𝓜𝓲𝓼𝓼 𝐑𝐄𝐍 𝐕𝐈𝐏𝐄𝐑

By CHIIROSEE

4.7K 2.4K 967

【 Action, Crime, Romance, a lil bit Comedy 】¹⁷⁺ Suatu hari, Ren bertemu dengan seorang pria yang mengaku s... More

Chapter OO: Prologue
Chapter O1: Bodyguard
Chapter O2: Name and Jake
Chapter O3: Ordinary Day at Mansion
Chapter O4: 3 Incidents in 1 Day
Chapter O5: Unexpected Meeting
Chapter O6: Ren's Past
Chapter O7: With Yuna
Chapter O8: Stalking
Chapter O9: Bet 'n Disguise
Chapter 1O: His Affection
Chapter 11: Her Attention
Chapter 12: About Victor
Chapter 13: Father and Daughter
Chapter 14: Ren's Flashback (17+)
Chapter 15: Mental Explosion
Chapter 16: At Midnight
Chapter 17: Reunions
Chapter 18: Two Idiots
Chapter 19: Ren's Parents
Chapter 2O: Treasure Gift
Chapter 21: Suspicions
Chapter 22: Assaults
Chapter 23: Boomerang
Chapter 25: Long Journey ⑵
Chapter 26: Determination
Chapter 27: Uninvited Guests
Chapter 28: The Selfishness
Chapter 29: Prolonged Conflict

Chapter 24: Long Journey ⑴

59 36 14
By CHIIROSEE

Some Moments

Hari pertama perjalanan Ren dan Victor menuju ke Western District. Jika ditanya mengapa mereka menuju ke Western District bukannya ke Eastern District, itu karena Victor melaporkan semua yang terjadi ke ayah Ren, termasuk insiden penculikan dan penyekapan Ren sehari yang lalu. Alhasil, ayahnya meminta Victor untuk membawa Ren ke kediamannya di Western District.

Lalu lintas yang padat di cuaca yang cerah—Victor mengemudi dengan tenang dan teliti seperti biasa. Lampu hijau berganti menjadi merah. Semua kendaraan berhenti.

"Lukamu masih belum sembuh total, jadi jangan terlalu memaksakan dirimu. Jika terjadi sesuatu yang kemungkinan beresiko, lebih baik kita kabur. Prioritas utama kita adalah pergi ke Western District, bukan untuk bertarung. Mengerti?" tutur Ren pada Victor.

"Hmm, menurut saya, melarikan diri bukanlah suatu pilihan," sahut Victor. "Apa pun yang terjadi, saya pasti akan melindungi anda. Peristiwa seperti kemarin tidak akan pernah terulang lagi. Saya bersumpah."

"Victor!" bentak Ren. "Ini perintah!" sambungnya dengan tegas.

Victor menoleh ke arah Ren dan menatap wajah wanita yang menatapnya dengan sangat serius itu.

"Seharusnya anda lebih memikirkan diri anda sendiri. Luka di punggung leher anda itu lebih buruk dari luka saya," timpal Victor.

"Jangan membantah!" perintah Ren lebih tegas dari sebelumnya.

Victor mengambil jeda beberapa saat hingga tiba-tiba saja suara klakson yang berasal dari mobil di belakang mereka—mengejutkan mereka. Tampaknya, lampu merah telah berganti menjadi hijau. Victor pun kembali menjalankan mobilnya tanpa menjawab Ren.

Tak terasa, waktu berlalu dengan sangat cepat. Matahari telah terbenam sejak beberapa jam yang lalu. Kini, langit berwarna gelap. Namun lampu-lampu di bangunan atau gedung kota, serta lampu-lampu di jalan mulai menerangi kota.

"Haruskah kita mencari penginapan terdekat untuk beristirahat malam ini, sebelum kita melanjutkan perjalanan besok pagi?" tanya Ren.

"Ya, saya rasa sebaiknya begitu," jawab Victor.

