"Nyet, katanya mau rapat OSIS, kok udah nongki di parkiran?"
"Gak nongkrong dulu sama geng kamu Vi?"
"Gak dulu deh, bentar lagi UAS ... target gue masuk tigapuluh lima besar, sekelas, hehehe. Kayaknya banyak materi matematika sama fisika lintas minat yang gak gue paham, bantuin yakk ...."
Rizky tersenyum, kemudian berdiri. Lelaki itu menepuk kepala Vian beberapa kali, lalu mencubit pipinya juga, bahkan ... kalau mungkin mereka tidak sedang dalam keramaian, Rizky sudah mencium pipi Vian yang kini tampak lebih tirus.
"Gak, aku lagi males sama anak OSIS. Yuk pulang ... atau, mau jalan dulu? Mau kemana?"
Vian mengernyitkan dahinya, "Lo aneh banget deh Ky, kumat-kumatan begini .... Pulang aja deh, lagi mager kemana-mana ...."
Rizky mengangguk, ia langsung memarkirkan motornya lalu membiarkan Vian naik ke atasnya.
Setelah Vian ada di atas motor, Rizky langsung melaju dengan kecepatan sedang. Membawa adiknya pulang dengan selamat adalah kewajibannya.
"Hujan Vi!"
Tiba-tiba hujan turun dengan deras, memaksa Rizky untuk mencari tempat agar mereka bisa berteduh. Vian yang sebenarnya tidak terlalu keberatan dengan hujan akhirnya hanya memeluk jaket Rizky, takut terbang karena kakaknya itu menggas motor terlalu tinggi.
Ah ... sebenarnya harusnya tadi itu Rizky masih rapat. Apalagi sekarang sedang ada masalah besar yang harus ia selesaikan. Tetapi, tadi ada perkara yang membuatnya marah.
Rizky terlibat perkelahian, ia menghajar anggota OSIS laki-laki yang terkena skandal seks di ruang OSIS. Mereka tidak mau mengikuti keputusan Rizky untuk tak mengambil Vian sebagai kambing hitam.
Entah kenapa ... Rizky seperti kasihan.
Sepertinya ia membutuhkan satu hari penuh untuk merenungi semua tabiat dan kelakuan tak masuk akalnya. Meski terkadang bejadnya masih ada, tetapi Rizky tidak mau kembali pada kebiasaan buruknya di masa lalu.
"Neduh di sini ya!"
Vian mengangguk kemudian turun dari motor dan mengikuti Rizky untuk berteduh di sebuah gubuk kecil yang sepertinya sudah kosong dan tidak ada siapapun yang menghuninya.
Vian sudah menggigil, sepertinya ia kedinginan sekali. Terlebih, Vian tidak boleh kedinginan begini, ah ... Rizky jadi ingat saat Vian sakit tempo lalu.
"E--eh, Ky--"
"Pake aja."
Wajah Vian memerah seketika, Rizky menyelimuti tubuhnya menggunakan jaket yang semula ia kenakan. Ia tidak mau melihat Vian harus bergetar karena kedinginan.
Tetapi sepertinya terlanjur, Vian sudah menggigil karena keduanya sempat terkena air hujan tadi.
"Masuk yuk Vi, kayaknya tempat ini udah kosong--"
"Gak Ky, di sini aja, takut ada setan ...."
Rizky terkekeh, "kan ada Iky, gak usah takut, yuk."
Rizky menggenggam tangan Vian, lalu menuntunnya untuk masuk ke dalam. Lelaki itu langsung mengambil peran sebagai seorang kakak yang baik. Ia menggenggam tangan Vian semakin hangat lalu mendekap adiknya agar ia tidak kedinginan lagi.
Sejujurnya Rizky melakukan itu tak hanya karena ia yang tidak mau Vian repotkan saat lelaki itu sakit. Tetapi, ada spontanitas yang ia rasakan, ia tidak mau Vian kedinginan kemudian tersiksa sendirian.
"Hallo, Bunda? Ada apa?"
"Ayah sama Bunda udah di bandara sekarang ya Ky, kayaknya sekitar dua Minggu kami mau keluar kota. Uang buat keperluan kalian udah bunda transfer ke rekening kamu, jangan boros ya ...."
