Yours

By Elsarst

739K 66.5K 6.1K

[PLAGIATHOR HARAM MAMPIR, TQ] (Sequel The Most Wanted Boy Vs Bad Girl) Cover by: HajidahNasia Hidup Lalisa ya... More

PROLOG
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
bagian 26
bagian 27
DIBUKUKAN !!!
Bagian 28
bagian 29
bagian 30
Bagian 31
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
EMANG MASIH NUNGGU?
BAGIAN 36

Bagian 32

1.7K 196 72
By Elsarst

Kringgg

Kringgg

Kringgg...

"Ih maafin gue Lalis..," Chika menyeimbangi langkah Lalisa ketika semua murid berhamburan keluar kelas untuk pulang.

Ya, Lalisa tengah mendiami Chika yang sepanjang waktu meminta maaf terus sampai ia harus menutup telinga karena risih mendengar rengekan temannya.

Chika memelaskan raut wajahnya sembari memegang lengan Lalisa. "Kan gue udah jelasin di chat kalo gue terpaksa ninggalin lo!"

Lalisa berhenti melangkah, begitu juga Chika.

Lalisa menghela nafas pelan lalu menoleh dengan tajam ke sahabatnya itu. Kecuali Chika, dia malah nyengir memperlihatkan deretan giginya yang tertata rapih.

"Lo tuh bisa diem nggak sih?!" Lalisa geram, ia masih kecewa dengan Chika karena telah meninggalkannya di bar.

Sementara Chika, langsung merubah raut wajahnya kembali pout karena mendapat bentakan dari Lalisa. "Gue tau gue salah, tapi apa nggak cukup lo diemin gue selama dua hari, chat gue aja lo hirauin." balasnya.

Lalisa memutar bola matanya.  "Ya lo pantes dapet itu. Ini belum seberapa ya sama masa depan gue. Gara-gara lo ninggalin gue, gue jadi kejebak masalah! Gue kehilangan masa depan gue, ih!" Lalisa ngoceh sendiri seraya menghentakkan kakinya kesal.

Chika kebingungan, otomatis dahinya berkerut mencerna baik-baik ucapan Lalisa barusan. "Emang ada yang ngapain lo? Lo gak digandol om om kan disana?"

Lalisa melotot. "Lebih dari itu!"

Chika auto terbelalak. "Hah!" mulutnya yang terbuka lebar segera ditutupnya pakai tangan. Ia khawatir dan langsung meraba-raba tubuh Lalisa dengan panik. "Lo diapain anjir? Lo masih perawa—

Lalisa kaget mendengarnya, ia segera menjitak Chika yang otaknya tidak pernah berpikir jernih. Sontak, Chika langsung memegang kepalanya. "Kok lo jitak sih?! Gue lagi panik juga."

"Gila ya lu! Otak lu tuh bersihin deh, masa depan gak melulu tentang itu. Gue bilang gue kehilangan masa depan, bukan kehilangan perawan bodoh.." caci Lalisa sambil memajukan wajahnya tepat ke wajah Chika ketika menyebut kata 'bodoh'.

"Ya, maap," ucapnya datar. "Terus maksud lu apa kehilangan masa depan?" tanya Chika.

Lalisa diam, tidak menjawab. Matanya dialihkan, tidak mau menatap Chika.

"Woi, jawab—

"Ayo, pulang."

Dua perempuan itu segera mengalihkan pandangan ketika Niko muncul dari belakang dan kini sudah berdiri tepat di samping Lalisa.

Niko melirik keduanya bingung, merasa situasi sedang canggung. "Kalian berdua kenapa? Masih marahan?"

Lalisa tidak menjawab pertanyaan Niko, ia segera menoleh ke Chika. "Gue balik dulu ya Chik, dadah...," pamit gadis itu lalu menoleh ke Niko. "Ayo, pulang."

Niko mengangguk, lalu mereka berdua pun pergi meninggalkan Chika yang masih penasaran akan maksud dari Lalisa.

*****

Niko memparkirkan motornya tepat di halaman rumah Lalisa, sebelum akhirnya mereka berdua masuk ke dalam rumah.

"Aku pulang..." suara Lalisa menggelegar ke seluruh penjuru ruangan, sedangkan Niko mengikut di belakang gadis itu, ia masih merasa canggung harus menganggap rumah sendiri.

