BLINDZER - NOMIN [โœ…]

By Saden10

284K 44.8K 17.6K

NoMin [harem nana] | NCT Sci-fi Superanatural/Gore - Rated M โš ๏ธ PRIVATE ALL CHAPTER, FOLLOW FIRST โš ๏ธ MAT... More

PROLOG [23.07.2020]
1. Dead of Night [26.07.2020]
2. Be Brave and Die [02.08.2020]
3. The Dawn [20.10.2020]
4. Blue as The Sky [23.10.2020]
5. Dealing With Blindness [26.10.2020]
6. Missing Leg [30.10.2020]
7. The Same Lebel [03.11.2020]
ILLUSTRATION BLINDZER
8. Disaster Eggs [20.02.2021]
9. The World Needs Quality [25.02.2021]
10 Key of Destroy [02.03.2021]
11. Soul from The Past [07.03.2021]
12. Up in Flames [12.03.2021]
13. We are HUMAN [17.03.2021]
14. Black Goldzar [22.03.2021]
15. Side de Mavell [27.03.2021]
16. Dream a Dream [03.04.2021]
17. War of Hearts [09.04.2021]
18. The Reason Why We Still Have Sanity [16.04.2021]
19. Blue and Lavender [22.04.2021]
20. Black Death Plague [27.04.2021]
21. Waste Blood Gladiator [02.05.2021]
22. Another Subject [07.05.2021]
23. BLAST REUNION [12.05.2021]
24. CONNECTED [17.05.2021]
26. Only One Wil Stand at The End of It All [27.05.2021]
BLINDZER'S AUTHOR IS SADEN
27. THE ATHERA [01.06.2021]
28. ILLYUZIYA [14.06.2021]
29. Call Me a Casualty [19.06.2021]
Come on.
30. I'M BACK [12.07.2021]
31. The Ashes Burned in The Wind [17.07.2021]
[BLINDZER PLAYLIST SPOTIFY]
32. I've Become so Numb
33. LOST MY MIND [27.07.2021]
34. VAGABOND [03.08.2021]
BLINDZER BOOK 2 PUBLISHED!
BLINDZER BOOK 3 PUBLISHED!

25. Run From Masterpiece [22.05.2021]

5K 945 744
By Saden10

.

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

.

.


Dunia memberkatinya kesempurnaan. Mulai dari fisik sampai kapasitas berpikir yang tiada batas. Lulusan terbaik, pekerjaan tetap yang menjanjikan. Ditambah dengan dia memiliki pasangan yang sangat menawan. Semua orang patut iri.

Mark Hyscoria telah membuat banyak orang cemburu terhadapnya.

Karena semua kesempurnaan itulah dirinya pantas mendapatkan penghargaan di pesta perayaan tahunan perusahaan tempatnya bekerja. Sampai bosnya pun menggunggungnya dengan segudang pujian.

"Kerja bagus. Aku tidak salah memilihmu untuk mengawasi proyek ini."

Orang hanya tidak tau bahwa sebenarnya Mark tidak suka dipuji. "Terimakasih, tuan Syaggran."

"Aku harap anak bungsuku bisa sepertimu."

"Bukankah anak Anda sangat berprestasi di usianya yang masih sangat muda sekarang ini?"

"Prestasi saja tidak cukup. Attitude-nya sangat disayangkan. Dia menyiram wajah gurunya dengan air kotor saat dihukum mengepel lantai. Dia.. sudah terlalu banyak membuat masalah."

Mark mengikuti arah pandang bosnya ke atas. Dimana terdapat seorang pemuda berdiri di balik balkon bersama peliharaan albinonya, binatang yang seharusnya tidak diperbolehkan dipelihara karena dilindungi. Di mata keluarga ini barangkali harimau telihat seperti kucing jalanan yang dapat dengan mudah dipungut.

Pesta ini saja digelar outdoor di halaman belakang gedung apartemen milik bosnya. Semua ini memberi Mark motivasi untuk bekerja lebih keras lagi.

"Dia merasa bahwa segala hal dapat dimilikinya."

Dalam hati Mark sebenarnya ingin tertawa. Anak mana yang tidak akan berpikir seperti itu jika orang tuanya saja merupakan orang terkaya nomor 1 di suatu negara.

"Aku dengar kau akan segera menikahi seseorang?"

Bosnya ini sungguh sudah menganggapnya seperti anak sendiri sampai menanyakan hal pribadi. Padahal Mark belum menyebarkan undangan.

"Siapa orang yang beruntung itu, nak?"

"Anda bisa melihatnya sekarang." Mark menunjuk seseorang yang sedang mencicipi hidangan di atas meja satu per satu. Tidak ada keantusiasan lain dari matanya selain tertuju pada makanan. Dia mendatangi pesta formal dengan mengenakan hoodie berwarna toska terang alih-alih kemeja atau setelan jas. "Nana Bladz, operator drilling fluid kita di Rig Thunderzer. Seharusnya Anda sudah mengetahuinya karena dia sering mengantarkan laporan."

