Life in Death 2 : Illusion

By iam_zzzy

26.5K 4.3K 380

(BACA LID SEASON 1 DULU) Life in Death season 2 telah hadir! Aku tak tahu selamat dari gedung berlantai 3 itu... More

HALO GAIS
I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
XII
XIII
XIV
XV
XVI
XVII
XVIII
XIX
XX
XXI
XXII
XXIII
XXIV
XXV
XXVI
XXVII
XXVIII
XXIX
XXX
XXXI
XXXII
XXXIII
XXXIV
XXXV
XXXVI
XXXVII
XXXVIII
XXXIX
XL
XLII
XLIII
XLIV
XLV
XLVI
XLVII
XLVIII
XLIX
L (Last Chapter)
Info / Pengumuman / Perpisahan

XLI

284 71 5
By iam_zzzy

            Aku mengucek mataku. Untuk beberapa saat, aku yakin aku sudah bangun dari tidurku, namun entah mengapa aku masih bisa mendengar gemuruh petir itu di lab ini. Cahaya matahari itu masuk lewat sela-sela ventilasi, membuatku bingung. Ini bukan suara petir, ini suara yang lain.

  "MAAAM! MAAAAAM!" teriak Ex semakin dekat. Tunggu, gemuruh itu suara Ex?

 "Iyaaa?" tanyaku panjang, bangkit dari tempatku tidur.

"Helikopternya bisa terbang!" teriaknya semangat. Ia tiba di depan pintu ruanganku yang sudah terbuka. Siapa pula yang membukanya?

"EH? Helikopter?" tanyaku kaget. Sejak kapan Prof. Regis punya helikopter?

Aku bangkit, mengikuti Ex keluar ruangan, beranjak menuju gemuruh berisik itu. Itu suara helikopter, bukan suara petir, atau suara gemuruh Ex. Semuanya di sana kecuali Ri, menyaksikan helikopter yang akan mendarat. Prof. Regis di dalamnya, mengenakan semacam mikrofon headset atau apapun itu aku tak tahu. Tangannya memakai sarung tangan hitam. Lumayan keren, kecuali fakta bahwa ia lupa mengganti bajunya dari piyama ke baju formal. Entahlah, mungkin itu pilihannya.

Setelah beberapa menit proses, akhirnya helikopter mendarat dengan selamat. Regis turun dari helikopternya dengan ekspresi arogan seperti biasanya. Sudah tak asing lagi bagiku melihatnya, mungkin bagi semuanya. Namun seberapapun tinggi hatinya, aku akan mengakui bahwa ini mengesankan.

"Aku tak tahu kau punya helikopter" ucapku setelah ia melepaskan headset-atau-entahlah-apa-namanya.

"Aku menyimpannya untuk momen terbaik" katanya sambil mengibaskan rambutnya yang tak seberapa itu. Meh.

"Prof. Regis, jangan lupakan fakta bahwa kita pernah akan menggunakannya untuk menjemput mereka di hutan namun mesinnya berasap dan kita kembali jatuh" ucap Jesica menghancurkan momen bangganya.

"BERISIK" ucap Prof. Regis sambil memukul Jesica dengan gulungan kertas.

"Jadi bagaimana? Kau mau berkeliling dengan helikopter?" tanya Prof. Regis padaku. Ini kesempatan bagus, tapi aku masih tak yakin.

"Biar kupikirkan nanti" jawabku sambil mengangkat jariku membentuk pistol, menunjuk ke arahnya.

"Apa aku boleh ikut?" tanya David tiba-tiba. Bodoh.

"Tidak ada yang boleh merusak kencanku, bocah" kata Regis mendekat sambil berkacak pinggang.

"EH? KENCAN? KALAU BEGITU AKU HARUS IKUT" ucap Mark penuh penekanan di setiap katanya. Regis memutar matanya, malas.

"Sudah, sudah. Bagaimana kalau kalian membantuku di ruang mesin? Masih banyak hal yang harus kita urus" ucap Jesica melerai sesaat sebelum mengambil jas labnya, disusul oleh langkah kaki bubar dari yang lainnya.

