Pisah Boleh Cerai Jangan [TAM...

By astiwisnu

50.1K 5K 342

"Apapun yang terjadi, kita harus tetap menikah." "Setuju!" Zeta dan Riga saling menatap dengan pandangan pen... More

01. Kejutan untuk Semua
02. Buat apa Menikah
03. Bahasa Kalbu
04. Suara Hati seorang Istri
05. Rahasia Emosional
06. Teman-teman yang Menikah
07. Standar Ganda
08. Sungguh Sangat Rumit
09. Kejar Tubuh Indah
10. Terjebak Pilates
11. Bebas Berkreasi
12. Persiapan adalah Kunci
13. Mari Bercinta
14. Masa Kini yang Bertahan
15. Langkah Baru
16. Tidak Tertahankan
17. Anak dan Idealisme
18. Pasangan yang Mirip
19. Punya Sekutu itu Perlu
20. Anak itu Direncanakan
21. Semua Berawal di Rumah
22. Mari Bertahan Lebih Lama
24. Rencana Dulu Eksekusi Nanti
25. Kejutan
26. Setelah Satu Tahun
27. Akhirnya Bulan Madu
28. Bagaimana Akhirnya
29. Mari Kita Lakukan
30. Percobaan Pertama
31. Sebuah Kerinduan
32. Refleksi
33. Abai bukan Jawaban
34. Terapi Belanja
35. Tak Ada yang Lebih Baik
36. Waktunya Kompromi
37. Ketika ada Jarak
38. Masih Sama
39. Sudah Tahu Aturan
40. Terlalu Lelah untuk Mencari

23. Mantan itu Teman

822 105 2
By astiwisnu

Setelah berganti pakaian dengan piyama, Zeta menjepit rambut dan memakai kacamatanya. Dilanjutkan dengan memakai sandal jepit, Zeta mengambil kopi kemasan di dalam kulkas untuk dibawanya menemani duduk berselonjor di meja depan TV. Gaya khas seorang Katrin Zeta dalam keadaan paling santai ketika di apartemen saja.

"Sudah ketemu?" tanya Zeta mengintip Riga yang tengah membuka laptop.

"Link yang dari Leo tadi saja kan?" Riga bertanya balik memastikan.

"Cari yang lain juga, dong. Minggir coba." Zeta menggeser Riga dari depan laptop serta mengambilalih tetikus dari tangan Riga. "Ini Leo hanya kasih contoh satu situs saja buat gambaran, nggak seru. Kita harus lebih canggih dari mereka."

"Kompetitif banget," komentar Riga pendek.

"Kayak Lusi gitu, harus kena skakmat. Kalau nggak tiap ketemu bisa manas-manasin kita terus, Ga. Jadi kita harus mengungguli mereka. Kita harus cari sex toys termutakhir yang mereka bahkan nggak tahu kalau alat seperti itu pernah diciptakan." Zeta terdiam sejenak, teringat sesuatu. "Eh, apa tanya Ririn lebih mudah ya?"

"Kenapa bawa-bawa Ririn? Sudah cukup kemarin lo ceramahi dia tentang kado yang nggak pantas itu."

Zeta tertawa, teringat sempat meminta tolong Riga untuk menghubungi mantannya itu dan membiarkan Zeta bicara. "Aneh banget, Ga. Kasih hadiah pernikahan kok sex toys? Dia pikir gue nggak bisa berperan sebagai istri atau gimana?"

"Ririn tuh lama di luar, dia nggak ada tabu-tabunya sama hal-hal kayak gitu. Pas pacaran saja dia kasih gue cock ring coba. Gue saja sempat geli waktu lihatnya."

"Terus lo coba?"

"Penasaran," jawab Riga spontan

"Jijay," balas Zeta dengan muka seperti habis melihat tikus lewat.

"Ini kita lagi melihat-lihat sex toys ya, Ta. Akan lebih banyak lagi alat-alat yang lebih jijay dari cock ring, just for your information."