Fellyana turun dari tangga menyambut anaknya yang baru pulang sekolah itu dengan senyuman. "Wah..., dua anak Mama kok udah pulang sih?" tanyanya ketika berada di dekat Lalisa.

Lalisa menaikkan alisnya sebelah, menatap heran Mamanya. "Tumben banget, pulang cepet dikomentarin? Biasanya ngoceh kalo Lalis pulang lama."

Fellyana terkekeh, mengingat ia sangat bawel jika anak satu-satunya itu belum ada di rumah ketika pulang sekolah, apalagi kalau tidak memberinya kabar. "Ya kalo kamu perginya sama Niko, Mama nggak bakalan khawatir sayang..." jawabnya sembari mengelus rambut Lalisa.

Mendengar itu Lalisa langsung menggeliat geli. Mimpi apa dia semalam, harus di ship-shipin sama Niko.

"Apaan sih Ma." sanggah Lalisa.

Niko hanya tersenyum seadanya, lalu ia menyalimi punggung telapak Fellyana. "Maaf tante, tapi Niko ijin ke kamar tamu ya—

"Eits!" Fellyana menahan tangan Niko ketika ia ingin beranjak pergi. "Pertama, kamu harus manggil tante ini Mama, karena kan sekarang, tante Felly itu Mama kamu juga. Kedua, kamu jangan ke kamar tamu, karena kamar kamu sekarang kan di kamarnya Lalis. Iya kan Lalis?"

Lalisa tersentak ketika namanya disebut di akhir, ia segera menoleh ke Mamanya dengan mata membulat sebelum akhirnya mengangguk pasrah. "Iya." bola mata gadis itu memutar malas.

Niko sedikit tertegun, sampai harus meneguk saliva susah dan tertawa canggung. "Haha, maaf tan, eh Ma.. Niko lupa." senyuman palsu tentunya.

Fellyana terkekeh, merasa lucu dengan keduanya yang masih sama-sama kaku. Kemudian, Fellyana menepuk-nepuk bahu Niko agar cowok itu tidak perlu merasa canggung.

"Yaudah, Mama arisan dulu ya," pamitnya. "Kalian jangan berantem." Fellyana mengacungkan jari telunjuknya, memberi peringatan.

"Iya, hati-hati ya Ma."

Kemudian, Fellyana pun keluar, meninggalkan tom and jerry berduaan di rumah. Ya, seperti sekarang ini, setelah kepergian Fellyana, Niko dan Lalisa saling pandang. Pandangan yang tidak mengisyaratkan adanya perasaan sama sekali.

Lalisa menghela nafas. "Gue ngantuk, mau tidur, lu jangan ke kamar ya." titahnya.

"Dih, enak aja, gua juga udah punya hak ya di kamar lu. Jadi, suka suka gua." Niko tidak mau terus-terusan mengalah, dia juga butuh istirahat.

"Yaudah, gini aja deh, kita balapan dari sini," Niko menyimak. "Nah, yang masuk duluan berarti dia harus ngalah tidur di sofa ruang tamu, seenggaknya sampe orang rumah dateng. Gimana?" tantang Lalisa menaik-turunkan alisnya seraya berkacak pinggang.

"Deal."

"Satu, dua, tig—ah, Niko curang!"

Lalisa berteriak tak terima ketika Niko langsung berlari ke atas, sontak gadis itu pun mengejarnya.

"Gak mau, lo curang!" Lalisa mengoceh mencoba mempercepat larinya, dan berusaha menarik seragam Niko dari belakang, namun hasilnya ia tetap kalah.

Hingga sampailah mereka masuk ke dalam kamar. Lalisa berhenti di belakang punggung Niko sembari menumpukan dua telapak tangannya ke lutut, ia ngos-ngosan. Sementara Niko langsung berbalik badan, ia menampilkan senyuman licik ketika melihat Lalisa kalah di belakangnya.

Lalisa mendongak, masih mengatur nafas sebelum mulai berbicara pada Niko. "Kan gue belum selesai ngitung kok lo udah lari," kemudian, gadis itu berdiri tegak. "Pokoknya gue tetep mau tidur disini." kekeuh Lalisa sembari berkacak pinggang.