"Bagaimana kalau kita makan malam terlebih dahulu?" usul Victor.

"Ya, tentu," jawab Ren.

Victor menepikan mobilnya di dekat sebuah rumah makan sederhana yang kebetulan tidak begitu ramai saat mereka tiba di sana. Mereka berdua keluar dari mobil dan memasuki rumah makan tersebut, lalu duduk di salah satu meja yang menyediakan dua kursi.

Mereka memesan menu makanan yang sama, yaitu omelette fried rice atau yang biasa disingkat omurice. Sedangkan untuk minumannya, Victor memesan ice americano, sementara Ren hanya meminta air mineral dingin.

Setelah mereka selesai makan malam, mereka kembali berkendara untuk mencari penginapan, seperti hotel atau motel. Tempat pertama yang mereka temukan adalah motel kecil. Namun sangat disayangkan, motel tersebut sudah penuh. Mereka pun kembali melanjutkan perjalanan dan mencari penginapan lain. Tempat kedua yang mereka temui adalah sebuah hotel. Namun setelah masuk kedalam hotel tersebut, Victor segera menarik pergelangan tangan Ren dan menyeretnya keluar dari hotel. Dia bahkan sekarang tidak yakin apakah tempat tersebut pantas disebut hotel atau tidak. Tempatnya kotor, gelap, suram, seperti tempat angker, padahal dari luar terlihat normal. Mereka pun kembali mencari dan terus mencari.

"Bukankah Northern District adalah kota terbesar dan yang paling maju di negara ini? Kenapa sulit sekali mencari penginapan di sini?" gerutu Victor. Dia terlihat mulai kesal.

Sementara itu, Ren hanya merespon
dengan "Hmm..." sembari meminum ice cappuccino.

Hingga tiba-tiba, Ren menyuruh Victor untuk menghentikan mobil. Sontak, Victor pun berhenti. Ren lalu menunjuk keluar jendela. Mata Victor mengikuti ke mana arah Ren menunjuk, hingga ia melihat sebuah bangunan dengan lampu-lampu hias terang berbentuk tulisan Love Hotel. Seketika, Victor memukulkan kepalanya ke kemudi hingga menimbulkan suara BRAK! nyaring dan suara klakson yang melengking dengan keras. Ren terkejut dan memiringkan kepalanya dengan ekspresi bingung.

"O-oy... dahimu memar, lho..." ucap Ren.

"Nona..." Suara Victor lebih berat dari biasanya. "Apa yang sebenarnya anda pikirkan?! Apa anda sakit? Apa kepala anda baru saja terbentur sesuatu hingga membuat saraf otak anda terganggu?!" resah Victor dengan wajah yang memerah.

"Tidak, itu kau..." gumam Ren sembari mengerutkan keningnya.

"Intinya, kita harus segera mencari penginapan!" tegas Victor.

"Itu penginapan," ucap Ren dengan polos, seraya menunjuk ke hotel lagi.

"Selain itu!" tolak Victor mentah-mentah. Wajahnya lebih merah dari sebelumnya.

Saat Victor baru saja akan menjalankan mobilnya lagi, Ren tiba-tiba saja mencabut kunci mobilnya dan segera memasukkannya ke dalam kantong celananya. Victor begitu terkejut dan tidak mengerti mengapa Ren melakukan itu semua.

"Apa yang anda lakukan?! Kembalikan kunci mobil saya!" Victor berusaha untuk merebut kembali kunci mobilnya. Akan tetapi, Ren tiba-tiba saja keluar dari mobil.

"Aku sudah tidak tahan lagi, Victor..." ucap Ren, membuat Victor mengangkat alisnya.

"Aku sangat mengantuk... Aku ingin tidur... Aku ingin segera merebahkan tubuhku di kasur yang empuk dan nyaman..." sambungnya.

