What If [Series]

By tx421cph

3M 290K 464K

❝Hanya ungkapan tak tersampaikan, melalui satu kata menyakitkan. Seandainya... ❞ PART OF THE J UNIVERSE [read... More

Disclaimer
1. Jeno x Jeha
2. Jeno x Jeha
3. Jeno x Jeha
4. Jeno
5. Jeno
[side story] Jeno x Jeha
1. Jaemin x Jeha
2. Jaemin x Jeha
[side story] Jaemin x Haknyeon
1. Guanlin x Jeha
2. Guanlin x Jeha
3. Guanlin x Jeha
1. Truth - Baek Min Ho & Ye Hwa
2. Truth - Hwang Je No & Baek Je Ha
[side story] Juno & Jeni
[side story] The J's Family
[side story] Na's Siblings
[side story] Na's Siblings (2)
[side story] The Kang's Family
[side story] They're Passed Away
[side story] Little Jeno and Jeha
[side story] Between Us
[side story] Dear Dad
[side story] Hukuman Ayah
[side story] Ayah dan Anak Pertama
[side story] Someday In 2017
Side Ending of J's Universe
[alternate] Reality
[side story] Jung Jaehyun
[side story] Seongwoo x Sejeong
[side story] Him
[side story] Keluarga Na Bangkrut?
[side story] Harta, Tahta, Tuan Muda Kaya Raya
[side story] sunsetz
3. Truth - Hwang Je No & Baek Je Ha
[side story] Dear Papa

[side story] Daddies

30.2K 4.7K 5.7K
By tx421cph

Punya dua ayah? Gimana rasanya?


Chapter ini berisi keseharian duo bapak gantengnya lee jeha 😎👍🏼


Happy Reading!


"WOI BEGO LU DIMANA DAH!! SI BOCAH NANGIS NI ELAH!"

"GUAN LO DAH DATENG?! TOLONG BANGET GENDONGIN JEHA BISA GA? GUE LAGI BIKIN SUSUNYA!"

Lai Guanlin benar-benar tak habis pikir. Dia nyaris saja mengumpati ayah beranak satu yang baru saja berteriak dari arah dapur, tapi sadar jika bayi perempuan kecil di ranjang itu menangis semakin kencang, Guanlin mengurungkan niatnya.

Jeha kecil menangis sampai wajahnya memerah, sesekali suaranya hilang saking kencangnya dia menangis. Tubuh kecilnya akan berguling-guling, tengkurap, hingga mengamuk sembari mendorong-dorong pagar ranjang bayi tersebut.

Guanlin tidak akan heran, karena anak ini adalah darah dagingnya Jung Jeha, mereka berdua sama-sama seperti orang kesetanan saat menangis.

"Hadeeh, bisa kaga si lu sehari aja kaga nangis?" Decihnya, lalu dia menggulung lengan kemeja putihnya sampai sebatas siku, ia gendong anak perempuan yang sudah tumbuh satu gigi susu.

Hh, apakah bayi 6 bulan memang semenyusahkan ini?

"Hik... hik..." Jeha kecil tak lagi menangis sekeras tadi, meski masih sesekali sesenggukan.

Anak itu bersandar di bahu Guanlin, rasanya nyaman, mungkin itu yang membuatnya berhenti menangis.

Guanlin hanya mendengus pelan, telapak tangannya yang besar mengusap-usap punggung Si kecil. Seirama. Begitu teratur. Terus seperti itu berulang-ulang.

Sementara hatinya mulai dongkol kenapa Lee Jeno tak kunjung kembali dari dapur.

Pada akhirnya, pria itu pun berjalan keluar dari kamar.

"Hik... hik..." Lee Jeha kecil tak bisa berhenti sesenggukan, sembari mengisap jempolnya sampai tangannya basah karena liur.