Terdapat maksud lain dari ucapannya. Mark ingin menyindir bahwa barangkali bosnya telah menggoda tunangannya selama ini dan apa yang sedang mereka bicarakan merupakan basa-basi.

"Aku memang menyuruhnya untuk mengirim laporan fisik karena dia masih tergolong baru. Kalian tinggal bersama?"

"Tentu."

"Pantas saja susunan laporannya sangat mirip dengan milikmu dulu. Jangan sering-sering membantunya, Mark."

"Kau menyuruhku berhenti membantunya agar banyak kesalahan di laporannya sehingga dia bisa berlama-lama di apartemenmu?" Mark telah melewati batas kesabarannya. Tidak peduli apakah dia akan dipecat atau dimaki oleh bosnya setelah berucap dengan tidak sopannya dan melayangkan tuduhan secara berani.

Pria tua itu mengerutkan dahi. Menatap bawahannya dengan sabar seperti tatapan orang tua terhadap anaknya. "Aku tidak pernah mengoreksi laporannya secara langsung. Terkadang aku hanya melihatnya sekilas lalu menyuruhnya pulang. Kau tau itu hanya formalitas agar aku tau semua kegigihan kru yang bekerja di tempatku apakah mereka bersungguh-sungguh atau tidak." Bahu Mark ditepuk pelan sebelum pada akhirnya pria yang mengadakan pesta itu pergi. "Mungkin kau butuh istirahat. Semua orang tau operasi donor itu mempengaruhimu."

Mark terdiam di tempatnya. Memikirkan ucapan atasannya yang membuatnya seolah buta selama ini. Buta karena tidak melihat hal lain yang lebih masuk akal dari kecurigaannya.

Kepala Nana mendongak ke atas, tepat pada balkon dimana putra bungsu pemilik perusahaan Qrypson itu berada. Mark melihat bocah sialan itu melayangkan kecupan disertai tatapan menggoda dan haus akan rasa ingin memiliki terhadap tunangannya.

.

.

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

BLINZER © SADEN10 | NCT © SM Entertaiment

Sci-fic - Superanatural - GORE - Rated M

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

.

"Don't forget to give a vote and comment if you enjoy it. Thankyou."

.

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

.

.

"Na, kau kenal dengan anak bos kita?"

Setibanya di rumah Mark langsung menanyakannya.

"Eumm, yang bungsu maksudmu?" Terdapat keraguan dari suara Nana saat menjawab.

"Kau mengenalnya?" Mark bertanya sekali lagi.

"Hanya tau. Aku pernah melihatnya sesekali." Nana mengemas lembaran laporannya yang ia masukkan ke dalam tas. Meraih kunci mobil lalu berjalan mendekati Mark yang sedang duduk di ruang makan untuk memberinya kecupan pipi singkat. "Aku berangkat dulu."

Mark langsung menahan tangannya. "Aku akan mengantarmu."

Senyum manis itu melelehkannya. Nana menggelengkan kepala pelan sembari menangkup wajah Mark agar fokus menatapnya. "Kau baru saja meminum obat. Lebih baik kau istirahat, Mark."

"Aku tidak keberatan-"

"Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu. Aku akan segera pulang dalam 30 menit. Setelah itu.." Nana menjilat daun telinganya lalu menggigitnya pelan secara sensual. Pada dasarnya memang tunangannya ini penggoda ulung. "Kau bebas melakukan apapun padaku. Malam ini.. aku milikmu sepenuhnya."

.

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

.

Bagaimana dia bisa jatuh cinta? Apa yang membuatnya jatuh pada pesona orang asing yang secara kebetulan bekerja di satu tempat yang sama dengannya?

Laut mempertemukan mereka. Bukan tempat yang romantis untuk awal pertamuan membuka lembaran baru. Ombak kencang, terkadang badai menghadang. Belum lagi suara peralatan pengeboran yang sangat mengusik telinga, ditambah lagi bahaya yang menghadang apabila tekanan lumpur tidak bisa dikontrol lagi dan terjadi ledakan.

Mereka berdua dipertemukan di tempat marabahaya yang bisa datang kapan saja. Tidak heran jika akhir dari cerita mereka pun merupakan sebuah tragedi.

Mark telah menunggu lebih dar 30 menit. Mungkin dirinya saja yang tidak sabar, tapi melihat gps pada mobil yang digunakan Nana, titik itu tidak berpindah sama sekali dari apartmen bos mereka.

Kegelisahan selalu dimiliki pasangan muda. Pikiran negatif dan segala prasangka selalu datang ditujukan kepada pasangan. Jika benar apa yang dikatakan bosnya saat pesta waktu itu, seharusnya Nana sudah pulang bahkan kurang dari 30 menit yang lalu.

Rasanya Mark tidak bisa diam. Pria itu segera pergi ke kamar. Mengambil laptop pribadi milik Nana. Seharusnya Mark bisa menggunakan laptopnya sendiri untuk menyadap semua akun sosial media yang digunakan tunangannya. Namun terdapat satu platform yang memungkinkan disembunyikan tidak dalam jangkauannya.

Email perusahaan.

Sejauh ini interaksi sosial media Nana bersih. Personal chatnya hanya membahas pekerjaan dengan rekan-rekan mereka secara wajar.

