuah mobil hitam yang lewat di hadapannya.

Huh, Vian kira itu ayahnya, ternyata orang lain.

Tetapi, mobil itu berhenti agak jauh darinya, membuat Vian akhirnya menolehkan wajahnya ke arah sana.

Mungkin orangnya ada keperluan sebentar, makanya parkir di sana, pikir Vian. Ia tak terlalu mengkhawatirkan kondisi, karena ia tak pernah berpikir bila setelah itu akan terjadi sesuatu yang benar-benar berada di luar dugaannya.

Wajah Vian kembali kusut, ia melihat ulang ke arah arlojinya, dan jam sudah menunjukkan pukul setengah lima sore. Apakah ayahnya lupa bila hari ini ia harus menjemput Vian? Sepertinya tidak mungkin, karena sang ayah selalu menjemput Vian setiap hari.

Sekolah Vian dan tempat kerja sang ayah memang sangat jauh sekali, makanya perlu waktu lama untuk tiba. Ah tapi biasanya tak selama ini. Biasanya Vian akan dijemput pukul setengah empat sore, karena ia pulang pukul dua sore. Ya, Vian memang harus menunggu sang ayah untuk menjemput, dan menunggu waktu luang ayahnya saja. Ayahnya selalu sibuk, sulit sekali menjemput Vian tepat waktu.

"Ayah kemanaaa."

Vian mulai takut, saat hari beranjak gelap dan waktu sudah menunjukkan pukul enam sore. Vian takut ada di sana sendirian, terlebih ia takut bila berada di dalam suasana gelap gulita.

"Hallo adik manis!"

Vian diam sejenak, penumpang mobil tadi keluar dan menghampirinya, ia sendiri tidak sadar, bila ternyata mobil itu tetap diam di tempatnya dan tak pergi sama sekali.

"I-iya--"

Vian menahan napas, saat ia sadar bila yang menghampirinya tak hanya satu orang, melainkan tiga orang yang tampaknya sudah dewasa.

Dari pakaiannya, mereka terlihat seperti mahasiswa atau pelajar SMA yang agak begajulan. Sepertinya mereka memang preman yang menguasai daerah itu, Vian tidak tahu.

"Sendirian aja? Kok belum pulang?"

Vian terkekeh garing, kemudian menggeser tubuhnya saat ia sadar bila salah satu dari mereka mulai duduk dan merapatkan tubuh padanya.

"Iya Kak, aku masih tunggu ayah buat jemput."
Vian menjawab santai, ia hanya merasa bila tidak ada yang perlu dirinya takuti.

"Oh, ini sudah mau malam, loh, masa belum dijemput."

"I-iya kak, mungkin ayah lagi ada kerjaan di kantornya-- Kak, maaf ... tangannya--"

Vian semakin menggeser tubuhnya saat merasa sesuatu menggerayangi tubuh bagian belakangnya, ia tidak nyaman dengan situasi itu.

"Dingin ya?"

Vian tersenyum, "iya kak, di sini memang dingin."

Mereka terkekeh dan kini sudah mengelilingi Vian.
"Namanya siapa?"

Vian mengerjap kemudian menghindari tatapan mereka, "Alvian Kak-- kak maaf! Tangannya!"

Rabaan salah satu dari mereka yang semula pada bokongnya, kini akhirnya naik untuk merangkul tubuh kecil Vian. Vian benar-benar tenggelam di dalam mereka, selain usia mereka yang terpaut sangat jauh, Vian juga masih kanak-kanak, tak seperti mereka yang sudah remaja atau bahkan memasuki fase dewasa.

"Udah, di sini kan dingin, jadi biar Kakak angetin, mau?"

Vian menelan ludah gugup, ia tak menjawab lagi dan memilih untuk mengucapkan doa di dalam hati, berharap agar ayahnya segera datang.

"Weh bro, di sini? Oke, manis juga."

Vian takut saat tiba-tiba mereka tertawa dan menatap ke arahnya. Suasana memang gelap, tetapi Vian dapat melihat wajah mereka karena lampu di sana yang otomatis menyala bila gelap sudah beranjak.

Vian tidak paham dengan pembicaraan mereka, tetapi ia tahu bila laki-laki lain yang ada di sana kini jumlahnya sekitar delapan orang. Mereka berbincang, dengan pembicaraan yang tak Vian pahami sama sekali.

"Kok bocah sih? Kayaknya anak kelas 2 SD, gak mau deh gue, mendingan anak SMP atau SMA deh ...."

"Tapi dia cakep loh, manis juga, kayaknya enak."

"Dia cowok sat!"

"Ya emang kenapa? Meskipun lubangnya cuman satu pasti tetep enak, oh iya, dua sama mulutnya."

Vian semakin melebarkan jarak dengan mereka, ia memilih untuk menempelkan tubuhnya pada tembok di belakang sana, aroma tubuh mereka begitu memuakkan. Bau asap rokok serta bau aneh lain yang tidak Vian tahu itu bau apa. Tampaknya mereka memang preman.