Kemudian terdengarlah suara langkah kaki ayah Si bayi yang tergopoh-gopoh. Lee Jeno nampak panik sembari membawa sebotol susu hangat. "M-maaf maaf tadi tangan gue sempet ketumpahan air panas."

Guanlin melengos, "dah berbulan-bulan masih aja kaga becus bikin susu," dengusnya. "Sini dah," kemudian dia merebut botol susu kecil dari tangan Jeno.

Jeno jelas sekali tampak merasa bersalah, Guanlin juga tidak tahu kenapa pakaian pria itu basah sampai separuh kaosnya. Guanlin tidak peduli, fakta jika Jeno yang berdiam di rumah malah membiarkan Lee Jeha menangis membuatnya kesal.

"Bilas tangan lu pake air," ketus Guanlin, melirik punggung tangan kiri Jeno yang memerah, untung saja tidak sampai melepuh.

"U-udah kok, udah gapapa."

"Lu ngapain aja dah dari pagi? Lu libur kerja kan? Bisa-bisanya lu bikin ni anak nangis," cerca pria yang lebih tinggi, membenarkan gendongan Jeha di lengannya sembari meminumkan susu hangat itu.

"Gue lagi cuci baju, t-tadi gue udah mau bikinin susu buat Jeha kok! Tapi... dianya terus tidur, keliatan pules banget, ga tega gue mau bangunin, akhirnya gue cuci baju."

Alasan klise. Tapi cukup masuk akal. Akhirnya, Guanlin pun memercayainya meski masih sedikit mencibir.

"Dahlah serah lu. Untung aja gue dateng, kalo ga begimana nasib anak lu coba?" Dia menggerutu, berbalik sembari melonggarkan dasinya dan duduk di sofa.

Jeno yang masih merasa bersalah, bingung harus berkata seperti apa karena Guanlin memarahinya.

"Lu kok... udah balik aja," tanyanya kemudian dengan canggung, menghampiri Guanlin dan ikut duduk di sofa. Memerhatikan anak perempuannya yang sedang menyusu di gendongan Guanlin.

"Ya emang kenapa kalo gue kesini? Kaga boleh?"

"Y-ya... boleh."

Ah, entah sejak kapan. Entah sejak kapan Lai Guanlin sudah seperti anggota keluarga di rumahnya yang sunyi ini. Pria itu seringkali pulang dan pergi hanya untuk menengok Lee Jeha katanya, menggendongnya, membantu mengganti popok, sampai menimangnya seperti anak sendiri.

Entah sejak kapan, Lee Jeno tak lagi terganggu dengan kehadiran pria ini.

Entah sejak kapan pula Lee Jeno merasa keberadaan Guanlin di antara dia dan anak perempuannya adalah hal yang familiar.

Seperti sebuah rutinitas.

Tak tanggung-tanggung dalam berperan sebagai 'ayah kedua', Guanlin selalu membelanjakan kebutuhan Si Jeha kecil, bahkan sampai kebutuhan rumah dan dapur.

Saat Jeno sibuk di rumah sakit sampai begadang, Guanlin memanggil pelayan di rumahnya untuk membersihkan rumah Jeno sementara dirinya merawat Lee Jeha.

Yah, Guanlin tidak memiliki pengalaman merawat seorang bayi sih, Lee Jeha bahkan adalah bayi pertama yang pertama ia gendong dengan lengannya. Semuanya... terjadi begitu saja, instingnya hanya memperingatkannya untuk merawat bayi ini dengan penuh kehati-hatian.

Dan sialan, wajahnya sangat mirip dengan Jung Jeha.

"Lo udah makan? Gue tadi siang masak, udah dingin sih, tapi bisa gue angetin kalo lo mau," saran Jeno kemudian saat suasana kembali hening.

"Masak apa lu? Jangan bilang mie."

"I-iya... gue bikin jjampong, tapi ada kimchi juga kalo lu mau," Jeno menggaruk pipinya dengan canggung.