Orang berselingkuh di jaman ini caranya bermacam-macam. Hingga Mark luput akan satu-satunya hal yang bisa diakses hanya oleh orang-orang tertentu.

[J.Syaggran@qrypson.sdz]
Kau tidak datang lagi? Aku merindukanmu. Nana, ayo datang lagi.

[N.Bladz@qrypson.sdz]
Aku lelah, berhentilah menggangguku!

[J.Syaggran@qrypson.sdz]
Dasar gila kerja. Kau butuh liburan, aku bisa mewujudkannya. Pilih satu negara yang ingin kau kunjungi.

[J.Syaggran@qrypson.sdz]
Jangan mengabaikan tawaranku! Aku bisa membawamu kemana pun kau ingin pergi.

[J.Syaggran@qrypson.sdz]
Ini karena kau sudah memiliki tunangan? Aku sudah bilang aku tidak ingin mendengar itu! Tinggalkan dia!

[J.Syaggran@qrypson.sdz]
Ah aku sudah tau siapa orangnya. Kau menaruh pilihanmu pada orang yang salah! Bagaimana jika dia bukan lagi siapa-siapa di dunia ini? Kau tau maksudku.

[N.Bladz@qrypson.sdz]
Notre-Dame Cathedral, Paris.

[J.Syaggran@qrypson.sdz]
Bagus. Sekarang kirim kalender kerjamu, aku akan mengatur semuanya.

[N.Bladz@qrypson.sdz]
Sent a file.

Kalender kerja kontrak Nana dengan Qrypson dihitung per tiga bulan. Liburannya masih tersisa dua bulan ke depan sedangkan Mark hanya sisa satu bulan sebelum kembali ke Rig.

Sungguh perselingkuhan yang direncanakan.

Mark bersumpah akan menghajar bocah ini, tidak peduli dirinya akan kehilangan pekerjaan. Terbayang tindak kekerasan apa saja yang dapat ia lakukan.

Bukan hanya itu, Mark jadi berpikir dua kali tentang tunangannya. Apa yang dipikirkan Nana tentangnya? Bagaimana dengan bocah ini? Satu fakta yang harus Mark tekankan,

Nana adalah orang yang realistis.

Mungkinkah menjurus ke matrealis?

[J.Syaggran@qrypson.sdz]
Aku menemukan sesuatu di katalog belanja kakakku. Semoga kau menyukainya. Oh iya, aku mengirimkannya ke alamat rumahmu yang tercantum di data kantor.

[N.Bladz@qrypson.sdz]
Batalkan pengirimannya! Mark sedang di rumah.

[J.Syaggran@qrypson.sdz]
Biarkan dia tau, sayang.

Semua ini masuk akal. Siapa yang menduduki posisi tertinggi ialah pemenangnya.

Mark menarik nafas dalam-dalam. Seingatnya akhir-akhir ini Nana sering ke gudang mereka di belakang rumah. Barangkali dia menyimpan sesuatu disana.

Di dalam box kayu besar di sudut ruangan. Dengan disertai kegundahan Mark membuka tutup box tersebut.

Itu bukan hanya satu atau dua barang. Banyak uang telah dihabiskan oleh putra bungsu bosnya untuk tunangannya. Diantara semua itu, ada barang yang dapat Mark beli dan tidak.

Mark tidak bisa berpikir positif lagi. Pria itu langsung berlari ke garasi rumah. Memakai helm dan segera pergi dengan mengendarai motor berCC besarnya.

Perasaannya berkecamuk. Hatinya yang tinggal setengah tidak tenang lagi, semakin nyeri dari hari ke hari. Mark percaya itu bukan karena masalah fisik organnya di dalam, melainkan karena setengah hati yang ia berikan harus merasakan hal yang tidak seharusnya.

Karena hati itu diberi oleh kesetiaan namun digunakan untuk pengkhianatan.

Pada akhirnya mata Mark dibukakan sepenuhnya. Karena selama ini ia telah dibuat buta akan apa yang dunia ini sebut dengan cinta.

Ini lebih menyakitkan daripada efek paska operasi yang ia rasakan. Karena rasa sakit yang ia terima tidak hanya menghancurkan organ yang dapat beregenerasi, tapi benar-benar menghancurkan jiwa terdalamnya.

"Mark.."

Tidak sulit menemukan ruangan itu diantara banyaknya lantai apartemen milik bosnya. Seperti sudah disengaja agar Mark dapat melihatnya. Melihat tunangannya terlelap dalam pelukan orang lain dibalik selimut dalam keadaan telanjang.

Bisa-bisanya dia diduakan dengan bocah yang bahkan umurnya baru menyentuh setengah dari umurnya. Dia tersenyum licik. Melirik dari ujung mata sipitnya yang sangat ingin Mark congkel bola matanya sampai keluar.

Mark semakin marah karena bisa-bisanya tunangannya mau ditiduri oleh bocah berumur kurang dari 16 tahun. Usia bukanlah apa-apa, tapi apa yang pemuda itu milikilah yang membuat seseorang tertarik untuk menyerahkan diri padanya.