Victor masih bergeming. Namun setelah melihat dan mendengar alasan Ren bersikukuh untuk menginap di hotel tersebut karena dia telah sangat mengantuk, Victor akhirnya mengerti dan menghela nafasnya. Sejujurnya, dia juga cukup lelah setelah seharian penuh duduk dan mengemudi. Hari juga telah malam. Mungkin, memang sebaiknya mereka menginap dan beristirahat hingga besok pagi.

Victor pun mau tak mau akhirnya setuju untuk menginap di hotel tersebut, meskipun sejujurnya ia masih sangat ragu, khawatir, dan juga malu. Ia malu terhadap dirinya sendiri yang tidak bisa tenang dan terus berpikiran negatif.

Saat ini, Victor merasa dirinya seperti pria yang sangat buruk dan bajingan.

Mereka akhirnya masuk ke dalam hotel dan memesan sebuah kamar. Setelah mendapatkan kunci, mereka pergi ke kamar yang mereka pesan dan memasukinya.

Terdapat kasur yang berbentuk lingkaran, sofa, meja, televisi, cermin, dan bak mandi berbentuk hati yang terletak di dekat sofa dan televisi. Area antara tempat tidur dan bak mandi hanya di pisahkan oleh dinding tanpa pintu, sehingga siapa pun yang berendam atau mandi di bak tersebut akan terlihat oleh pasangan menginap mereka.

"Oh? Lebih normal dari yang kubayangkan," ungkap Ren.

"Memangnya anda membayangkan seperti apa?" tanya Victor.

"Hmm..." Ren mengambil jeda beberapa saat. "Lupakan," pintanya.

"Lihatlah bak mandi itu. Kita seperti sedang berbulan madu," tambahnya.

Mata Victor terbelalak. "Apa?!"

"Tapi... kenapa bak ini diletakkan di area terbuka seperti ini, ya? Apa model seperti ini sedang populer?" pikir Ren.

Victor menghela nafas panjang. "Saya tidak ingin memikirkannya..." gumamnya.

Ren melepaskan jaket dan sepatunya. Tepat setelah itu, ia segera menjatuhkan dirinya ke atas kasur.

"Ah~ Akhirnya..." desahnya rileks.

"Apa kita... akan berbagi tempat tidur?" Victor bertanya tanpa melakukan kontak mata dengan Ren.

"Oh, ayolah. Ini bukan pertama kalinya kita berbagi tempat tidur. Tidak perlu canggung seperti itu," sahut Ren.

"Memang bukan..." gumam Victor pelan, lalu mendesah. "Andai saya bisa sesantai anda juga..." imbuhnya.

Ren menepuk kasur di sebelahnya-mengisyaratkan kepada Victor untuk berbaring di sebelahnya.

Victor tampak bimbang. Ia kepikiran untuk tidur di sofa, namun ukuran sofa tersebut terlalu kecil dan itu tidak baik untuk tubuhnya, secara ia telah menyetir seharian penuh dan akan melakukannya lagi keesokan harinya. Dengan kata lain, ia perlu berbaring di tempat yang nyaman demi mengistirahatkan tubuhnya. Ia tidak memiliki pilihan lain selain menaiki kasur dan berbaring di samping Ren. Meski ia merasa kasur tersebut nyaman, tubuhnya menjadi kaku akibat gugup, berbanding terbalik dengan Ren yang sangat santai.

Ren menutup matanya untuk tidur. 5 menit kemudian, ia benar-benar tertidur lelap. Hal tersebut membuat Victor menyadari bahwa Ren mungkin saja masih merasa lelah setelah mengalami insiden penculikan dan penyekapan sehari yang lalu. Ia bahkan juga kejar-kejaran dan melawan hampir 30 pria seorang diri. Victor memandang Ren dengan tatapan dan rasa hormat. Sebagai seorang wanita dengan tubuh remaja, Ren sungguh mengagumkan.

Victor menarik selimut untuk menyelimuti Ren, dan kemudian ia mematikan lampu. Suasana kamar menjadi sangat sunyi dan hanya suara jam dinding yang terdengar. Kesunyian tersebut membuat Victor mulai mengantuk. Ia akhirnya memejamkan matanya-mencoba untuk tidur juga.