Yah, dia tidak terlalu jago memasak sih, masih belajar, jjampong dan kimchi itu pun dia buat dengan hasil menyontek resep internet.

"Yaudahla gue mau."

Jawaban tak terduga Guanlin membuat Jeno cukup terkejut. "Kalo gitu gue angetin sekarang."

"Iye, gue nunggu ni bocah tidur dulu, nanti gue nyusul."

Begitulah akhirnya Jeno kembali ke dapur untuk menghangatkan makanan sekaligus membereskan cuciannya yang belum selesai, sementara Guanlin menggendong Jeha kecil yang mulai memejamkan mata, namun masih asyik menyusu, lalu dia tepuk-tepuk dengan lembut pantat Si bayi dengan tangan kanannya.

Sial, Guanlin tidak mengerti dengan jalan pikirannya sendiri mengapa bisa berakhir di rumah ini, tapi... bayi dalam gendongannya itu seperti memiliki daya magnet yang kuat.


——-oOo——-

Lee Jeha usia 3 tahun.

"Waduh si bocil! Sini sama om!"

Jeno yang tengah menggendong anak perempuannya langsung disambut baik oleh beberapa orang yang telah akrab dengannya selama bertahun-tahun ini. Dia hanya tersenyum khas dirinya saat sohibnya yang sedang memangku seorang anak laki-laki langsung berdiri dan menghampirinya sembari mengulurkan, menawarkan diri untuk menggendong Jeha kecil.

Yangyang - nama anak laki-laki Lucas berusia 5 tahun - yang jatuh dari pangkuan ayahnya langsung memasang wajah sewot ala meme.

Jeha dipindahtangankan dari ayahnya ke pria jangkung dengan brewok tipis di wajahnya, dengan senyum ceria kelewat lebar, Jeha kecil langsung mendelik saat dia digendong oleh pria yang dia tak tahu siapa.

Sebenarnya mereka beberapa kali bertemu sih, tapi Jeha mah suka lupa.

Bugh bugh!!

Masih dengan mata melototnya, Jeha kecil memukuli wajah Om Lucas. Tidak sakit sih, tapi tetap saja Om Lucas kaget, beruntung dia tidak membuang anak perempuan itu begitu saja.

"Apa dah!" Serunya.

Bugh bugh bugh!!

"Om bewok!!"

"Idih!"

"She doesn't like you," Mark datang sembari tertawa, kemudian mengulurkan kedua tangannya ke arah Lee Jeha, "come here come here."

Lucas hanya melengos malas saat anak perempuan Lee Jeno tampak senang hati digendong oleh Mark. "Om Mark juga brewokan padahal," dengusnya tidak terima.

Mark sebenarnya tidak punya brewok sih, hanya janggut tipis di dagunya. Mungkin karena itu Jeha kecil tidak takut.

"Oh my god baby Jeha, uncle miss you so much."

Anak perempuan itu hanya tertawa kecil, terdengar cukup menggemaskan.

Hari itu Jeno libur kerja, karenanya dia dan teman-temannya yang lain membuat agenda untuk bertemu di rumah Mark sambil membawa anak masing-masing. Mark dan Lucas sama-sama memiliki anak laki-laki, hanya saja Mark memiliki anak lebih dulu ketimbang Lucas. Minhyung namanya.

"She really looks like Miss Jung, innit?" Katanya pria blasteran Kanada tersebut.

Jeno hanya tersenyum tipis, lalu dia mengambil duduk setelah melakukan tos dengan Lucas dan menyapa Si kecil Minhyung dan juga Yangyang.

Yahh, semua memang sudah tahu jika anak perempuannya itu benar-benar jiplakan Jung Jeha meskipun anak itu belum dewasa. Mungkin memang maklum karena darah dagingnya sendiri, hanya saja kemiripan anak dan istrinya lumayan mencengangkan, meski ada sedikit perbedaan.