"Murahan."

.

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

.

Dunia tidak akan membiarkan urusan yang belum terselesaikan lenyap begitu saja. Seperti hutang yang harus dibayar. Selama apapun manusia tidak saling dipertemukan, pada akhirnya mereka akan dipertemukan kembali untuk menyelesaikan masalah yang belum menemui titik terang.

Nana semakin mengeratkan pelukan seseorang di belakangnya. Punggungnya semakin menghangat merasakan rindu yang mendalam. Sekaligus penyesalan yang mendarah daging. Andaikan waktu bisa dikembalikan.

"Biru. Seperti lautan saat pertama kali kita bertemu." Mark berbisik di telinganya. Mengusakkan wajah pada helaian biru yang redup di dalam kegelapan.

"Bagiku kau jauh lebih menarik daripada laut, Mark." Nana ingat cahaya yang pertama kali ia lihat saat itu. Sosok yang bersinar menerangi jalannya menggapai mimpi.

"Tapi kau menenggelamkanku ke dalamnya."

"Aku.." Sulit rasanya berkata-kata. Rasa bersalah kian terus hadir menghantui. "..hanya ingin mengakhiri penderitaan kita."

"Penderitaan yang kau ciptakan maksudmu? Sebelumnya kita baik-baik saja jika kau tidak membiarkan bocah sialan itu masuk ke kehidupan kita."

"Mark-"

"Jangan menyangkal kesalahanmu, Na. Bahkan setelah semua yang aku berikan, kau tetap mempertimbangkan orang lain untuk memilikimu?!"

Baru saja dimulai kepala Nana sudah terasa pening setiap kali mendengar omelan Mark. Sejak dulu tunangannya itu tidaklah berubah.

Tubuh Nana berbalik. Meraih leher orang yang telah sangat dirindukannya untuk menariknya ke dalam sebuah ciuman. Sebisa mungkin Nana menahan agar tidak menggigit bibir tipis itu dan memakannya. Lagipula dia tidak mencium bau darah yang sangat ingin ia santap. Melainkan merasakan betapa ganasnya darah yang dimiliki Mark sama sepertinya maupun Renjun.

Nana merasakan sesuatu sewaktu bercumbu dengan Mark. Tubuhnya mulai mengingat bagaimana rasanya disentuh. Bagaimana hangatnya lidah seseorang ketika menelusup masuk disela mulutnya. Merasakan bagaimana gelinya telapak tangan kasar merayapi permukaan kulit pucat pinggangnya.

Jari-jari Nana meremat surai hitam yang telah dipotong oleh pemiliknya menjadi tidak sepanjang dulu lagi. Menekan kepala besar pria itu demi memperdalam ciuman mereka.

Bibir saling berpangutan, menyalurkan kerinduan yang mendalam.

Apa yang perlu dimaafkan? Apa yang bisa diperbaiki? Terutama di dunia yang sudah hancur ini? Kesempatan seperti apa yang mereka miliki karena dipertemukan di masa yang berbeda.

Nana tidak menemukan jawaban. Hanya saja cintanya tidak pernah pudar. Hanya itu yang perlu ditekankan.

Mungkin bukan hanya Nana yang memikirkan apa yang terjadi selanjutnya setelah ini. Mark juga berpikir demikian oleh karena itulah dia melepaskan pangutan mereka.

Sekali lagi Nana mendapati mantan tunangannya menghilang secara tiba-tiba. Saat berbalik, Mark sudah ada di luar kandang tempat dimana Nana terkurung.

Raut wajahnya mengeras. Tatapannya masihlah penuh dendam dibalik iris ungu pijar yang sebelumnya tidak ia miliki. Nana bertanya-tanya, apa yang telah terjadi pada Mark-nya selama ini?

"Aku tidak sanggup berbagi sekali lagi." Ucap pria itu disertai kegetiran.

Nana mencengkram jeruji besi yang mengurungnya dengan terus menatap memohon pada Mark. "Kau tidak perlu berbagi, Mark. Dunia ini sudah berubah."

"Menurutmu jika aku tau kau masih hidup aku akan memutuskan untuk berteman dengan bocah sialan itu?!"

Ini yang menjadi pertanyaan Nana. Bagaimana bisa? Seharusnya mereka saling bantai saat dipertemukan di dunia ini bukannya malah menjalin hubungan pertemanan.

"Kau datang bersama Jisung. Kau keracunan efek radiasi, Mark??"

Mark mendesis keras. Percikan kilatan keluar dari tubuhnya. Nana mundur ketika merasakan sengatan yang ternyata rasanya lebih mengejutkan daripada luka sayat.

"Selalu seperti ini. Duniaku baik-baik saja sebelum kau hadir, Na. Aku tidak akan membiarkannya terulang kembali."

"Mark-"

"Lebih baik kau mati daripada aku melihatmu diperebutkan oleh banyak orang."

"Kau tidak bisa melakukan ini padaku!"

"Selagi Jisung belum melihatmu. Karena aku tau, kau akan lebih memilihnya daripada aku."