Hari menjelang sore. Tak ada yang kulakukan kecuali berbaring di karpet dengan Ex, menatap langit-langit, dan berbicara tentang kehidupan. Ada banyak hal yang kupikirkan, lagi, tak ada hal yang kulakukan. Semua berjalan begitu saja, sesaat sampai kudengar suara itu mendekat.

"EL! Bagaimana kalau kita berangkat sekarang? Kurasa Mark sedang ti-" suara Regis terdengar semakin keras saat ia menghampiri ruangan kami, dan kalimatnya terpotong begitu ia melihat Ex sedang bersamaku.

"WHAT THE FUCK EX, KAU LAGI?" tanya Regis kencang sambil menunjuk Ex, kesal.

"HEYYY! Apa maksudmu 'lagi'? Aku memang selalu bersama Mam-ku" kata Ex tak terima.

"Ah lupakan, El, kabari aku saat anak itu tidak di-" belum selesai ia bicara, aku sudah memotongnya.

"Biarkan dia ikut" kataku sambil melihatnya.

"Huh?" Regis tak yakin.

"Biarkan dia ikut. Lagipula apa hal terburuk yang bisa ia lakukan? Meledakkan helikopter?" tanyaku, mencari cara agar Ex ikut dalam penerbangan helikopter sore ini. Setidaknya, aku tak boleh terjebak berdua dengan Regis di dalam helikopter atau ia akan benar-benar menganggapnya kencan.

"... baiklah, dengan syarat ia duduk di kursi belakang" jawabnya menyerah setelah berpikir beberapa detik. Ada paksaan di nada suaranya, yang mana aku tak begitu peduli soal itu.

Sore itu, kami bersiap-siap untuk pergi dengan helikopter. Mengetes mesin, alibinya. Regis mengemudi di kanan depan, dan aku duduk di sebelah kiri. Ada 3 kursi di belakang dan Ex memilih untuk duduk di kursi kedua, kursi tengah. Setelah semuanya siap, helikopter pun lepas landas. Regis terlihat fokus, sementara Ex gemetar hebat, membuatku berpikir bahwa tindakanku mengajak Ex adalah salah. Ia mulai berkeringat, menunduk, menggaruk-garuk kukunya tak karuan, sebelum aku sadar bahwa ia kehilangan ingatan dan ibunya di kecelakaan pesawat. Ah, bahkan bila tanpa kehilangan apapun dan siapapun, kecelakaan pesawat itu hal yang mengerikan. Dan kini, aku yang tahu betul ia trauma soal itu, mengajaknya terbang sekarang.

"Sial, El... kau melakukan hal bodoh lagi" gumamku dalam hati.

Aku melirik Ex, mencoba mengulurkan tangan kananku ke belakang. Ia yang melihatku kesulitan langsung menggapai tanganku, memegangnya, dan kembali menunduk. Dan, Oh Tuhan,... tangannya dingin sekali.

Saat helikopter berada di ketinggian yang pas, Regis mulai bersantai. Ia mulai membawa helikopter berkeliling, sesekali melirikku yang masih bergenggaman dengan Ex.

"El, kau bisa lihat pemandangan sekarang" kata Regis.

Aku melihat ke arah jendela, tak tahu mau berkata apa. Ini indah, sekaligus mengerikan. Maksudku, kau tahu, melihat pemandangan alam dari ketinggian memang indah, tapi di keadaan penuh zombie begini,.. rasanya aku tak bisa tenang. Aku bisa jamin untuk daerah sekitar lab milik Prof. Regis tak akan ada zombie. Namun saat helikopter mulai menjauh dan mengeksplor daerah lainnya, zombie-zombie itu terlihat dari atas. Bersembunyi, merangkak, berjalan terseok-seok.

Kami berkeliling sekitar 40 menit, melihat pohon-pohon dari atas. Sesekali Regis bertanya hal random yang aku sendiri pun tak bisa menjelaskannya, mungkin aku tak begitu menaruh perhatian. Kurasa teori 'terlalu pintar membuatmu kehilangan selera humor' memang benar. Aku menutup mataku saat helikopter berada di jalan pulang, tak begitu tertarik. Sejujurnya, tak ada yang spesial di perjalanan ini, tentu saja sampai Ex mengatakan sesuatu.

