"Jeyra ... "
Jeyra membuka matanya saat merasakan sapuan lembut dan basah di lehernya juga bisikan bernada rendah yang membuat nya meremang. Ia berbalik, dan betapa terkejutnya Jeyra melihat sesosok pria di sisi ranjang sebelahnya.
Gadis itu refleks berdiri, ia meraih saklar lampu kemudian menghidupkannya hingga kamar yang tadinya remang-remang kini menjadi terang. Dan ia bisa melihat dengan jelas siapa pria yang mengusik tidurnya.
"Davin, kamu kenapa bisa dikamar aku?" tanya Jeyra terkejut. Ia memandang pria yang hanya mengenakan celana sekolah dengan bertelanjang dada itu.
Jeyra menelan ludahnya kasar, lagi-lagi matanya terpaku pada tato-tato yang memenuhi tubuh Davin, mulai dari dada, lengan, punggung, bahkan di belakang leher, meskipun di leher tidak terlalu banyak. Tato itu memberikan kesan menyeramkan dan membuat Davin terlihat semakin jantan sekaligus. Belum lagi perut sixpack Davin yang membuat Jeyra tidak bisa mengalihkan pandangannya.
Davin terkekeh. "Kenapa keget? Mama lo yang nyuruh gue jagain lo, tadi sore dia pergi lagi katanya seminggu, bahkan nitipin kunci rumah ke gue."
"K-kenapa Mama gak pamit ke aku?"
"Lo tidur, ngunci kamar juga, jadi gue suruh Mama lo pergi dan minta kunci serep kamar lo."
Sepulang sekolah Jeyra memang mengunci diri di kamar, ia tidak mau Nina melihat lebam di pipinya dan menjadi khawatir, Jeyra tidak mau Mamanya sedih.
Davin beranjak duduk dari posisinya yang tiduran, ia menarik tangan Jeyra hingga gadis itu terduduk di pangkuannya. Kedua tangan berotot itu melingkar di perut Jeyra, membuat gadis itu menahan nafas.
Davin mengarahkan bibirnya ke leher jenjang Jeyra kemudian mengecupnya lembut hingga Jeyra kegelian. Tatapan Davin berpindah ke pipi gadis itu, ada geraman tertahan terdengar, pria itu mengecup pipi Jeyra membuat ringisan kecil keluar dari bibir yang sedikit tebal itu.
"Sakit? Kenapa gak bilang ada yang nyakitin lo?" tanya Davin dalam. "Harusnya lo langsung ngadu ke gue, bukannya ke guru sialan itu!" ujar Davin menggeram.
Jeyra tersentak. Guru sialan? Apa maksud Davin Pak Bara? Tapi, bagaimana bisa Davin mengetahui jika Jey bertemu guru itu? Jeyrq fikir, tadi Davin tidak sekolah.
Jari-jari kokoh Davin bergerak membelai pipi putih yang kini berwarna merah keunguan. Pemilik pipi tersebut kembali meringis, Melisa memang menamparnya sangat kuat dan berkali-kali hingga lukanya jadi separah ini.
"Gue gak suka milik gue di lukain kayak gini," bisik Davin. "Gak boleh ada yang lukain lo," ujar Davin membuat senyum Jeyra muncul tanpa di minta.
"Cuman gue, cuman gue yang boleh nyakitin lo," lanjut Davin lalu membalik wajah Jeyra hingga menghadap nya. "lo cinta sama gue kan Jey?" tanya Davin tiba-tiba.
Jey langsung mengangguk.
Davin tersenyum. "Kalau gitu, lo bakal selalu ada di sisi gue kan?" tanya Davin membuat Jey semakin bingung, namun gadis itu tetap mengangguk.
"Meskipun lo tau cuman sakit yang lo dapet selama bareng gue?"
Jeyra mengangguk lagi.
Davin menyeringai, ia memeluk Jeyra, menenggelamkan kepala Jeyra ke dada telanjangnya. Jeyra membeku, dadanya berdebar kuat, dalam posisi seperti ini Jeyra bisa mendengar debaran jantung Davin yang normal, juga mencium aroma khas pria itu yang sangat ia sukai.
"Jey, gue gak suka lo deket-deket sama cowok lain, meskipun itu guru sekalipun," bisik Davin tajam. Seketika Jeyra meremang, Davin sengaja menjilat telinganya.
"Denger kan?" tanya Davin. Jeyra mengangguk.
"Mulai besok lo gak boleh deket-deket sama cowok manapun lagi, siapapun itu, lo milik gue Jeyra, lo cuman boleh sama gue, selamanya lo cuman punya gue."
Davin membaringkan Jeyra ke ranjang dengan masih memeluknya. "Meskipun lo cuman gue anggep temen ranjang, tapi gue tetep gak mau lo di ambil orang lain, apalagi lo cantik, dan lo baik," ujar Davin.