"Mark, kau salah-"

Sepuluh tahun telah berlalu. Nana lupa bahwa dirinya tidak lagi berbicara pada orang yang sama. Dia bukan lagi tunangannya yang sabar menghadapinya dan memberinya kasih sayang sepenuh hati. Bahkan sebelum dunia ini berubah pun, Mark sudah tidak menerimanya lagi.

Nana tau apa yang dilihatnya bukanlah ilusi belaka. Apa yang dilihat Gail di arena juga bukan hanya halusinasi. Karena sekarang Nana menyaksikan dengan jelas bagaimana serpihan logam mengumpul menjadi satu menyelubungi lengan kanan Mark. Membentuk plat-plat melengkung yang melindungi bahu sampai punggung tangannya.

Tidak selesai sampai disitu, semakin banyak partikel logam lain yang berkumpul di sekitar tubuhnya. Menyatu menjadi lempeng memanjang seperti siluet yang terlihat tadi ketika dia membelah seluruh tubuh orang yang ada menjadi dua bagian.

Bilah pedang mengkilat panjang. Percikan listrik muncul di sekitarnya. Kilatan lavender berpijar menyala-nyala seperti ingin menelan segala sesuatu yang disentuhnya.

Iris biru Nana membola terpesona. Sejak dulu Mark memang paling berhasil membuatnya terpukau. Seperti apapun wujudnya, Nana selalu mengagumi apapun yang ada pada dirinya.

Dari jarak sedekat ini Nana dapat merasakan kejutan sengatan listrik pada tubuhnya. Energi yang terkumpul pada bilah pedang itu terlalu besar. Pantas saja apapun bisa ditebasnya dengan mudah.

"Selamat tinggal, Na. Kau tau seberapa besar cintaku padamu."

TAP.

SSSRRAAAASSHHHH!!!

.

.

Tidak ada yang mengerti seberapa besar cintanya. Hanya orang-orang tertentu yang paham akan arti pengorbanan yang dibalas dengan pengkhianatan. Kata maaf bukanlah obat. Itu hanya muslihat agar manusia merasa lebih baik.

Mata si biru tertutup. Siap akan pembalasan dendam yang datang sebagai takdirnya. Mata harus dibalas dengan mata, Nana siap mati untuk menebus segala dosa yang pernah ia lakukan terhadap Mark.

Sayang sekali dunia masih penasaran akan dirinya. Sehingga terjangan kematian itu berhasil ditahan oleh seseorang.

Takdir barunya.

"Memang paling benar kau harus menikah denganku."

"Jeno?!"

Dia menahannya, Jeno Lauret berhasil menahannya. Orang biasa tidak akan mungkin. Tapi dunia tau bahwa kapten squad-Q bukanlah manusia biasa.

"Orang ini yang kau sebut-sebut sebagai tunanganmu?"

Nana cukup terkejut bagaimana Jeno bisa menghadang pedang bermedan listrik tersebut. Dia hanya menahannya dengan katana hitam yang terlihat rapuh, tapi tidak dengan ketangguhan pemakainya.

Mata Mark memicing, mungkin terheran baru pertama kali ini ada seseorang yang berhasil menahan serangannya. Padahal seharusnya pedangnya dapat menebas apapun, termasuk kuatnya baja.

"Siapa kau? Selingkuhan barumu, Na?"

"Aku harus menjawabnya bagaimana, Na?"

Jeno mendorongnya hingga Mark mundur. Kilatan percikan listrik masih menyala-nyala pada pedangnya. Sama seperti mata ungunya yang memancarkan cahaya dari dalam.

Nana melihat Jeno mengenakan sarung tangan yang sebelumnya tidak dia pakai. Isolator, sang kapten cukup cerdas mempersiapkan diri untuk menghadapi lawannya sebelum tiba-tiba muncul menyerang.

"Kau akan kesulitan melawannya." Nana memperingati. "Dia berbeda. Bau darahnya tidak seperti Renjun."

Jeno menegakkan tubuh. Menghantam gembok sel penjara Nana dengan pedangnya hingga hancur. "Bagiku kalian semua pemilik darah ganas sama saja. Pergilah cari Chenle dan yang lain."

"Kau sangat optimis sekali." Nana melihat pada belenggu kakinya sendiri yang melumpuhkan.

Jeno sadar akan merepotkannya alat yang diciptakan khusus untuk mereka para spesies baru. "Haruskah aku menggendongmu?"

"Jika kau tidak tega melihatku merangkak, Lauret!"

"Kalau begitu kau harus menunggu sedikit lebih lama."

Jeno mengeratkan genggamannya. Pada akhirnya dia menemukan lawan yang tepat untuk menguji skill bertarungnya yang ia pelajari dari si kembar. Setiap tebasan yang ia lakukan pasti sangat berarti.

Squad Q tidak kenal takut. Semua itu dipelajari dari sang kapten itu sendiri. Tidak peduli lawannya subject seperti apapun sekalipun. Di matanya makhluk hidup itu sama saja. Mereka makan untuk hidup, melawan untuk mempertahankan diri.

Untuk memperjuangkan apa yang ada di sisinya, maka Jeno harus melakukan pembunuhan terhadap siapapun yang melawannya.