"Sportif dong, suruh siapa lu gak ancang-ancang, jadi gua tinggal deh."

"Ih... Sialan lo—

Baru ingin memukul Niko, tiba-tiba saja tangannya ditahan, sontak Lalisa ingin menepisnya namun Niko terlalu mencengkram.

Lalisa auto memelotot. "Lepas nggak!"

Niko menatap Lalisa dalam, ia masih mencengkram tangan Lalisa di udara. "Gua bakal lepas kalo lu sportif."

"Gue gak mau tidur di sofa, ini rumah gue!" Lalisa ngotot.

"Oke, gua bakal kasih pilihan. Lu mau tidur satu kasur sama gua, atau akhirnya lu tidur di sofa?" tawar Niko menaikkan alisnya sebelah.

"Dih, gak sudi gue.., mending gue tidur di sofa!" Niko melonggarkan genggamannya lalu Lalisa menepis tangannya.

Niko mangut-mangut, telapak tangannya terulur mengelus pucuk kepala Lalisa sembari berkata, "Selamat tidur di sofa ya istriku tertidak cinta." lalu tersenyum licik.

"Najis." Lalisa geli, ia langsung berbalik badan dan meninggalkan kamar dengan sangat terpaksa.

*****

Lalisa membaringkan tubuhnya setelah turun dari tangga dan beranjak ke sofa. Dengan perasaan kesal juga tidak terima, akhirnya gadis itu menghela nafas berat sembari menatap langit-langit ruang tamu.

dia termenung, entah apa yang dipikirkannya saat ini. Yang jelas, dirinya masih tidak menyangka semua ini bisa terjadi, dimana ia menjadi istri dari seseorang yang tak pernah disukainya sama sekali.

"Huft...," desahnya berat.

Drrtttt

Drrtttt

Lalisa merogoh tas yang berada di atas perutnya untuk mengambil ponsel, sebelum akhirnya alis gadis itu mengerut karena nama seseorang tertera di layar.

"Revan?" dirinya segera bangkit. "Tumben banget sih," gumamnya sedikit senang lalu menggeser tombol hijau dan menempelkannya ke telinga.

senyumnya tertahan ketika di sebrang sana bersuara duluan memanggilnya lembut. Ya, Lalisa tetaplah Lalisa, mau apapun statusnya saat ini, jika itu tentang Revan ia susah menyadarkan diri.

"Kenapa Van?" tanya Lalisa.

"Malam ini Lalis sibuk ngga?"

Lalisa terdiam sejenak, ia tahu maksud dari pertanyaan Revan jika dia sudah menanyakan itu, artinya cowok ini akan mengajaknya keluar. Sontak, dengan senyum yang masih tertahan, Lalisa menjawab dengan lantang. "Nggak, Lalis nggak sibuk. Kenapa emangnya?" pura-pura tidak tahu.

"Revan mau ajak Lalis makan malam, ada yang mau Revan bicarain. Bisa kan?"

That's right. Lalisa mengembangkan senyuman ketika tebakannya benar. Ia pun langsung mengangguk antusias.

"Bisa kok bisa! Nanti Lalis siap-siap ya yang cantik biar nggak malu-maluin sahabat Lalis yang satu ini." ucapnya terkekeh.

Terdengar kekehan juga di sebrang telepon sana, yang diyakini Revan tengah menertawakan kecil sahabatnya itu. "Iya, yang cantik ya. Oh iya, Revan perlu ijin nggak ke Niko? Eum.. Secara dia kan suami—

"Sssssttt!!!" Lalisa segera memotong, ia tidak ingin mendengar statusnya saat ini. "Revan denger Lalis ya, jangan pernah sebut status itu, oke? Kita menikah bukan karena suka, ini cuma masalah waktu sebentar lagi juga kita bakalan pisah." jelasnya.

"Iya, iya, maafin Revan ya.. Tapi, kalo seandainya Lalis mau ajak Niko juga gak apa-apa. Revan nggak enak kalo ngajak Lalis tanpa sepengetahuan dia."

"Udah ah tenang aja, nanti Lalis yang ijin dan dia nggak perlu ikut. Yaudah, dadah, sampai ketemu nanti malem."

