Adz'r Agency - Chicago, AS Illinois
°°°°°
"Siapa yang memimpin dan dipimpin?"
Suara bariton tersebut berasal dari sang pria berpakaian formal warna hitam yang berdiri di ambang pintu. Sontak saja ia berhasil mencuri perhatian dari orang-orang yang ada di dalam ruangan itu.
"Ma-maaf, Tuan," ucap Julie seraya menunduk penuh penyesalan.
"Aku dengar kau telah melanggar aturan. Right?"
Julie tertawa kikuk seraya menatap kearah lain untuk mengalihkan perhatian. "Saya tidak pernah melakukannya. Siapa orang yang berani menuduh saya, Tuan?" bantah Julie yang membuat pria tersebut tersenyum miring.
"Haruskah kutanyakan pada gadis ini?" ucapnya sembari mengarahkan tatapan ke arah Vallen. Sontak saja hal tersebut membuat Julie menatap ke arah Vallen.
"Ta-"
"Caramu mengelak sudah membuktikan bahwa kau bersalah."
"I'm so sorry, Mr. Adzriel," sesal Julie seraya menunduk.
"Dia tak pantas kau perlakukan seperti itu," ucap Adzriel sembari melirik ke arah Vallen yang sedang terdiam mengamati situasi. "Agensi kita tak boleh punya skandal apapun. Kau tidak tahu dia orang seberpengaruh apa."
Vallen menatap lekat Adzriel yang sedang berbicara. Ia merasa ada yang janggal. Apakah Adzriel sudah mengetahui sedalam itu tentang dirinya?
"Dia pekerjaku. Milikku. Aku yang berhak mengaturnya," tegas Adzriel.
"Ya, Tuan," tunduk Julie.
"Hah?" lirih Vallen yang masih dapat di dengar oleh Adzriel.
"Ada masalah, Nona Vallen?" tanya Adzriel pada Vallen.
Vallen membelalakkan matanya kemudian dengan segera ia menggeleng keras. "Tidak. Tidak ada, Tuan," ucap Vallen dengan cepat.
"Kenapa kau mau melakukan ini?" tanya Adzriel pada Vallen.
"Aku dipaksa," ucap Vallen dengan suara pelan.
"Tidak menolak?"
"Hei! Aku sudah berapa kali menolak!" ucap Vallen tanpa sengaja menggunakan nada bicara yang cukup tinggi.
"Benarkah? Ah, pasti kau ingin memamerkan tubuh indahmu itu di depan orang-orang?" tuduh Adzriel yang membuat Vallen merasa terhina direndahkan seperti ini.
"Kau jangan suka menuduh!" bentak Vallen.
Adzriel tersenyum miring kemudian ia pergi begitu saja meninggalkan Vallen dan yang lainnya di ruangan tersebut.
Setelah kepergian Adzriel, Julie akhirnya menatap tajam Vallen. Sorot mata penuh permusuhan pada Vallen.
"Kau yang melaporkan ini?!" tanya Julie dengan nada yang meninggi karena marah.
"Jangan asal menuduh," ucap Vallen dengan tenang. Kemudian ia segera melenggang pergi meninggalkan Julie yang sedang marah.
Ia tak ingin menjadi pelampiasan orang itu. Apalagi dituduh sebagai kambing hitam penyebab masalah!
"Dasar jalang!" teriak Julie disaat kepergian Vallen namun tak dihiraukan oleh gadis itu.
Vallen terus saja mempercepat langkahnya menjauh dari ruangan tersebut. Saat ini tujuannya adalah ruangan Adzriel. Ia merasa penasaran dengan alasan Adzriel mengatakan hal tersebut. Apakah Adzriel berniat menuduhnya? Atau memang dia mempunyai maksud lain?
Sesampainya di depan pintu ruangan Adzriel, Vallen berhenti sejenak dan mencoba mengatur nafasnya.
"Lama-lama bisa jantungan," gumam Vallen seraya berdecih.
Tok... Tok... Tok ...
Vallen mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk. Ia tidak ingin di cap sebagai seseorang tak ber-attitude baik.
Setelah mendengar suara dari dalam yang menyuruhnya masuk, ia pun segera membuka pintu ruangan tersebut dan masuk ke dalamnya.
Vallen menutup kembali pintu tersebut dan langsung membalikkan badan. Ia berhadapan langsung dengan sang pria jangkung yang ternyata sedang berdiri di dekat jendela seraya menatap ke luar jendela tersebut.
"Mencariku, Nona?" tanya pria tersebut pada gadis yang kini terdiam membeku hanya dengan mendengar suara bariton itu.
"Ya, aku ingin bertanya," ucapnya seraya berjalan mendekat ke arah pria itu. "Apa maksud dari perkataanmu tadi?"
Pria itu bukannya menjawab ia malah menaikkan sebelah alisnya pertanda bertanya balik.
"Kau mengatakan aku milikmu!" geram gadis itu yang membuat sang pria tertawa kecil.
"Kau berada di bawah naunganku. Berarti kau milikku. Apa perlu ku perjelas?"