"Ah kau mempunyai teman baru. Sayang sekali, Na." Pada dasarnya Mark memang pencemburu. Lengannya menengadah, pedangnya membelah berbagai tumpukan box yang dia lewati. Langkahnya pasti dengan mata menyala-nyala.

Kegelapan di dalam tenda telah didominasi oleh warna ungu.

Marabahaya lain hadir satu per satu.

Yang satu ini sangat patut untuk diwaspadai setelah subject-92 maupun subject-88. Bahkan subject-01 tidak seagresif ini.

Jeno mempersiapkan diri. Mengerahkan setiap teknik yang dikuasainya untuk melawan pedang sihir mematikan.

TRAKK!!

TAAKK!

Hantaman demi hantaman terjadi. Benturan antar logam terdengar keras menghantui telinga. Berbagai perabot tidak bersalah menjadi korban. Mungkin, jika saja lawan sang penebar maut tidak kuat, tubuh Jeno sudah dapat dipastikan telah terpotong-potong menjadi beberapa bagian.

Jeno mulai merasakan dampaknya. Sengatan listrik itu mulai menggetarkan jantungnya. Membuat detaknya lebih kencang tak terkontrol. Nyeri menjalar di sekujur lengannya.

"Manusia macam apa kau ini?" Mark semakin mempertanyakan kemampuan lawannya. Caranya menyebut manusia membuktikkan bahwa dirinya telah menyatakan diri sendiri bukan sebagai manusia lagi.

"Sepertinya sebutan manusia sudah tidak cocok lagi untukku." Jeno menyabetkan bilah pedangnya ke arah perut Mark namun dapat dihindari dengan mulus. Sang kapten mulai mempertimbangkan apakah lawannya ini seorang amatiran atau bukan. "Kau salah satu dari 100 subject AZTEC?"

Si pemilik mata lavender terkekah. "Kenapa semua orang menyebutku sebagai salah satu 100 subject AZTEC? Bagaimana denganmu?"

"Kita beda project, bung."

TRRASSHH!!

TRRCKK!!

Pertarungan itu terus berlanjut. Terlihat persis seperti tentara perang salib sedang melawan seorang samurai. Kilatan demi kilatan petir menggebyar menyilaukan kegelapan.

Katana Jeno menyabet lembaran tenda hingga robek. Pedang Mark mengenyahkan segalanya karena sambaran listriknya mampu membakar seluruh tenda dan menyebabkannya roboh.

Nana menyeret kakinya yang dibuat lumpuh oleh belenggu metal. Tidak aman terus berada diantara pertarungan mereka yang menciptakan kehancuran dimana-mana. Bisa-bisa ia ikut terbakar oleh warna api yang tidak lazim. Seperti bunga api lavender.

Nana merelakan tangannya kotor demi bisa keluar dari tempat ini.

Merangkak sedikit demi sedikit.

Sampai pergerakannya terhenti ketika dicegat oleh kaki seseorang. Terdapat bekas lelehan darah hijau pada ujung celananya.

Firasat Nana memburuk. Tanpa mendongak pun ia tau bahwa mimpi buruknya akan datang lagi.

Wajah dipenuhi luka disana tersenyum lebar dengan mata hijau berbinar.

Hijau bertemu dengan biru memang akan menjadi perpaduan warna yang buruk.

Seperti ketika dunia ini mempertemukan mereka.

"Hai, Nana-ku sayang."

.

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

.

Dunia telah berubah. Tidak hanya orang-orang tertentu saja yang menggunakan senjata, sekarang siapa pun bebas memilikinya.

Dunia tanpa hukum yang diciptakan AZTEC.

Manusia tidak memiliki batasan lagi untuk melakukan apapun, termasuk tindak kekerasan. Inilah yang dinamakan kemunduran. 2030 manusia kembali ke masa dimana yang kuat lah yang berkuasa.

Karena hanya mereka yang spesial lah yang mampu bertahan untuk hidup lebih lama.

"Siapa pelakunya?" Gail bertanya, dia memimpin jalan.

Hendery di belakangnya merenung sejenak. "Black Death, dan salah satunya subject-01"

"Bagaimana cara mereka mati?"

"Kepala mereka dipenggal."

Sejujurnya Hendery tidak ingin menjawabnya. Tapi ia tau kematian rekan sudah menjadi hal yang biasa di Squad Q. Mereka akan menghabiskan kesedihan seharian penuh lalu melupakannya dengan menguatkan keteguhan diri bahwa hidup terus berlangsung.

Namun kali ini kelihatannya tidak seperti itu. Karena jumlah mereka tidak sebanyak dulu lagi. Entah sudah berapa kematian rekan yang menjadi beban pada punggung kapten Lauret. Begitu pula dengan anggota squadnya.

Gail telah mengalami hari yang berat. Teman-temannya mati secara beruntun akhir-akhir ini. Sebagian dari mereka dimakan, dua diantaranya digantung, sebagian lagi mati karena ledakan, dan yang baru saja terjadi ada yang kepalanya dipenggal sampai menggelinding di lantai Akabra.