"Gua" gumamnya pelan, hampir tak terdengar.

Aku membuka mataku, reflek melihat jendela. Di antara pepohonan itu, ada gua yang cukup besar. Bentuknya terlihat familiar, kurasa aku pernah melihatnya di suatu tempat.

"Aku tak melihatnya saat berangkat tadi" gumamku masih memperhatikan gua itu.

"Benarkah? Kurasa kau terlalu banyak tertidur, El" kata Regis.

"DEG!" degup jantungku serasa berhenti. 'tertidur', aku yakin bahwa gua itu adalah gua yang ada di dalam mimpiku. Mimpi aneh dimana aku selalu dipaksa untuk masuk ke dalamnya. Dan jika benar, ada yang harus kulakukan di dalamnya.

"Regis, bisakah kita turun di sana?" tanyaku sambil menunjuk gua itu.

"Aku tak yakin El, bahan bakarnya mulai menipis. Maksudku, kita bisa saja turun kesana, tapi aku tak yakin apa kita bisa pulang" jawabnya. Ah, sial.

"... baiklah" gumamku menyerah. Aku tetap melihat ke arah gua itu, mengamati dengan seksama rute yang harus dilewati untuk sampai kesana. Nanti, bila saatnya tiba, kurasa aku memang ditakdirkan pergi kesana.

Setelah beberapa saat, akhirnya kami sampai di lab milik Prof. Regis. Helikopter mendarat dengan selamat, dan yang lain sudah berada di area landing, menunggu kami turun. Segera setelah turun, Jesica menghampiri Regis.

"Bagaimana kencannya?" tanyanya dengan nada mengejek.

"Kau tak perlu menanyakannya, kau bisa lihat ekspresi di wajahnya pffft. Apakah ia terlihat habis berkencan?" David mengompori. Ah, mulut anak itu memang lemas sekali.

"Diamlah. Ini terjadi karena Ex tiba-tiba ikut" jawab Regis kesal sambil melepas kacamatanya.

"Syukurlah, ini lebih terlihat seperti Regis menjadi supir untuk kencan El dan Ex" Mark ikut-ikutan. Senyum tersungging di sudut pipinya.

"BERISIK BERISIK" jawab Regis kesal sambil meninggalkan ruangan.

Sore berlalu dan senja pun tiba. Layung-layung jingga mulai terlihat di langit disusul oleh burung-burung yang terbang menjauh. Aku berniat untuk kembali tidur sebelum suara-suara mesin itu terdengar. Kurasa Jesica dan lainnya memilih melanjutkan perbaikan mesin atau-apalah-itu. Jadi aku hanya akan tiduran di kursi panjang ini dan memikirkan soal gua tadi.

Aku mencoba mengingat-ingat mimpiku sebelumnya. Semuanya berhubungan dengan gua itu, pohon bungkuk, batu besar, mulut gua, dan... sesuatu di dalam gua yang aku yakin tangan-tangan zombie yang mulai membusuk mencoba meraihnya. Aku mencoba menyatukan petunjuk dari mimpiku yang samar-samar. Apapun yang ada di dalam gua itu, aku harus merebutnya terlebih dahulu sebelum zombie-zombie itu meraihnya. Dan apapun keadaannya, aku harus kesana secepatnya.

Continue Reading

You'll Also Like

94K 14.3K 40
Setelah kelompok Cale hidup bahagia dan bebas dari para pemburu. Mereka pergi satu persatu karna umur mereka. Cale yang sudah memperkirakan meski dia...
81.5K 162 4
-Cerita ini bukan untuk anak dibawah umur. 🔞 Cerita Dewasa ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat , foto, dan kejadian ataup...
598K 58.8K 46
[Mystery&Romance] High Rank Genre : #2 - Mystery/Thriller [27/04/2018] High Rank Tag : #1 - Detektif #1 - Riddle #1 - Kriminal #1 - Kejahatan Chapte...
9.8K 674 19
tanpa sengaja circle Bella Dama bertransmigrasi ke tubuh empat menantu kerajaan Ligera, mereka bertransmigrasi di flim yang baru saja mereka tonton b...