Lalisa mematikan sambungan teleponnya. Ia masih tersenyum sembari memeluk ponsel. Andai saja dirinya mau jujur dari dulu sebelum kehadiran Nina dan Niko, mungkin mereka berdua sudah menjadi couple goals. Tapi sayangnya itu hanya bayangan dari seorang Lalisa yang entah kapan akan terwujud.

Lagi-lagi hanya bisa menghela nafas berat, kemudian ia berdiri. "Udah ah mau siap-siap!" Lalisa beranjak ke kamar.

*****

Di kamar Lalisa.

Niko yang tengah memeluk guling serta dibalut selimut tebal tanpa memakai kaos alias telanjang dada, tiba-tiba mata yang tadinya terpejam seketika mengerjap beberapa kali karena mendengar suara air mengalir deras.

Cowok itu akhirnya membuka mata setelah beberapa menit tertidur pulas. Ia refleks memandangi pintu kamar mandi dengan mata sayu dan juga dahi yang berkerut.

"Siapa yang nyalain air?" gumamnya bingung. "Lalis? Tapi kan...," ia melirik pintu kamar. "Udah gua kunci,"

Kemudian, cowok itu bangkit hingga menampilkan tubuhnya yang sempat tertutup selimut. Ia mengucek mata sebentar sebelum akhirnya beranjak dari kasur dan jalan ke kamar mandi.

Dipikirannya saat ini, mungkin keran lupa dimatikan karena Lalisa tidak mungkin masuk ke kamar yang sudah dikunci olehnya.

Dengan santainya cowok itu membuka pintu kamar mandi lalu masuk dan seketika ia mematung dengan bola mata yang terbelalak.

"Aaaaa...!!!"

Niko langsung berbalik badan dengan ekspresi terkejut bukan main ketika melihat Lalisa yang tengah berendam di bathup dan tubuhnya hanya tertutup oleh busa-busa. Sementara Lalisa yang shock luar biasa ketika tiba-tiba Niko sudah masuk, langsung menutupi tubuhnya meskipun sebenarnya tidak terlihat juga.

"KURANG AJAR BANGET LO!" teriak Lalisa marah besar pada Niko.

"Sorry, sorry, sumpah gua nggak tau lu di dalem. Gua pikir—

"BULLSHIT! KELUAR LU SANA! GUE BAKALAN ADUIN KE MAMA, LIAT AJA!" ancam Lalisa masih melotot dan mempertahankan tangan yang di silangkan depan dada.

Niko mengangkat dua tangannya ke udara, menandakan ia pasrah. "Sorry sekali lagi, gua nggak sengaja." ucapnya tulus lalu pergi dan menutup kembali pintunya.

Sedangkan Lalisa, ia mencoba mengatur nafasnya dengan amarah yang masih tertahan karena belum menampol Niko secara langsung.

*****

Di tempat berbeda, Dimas dan Chika tengah berbincang-bincang di taman dekat rumahnya seraya memakan eskrim.

"Katanya sih malam ini si Revan mau nembak Nina." Dimas adalah salah satu cowok yang tidak bisa merahasiakan sesuatu dari pacarnya.

Chika menaikkan kedua alisnya, ia fokus menatap wajah Dimas. "Serius? Tapi bukannya Revan tau kalo Lalis suka sama dia? Dan aku yakin si beb, Nina juga nggak akan terima Revan, soalnya dia udah jaga jarak sekarang."

Dimas menghela nafas, lalu mengendikkan bahu. "Ya, gimana, Revan sukanya sama Nina bukan Lalisa, lagian juga ya mereka tuh cocoknya emang bersahabat sih." Dimas membela Revan.

"Ya tapi kan harusnya hargai sedikit lah perasaan Lalis. Lagian aneh sama si Revan itu, kalo bukan kakak kelas udah gue jitak kali kepalanya, ngapain sih sukanya sama Nina yang jelas-jelas sahabatnya Lalis. Kan aku bingung beb jadinya harus dipihak siapa!" cerocos Chika sebal mengingat dia selalu menjadi tempat curhat kedua sahabatnya dan selalu yang dibahas adalah Revan. Entah itu Lalisa yang sedih karena Revan berubah, dan Nina yang sebenarnya sudah mengakui nyaman dengan Revan tapi tidak enak hati dengan Lalisa.