Datang ke tempat ini memang pertaruhan nyawa.

Belum lagi nasib salah satu dari mereka akan ditentukan setelah ini. Tidak ada yang tau Sadie akan sembuh atau tubuhnya akan dimakan habis oleh kegagalan.

"Persiapkan diri kalian. Tembak siapapun yang kita temui di bawah." Gail memberi perintah.

Pistol Hendery telah terisi penuh oleh amunisi, begitu pula dengan Yangyang.

Dalam diri Hendery tedapat keraguan. Menembak manusia sangat berbeda dengan berburu binatang. Memakan binatang adalah bentuk kehormatan karena telah membunuh mereka. Tapi jika itu manusia, apa yang dilakukannya hanyalah meninggalkan dosa.

Gail berlutut di atas lempeng besi persegi yang merupakan pintu ruang bawah tanah Akabra. Ruang bawah tanah di dalam ruang bawah tanah. Entah bagaimana Renjun dapat menemukannya tadi hanya dengan mengamati lilitan kabel tidak beraturan yang menggantung diantara bangunan.

Kabel-kabel itu saling terhubung dan berpusat di tempat yang sama. Dengan begitu subject-92 itu menyimpulkan bahwa pusat tersebut merupakan ruang controller yang mengatur semua aliran listrik di Akabra.

Squad Q sangat menyukai kunci pintu yang manual. Karena mereka akan dengan mudah menghancurkannya. Seperti apa yang sedang Gail lakukan sekarang. Tinjunya meremukkan pintu tersebut sampai hancur. Membuangnya dengan kasar karena diselingi emosi akan kematian rekan-rekannya.

Pembangun tempat ini tidak akan menyangka bahwa akan ada orang yang ingin membobol sistem mereka. Mungkin AZTEC beranggapan bahwa makhluk selain spesies baru yang mereka ciptakan terlalu lemah dan primitif untuk melawan.

Mereka bertiga turun masuk. Lorong yang dikelilingi baja dalam keadaan remang-remang.

Hendery meyakinkan diri bahwa dirinya tidak takut.

Tidak takut untuk membunuh.

Tapi dia tidak menembakkan peluru satu pun saat Gail dan Yangyang spontan melawan saat ada orang yang datang mendekat.

DOR!!

DOR!

DOR!

Tidak ada negosiasi. Mana ada.

Gail memimpin di depan. Langkah demi langkah dikerahkan. Menuai berbagai ketegangan serta kekhawatiran akan bertemunya ajal.

Hendery menganut kepercayaan bahwa Tuhan-nya akan membawanya ke surga. Tidak ada neraka bagi mereka yang berjuang demi kemanusiaan.

Tuhan mengajarinya menebarkan cinta dan kasih sayang pada semua makhluk hidup di bumi. Hendery percaya semua agama mengajarkan hal yang sama.

Hanya saja beberapa lebih menekankan pada ketaatan beribadah daripada nilai moral aksi nyata yang sebenarnya bisa dilakukan pada sesama umat manusia.

Terkadang mereka yang disebut baru berhijrah terkena sindrome bahwa mereka merasa paling suci. Padahal kunci dari hidup ini adalah kemanusiaan. Bagaimana berlaku adil terhadap semua orang dan menghargai bukannya mengkotak-kotakkan menjadi berbagai golongan.

DORR!!

Satu orang lagi tumbang dengan peluru bersarang di kepalanya.

Mereka pada akhirnya tiba di ruang control. Tentu saja setelah sekian pembantaian yang dilakukan.

Hendery tidak begitu tahan dengan bau darah manusia. Terlebih masih segar dan itu mengalir dari lubang yang dibuat rekannya pada tubuh mereka.

Bahkan Yangyang turut serta menembak. Tidak ada raut wajah yang berarti darinya kecuali kehampaan.

Dia memutuskan untuk memendam rasa bersalahnya. Karena menjadi pelaku pembunuhan masal bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan.

Yangyang menarik tubuh seseorang yang telah kehilangan nyawa menyingkir dari kursi kontrol disana. Menggantikannya dengan dirinya yang mulai fokus menelusuri banyaknya display layar monitor yang terlihat sangat memusingkan.

"Aku akan berjaga di luar. Kau tau waktumu tidak banyak, Yangyang." Kata Gail seraya keluar dari ruangan dan menutup pintu.

"Aku mengerti." Jawab Yangyang. "Aku hanya perlu mencari jalan ke pembatas aliran listrik pada elevatornya dan memasukkan kode pemecah lockdown."

Penjelasan Renjun tadinya terdengar simpel. Setelah diaplikasikan di lapangan Yangyang menjadi tidak yakin.

"Sial. Aku sudah lama tidak bermain komputer."

"Karena 10 tahun kita dihabiskan hidup di pedalaman." Tanggap Hendery.

Itu bisa menjadi gurauan kecil yang menghibur jika saja keadaan tidak memojokkan mereka untuk tetap terus tegang.

Hendery berjalan ke arah lain. Mengamati bagaimana seseorang bisa menciptakan sesuatu seperti ini. Logo AZTEC dimana-mana dengan simbol paruh black death. Mereka menjadikannya aksesoris pin untuk menghias kerah seragam orang-orang yang bekerja disini.