Lee Jeha adalah perpaduan Jung Jeha dan Lee Jeno. Meski 95% Jeha kecil mirip ibunya, anak itu mewarisi eye smile dari ayahnya. Jadi saat tersenyum, Lee Jeha mirip Jeno, matanya hilang.

"Hello Jeha," sapa Minhyung saat ayahnya yang menggendong Jeha duduk di sofa.

"Hihihi heyoo~"

"Herin ada?" Tanya Jeno kemudian.

Mark, "ouh yes, dia ada di belakang, cooking."

"Oh oke."

"You alone? Just two of you?"

Jeno mengangkat sepasang alisnya, "uh... yeah?"

"Yaiya orang duda." Lucas menyeletuk.

Jeno, "ahaha... iya," dia tertawa dengan canggung sekali.

"Hey dont said that!" Mark mendecak.

"Lagian pertanyaan lu anying," Lucas melengos malas, "udah tau dateng berdua doang sama anaknya."

"Well... its just basa-basi sih..." Mark menggaruk tengkuknya.

"Wkwkwk gapapa," Jeno masih tersenyum, kalem sekali.

Entahlah, mereka masih berteman dengan sangat baik sih, hanya saja setelah memiliki anak masing-masing ketiganya terkadang agak tidak nyambung saat mengobrol, mungkin masih dalam fase bertransformasi menjadi bapak-bapak sesungguhnya. Jokes mereka pun mulai garing dan tidak jelas, apalagi saat di group chat.

"Tumben lo libur," tanya Lucas, membuka obrolan garing mereka setelah menyesap kopi hitam yang dihidangkan Herin 15 menit yang lalu.

"Iya nih, nggak tau kenapa tiba-tiba dikabarin kalo nggak ada shift hari ini, harusnya sih ada jadwal operasi," Jeno menjawab seadanya.

Ngomong0-ngomong dia masih bekerja sebagai perawat di rumah sakit, tentu kalian masih ingat jika semuanya berkat campur tangan Guanlin, hanya saja sampai saat ini Jeno tidak tahu tentang itu.

Memang tidak ada yang tahu tentang ini sih.

"Gimana kerjaan Jen?" Tanya Lucas, "eh btw gih makan kuenya, baru jadi itu masih anget-anget."

Sebenarnya itu rumah Mark sih, tapi ya sudahlah.

"Lancar kok, lo sendiri gimana? Keknya akhir-akhir ini gue liat lo jadi sering momong Yangyang."

"Hooh, Yuqi mah kaga tau gue, sibuk bat ngurusin arisan, mana di rumah lagi, jadi gue sering bawa Yangyang main keluar, ya itung-itung biar kaga sama maknya doang, ngeri kalo tiba-tiba lupa siapa bapaknya." Jelas Lucas, dengan aksen bicara agak ngegas khas dirinya. Tidak pernah berubah sejak kecil.

Yangyang : 😒

Jeno, "jadi sekarang lagi ada acara arisan di rumah lo?"

"Ye gitulah."

"Herin gak ikut arisan juga?" Kali ini Jeno bertanya pada Mark.

"Oh, iya dia ikutan kok, today she just don't wanna go after i told her if you guys will come."

Lalu obrolan membosankan ala ayah muda itu berlanjut, mereka membuka topik dengan keseharian mereka yang monoton, bercerita tentang kenakalan anak masing-masing, hingga terkadang mengungkit masa-masa remaja yang menyenangkan.

Meskipun Mark dan Lucas adalah teman yang kelakuannya terkadang mirip iblis, mereka tetap tahu diri untuk menjaga perasaan sahabatnya, karena itu keduanya tidak mengungkit perihal Jung Jeha secara personal.

Jeno adalah pria tangguh, dia selalu tersenyum dengan kalem dan menunjukkan emosi sewajarnya saat seseorang mengungkit mendiang Sang istri, meski tentu saja hatinya masih tidak bisa merelakan kepergian wanita itu seutuhnya.

