12. Persiapan adalah Kunci

1.1K 139 11
                                    

Zeta menatap Riga, menunggu pria itu memberikan reaksi.

Riga menatap Zeta dengan pandangan kosong, seakan nyawanya lepas dari tubuh.

"Ya sudah deh, nggak usah," putus Zeta setelah Riga tidak kunjung memberi jawaban. Ia melepas ikat rambutnya dan mengambil handuk, bersiap-siap ke kamar mandi.

"Eh tunggu," tahan Riga. "Sekarang, Ta? Saat ini juga? Maksudnya, kita kan mau jalan ke kantor. Sudah mau jam tujuh, lo juga belum siap-siap."

Zeta berbalik menatap Riga dengan pandangan malas. "Ya nggak sekarang sih."

"Tapi tetap jadi, kan? Nggak dibatalkan, kan?" cecar Riga mengikuti Zeta yang melanjutkan langkahnya ke kamar mandi.

"Ih berisik, gue mau mandi dulu."

"Yah, Ta. Jawab dulu dong jangan digantung gitu."

"Makanya jangan kelamaan mikir," balas Zeta lalu melesat masuk ke kamar mandi. Sampai di dalam kamar mandi, Zeta tidak tahan untuk melepaskan tawa yang sudah ditahannya sejak tadi. Melihat muka Riga yang pias sungguh hiburan untuk Zeta.

"Ta, cepat dong mandinya."

"Berisik," teriak Zeta dari balik kamar mandi, masih menahan tawa.

"Habis mandi kita bahas lagi ya, Ta."

Zeta tidak menjawab."

"Taaaa..."

Pertanyaan yang tidak berbalas itu terus berlanjut sampai mereka berada di dalam mobil, siap berangkat kerja.

"Jadi ya, Ga, gue mau ngomong dengan syarat lo diam dulu," ujar Zeta setelah menahan bicara sejak masuk di dalam kamar mandi tadi.

"Alhamdulillah pita suara Zeta ternyata masih berfungsi." Riga mengangkat kedua tangan, kemudian mengelap wajahnya dengan kedua tangan tersebut. .

"Diam dimulai dari sekarang," vonis Zeta menatap tajam Riga.

Riga menutup mulutnya. Tangan kanannya menyentuh bibir, membentuk gerakan seperti menutup ritsleting pakaian.

"Pertama, kita melakukannya tanpa ciuman."

Riga membuka mulutnya.

Zeta mengangkat jari telunjuk kanannya.

Riga otomatis menutup mulutnya kembali.

"Gue nggak bisa ciuman, gue rasa lo sudah tahu kan ya. Gue pikir lo pun, sebagai laki-laki, juga bisa melakukannya tanpa ciuman lebih dulu."

Riga mengangguk, kemudian memberi tanda untuk Zeta melanjutkan.

"Gue perlu pemanasan yang cukup. Nanti kita bisa diskusikan tipe pemanasan yang bisa dilakukan tanpa melibatkan ciuman."

Riga kembali mengangguk.

"Ketiga, gue juga butuh suasana yang mendukung. Kayak aromaterapi gitu. Bau-bau yang enak dan bisa membangun mood. Akan sangat membantu untuk membuat gue rileks. Please jangan melati ya, Ga. Mari kompromi akan scent lain."

Riga hampir saja tertawa keras kalau Zeta tidak melempar pandang tajam ke arahnya.

Berusaha sekuat tenaga menahan tawa, Riga membentuk huruf O dengan jari-jari tangan kanannya.

"Terakhir, kita lakukan ini di kamar gue. Kamar lo berantakan."

"Kamar gue rapi kali, Ta." Kali ini Riga tidak bisa menahan komentar. "Dan sudah aturan terakhir, jadi gue bisa komentar," lanjut Riga sebelum Zeta protes akan celetukannya.

Pisah Boleh Cerai Jangan [TAMAT]Where stories live. Discover now