"Udah lah beb, jangan stres gitu dong, biarin aja itu urusan mereka," Dimas menenangkan pacarnya lalu merangkul Chika seraya memakan eskrim gadis itu. "Palingan ya bentar lagi, Lalis luluh tuh sama Niko."

Chika auto menoleh dengan alis yang mengerut. "Kok ke Niko? Asal kamu tau ya, mereka itu saling benci." beri tahu gadis itu pada pacarnya.

Dimas hanya tersenyum licik, merasa tahu yang sebenarnya.  "Nanti juga kamu tau."

*****

Malam harinya, setelah kejadian di kamar mandi tadi, Niko tidak berani masuk ke kamar, ia memilih tetap di sofa dengan debaran jantung yang tak hentinya berdetak.

Ya, bagaimana tidak, hampir saja ia melihat seluruh tubuh yang tidak boleh dilihatnya jikalau Lalisa tidak berendam di bathup.

Niko keringat dingin daritadi sambil memegang dadanya, kali ini ia sudah memakai kaos. Ia takut Lalisa marah besar, padahal dirinya tidak sengaja masuk.

"Mama pulang...,"

Niko yang bersandar langsung berdiri menyambut Fellyana juga Gerald yang baru saja datang membawa beberapa paper bag.

Cowok itu tersenyum simpul ketika kedua orangtua Lalisa berhenti dan melihat ke arahnya dengan tatapan bingung.

"Kok kamu disini?" tanya Fellyana.

Niko sempat terdiam, bola matanya melihat ke bawah seperti tengah memikirkan jawaban yang pas. "eumm..," sedikit menggantung, sebelum akhirnya mendongak dan menjawab. "Iya, panas aja di kamar."

"Emang Ac-nya mati?" tanya Gerald.

Baru ingin membuka suara, tiba-tiba seorang gadis yang dihindari Niko turun dari tangga dengan berlari ke arah Papanya. "Papa..." Lalisa langsung memeluk Papanya.

Sontak, Gerald pun segera menangkap Lalisa dan mengelus-elus kepalanya. "Hei, tumben anak Papa manja sekali?"

Lalisa yang sedang bersandar di dada Gerald langsung mendongak dengan bola mata yang berkaca-kaca. "Pah..., Lalis nggak mau Niko tinggal disini?!"

Fellyana menoleh. "Kenapa sayang?"

"Niko udah ngelakuin kesalahan yang fatal banget!" adu Lalisa penuh amarah.

Gerald melirik Niko, sontak cowok itu langsung menunduk tidak enak hati. "Kamu apain anak saya? Kamu sakitin dia, iya?" tanyanya mengintrogasi.

"Maaf Pah, tapi saya nggak sengaja, nggak ada niatan sedikit pun buat ngelakuin itu ke Lalisa. Papa boleh kok pukul saya, ini emang salah saya." Niko siap menerima hukuman apapun itu.

"Usir aja Pah! Kalo bisa kita cera-

"Hei, sayang, gak boleh ngomong gitu..," Fellyana segera mengusap rambut Lalisa. "Kalian kan bisa omongin baik-baik. Lagian emang masalahnya apa sih?"

Gerald menyimak anaknya.

Lalisa melepas pelukannya, dan menjelaskan ke Mamanya penuh tegas. "Ma, Pah, dengerin aku! Ini tuh nggak bisa diomongin lagi, dia udah kelewatan!"

"Ya, tapi apa masalahnya?"

"Dia ngintip aku!" Lalisa menjawab dengan nada tinggi.

"Ngintip?" alis Gerald tertaut.

Niko mencoba meluruskan maksud dari Lalisa. "Gini Pah Mah, Niko gak tau Lalis di dalam kamar mandi, jadi Niko masuk gitu aja dan ternyata di dalam ada Lalis. Tapi sumpah demi apapun kalo saya gak ada liat sedikit pun bagian tubuh Lalis."

Lalisa menggeleng, mencoba mengalihkan perhatian kedua orangtuanya. "Bohong! Dia tuh sengaja, modus tuh bilang aja mau liat badan gue kan?! Alesan lo buaya."

"Lagian mandi kok nggak dikunci, emang sengaja kali lu mengundang—

Lalisa mengernyit geli. "Dih najiss—

Fellyana hanya bisa cengo melihat kedua anaknya berantem karena masalah sepele. Ia sampai menepuk jidatnya sendiri. Sedangkan Gerald hanya bisa menggeleng.