✗ ✗ ✗

Hari kedua.

Cahaya tembus melalui jendela kaca ke dalam kamar—membangunkan Victor. Melihat sebelahnya kosong, Victor bangun dan mengubah posisi baringnya menjadi duduk. Matanya perlahan menerawang sekitar. Namun, karena ia tidak melihat Ren di kamar tersebut, ia akhirnya turun dari kasur dan berjalan menuju ke toilet dengan mata yang masih setengah mengantuk.

Ia membuka pintu toilet yang tidak terkunci. Namun karena tidak ada siapa pun di sana, dia memutar balik tubuhnya.

Saat akan kembali ke tempat awal, suara yang sangat familiar menghentikan langkahnya.

"Looking for me?"

Victor menoleh ke arah sumber suara. Seketika matanya terbuka lebar dan sontak ia membalikkan tubuhnya—memunggungi asal suara tersebut.

"REN VIPER!" jerit Victor tiba-tiba membuat Ren tersentak.

"Hu-huh? Ya?..."

"Sudah cukup! Kemarin saya menuruti anda karena anda tampak sangat kelelahan. Tapi sekarang sudah keterlaluan! Setidaknya malulah!" tegur Victor dengan geram. Bagaimana tidak? Saat ini, Ren sedang berendam di bak mandi yang terletak di area terbuka dan dapat dilihat oleh Victor.

Tidak seperti toilet yang terpisahkan oleh dinding dan pintu, bak ini tidak berada di ruang terpisah seperti kamar mandi atau toilet. Melainkan terletak di area santai, sebelah area tidur.

"Aku pakai baju, kok." Ren turun dari bak mandi untuk membuktikan kalau dia benar-benar mengenakan pakaian, tidak telanjang.

Victor perlahan menengok ke arah Ren lagi. Namun, setelah ia melihat pakaian Ren yang basah dan membentuk lekukan tubuhnya yang indah, ia dengan cepat memalingkan pandangannya lagi—berusaha menyembunyikan rona di wajahnya.

"Kalau sudah selesai, cepat ganti baju anda. Saya akan menunggu di luar," ucap Victor.

"Apa kau tidak mau sekalian mandi juga? Mumpung kita masih di sini," usul Ren.

Setelah dipikir-pikir, Victor belum ada mandi sejak kemarin. Bagaimana bisa dia seharian penuh berada di sisi Ren, sedangkan dia belum mandi? Dia khawatir tubuhnya kotor dan bau karena keringat. Jadi, dia mempertimbangkan untuk mandi juga.

"Aku akan keluar jika kamu membutuhkan privasi," ujar Ren.

"Tidak... jangan pergi kemana pun tanpa saya. Anda cukup... tunggu saja di balik tembok ini." Victor meletakkan tangannya di dinding yang terdapat cermin besar di samping bak mandi.

"Padahal baru 3 menit yang lalu kau mengatakan, "Setidaknya malulah!"." Ren meniru cara bicara Victor sebelumnya, saat ia menegurnya karena mandi di bak mandi yang letaknya tidak biasa itu.

"Apa boleh buat? Itu sebabnya saya menyuruh anda untuk menunggu di balik dinding ini!" cetus Victor.

"Baiklah, baiklah. Nikmati waktu anda, Tn. Ivanov." Ren berjalan ke sisi lain tembok.

Setelah Ren menghilang dari pandangannya, Victor akhirnya melepas pakaiannya dan masuk ke bak mandi yang telah terisi penuh dengan air hangat dan busa.

Baru saja ia akan rileks, ia tiba-tiba teringat kalau air ini bekas Ren. Refleks ia keluar dari bak. Namun, karena kakinya yang basah dan lantai yang licin, ia pun terpeleset.

GEDEBUK!

Ren yang berada di sisi lain dinding, terkejut saat mendengat bunyi benturan yang keras.