Pria itu mulai berjalan mendekat ke arah sang lawan bicara berdiri. Ia menatap dengan tatapan lekat nan tajam.
Vallen berdecak kesal kemudian ia membalikkan badannya berniat hendak pergi. Namun, sebelum hal itu terjadi lengannya sudah lebih dulu dicekal oleh Adzriel sehingga membuatnya tidak bisa melepaskan diri.
"Kau datang ke ruanganku dengan pakaian seperti ini?" tanya Adzriel seraya memperhatikan pakaian Vallen yang sedikit tersingkap karena kain yang dipakai gadis itu tertarik.
"Lepaskan," tegas Vallen seraya berusaha menghentakkan cekalan tangan itu.
"Sepertinya kau memang berniat untuk pemotretan itu. Wah, kau seperti gadis-"
"Murahan? Kau mau menyebutku gadis murahan?! Sudah berapa kali aku bilang kalau aku bukan orang seperti itu!" marah Vallen yang membuat Adzriel tersenyum miring. Pria itu sepertinya mulai tertarik dengan gadis di depannya ini.
"Lalu, bagaimana kau menjelaskan tentang kejadian malam tadi?" tanya Adzriel yang membuat Vallen terdiam. "Gadis nakal."
"Memangnya apa yang telah ku lakukan?!"
"Tidak banyak. Tapi, cukup berpengaruh padaku," kekeh Adzriel yang membuat Vallen semakin bingung.
Vallen tidak bisa mengingat dengan jelas apa yang telah ia lakukan semalam. Seingatnya ia sedang dalam kondisi mabuk berat. Yang membuatnya tidak bisa mengingat apapun. Mungkin ia bisa berusaha mengingatnya, tetapi ia butuh waktu.
"Apa yang telah kau lakukan padaku?! Kau melecehkanku?!" tuduh Vallen yang membuat Adzriel menatapnya.
"Melecehkanmu? Huh... Harusnya aku yang bilang seperti itu."
"Apa maksudmu?"
"Apa perlu ku jelaskan?"
"Ya."
"Darimana aku harus mulai?" goda Adzriel yang membuat Vallen geregetan.
"Kenapa aku bisa bersamamu?!"
"Kau di goda pria lain di bar saat mabuk. Aku hanya menyelamatkanmu," jeda Adzriel sejenak. "Ah, ya kau seperti orang tidak bertenaga dan setelah itu tertidur. Beruntungnya aku sedang baik padamu, jadi kuputuskan untuk membawamu ke tempat ku."
"Mengapa kau tak memulangkanku?! Kau juga tahu kan aku disana tidak sendiri."
"Dan membiarkan nama baikku tercoreng karena mengantar gadis mabuk ke rumahnya? Oh, atau membahayakan dua nyawa orang mabuk?"
Vallen berdecak kesal. Kenapa ia harus berurusan dengan pria di depannya ini? "Setelah itu apa yang kau perbuat?"
"Bukan aku, lebih tepatnya kau."
"Aku?"
"Sampai di kediamanku, kau ku bawa ke kamar supaya dapat beristirahat. Tapi, kau malah menggodaku, bahkan kau menciumku."
Vallen tertawa garing menertawakan kisah yang dikarang Adzriel. Ya, itu hanyalah sebuah karangan Adzriel. Ia tak mungkin melakukan hal serendahan macam itu!"
"Kau pintar juga mengarang," kekeh Vallen seraya mengalihkan tatapannya.
Adzriel tersenyum kecil kemudian menarik lengan Vallen yang tadi ia pegang. Sontak saja membuat Vallen terhuyung dan tubuhnya langsung jatuh ke pelukan pria di depannya saat ini.
Adzriel mendekatkan wajahnya yang membuat Vallen secara tidak langsung menutup matanya. "Seperti inilah yang kita lakukan," bisik Adzriel di telinga gadis itu.
Vallen segera membuka matanya dan langsung mendorong dengan kencang tubuh Adzriel. "Menjauhlah!"
"Bahkan, tanda dariku belum hilang," ucap Adzriel.
Vallen segera memperhatikan lehernya di depan cermin dalam ruangan Adzriel. Dan benar saja di lehernya- ralat lebih tepatnya tulang selangka gadis itu terdapat sebuah tanda kemerahan. Persis seperti gigitan serangga.
"Dasar baj*ng*n!" desis Vallen setelah itu ia langsung berlalu pergi begitu saja keluar ruangan tersebut.
==========
"Hallo," ucap seseorang saat sambungan teleponnya tersambung.
"Hallo, my beloved," goda orang di seberang telepon sana.
"Urus semua keperluan pertemuan nanti. Aku tidak ingin kekacauan."
"Sure."
"Aku benci pemimpin klan kita."
"Why?"
"Kerjanya hanya membual dan memamerkan kekuasaan."
Terdengar tawa renyah dari balik telepon itu. "Perlukah aku urus? Oh, atau menyingkirkannya?"
"Bukan sekarang waktunya."
"It's up to you."
"Jemput aku sekarang."
Tut.
================
Jum'at, 1 Juli 2022
"The world will only be in your hands, if you can conquer it in your own way. Being someone else is not the best option."
TBC.