"Hen-"

Spontan Hendery berbalik saat mendengar suara Yangyang memanggilnya. Salah satu dari mereka selamat. Mungkin berhasil bersembunyi dibalik perabot saat Gail menembaki semua orang tanpa ampun.

Hendery tidak mempunyai pilihan lain selain mengarahkan pistol padanya. Tubuhnya bergerak sendiri karena insting alami yang dimiliki manusia. Karena jika jarinya telat menarik pelatuk, Yangyang Friedicht hanyalah tinggal nama setelah sebuah pisau mengiris putus nadi pada lehernya.

DORR!

.

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

.

Sangat disayangkan karena dia ditinggalkan. Dia yang paling muda diantara teman-temannya yang telah mati. Baginya sangat membosankan tanpa kehadiran mereka di sekitar.

April menghela nafas panjang. Mengawasi ke luar pagar menutup basement menjalankan tugasnya berjaga. Meski rusuknya patah dan dirinya habis menjalani operasi ala kadarnya, setidaknya dia masih bisa mengangkat senjata untuk menembak monster apapun yang datang mendekat.

Masih terdapat beberapa pekemah yang harus dia lindungi sebagai misi Squad Q.

Suara gaduh terdengar dari bagian dalam basement. Pemuda bermata merah itu segera pergi untuk mengeceknya. Memasuki lorong gelap panjang basement dan berakhir di sebuah ruangan.

"Hei, apa yang kalian lakukan?"

Beberapa pekemah baru saja menjatuhkan kotak berisi berkas-berkas yang kini berserakan di lantai. Mereka bukannya terkejut karena ketahuan memasuki ruangan yang dilarang bagi pekemah dari warga sipil biasa. Malah keseluruhannya menatap April dengan tatapan mengintimidasi.

"Kalian tidak boleh menyentuh barang-barang dokter de Mavell." Dia berusaha menegur, namun sudah terlambat.

Mereka bukannya baru saja ingin membuka berkas-berkas itu, melainkan ingin mengembalikannya setelah segalanya ditelusuri.

"Dokter de Mavell sudah tidak ada lagi." Kata salah satu diantaranya.

"Hendery bilang, nama itu sudah lama menjadi mayat." Lanjut yang lain.

"Kau tau selama ini siapa yang tinggal dan hidup bersama kita?"

Sikap aneh Hendery memang pertanda buruk. Karena diam-diam dia telah melebarkan keganjilan pemimpin perkemahan ini kepada para pekemahnya.

"Kau pasti sudah tau, April. Tapi aku tidak menyangka kenapa itu harus dia!" Nada suara mereka terdengar marah.

"Dari sekian bajingan Zimmervoct yang ada kenapa harus dia?!"

April sampai gelagapan. "Err teman-teman, sepertinya kalian salah paham."

Seolah tuli, mereka tidak mau dengar.

"Bagaimana bisa selama ini kita hidup berdampingan dengan orang yang telah menghancurkan dunia?!!"

.

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

.

.

"Ayahmu sepertinya pendengar yang baik, dokter."

"Ya, tapi dia tidak pernah benar-benar mendengarkanku..

Malahan...

Pamanku lebih banyak mendengarkanku daripada ayahku."

.

.

⋘ ──── ∗ ⋅◈⋅ ∗ ──── ⋙

.

End of Chapter XXV.

[22.05.2021]

.

SADEN NOTE:
Did you get something from this chapter?

.

.

I

always made Johnny and Chenle have a close relationship, because I found it interesting.

And always kept Jeno-Nana-Mark in complicated relationships.  In this world there're no uncomplicated relationships.

Di bagian markmin, berasa ngetik naskah 'suara hati seorang istri'. Dari awal sampai Jeno datang ngakak terus.

Ini visualisasi swordnya Mark, lebih jelasnya ada di instagram @/zad.alzeri.

Jadi kayak Magik "New Mutants".

.

.

◾playlist today.
lagu khusus buat Mark.

.

Miss Nana de Leone and Gazells?

Continue Reading

You'll Also Like

177K 7.2K 35
"Dia seperti mata kuliah yang diampunya. Rumit!" Kalimat itu cukup untuk Zira menggambarkan seorang Zayn Malik Akbar, tidak ada yang tidak mengenal d...
24.4K 1K 23
Tentang anak berandalan yang di jodohkan dengan CEO yang sangat amat terkenal di kota nya. Ini tentang MARKNO โ€ผ๏ธ Jangan salah lapakโ€ผ๏ธ BXBโ€ผ๏ธ BLโ€ผ๏ธ ga s...
4.5M 310K 47
"gue gak akan nyari masalah, kalau bukan dia mulai duluan!"-S *** Apakah kalian percaya perpindahan jiwa? Ya, hal itu yang dialami oleh Safara! Safar...
330K 17.5K 38
"maafkan aku Violetta" Tentang Damian yang begitu menyesal atas segalanya yang dia lakukan kepada istrinya. Menyesal telah mengabaikannya, menyesal...