"Hei, suara apa itu? Apa kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?" tanya Ren dengan khawatir. Bagaimana pun suara benturan tadi itu sangat keras.

"Y-ya, saya baik-baik saja... Tetap di sana," sahut Victor.

"Apa kau yakin?" tanya Ren sekali lagi untuk memastikan.

"Ya!" jawab Victor singkat.

Dengan wajah yang sedikit memerah, Victor menguras air bekas Ren mandi, dan mengisinya dengan air yang baru.

✗ ✗ ✗

Setelah selesai mandi, Victor mengenakan kembali pakaian sebelumnya.

"Nona," panggil Victor.

"Ya? Apa kau sudah selesai?" tanya Ren.

"Ya, saya sudah selesai," jawab Victor. "Sepertinya kita perlu membeli pakaian baru," tambahnya.

"Kau benar. Aku juga memikirkan hal yang sama. Ayo kita berbelanja," ajak Ren.

Mereka pun keluar dari hotel untuk melanjutkan perjalanan mereka, sembari melihat ke sekeliling. Jika mereka menemukan mall atau toko pakaian, mereka akan singgah untuk membeli pakaian baru untuk mereka kenakan, karena pakaian mereka saat ini sudah layak untuk di ganti dengan yang baru dan yang lebih bersih.

Tidak sampai satu jam kemudian, mereka berhenti di depan toko pakaian.

Setelah memasuki toko tersebut, mereka berkeliling untuk melihat-lihat pakaian yang ada di sana.

Ren mengambil beberapa helai pakaian memberikannya kepada Victor.

"Coba ini semua," perintah Ren.

Victor mengangkat alisnya kebingungan. "Sorry?"

"Kubilang coba ini semua. Apa kau tidak dengar?" Ren mengulangi perintahnya.

Victor terdiam beberapa saat sebelum akhirnya menerima semua pakaian yang Ren berikan kepadanya, lalu mencobainya satu persatu.

Semua pakaian yang di pilih Ren untuk Victor coba adalah pakaian kasual. Victor tidak biasa menggunakan pakaian kasual, kecuali di rumah. Saat sedang berada di luar, ia selalu mengenakan setelan formal. Jadi, situasi saat ini membuatnya sedikit gugup.

Untuk final, Ren akhirnya memutuskan pakaian mana yang akan ia beli untuk Victor dan untuk dirinya sendiri.

Pakaian untuk Victor yaitu celana dan inner berwarna hitam, serta kardigan berwarna brown ink. Sedangkan untuk Ren yaitu rok dan inner berwarna hitam, serta kemeja berwarna dark vanilla.

"Kau cocok juga menggunakan pakaian kasual," puji Ren. "Itu untukmu. Hadiah dariku," sambungnya.

"Hadiah?" Victor melebarkan matanya.

Ren mengangguk.

Victor menatap wajah Ren untuk memastikan apakah dia benar-benar bersungguh-sungguh atau tidak, dan dia melihat kesungguhan di wajahnya.

Victor perlahan mengangkat ujung bibirnya ke atas sedikit dan berbicara dengan tulus dan lembut. "Terima kasih."

✗ ✗ ✗

TO BE CONTINUED...

Chapter Long Journey akan lanjut ke part 2

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 137K 59
❝Bunuh secara perlahan, kubur dengan senyuman.❞ -Velin Alexander ©WiwiRamadani
193 101 5
"Even though my feet touch the end of the world, I will continue to chase you. As my poor pawn..." -*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*...
391 140 27
siapa pemenangnya? orang lama atau orang baru? ketika dua insan yang memiliki kisah masa lalu yang belum usai harus bertemu pada ketidaksengajaan yan...
1K 576 12
It's just about ʏᴏᴜ ᴀɴᴅ ᴍᴇ 🪐 "Mau tau rasanya dunia luar?" bisik Drax sambil tersenyum miring. Aurel menganggukkan kepalanya tak lama setelah keter...