Iya dia tahu dia tidak boleh terjebak dengan suasana kelabu secara terus menerus, tapi sebagai seorang pria sekaligus suami yang sangat mencintai wanitanya, Jeno tentu saja berhak untuk merasa sedih.

Jung Jeha adalah cinta pertamanya, dari ia yang masih seorang bocah ingusan, hingga kini memiliki anak lucu dari perempuan itu.

Di saat ketiga ayah muda itu mengobrol, tiga anak lainnya tampak sibuk bermain sendiri. Sebenarnya hanya Minhyung dan Jeha saja, terkadang mereka bermain cilukba, Jeha kecil akan bersembunyi di dada Om Mark lalu Minhyung mengejutkannya dari belakang punggung.

Yangyang sibuk mengemili permen, tapi tangan jahilnya tidak tinggal diam, dia terkadang mencolek perut gendut Lee Jeha. Anak perempuan itu awalnya hanya mendecak, namun karena tidak puas membuat Jeha merasa kesal, Yangyang mencubit kaki Jeha.

"Thakit babi!!"

Duagh!!

Jeha kecil berteriak, sebenarnya dia tidak berniat menendang Yangyang, tapi karena refleks, kakinya melayang dan mendarat di wajah anak Om Lucas.

"Aaaakk!!"

Ketiga om-om itu terkejut bukan main setelah mendengar teriakan Jeha dan Yangyang.

Terutama Lee Jeno, "J-Jeha mulutnya kok gitu...?"

"What's going on?" Tanya Mark.

Minhyung yang tidak tahu apapun hanya menggeleng agak panik.

"Aku ditendang pah!!" Yangyang mengadu.

"Kamu thih!!" Jeha langsung nyembur, "aku dicubit paa!!! Thakit!"

"Lu ngapainnn cubit anak orang, jangan nakal!" Marah Lucas. Tidak marah betulan sih.

Yangyang hanya manyun.

"Sini sini nak."

Jeno mengayuhkan tangannya, Jeha kecil langsung turun dari gendongan Mark dan berlarian di atas sofa menghampiri ayahnya dengan langkah brutal, hampir saja dia jatuh, beruntung papa Jeno menangkapnya.

"Nggak boleh gitu mulutnya ya," nasehat Sang ayah.

"Dia mulai duluan!!" Dengusnya.

"Tetep aja Jeha nggak boleh ngomong kasar, oke?"

"Hngg... ok," katanya, dengan ekspresi begini 🙄

"Jangan gitu sama anak cewek!" Lucas masih mengomeli anaknya, sementara Yangyang tampak masa bodoh.

Yangyang sih sama sekali tidak takut dengan ayahnya.

"Udah gapapa, namanya juga anak-anak," sela Jeno.

"Pah pah," Jeha mencolek pipi ayahnya.

"Iya?"

"Om Guan kemana? Kok enggak ikut kethini?"

Belum sempat Jeno menjawab, Lucas sudah menyambar. "Ngapain nyariin Si preman itu dah?"

Jeha, "ha?"

"Itu Si Guan mah preman."

"Apa tuch pleman?"

"Orang urakan yang suka tawuran, nyari ribut, jotos sana sini," Lucas menjelaskan dengan penuh provokasi.

Jeha kecil langsung mengernyit, "Om Guan enggak gitu kok," katanya, "emang agak membagongkan thih olangnya, tapi Om Guan enggak gitu."

"Buset belajar darimana lu membagongkan?"

Lucas dan Mark kaget, Jeno cukup syok.

"Om Guan," Jeha kecil menjawab tanpa ragu.

"Jangan maen keseringan dah sama Si Guan, nanti ikutan membagongkan lho," Lucas menakuti.

"Gapapa atuh, Om Guan banyak duit." —Lee Jeha, bocil 3 tahun membagongkan.