"Iya Bunda, kalian hati-hati ya--"
"Jagain Vian ya, udah mulai sering hujan, udah mau UAS lagi kan? Jangan sampai Adek kamu sakit, kalau dia mau balapan atau nongkrong sama teman-temannya, kamu cegah aja ya, demi kebaikan dia."
"Iya Bunda Rizky paham kok."
"Awas kamu Ky, jangan aneh-aneh ... kontrol diri kamu."
Rizky terdiam, ia mengangguk paham meskipun dirinya sendiri sadar bila sang Bunda tidak akan melihat apa yang ia lakukan.
"Udah ya Bunda, kami mau pulang dulu, ini hujannya sudah mau reda ...."
Tidak lama kemudian telepon dimatikan oleh Bunda, membuat Vian menatap Rizky sepenuhnya lalu mengernyitkan dahi pertanda heran.
"Jadi berangkat hari ini? Oh iya ... kan ayah sama bunda pergi tuh Ky, gimana kalau kapan-kapan kita jalan ke pasar malam, beli arumanis ...."
Rizky menengok ke luar, sebenarnya tidak bermaksud untuk mengabaikan Vian.
"Udah mau reda, ayo pulang, masih banyak banget yang belum Iky kerjain Vi."
Vian mengangguk, mereka hanya berteduh sebentar di sana. Memang begitu, hujan tiba-tiba datang, tiba-tiba besar, dan tiba-tiba reda lagi.
***
"Keramas ya, air hangatnya udah aku siapin."
Vian terkekeh, "baik banget sih jadi Abang, makin sayang deh."
Kini Rizky yang terkekeh, "kan calon pacar Vi, hehehe."
Vian terkesiap, apakah Rizky benar-benar menaruh rasa padanya?
"Vian mandi dulu ya Ky, jangan ngintip!"
Rizky mengangguk paham, lelaki itu kemudian duduk di kursi belajar Vian yang entah kapan sudah ada di sana. Biasanya di depan meja belajar hanya ada satu kursi, yaitu miliknya saja, tetapi kini ada dua, bertambah dengan milik Vian.
Rizky tersenyum, selama ia mandi ternyata Vian sedang membaca buku serta merangkum beberapa kalimat yang penting.
"Lo beneran niat buat berubah ya Vi?"
Tulisan Vian sebenarnya cukup rapi, tetapi Rizky sering kali melihat buku pelajarannya kosong, karena ia senang sekali membolos. Rizky juga agak heran, Rama dan Johan terbilang cukup pandai, malahan ... di simulasi UNBK kemarin nilai mereka juga tinggi. Rio dan Yudha juga pandai, meskipun begajulan, tetapi mereka tidak keluar dari lima besar di kelas mereka. Memang hanya Vian yang parah.
Jangankan masuk sepuluh besar, masuk duapuluh besar atau tigapuluh besar di kelasnya saja, Vian tidak. Ah ... bahkan ia juga tidak masuk tigapuluh lima besar, padahal siswa di kelasnya hanya ada tigapuluh enam.
Tingkat kebodohan Vian sepertinya memang sudah parah sekali. Entah karena memang bodoh, atau dia yang enggan untuk berusaha.
"Vian harus buat ayah bangga, kasian ayah punya anak gak guna kayak begini. Kalau Vian sampai di D.O dari sekolah, nanti di D.O juga dari rumah, kan kasihan Rizky gak punya teman ribut."
Rizky tersenyum sambil membaca note yang Vian tulis dan tempelkan di tembok depan mereka.
Vian sepertinya masih polos, perlakuannya spontanitas dan sesuai dengan nuraninya. Bila Vian tidak bergabung dengan teman-temannya, mungkin lelaki itu akan tumbuh menjadi seseorang yang lebih baik. Dan bukannya tidak mungkin, Vian akan semakin banyak disukai, bukan karena paras manisnya saja, tetapi karena perilaku dan kecerdasannya juga. Ya, Vian sendiri pernah bilang, kalau dulu ia pandai.