Davin mengangkat dagu Jeyra hingga menatapnya. "Lo pacar gue Jey, dan gue berhak atas lo."
Pria itu memiringkan kepalanya kemudian mencium bibir manis Jeyra dengan penuh nafsu. Mata Jey terpejam, sedangkan tangan pria itu mendorong tengkuk Jeyra agar memperdalam ciuman mereka. Jeyra meringis di tengah ciuman mereka, Davin kasar, pria itu mengigit bibir dan lidahnya hingga lecet.
"Malem ini gue gak bisa lembut, maaf, gue harus lampiasin emosi gue ke lo Jey, lo buat gue marah dengan sentuhan sama guru itu," bisik Davin. Pria itu beranjak berdiri, mengunci pintu agar Jeyra tidak kabur, kemudian mematikan lampu.
Jeyra menghela nafas. Ya, lagi-lagi ia menjadi pemuas nafsu Davin. Jeyra akui kali ini Davin lebih kasar, pipinya yang sudah membiru beberapa kali menjadi tempat tangan Davin mendarat.
Bahkan tangisan Jeyra malam itu sama sekali tidak di perdulikan. Jeyra merasa dirinya sudah lebih kotor dan rendah di banding jalang yang sesungguhnya.
Jeyra benci dirinya sendiri! Tapi ... ia mencintai Davin. Dan perasaan ini membuat nya tak bisa melawan, karna ia ingin terus menjadi milik Davin.
Jeyra harap hanya dirinya yang menjadi bodoh seperti ini, semoga saja tidak ada gadis di luar sana yang bernasib sama sepertinya, terjebak pada perasaan cinta yang mengantarnya pada dunia kelam ini.
****
"Jeyra!"
Jeyra tersentak, ia menoleh pada seorang gadis yang langsung menghentikannya di depan gerbang. Padahal baru dua langkah ia memasuki area sekolah.
"Sarah?" panggil Jeyra pada gadis berambut pendek yang mengenakan jam tangan merah itu.
Sarah memandang Jeyra dengan tatapan tidak terbaca. "Lo kemana aja? Kenapa tiga hari ini gak sekolah?" tanya Sarah.
Jeyra berkedip, ada apa dengan Sarah? Hampir tiga tahun sekelas mereka tidak pernah mengobrol, tapi kenapa hari ini Sarah mengajaknya berbicara? Dan tunggu dulu, bukankah Sarah adalah bagian dari gengnya Melisa?
Gadis cantik yang sangat membenci Jeyra sejak kelas 10, namun tidak bisa menyentuh Jeyra karna Jey tidak pernah membuat kesalahan apapun. Melisa memang tidak sembarang membuli orang, ia harus mempunyai alasan yang kuat untuk berjaga-jaga jika Guru BP nanti bertanya padanya. Dan baru kemarin, Melisa bisa membulinya karna mempunyai alasan.
"Gue sakit," jawab Jeyra jujur. Ia memang sakit, maksudnya-- selangkangannya yang sakit karna Davin.
"Jey, lo kayaknya belum tau ya?" tanya Sarah.
Jeyra mengerutkan kening. "Tau apa?"
Sarah menghela nafas, sudah ia duga, melihat ekspresi Jeyra yang biasa saja membuat nya sudah yakin jika gadis itu belum mengetahui berita hot yang sedang menjadi perbincangan di sekolah.
"Melisa meninggal," ungkap Sarah membuat mata Jeyra membulat sempurna.
"A-apa?" tanya Jeyra tidak percaya.
"Setelah lo laporin dia ke guru BP, dia di panggil besoknya, termasuk gue dan Fia, dan waktu itu Melisa marah banget karna dia di hukum bersihin gudang, dia pergi gitu aja ninggalin gue sama Fia yang bersihin gudang berdua."
"Terus besoknya, Melisa di temuin meninggal di halaman belakang sekolah, tubuhnya udah hancur Jey, dia jatuh dari lantai 4, tapi anehnya ada luka sayatan yang dalam di pipinya," jelas Sarah dengan wajah ngeri membuat Jeyra merinding.
"L-lo serius?"
Sarah mengangguk langsung. Gadis itu membalik-balik tubuh Jeyra membuat Jeyra bingung. "Lo gak papa kan?" tanya Sarah terdengar khawatir.
"Emang gue kenapa?"
"Gue takut lo sakit karna di bully kemaren, gue juga ngeri lo di gentayangin arwah Melisa," ujar Sarah membuat Jeyra semakin kebingungan.
Sarah menggaruk tengkuknya. "Sebenernya, gue udah lama pengen temenan sama lo, tapi ... Melisa ngelarang dan ngancem bakal bully gue kalau gue temenan sama lo."
"Sakarang dia udah gak ada, jadi ... lo mau kan jadi temen gue?" tanya Sarah dengan senyum manis.