Jeno, Mark, Lucas : 🤡

***

"Oi."

Dia bersuara, berdiri sembari memasukkan tangan kiri ke dalam saku, sementara tangan kanannya membawa sebuket bunga krisan berwarna ungu lembut.

Intonasinya terdengar datar, namun hatinya jelas sedang tak baik-baik saja.

Meski beberapa bulan telah berlalu.

Di depan makam yang penuh akan cerita.

Guan mengambil napas sejenak, seperti agak jengah. Lalu dia membungkukkan badannya untuk meletakkan bunga itu di depan sebuah nisan seorang wanita.

Lalu ia lirik nisan yang lebih tua di samping, "sori gue kaga bawa buat lu," ujarnya, "ya emang sengaja sih."

Dia berbicara kepada makam Na Jaemin.

"Lagian lu kan cowok, buat apa juga bunga, kapan-kapan aja gue bawain soju."

Yah itulah yang dilakukan Lai Guanlin setiap mengunjungi makam Jung Jeha dan Na Jaemin. Dia berkata jika dia hanya berniat mengunjungi Jeha, namun karena Jeha dan Jaemin berdampingan, jadi sekalian saja.

Dia selalu berbicara random, pembicaraannya ngalor ngidul tak tentu arah, dan dia tidak peduli dengan itu.

Dia hanya perlu melihat sebaris nama di atas nisan itu untuk sekadar menenangkan hatinya.

Mengenang masa yang telah lalu, menerawang waktu yang terlah berlalu.

Sebuah rutinitas hariannya.

Pria itu mendudukkan dirinya, tepat di samping makam Jung Jeha, menekuk kedua lutut sembari mengunci pandangannya yang datar.

"Kalo lu nanya sampe kapan..." Pria itu tiba-tiba bersuara, "gue juga gatau sampe kapan, intinya jangan nanya, suka-suka gue juga kan, gue yang punya badan, gue yang punya perasaan, terserah gue."

Guanlin tiba-tiba mengomel di depan nisan itu, dengan intonasi khas dirinya, dan tatapan suntuk setengah mati.

"Gue—"

Belumlah ia menyelesaikan kalimatnya, ponsel di sakunya berdering dengan keras, dia bahkan nyaris mengumpat.

Itu adalah salah satu orangnya.

Guanlin sempat mengernyit, sempat bertanya-tanya mengapa orangnya ini menelepon.

"Ya?"

"Tuan, kami memiliki masalah."