"Ky, kita bikin perjanjian dulu yuk ...."
Tiba-tiba Vian datang, lelaki itu sudah mengenakan kaos tipis berwarna putih serta celana olahraga SMP. Ia langsung duduk di samping Rizky, kemudian membuka buku dan berhenti di lembaran yang kosong.
"Perjanjian apa Vi?"
Vian tersenyum manis, "ya kan Lo suka sama gue, dan gue juga suka sama Lo. Tapi, gue masih ragu buat terima Lo, takutnya kita gak cocok. Jadi ... kita bikin kesepakatan aja, gimana? Oke ... kita kasih judul, sepuluh hari cinta ...."
Vian mulai menuliskan tiga kata itu di barisan yang paling atas. Setelah selesai, ia kemudian menatap ke arah Rizky lalu tersenyum sampai Rizky dibuat terkesima.
"Hari pertama, gimana kalau kita kencan di taman? Abis pulang sekolah ...."
Rizky diam sejenak sambil berpikir, "hari pertamanya mau kapan? Besok?"
Vian mengangguk, "lebih cepat lebih baik, kan?"
Rizky mengiyakan, "oke ... hari pertama kita kencan di taman."
Ah, padahal esok hari ia harus rapat. Tetapi, bila ini untuk Vian, Rizky akan meluangkan waktu.
"Hari kedua, pulang sekolah jalan kaki, sambil ngobrol, gimana?"
Vian terkekeh saat mendengar perkataan Rizky barusan.
"Mau aja sih, tapi gue ada bengek loh Ky, kalau tiba-tiba mau gendong, gimana?"
Rizky tersenyum, "ya gendong aja, emangnya kenapa?"
Vian diam lalu tertawa, "Lo kan ceking, kerempeng juga, emangnya tulang gak bakalan patah? Badan gue kan agak gendut."
"Gak gendut kok, cuman emang agak berisi aja, tapi gak apa-apa kok."
Vian mengangguk mengiyakan, kemudian menuliskannya juga.
"Hari ke tiga, gimana kalau kita masak-masak?"
Rizky mengangguk lagi, "boleh kok, mau lakuin apapun juga boleh."
Vian langsung menulis point nomor tiga, "yang hari keempat?"
Rizky berpikir sebentar, "kalau belajar bareng, gimana?"
"Boleh boleh ... hari ke empat kita belajar bareng ya."
"Hari ke lima berkebun yuk, kebetulan tanaman di halaman banyak, sambil bantuin bunda bersih-bersih, kan di sini gak ada asisten rumah tangga."
Vian mengiyakan, lalu menulis itu lagi, "hari ke enam kira-kira apa ya? Emm ... kalau karaokean gimana? Kebetulan Vian ada speaker punya kak Johan."
"Boleh kok, lagian sekaligus refreshing."
"Oke, Vian tulis ya Ky .... Terus, hari ke tujuh mau apa ya?"
"Hari ke tujuh tuh kalau kita pake buat jalan-jalan di sekitar sekolah gimana? Keliling sekolah gitu, mau?"
Vian terkekeh, "ya udah deh, daripada gak ada aktivitas, haha. Nah, hari ke delapan mau apa?"
"Berduaan di UKS?"
Vian mendadak gugup, "emm ... boleh deh, nanti Iky izin ke Bu Airin ya, izinnya mau belajar ... taunya simulasi buat pacaran, hahaha. Nah, hari ke sembilan?"
"Emm, kan malam Sabtu, terus Sabtunya kita libur. Kalau kita pake buat Pillow talk gimana? Kayak diskusi sebelum tidur gitu, tapi kita dari siang berduaan di kamar sambil ngobrol."
Vian mengangguk lagi, "oke, Vian mau. Emm ... jadi hari ke sepuluh tuh berarti malam Minggu kan? Emm, jadi nanti kita kayak dinner gitu loh, di atap hehehe, sambil liat bintang, sambil Vian kasih jawaban juga. Ah, gak Vian doang, tapi Iky juga ... kita saling jujur aja, kalau misal Iky nyaman dan Vian nyaman, ya kita jadian. Tapi, kalau salah satunya gak nyaman, ya jangan. Gimana?"