Zeta mengembalikan pandangan ke layar laptop. "Betul juga, tapi gue tiba-tiba terpikir Ririn sepertinya orang yang tepat untuk kita minta saran. Pas lo cerita kado saat pacaran tadi, gue lebih yakin buat tanya sama dia. Pasti pengetahuan dan pengalaman dia banyak, Ga. Kita bisa dapat cerita tangan pertama langsung, nggak pakai perantara."

"Naluri jurnalistik lo mengerikan," sindir Riga singkat.

"Jurnalis tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman nalurinya. Melalaui pengamatan gue, Ririn adalah orang yang tepat untuk menjadi narasumber."

"Dia mantan gue, kalau lo lupa."

"Lalu?"

"Pernah punya hubungan sama gue."

"Namanya juga mantan, kalau pernah punya masalah sama lo namanya lawan."

"Gue hampir menikah sama dia."

"Dianya nggak mau kan? Pas, narasumber memang harus pintar."

Riga mendelik. "Lo lupa dia kasih gue kado pernikahan yang sempat bikin lo senewen sama gue?"

"Kan sudah beres masalah itu, Riga Latvino. Kenapa sih suka mengungkit-ungkit masa lalu?"

"Gila ya, gue nggak bisa menang sama lo. Kalau sampai bos gue tahu, sales terbaiknya kalah debat sama istri sendiri..."

"...dia pasti bersyukur," potong Zeta. "Itu berarti dia nggak salah ambil keputusan saat mempromosikan lo. Karyawan teladan sayang keluarga akan bekerja sangat giat demi membahagiakan keluarga kecilnya. Iya nggak?"

"Terserah lo, deh."

"Tersinggung," goda Zeta.

"Sudah, ayo kita browsing mau lihat apa lagi di internet?"

"Ngambek," goda Zeta belum puas.

"Kayak de ja vu ini," Riga mulai tersadar, samar-samar teringat pernah menggoda Zeta dengan cara yang sama.

Zeta tertawa keras, sampai Riga harus menutup mulutnya. Jangan sampai mereka diusir dari unit apartemen yang ditempati, rumah KPR belum jadi soalnya.

"Ya sudah, kapan kita ketemu Ririn?" desak Zeta setelah puas tertawa.

"Konsisten dan tidak menyerah ya?"

"Apa perlu gue hubungi sendiri? Sini kasih gue nomornya," Zeta bersiap memasukkan kontak baru di ponselnya.

"Gue saja yang telepon. Gue nggak percaya nanti lo bahas aneh-aneh lagi," tolak Riga curiga. Terakhir Riga membiarkan Zeta menghubungi orang lain atas nama dirinya, berakhir dengan Zeta sukses mengerjai Riga. Zeta yang diminta tolong sebagai tameng Riga yang telat sampai kantor karena semalaman main PS, menyebutkan kalau Riga harus menghibur tante girang sampai lupa waktu.

"Ya sudah, kalau begitu sekarang kita tidur saja. Besok lanjut lagi. Cuti dibatalkan, deh." Zeta mengerling genit.

"Asik," jawab Riga langsung memeluk Zeta.

***

"Sorry ya kemarin," ucap Zeta membuka topik pembicaraan.

Ririn melambaikan tangan kanannya seakan mengatakan itu adalah hal yang biasa, tidak perlu dibesar-besarkan. "Things happened," seru wanita berambut panjang dengan wajah super mulus dan badan bagaikan boneka Barbie berjalan. "So? Riga bilang lo butuh bantuan gue."

"Ya, banget." Zeta berhenti bicara dan berusaha menghalau asap rokok Ririn yang mengenai wajahnya.

"Ow sorry," Ririn mematikan rokoknya. "Say, kamu kok bisa sih punya istri nggak suka merokok? Dulu kamu bilang perempuan yang merokok itu seksi."

Riga yang duduk di seberang Ririn dan sedari tadi pura-pura sibuk dengan ponselnya, merasakan mulutnya otomatis kaku. Melalui sebelah kirinya, Zeta memandang Riga lekat.

Kedua perempuan yang berada satu meja dengannya menunggu jawaban.

"Standar kecantikan Victoria's Secret saja berubah, sudah nggak fokus dengan konsep Angels seperti Heidi Klum. Apalagi gue kan, hanya manusia biasa."