"Ha?"


~~~


"Jika memang tidak bisa membeli sebaiknya anda tidak datang kemari."

"Maaf, tapi saya memiliki cukup uang untuk membeli yang ini, saya—"

"Papa papa..."

"Jeha-ya, yang kuning ini aja lebih bagus kok, ya?"

Lee Jeno berada di sebuah butik saat itu, sembari menggendong anak perempuannya dan membawa sekantong belanjaan yang berisi kebutuhan sehari-hari. Sepulang dari rumah Mark dia pergi berbelanja, lalu dia mampir karena Lee Jeha merengek ingin dibelikan sebuah baju.

Dress kecil lucu berwarna merah yang dipajang pada sebuah manekin. Saat keduanya lewat dalam perjalanan pulang, mata keranjang Lee Jeha langsung berbinar dan dia merengek untuk masuk.

Dari bangunannya saja Jeno sudah yakin butik ini untuk kalangan atas.

Jeno sebenarnya memiliki sedikit sisa tabungan, hanya saja setelah melihat tag baju tersebut, dia cukup syok. Harga baju itu bahkan empat kali lipat dari tabungannya yang tersisa.

Ini situasi yang cukup sulit, Jeno tidak punya uang namun dia tidak ingin membuat anaknya sedih. Apalagi ketika menyadari jika salah satu karyawan butik itu terlihat tak cukup senang akan kedatangannya — yang memang datang dengan penampilan seperti orang miskin, Jeno tidak mau putrinya melihat dia direndahkan.

"Aaaa aku mau yang melahhh ini!"

Si kecil itu mulai merengek dalam gendongannya, meronta-ronta hingga nyaris jatuh jika saja Jeno gendonganya tidak kuat.

Papa Jeno yang sabar, dia menurunkan kantong belanjaannya dan menepuk-nepuk punggung putrinya dengan lembut. Berusaha menenangkan Jeha kecil sebelum mulai kesetanan.

Sebenarnya Jeha tidak punya tantrum sih, hanya saja terkadang anak itu mirip bayi setan yang bahkan mampu membuat Guanlin angkat tangan untuk menanganinya.

Oh, betapa beruntungnya Si Jeha kecil karena terlahir sebagai anak dari Lee Jeno.

Si karyawan wanita yang mendengar tangisan Jeha mulai melengos malas, ekspresinya mengatakan dengan terang-terangan jika ia tak suka dengan kedatangan pasangan ayah-anak ini yang hanya akan mengacau di butik mereka, takut mengganggu kenyamanan pengunjung butik yang lain.

"Papa yang ini!!! Iniii!!"

"Nak, besok kita beli yang itu ya?" Jeno masih berkata dengan lembut, "sekarang Jeha beli yang kuning ini dulu ya, lucu kok, liat deh!" Dengan eye smile andalannya, Sang ayah mencoba untuk membujuk.

"Enggak mauuuu belum punya walna melahh!!"

Karena sangat kesal melihat Jeha kecil yang terus-terusan merengek dan mulai menangis, pegawai butik berpenampilan rapi nan modis itu mendecak cukup keras, sengaja agar didengar oleh Jeno.

"Jika anda tidak segera keluar bersama putri anda, saya akan memanggil security agar menyeret anda dengan paksa," ancam wanita itu.

Jeno lumayan panik, "t-tidak perlu, tidak perlu. Tolong jangan lakukan itu, saya akan membeli kok."

"Papaaaaa," Jeha menggeliat mirip cacing kepanasan di gendongan ayahnya.

"Anda ini tidak punya uang, jangan memaksakan diri!"

Karena kesal dan tidak mau lagi berdebat, karyawan itu segera memanggil security melalui earphone di telinganya.

Lalu tak berapa lama, seorang pria berseragam hitam segera datang dengan langkah yang agak cepat menghampiri Jeno dan juga karyawan wanita tersebut.

"Tolong bawa orang ini keluar, dia sangat mengganggu dengan anak perempuannya."

"Baik."

"Ih apa thihhh jangan pegang-pegang papah!!!" Jeha mulai marah saat Si security memegang pundak Jeno untuk menyeretnya keluar.

"Mari keluar sebelum saya menyeret anda," ujar pria yang sepertinya lebih muda.

"Tapi— tapi saya benar-benar ingin—"

Plakk!!!

Tangan Security itu langsung terlepas dari bahu Jeno, pria itu terkejut bukan main saat seseorang menampar tangannya cukup keras.