Rizky mengangguk, "boleh, semoga aja saling nyaman."
Vian terkekeh, kemudian di bawah angka sepuluh lelaki itu menuliskan kalimat lain.
"Peraturan selama challenge sepuluh hari cinta." Rizky membaca kalimat itu.
Vian mengangguk, "iyaa, jadi ada aturannya gitu deh. Yang pertama, Iky gak boleh egois, gak boleh maksa kalau Vian gak mau."
Rizky memincingkan matanya, "kedua, Vian gak boleh ngeyel, harus nurut sama apa yang Iky bilang."
"Ketiga, Iky gak boleh bentak, dan mau tinggalin OSIS kalau Vian lagi kangen."
"Oke, keempat Vian gak boleh nongkrong atau jalan atau balapan atau barengan sama geng-nya Vian."
"Boleh ... yang kelima, wajib kasih kenyamanan, pokoknya kayak PDKT beneran gitu, Iky jangan gue elo, Vian juga sama, biar PDKT kita kerasa beneran."
"Keenam, harus mau kalau ada morning kiss, harus mau juga kalau salah satu dari kita mau cium atau peluk, asal jangan sampai nganu aja ...."
"Ya meskipun gak sampai nganu, tetep aja kamu yang keenakan! Ya udah deh, yang ketujuh harus saling meluangkan waktu buat satu sama lain. Maksudnya, kita sama-sama meluangkan waktu, bukan nunggu waktu luang buat sama-sama."
"Oke, kedelapan, gak boleh ada orang yang tahu kalau kita lagi PDKT, takutnya ada masalah. Jadi, di depan orang tuh kita biasa aja, kalau lagi berdua baru deh, boleh lakukan lebih."
Vian mengangguk mengiyakan, "peraturan kesembilan alias yang terakhir, mau apa?"
Rizky berpikir sejenak, "gimana kalau kita saling mengikat satu sama lain? Maksudnya ... gimana kalau kita ... bercinta?"
Wajah Vian memerah seketika, "maksudnya ngewe?"
Rizky terkekeh, "ya jangan disebut juga, haha. Maksudnya tuh, kalau Vian mau atau enggak, kita tetep lakuin itu. Kalau misalnya Vian terima Iky, ya berarti bercinta itu jadi lambang kalau kita udah saling terikat antara satu sama lain. Tapi, kalau Vian nolak, bercinta itu bisa kita ibaratkan kayak ... batas. Ya, maksudnya, dari sana Iky harus sadar kalau Vian gak mau, dan harus paham kalau Vian lebih milih cari yang lain. Sekaligus kasih tanda kalau itu pertama sama terakhir kita berhubungan badan, gimana?"
Vian menunduk, "tapi Vian belum siap Ky--"
Rizky tersenyum, "siap gak siap kita laluin nanti ya. Kalau misalnya Vian masih gak siap, ya kita batalin aja."
Vian mengangguk, "sekaligus kita nentuin posisi ya? Iky atas atau Vian yang atas."
Rizky terkekeh, "aku gak mungkin jadi bawah loh Vi ...."
"Tapi kan Vian atas juga Ky."
Rizky tertawa kencang, kemudian menyentil dahi Vian.
"Bangun hoy!"
Vian kesal, "iya deh iya!"
Kemudian keduanya sama-sama terdiam. Rizky masih terkesima, Vian sangat wangi sekali, dan ia menyukai aroma itu.
Vian kemudian menutup bukunya tadi, lalu beralih pada buku yang lain.
"Belajar yuk, capek jadi orang bego terus."
"Tapi jadi orang pinter kadang gak enak juga loh."
Vian menoleh, "jadi Iky bukannya enak banget? Udah ganteng, pinter, kesayangan guru, murid-murid di sekolah tuh pada suka sama Iky, mereka juga menghormati Iky terus. Gak enaknya jadi Iky tuh apa?"
'Masa lalu gue gak enak Vian--'
Batin Rizky.
***
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
BTW, HAPPY 200K READERS😍
YUK TUMPENGAN 🐍🐍🐍🐍
***
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sabtu
10/07/2021
16.00