23. Mantan itu Teman

788 100 2
                                    

Setelah berganti pakaian dengan piyama, Zeta menjepit rambut dan memakai kacamatanya. Dilanjutkan dengan memakai sandal jepit, Zeta mengambil kopi kemasan di dalam kulkas untuk dibawanya menemani duduk berselonjor di meja depan TV. Gaya khas seorang Katrin Zeta dalam keadaan paling santai ketika di apartemen saja.

"Sudah ketemu?" tanya Zeta mengintip Riga yang tengah membuka laptop.

"Link yang dari Leo tadi saja kan?" Riga bertanya balik memastikan.

"Cari yang lain juga, dong. Minggir coba." Zeta menggeser Riga dari depan laptop serta mengambilalih tetikus dari tangan Riga. "Ini Leo hanya kasih contoh satu situs saja buat gambaran, nggak seru. Kita harus lebih canggih dari mereka."

"Kompetitif banget," komentar Riga pendek.

"Kayak Lusi gitu, harus kena skakmat. Kalau nggak tiap ketemu bisa manas-manasin kita terus, Ga. Jadi kita harus mengungguli mereka. Kita harus cari sex toys termutakhir yang mereka bahkan nggak tahu kalau alat seperti itu pernah diciptakan." Zeta terdiam sejenak, teringat sesuatu. "Eh, apa tanya Ririn lebih mudah ya?"

"Kenapa bawa-bawa Ririn? Sudah cukup kemarin lo ceramahi dia tentang kado yang nggak pantas itu."

Zeta tertawa, teringat sempat meminta tolong Riga untuk menghubungi mantannya itu dan membiarkan Zeta bicara. "Aneh banget, Ga. Kasih hadiah pernikahan kok sex toys? Dia pikir gue nggak bisa berperan sebagai istri atau gimana?"

"Ririn tuh lama di luar, dia nggak ada tabu-tabunya sama hal-hal kayak gitu. Pas pacaran saja dia kasih gue cock ring coba. Gue saja sempat geli waktu lihatnya."

"Terus lo coba?"

"Penasaran," jawab Riga spontan

"Jijay," balas Zeta dengan muka seperti habis melihat tikus lewat.

"Ini kita lagi melihat-lihat sex toys ya, Ta. Akan lebih banyak lagi alat-alat yang lebih jijay dari cock ring, just for your information."

Zeta mengembalikan pandangan ke layar laptop. "Betul juga, tapi gue tiba-tiba terpikir Ririn sepertinya orang yang tepat untuk kita minta saran. Pas lo cerita kado saat pacaran tadi, gue lebih yakin buat tanya sama dia. Pasti pengetahuan dan pengalaman dia banyak, Ga. Kita bisa dapat cerita tangan pertama langsung, nggak pakai perantara."

"Naluri jurnalistik lo mengerikan," sindir Riga singkat.

"Jurnalis tidak menunggu sampai peristiwa itu muncul, tetapi ia akan mencari dan mengamati dengan ketajaman nalurinya. Melalaui pengamatan gue, Ririn adalah orang yang tepat untuk menjadi narasumber."

"Dia mantan gue, kalau lo lupa."

"Lalu?"

"Pernah punya hubungan sama gue."

"Namanya juga mantan, kalau pernah punya masalah sama lo namanya lawan."

"Gue hampir menikah sama dia."

"Dianya nggak mau kan? Pas, narasumber memang harus pintar."

Riga mendelik. "Lo lupa dia kasih gue kado pernikahan yang sempat bikin lo senewen sama gue?"

"Kan sudah beres masalah itu, Riga Latvino. Kenapa sih suka mengungkit-ungkit masa lalu?"

"Gila ya, gue nggak bisa menang sama lo. Kalau sampai bos gue tahu, sales terbaiknya kalah debat sama istri sendiri..."

"...dia pasti bersyukur," potong Zeta. "Itu berarti dia nggak salah ambil keputusan saat mempromosikan lo. Karyawan teladan sayang keluarga akan bekerja sangat giat demi membahagiakan keluarga kecilnya. Iya nggak?"

Pisah Boleh Cerai Jangan [TAMAT]Where stories live. Discover now