Tidak itu bukan Jeno, pria security itu nyaris saja marah pada seseorang yang tiba-tiba datang dan langsung menengahi situasi menegangkan tersebut.

"Apa-apaan—!!"

"Presiden Lai!"

Dua orang itu terkejut, Si karyawan dan security, mereka langsung mundur selangkah saat sosok tinggi Guanlin tahu-tahu muncul di sana.

"Kenapa orang ini diusir?" Guanlin bertanya dengan datar sembari mengedikkan dagunya ke arah Jeno.

Guanlin bukan pemilik butik itu, tapi memangnya siapa yang tidak tahu Lai Guanlin? Dia pria kaya raya dan seorang konglomerat yang masih tergolong muda.

Sekaligus masih bujangan.

"D-dia tidak punya uang tapi memaksa untuk membeli dan membuat pengunjung laikn tidak nyaman!"

"Ooomm!" Jeha kecil tampak kegirangan, dia langsung mengulurkan tangannya meminta untuk digendong.

"Tidak punya uang?" Guanlin mengulang, sembari menggendong Lee Jeha, sepasang matanya mengernyit. Lalu dia memandang anak kecil dalam gendongannya, "mau beli yang mana?"

"Ituuu! Ituuu yang melah!!"

"G-Guan gak usah sumpah," Jeno langsung merasa tidak enak.

"Bungkus semua," Guanlin langsung mengibaskan tangannya, berbicara pada orangnya yang sejak tadi mengikuti dari belakang.

"Guan!!"

"Baik tuan," pria di belakang Guanlin mengangguk penuh hormat dan segera berjalan untuk mengurus pembelian itu.

Sebenarnya Guanlin sungguh-sungguh akan menghabiskan seisi butik itu tanpa sisa, namun Lee Jeno dengan penuh perjuangan meminta Guanlin untuk tidak melakukannya.

Jadi akhirnya Guanlin hanya membeli separuh butik, baju anak-anak untuk Lee Jeha. Jeno menolak sama sekali untuk dibelikan pakaian, dia bilang lebih baik digunakan untuk keperluan yang lebih penting.

Memang single parent.

"Om om! Tadi satpam itu mau pegang-pegang papa lhoo! Mau bawa papa kelual! Enggak thopan!" Jeha cepu.

"Oh ya?" Guanlin pura-pura terkejut, meski ekspresinya biasa saja.

Maaf, Guanlin sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menjadi ekspresif.

Dengan sorot datar yang tajam, dia melirik kedua orang yang agak gemetaran berdiri dengan kaku. "Jangan beda-bedakan pengunjung, sama-sama makan nasi juga."

Jeno berdeham pelan, "udah jangan dimarahin," katanya.

"Apaan sih lu masih belain mereka?" Guanlin mulai sewot.

"Au nih papa!" Jeha kompor.

"Udah untung gue nurutin lu buat kaga pecat mereka," dengus pria yang lebih tinggi.

"Jangan panjang-panjangin masalah, gue yang salah juga di sini, udah lu jangan marah-marah, toko orang ini."

"Hilih, gue beli sesaham-sahamnya juga bisa ni toko."

Iya sih, seketika Jeno menyesal dengan kata-katanya.

Papa muda itu menghela napas kemudian. "Kok lu tiba-tiba di sini?"

"Ya kenapa? Kaga boleh?"

"Gak gitu..."

"Yodah gosah nanya-nanya."

"Mau ke rumah?" Tanya Jeno lagi.

"Iye."

"Ngapain?"

"Numpang makan."

"Gue gak masak hari ini, tadi dari rum—"

"Yodah tinggal masak aja dah, perlu banget gue panggilin koki dari brazil?"

"Gak!"

"Kek mak-mak lu," Guanlin melengos malas, lalu berjalan bersama Jeha dalam gendongannya meninggalkan Jeno.






To be continued(?)




Siapa yang pengen jadi lee jeha 🤤

Continue Reading

You'll Also Like

63.1K 5.6K 14
[ RION KENZO MIKAZUKI ] adalah ketua mafia dari Mikazuki AV Rion kenzo Mikazuki mafia Italia, ia terkenal dengan kekejamannya terhadap musuh maupun...
PENGASUH By venta

Fanfiction

72.2K 8.4K 57
Pusat organisasi pembunuh bayaran telah terbongkar dan menjadi buron oleh negara. Salah satu cabang dari organisasi ini, memilih untuk membanting set...
107K 18.9K 37
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
862K 169K 178
"MAMAKU JAGO NEMBAK!" "MAMAKU BISA BAWA MOBIL BALAP!" "MAMAKU CAKEP!" "....mamaku gula darahnya rendah" Kelanjutan dari Urusan Penerus Warisan. Menja...