"Dek Alvian manis banget, ayah kamu gak akan jemput mungkin."

Vian segera menepis tangan mereka saat beberapa di antaranya berusaha untuk mencolek dagunya.

"Lembut anjir haha, isinya pasti lembut juga."

"Dia kayaknya terawat deh. Pass tadi masih siang gue liat dia, badannya mulus banget di luar."

Vian memilih untuk berdiri dan menunggu ayahnya di seberang jalan saja. Ia takut dengan tatapan mata mereka yang tampak aneh dan menakutkan.

Ternyata mereka tak membiarkan Vian untuk pergi, salah satu dari mereka menarik tangan Vian hingga bocah itu terhempas tepat ke pangkuannya.

"LEPASIN KAK!!!"

Vian menjerit sambil meronta-ronta, sepertinya ia berada di kondisi berbahaya, mereka tampak bukan orang baik-baik. Jantungnya berdetak lebih cepat, dengan airmata yang kini bercucuran saking paniknya.

"Weh mau kemana? Di sini aja, enak loh kalau diangetin."

Mereka tertawa-tawa, membuat Vian seketika mengerahkan semua kemampuannya untuk melawan mereka. Tetapi sayang, selain kalah jumlah, Vian juga kalah tenaga. Ia tak mungkin bisa melawan mereka.

"Guys, jangan di sini, takut ada satpam sekolah yang lihat. Oh iya, gak jauh dari sini ada gang kecil kayaknya, pake dia di sana aja."

"Bro, ini anak SD loh, kalau gue tebak kayaknya masih kelas 2 atau 3, yang lebih tua dari dia masih banyak deh, gak doyan bocil gue tuh."

"Justru bocah kayak gini lebih enak, dia gak akan berani ngadu sama orangtuanya. Lagian anak kecil begini kalau gak kuat layanin nafsu kita, ya udah ... bunuh aja, tinggal hapus jejak, ya kita bakalan aman."

Sisanya hanya iya-iya saja, mereka kemudian menyeret tubuh Vian sampai bocah itu berpindah dari posisinya.

Vian tidak tahu dengan apa yang akan mereka lakukan, tangisan kencangnya tak mereka pedulikan sama sekali. Mereka tak justru malah tertawa terbahak-bahak saat melihat wajah ketakutan Vian.

"Dia bakalan berisik, bakalan jerit-jerit juga."

"Gampang kok!"

Laki-laki yang memakai seragam SMA kemudian melepas dasinya lalu mengikat tangan Vian ke belakang. Vian spontan berteriak kencang saat tangannya ditarik paksa. Saat sadar bila suara teriakan Vian akan membuat orang-orang yang mungkin bermukim di sana merasa curiga, akhirnya mereka membekap mulut Vian dengan baju olahraga yang ada di dalam tasnya Vian.

Kaki Vian masih bebas, ia menendang kesana kemari, mencoba untuk menjangkau mereka dan melawan sebisanya. Tetapi ternyata ia memang tak bisa melawan, saat sadar bila ada sebuah golok tajam yang mereka bawa.

"Lo diam, atau kami bunuh?!"

Vian spontan diam, ia menatap mereka bergantian dengan cucuran airmata yang semakin deras.

Vian harus meminta bantuan pada siapa?

"Udah jinak kayaknya, cepetan!"

Satu dari delapan orang itu kemudian menahan tubuh Vian. Ia membawa Vian ke atas pangkuannya lalu menghadapkan Vian pada ketujuh temannya yang lain.
"Cepetan! Robek aja!"

Satu dari tujuh temannya itu akhirnya mengangguk setuju, ia merobek seragam batik Vian hingga semua kancingnya berhamburan di tanah.

"Mulus guys, hahaha! Ayo celananya juga."

Vian tidak bisa melakukan apapun lagi, ia hanya membiarkan mereka meraba tubuhnya sampai akhirnya melepas celananya juga, tubuh Vian sudah tak memakai apapun lagi, kecuali kaos kaki yang masih ia pakai, serta baju seragam yang tergantung di tangannya yang terikat.

Jeritan Vian tertahan, ia hanya menggeram dan menangis menerima perlakuan mereka. Tubuhnya benar-benar diangkat, dan sepertinya sudah sangat siap sekali untuk mereka nikmati.

"Beneran mulus ternyata, hahaha. Lucu banget dek, hahaha."

Kaki Vian spontan menendang perut orang yang hendak menyentuh dada telanjangnya, ayahnya bilang ia harus selalu berhati-hati terhadap orang yang memerhatikan tubuhnya, ia tidak boleh membiarkan orang lain meraba tubuhnya.

"DIEM LO ANJING!"

"Minta dikasarin, hahaha."

"Oke kalau Lo maunya main kasar."