Ririn dan Zeta menatap Riga dengan pandangan tidak puas, tetapi kemudian keduanya memutuskan untuk tidak memperpanjang masalah.

"Gue butuh rekomendasi sex toys yang bisa bantu menaikkan permainan gue sama Riga di ranjang supaya lebih panas."

"Why kemarin lo balikin hadiah pernikahan gue buat kalian?" Ririn mengernyitkan dahi.

"Gue nggak suruh Riga balikin, dia saja yang inisiatif. Gue hanya tersinggung kenapa Riga menyembunyikan hadiah seperti itu dari gue. Lo juga mengirim hadiah ditujukan ke Riga saja. Padahal klaim lo kan itu hadiah pernikahan, harusnya ditujukan kepada kita berdua, dong."

"Fair enough," Ririn mengangguk. "Gue ada beberapa alat yang sering gue pakai dan memang oke performanya. Partner-partner gue juga mengakuinya. Tapi gue nggak bertanggung jawab atas efek samping ya. Lo hanya minta rekomendasi saja kan?" ulang Ririn memastikan permintaan Zeta.

Zeta mengangguk memberikan konfirmasinya.

"Okay then," ujar Ririn. Perempuan yang harus banget mengenakan kacamata hitam di dalam ruangan itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sebuah benda kecil berwarna pink muncul ke permukaan. "Alat ini the best banget to step up your game, dia nggak langsung bikin kita mati rasa sampai frustrasi. Versi paling baru ini punya lebih banyak pengaturan, dari intensitas yang lembut banget plus bukaannya lebih besar, jadi cocok masuk ke anatomi yang paling luas sekalipun."

Zeta tampak santai melihat alat yang sedang dijelaskan oleh Ririn. Ketika Ririn mulai menyalakan alat tersebut, Riga mulai menyadari alat apa yang dipegang oleh Ririn. Spontan Riga merebut alat tersebut kemudian memasukkannya kembali ke dalam tas Ririn.

"Hei!" teriak Zeta dan Ririn bersamaan.

"Kenapa sih lo?" lanjut Zeta terganggu.

"Gila, kalian bahas vibrator terang-terangan di tempat umum begini?" bisik Riga sambil pelan-pelan memperhatikan sekeliling.

"No one knows, Say," sanggah Ririn. "Look, bentuknya nggak kayak vibrator pada umumnya dan ini tuh nggak masuk ke Indonesia. Jadi belum banyak yang tahu juga," jelas Ririn kembali mengeluarkan si vibrator pink.

Zeta mengangguk setuju. "Kalau lo menganggu saja, gih sana biar kita berdua saja yang bahas sendiri," usir Zeta terang-terangan.

"Oke, oke. Gue akan diam." Riga memilih tetap bertahan di antara Ririn dan Zeta. Ia tidak tahu kericuhan apa yang bisa terjadi nantinya kalau ia meninggalkan dua perempuan ini bersama-sama.

"This one, you're gonna love it too," seru Ririn ke arah Riga. "Ini vibrator untuk couple, best one. Salah satu rekomendasinya Women's Health." Ririn melanjutkan penjelasannya dan Zeta mendengarkan dengan saksama.

Hanya ada satu hal yang ada dalam pikiran Riga sekarang, sebuah kesalahan besar mempertemukan dua perempuan ini yang sepertinya berbagi selera aneh yang sama.

***

Continue Reading

You'll Also Like

173K 23.3K 34
Adinda Kinanthi jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Aditya Ranggasena. Dia menyukainya beberapa tahun tapi tidak pernah melakukan pendekatan le...
2.5M 20.6K 43
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
679K 66.6K 46
Pertemuan pertama mereka adalah lelucon terbesar bagi Shayna. Setelah dipaksa menikah cepat oleh kedua orangtuanya, kini Shayna menjadi guyonan selur...
3.3M 178K 38
Siapa yang tak mengenal Gideon Leviero. Pengusaha sukses dengan beribu pencapaiannya. Jangan ditanyakan berapa jumlah kekayaannya. Nyatanya banyak pe...