"Udah, udah. Kalian ini nggak bisa dewasa dikit ya?" Gerald melihat Niko dan Lalisa secara bergantian.

Lalisa mengerucutkan bibirnya pada Papanya. "Pah..., ini kesalahan yang fatal kan? Ayo Pah, pisahin Lalis dari cowok mesum itu!" Lalisa memohon sambil menunjuk Niko ketika menyebut kalimat 'cowok mesum itu'

"Kalian itu sudah menikah, jadi ini bukan kesalahan. Niko itu suami kamu, wajar aja dia melihat apa haknya."

Lalisa menggeleng, bersikukuh jika Niko tetap tidak boleh melihat atau bahkan menyentuhnya.

"Udah Pah, kita istirahat aja. Mereka ini semakin diladenin semakin manja." Fellyana melingkarkan tangannya ke lengan Gerald, kemudian mereka berdua pergi ke lantai atas.

"Mah..., Pah...," rengeknya sembari melihat punggung Gerald dan Fellyana yang semakin menjauh.

Sementara Niko, menatap tajam Lalisa sebelum akhirnya mereka kembali bertatapan ketika gadis itumengalihkan pandangan.

"Apa lu?!" tantang Lalisa berkacak pinggang sembari melototi Niko.

Niko menghela nafas, ia ikut berkacak pinggang sembari membuang muka. Dirinya malas sekali melihat wajah Lalisa.

"Gua capek berantem sama lu.  Kali ini biarin gua tenang ya." Niko membalasnya dengan santai, tidak lagi nyolot pada Lalisa.

"Emang bener kok lu modus! Inget ya, jangan mentang-mentang lo suami gue, eh salah maksudnya suami boongan gue, suami nggak resmi gue, lo seenaknya. Gue gak akan biarin lo."

"Iya, iya, gua janji ini terakhir kalinya." Niko mengalah.

"Gue maafin lo, tapi ada syaratnya."

"Apa?" Niko melihat ke arah Lalisa.

"Ijinin gue dinner sama Revan, tapi jangan bilang Mama sama Papa kalo gue pergi."

"Gak." tanpa pikir panjang, cowok itu menolak mentah-mentah permintaan Lalisa. Sontak, gadis itu pun membulatkan bola matanya bersamaan dengan mulut yang terbuka lebar.

"Kok lo gitu?! Pokoknya gue tetep mau pergi!" kekeh Lalisa.

"Emang lu gak kapok sama dia? Gara-gara dia lu nikah sama gua." kata Niko.

"Kita nikah bukan kesalahan dia, tapi kesalahan lo. Lo tuh ngapain tidur di samping gue," sanggah Lalisa tak terima Niko menyalahi Revan. "Udah ah, pokoknya gue tetep mau pergi! Terserah lo deh mau bilang ke Mama sama Papa juga."

Niko mendesah berat seraya mengacak-acak rambutnya prustasi, ia bingung bagaimana membuat gadis batu itu menurut sekali saja. "Yaudah, yaudah, boleh deh.. Tapi gua ikut."

Lalisa menggeleng. "Cuma boleh berdua."

"Bodoamat gua ikut. Gua gak mau ya terjadi apa-apa lagi sama lu, gua gak mau tanggung jawab gua lebih besar nantinya." Niko bersikeras.

Lalisa memutar bola matanya malas. "Yaudah deh, lo boleh ikut. Tapi inget ya, jangan ganggu! Soalnya Revan mau ngomong sesuatu, dan cuma kita berdua aja yang tau." katanya memperingati.

Mendengar itu, Niko langsung menyetujuinya. Ia mengangguk. "Iya."

"Gue ganti baju dulu ya." Lalisa pamit ke atas, ia ingin dandan. Sedangkan Niko menunggu gadis itu di sofa.

Continue Reading

You'll Also Like

MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 41K 18
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
561K 27.1K 74
Zaheera Salma, Gadis sederhana dengan predikat pintar membawanya ke kota ramai, Jakarta. ia mendapat beasiswa kuliah jurusan kajian musik, bagian dar...
464K 50.4K 22
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
529K 19.8K 33
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...