Vian seketika memberontak saat ia dicekik, ia tidak kuat berada di posisi itu lama-lama, napasnya bisa saja habis dan ia bisa mati.

"Jangan dibunuh dulu dong! Gak enak banget kalau ngewe gak ada desahan!"

"Gimana dia mau desah sih tolol, mulutnya ada ditutup begitu!"

"Seenggaknya geramannya masih bisa didengar, udah deh, gue mau main alus dulu."

Orang itu kemudian berjongkok di depan Vian, lalu mencubit nipple-nya di sebelah kiri dan menjilat yang di sebelah kanan.

Vian lemas seketika.

Geraman Vian tertahan, ia kembali menangis saat merasakan bibir hole-nya mulai dimasuki oleh sesuatu. Ternyata, satu dari mereka berusaha untuk memperlebar lubangnya agar mudah untuk dimasuki.

"Gue gak jamin deh dia bakalan hidup kalau udah dipake sama kita berdelapan. Masalahnya, kita udah hampir sebulan gak nemu cewek buat diajak ngewe begini, kayaknya dia gak akan kuat layanin nafsu kita."

"Biarin aja, tujuan kita dari awal kan cuman mau ngewe dia doang. Mati atau kagak ya bodo amat, yang penting kita dapet enaknya."

"Haha, dia juga gak akan bisa lawan sih. Mana golok yang tadi, buruan tunjukin ke dia, kalau dia berani macam-macam, ya langsung tebas aja lehernya."

"Hahaha, oke-oke. Jangan nangis ya dek Alvian yang lucu, jangan ngadu sama orangtua Lo juga, awas aja Lo!"

Vian hanya sadar bila setelah ini ia akan mati.

FLASHBACK OFF

***

"ANJING!"

Vian mengacak rambutnya frustasi, kemudian menendang meja belajar sampai fotonya dengan Rizky yang sengaja ia taruh di bingkai itu, mendadak bergetar.

"Kenapa harus inget sama kejadian itu lagi sih? Tai tai tai, najis banget! Hihhh awas aja kalau orang-orang itu ketemu lagi sama gue, gue potong kont*l mereka!"

"Cantik, kok kasar banget mulutnya."

"Lo baru pulang dari ngebabu? Ngapain pulang? Di sekolah aja sana Lo, jam sembilan malam gini baru pulang. Ada rapat sama siapa? Sama dedemit penunggu sekolah?!"

Rizky yang baru datang itu spontan menghela napas, kemudian memeluk tubuh mungil Vian.

"Pacar aku kok marah-marah terus sih? Aku sibuknya sampai akhir semester doang kok. Abis bagi rapot gak akan tinggalin kamu--"

"Nyenyenyenyenye" Vian kesal. "Mandi sana Lo, badan Lo bau bangke."

Rizky terkekeh, "bentar deh, aku capek banget Vi--"

Vian menghela napas, "ya udah, biar gue bikinin air panas dulu, biar sekalian Lo gue guyur pake air panas!"

Rizky terkekeh lagi, "ngambek terus, kenapa sih?"

"Gak kenapa-kenapa."

Vian melangkah pergi, tetapi tak lama kemudian ia menoleh ke arah Rizky. Wajahnya berubah merah entah karena apa, membuat Rizky mengernyitkan dahi tidak paham.

"Ma-mandi bareng ya! Vi-vian belum mandi juga--"

Wajah yang memerah, seketika membuat Rizky tertawa, "tumben mau mandi bareng, kesambet setan mana?"

Vian kesal, "kalau mandi sendirian takut di samperin memedi, kalau berdua kan ada lo--"

"Yang jagain?" Sambar Rizky seketika, membuat Vian mendengkus kesal.

"YANG GUE TUMBALIN KE SETANNYA!"

Setelah itu Vian langsung pergi lagi.

Rizky terkekeh kemudian melangkah ke arah meja belajar mereka untuk meletakkan tasnya di sana. Tetapi, mata Rizky seketika melotot terkejut saat ia melihat foto dirinya dengan Andin ada di meja itu.

"Vian udah lihat foto ini dong?"

Tidak bisa, Rizky tidak mau hubungannya dengan Vian harus dilanda masalah. Ia langsung mengambil foto itu dan membawanya ke luar.

Oh iya, Rizky juga harus menyiapkan seribu alasan untuk membuat Vian percaya kepadanya.

***
.
.
.
.
.

.
.
.
.

.
.
.

.
.

.

TBC
.
.
.
.
.


***
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Senin
09/8/2021
Rinka 🐾🐾
20.40

Continua a leggere

Ti piacerà anche

1.3M 121K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
3.4M 277K 62
⚠️ BL Karena saking nakal, urakan, bandel, susah diatur, bangornya Sepa Abimanyu, ngebuat emaknya udah gak tahan lagi. Akhirnya dia di masukin ke sek...
850K 64.4K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
1.4M 102K 44
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...