The Cold Brothers [ON GOING]

By svgrsna

52.7K 4.1K 300

[Follow sebelum baca] Jika orang bilang mempunyai kakak laki-laki itu enak maka bagaimana jika kalian mempuny... More

Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18

Chapter 6

3K 305 6
By svgrsna

Suara deru motor terdengar sangat nyaring di jalanan yang begitu sepi, begitu banyak motor yang berada di sana karena sebentar lagi mereka akan melakukan balapan. Bahkan sejak tadi seorang laki-laki hanya memperhatikan sekelilingnya yang ramai akan teman dan musuhnya.

Tidak heran jika laki-laki itu memimpin sebuah geng motor besar yang bernama Carcharoth, tidak tau apa yang membuatnya ingin mempin sebuah geng motor yang seharusnya dia sibuk dengan kegiatan belajar di sekolah.

Raut wajah Rangga terlihat sangat malas, dia tidak ingin datang namun karena musuhnya menantangnya secara langsung maka mau tidak mau dia harus menerima tantangan itu. Berharap akan segera berakhir dan bisa membuatnya tidur dengan nyaman di atas kasur.

"Gua aja yang gantiin lu Ga." Raga menawarkan diri ketika melihat wajah saudara kembarnya yang sangat tidak bersemangat.

"Gua aja," balas Rangga.

"Ga usah lu ladenin mereka, biarin aja yang ada nanti tambah jadi." Arvin yang merupakan teman Revan sekaligus mantan anggota Carcharoth memberi saran.

"Bener tuh pak ketua, ga usah diladenin. Dari dulu gitu mulu ga ada jeranya," sahut Jordan salah satu anggota Carcharoth.

"Takut kalah sampe nyuruh ketua sendiri mundur?" Seorang laki-laki datang dengan tatapan meremehkan mereka.

"Kebalik, bukannya lu yang takut kalah?" Revan maju selangkah mendekati laki-laki itu.

Terlihat jelas laki-laki yang bernama Andi itu tersenyum miring. "Kali ini gua yang bakal menang dari adek lu."

"Taruhannya?" tanya Revan.

"Kalau Rangga menang, gua bakal kasih Rangga mobil baru gua. Tapi kalau gua yang menang lu harus ngasih adek lu buat gua, gua denger-denger kan lu ada adek cewek. Setuju?" Andi menatap mereka dengan serius.

Tangan ketiga laki-laki itu terkepal dengan sangat sempurna, bagaimana bisa mereka akan menjadikan adik mereka sebagai bahan taruhan. Bukan karena takut kalah namun Queen bukanlah barang yang harus dipertaruhkan.

"Adek gua bukan barang yang harus dijadiin bahan taruhan." Rangga menatap Andi dengan begitu tajam.

"Takut kalah lu?" Sebuah senyum miring terlihat sangat jelas di bibir Andi.

"Gua ga pernah takut sama lu, mending gua mundur kalau yang dijadiin taruhan adek gua," ucap Rangga.

Keteganggan terjadi, Rangga yang menatap Andi dengan tajam dan Andi yang menatap Rangga dengan remeh. Tangan Rangga sudah sangat gatal untuk memukul wajah laki-laki yang berada dihadapannya, dia sangat muak dengan Andi yang sangat ingin membuat adik perempuannya menjadi bahan taruhan.

Getaran di saku Raga membuat lelaki itu menjauh untuk melihat siapa yang menelponnya di tengah malam seperti ini, keningnya bekerut saat melihat siapa yang menelponnya.

"Queen? Kenapa? Belum tidur?" Raga bertanya dengan kening yang mengerut.

"Belum, kangen sama kalian jadi ga bisa tidur," jawab Queen dari seberang telepon.

"Salah sendiri milih pergi ga ngajak kita," ucap Raga yang membuat suara kekehan Queen terdengar.

Helaan napas bisa Raga dengar, gadis itu berusaha untuk menormalkan napasnya membuat dahi Raga semakin mengerut. "Lagi dimana? Rame banget kayaknya, balapan ya?" tebak Queen yang dibalas Raga dengan anggukan kepala.

Namun Raga langsung tersadar jika gadis itu tidak bisa melihatnya mengangguk. "Iya, tidur sana."

"Kali ini taruhannya apa?" Pertanyaan dari Queen membuat Raga terdiam. Dia kembali mengingat taruhan yang tadi diajukan oleh Andi.

Raga terdiam karena bingung harus menjawab apa, apakah dia harus berkata jujur atau harus berkata bohong kepada Queen? Keterdiaman Raga membuat Queen yang berada disebarang telpon menunggu dengan bingung.

"Abang?" panggil Queen membuat Raga kembali tersadar.

"Motor Rangga." Raga menjawab dengan cepat.

"Gimana? Lu terima tawaran gua? Adik lu yang bakal jadi taruhannya, oh iya nama adik lu siapa sih? Gua ga tau namanya tapi pernah ngeliat dia dan cantik juga."

Ucapan Andi masih bisa di dengar Raga dengan sangat jelas, lelaki itu kembali menghampiri mereka dengan posisi panggilan yang masih menyala.

"Jangan pernah ngelirik adik gua atau gua ga segan buat bikin mata lu buta," ancam Raga.

Andi memasang wajah berpura-pura takut. "Aduh gua takut nih dengan anceman lu." Seketika tawa Andi terdengar sangat menggelegar. "Ngaku kalah aja. Rangga udah tau bukan kalau dia bakal kalah makanya ga mau jadiin adeknya taruhan?"

"Lebih baik gua ngaku kalah dari pada harus jadiin adek gua taruhan. Gua Rangga mengaku ka-"

Sebuah suara yang berhasil memotong omongan Rangga. "Rangga bakal terima taruhannya." Raga langsung tersadar jika dia lupa mematikan sambungan telepon dan begonya dia tadi meloudspeaker agar bisa mendengar suara Queen dengan jelas.

"Rangga bakal terima taruhannya, gua sebagai orang yang mau dijadiin barang taruhan dengan senang hati menerimanya." Queen kembali berucap membuat semua orang terkejut.

"Lu tidur aja, ga usah dengerin omongan dia. Gua matiin teleponnya." Namun sebelum Raga mematikan telepon, suara gadis itu kembali mengintrupsi. "Ga usah dimatiin bang, gua nerima tawarannya."

"Adik lu aja nerima, lu masih mau nolak?" Tatapan yang diberikan Andi pada Rangga kembali membuat lelaki itu harus menahan emosi.

"Gua nolak buat balapan," ucap Rangga.

Meski sudah mendapat persetujuan dari Queen, dia masih saja tidak ingin menjadikannya sebagai taruhan. Queen bukanlah sebuah barang, dia menjaga adik kecilnya itu dengan penuh kasih sayang dan sekarang dia harus membuatnya menjadi bahan taruhan.

"Biar akhirnya impas, gua juga mau jabatan lu jadi ketua harus jadi taruhannya. Kalau lu kalah maka lu harus mundur jadi ketua Lycaon."

Queen mampu membuat Andi terdiam mematung, bukan hanya Andi namun semua orang yang berada disana juga ikut terdiam membuat suasana menjadi hening seketika. Mereka tidak pernah berpikir jika akan menjadikan jabatan Andi sebagi taruhan namun gadis di balik layar ponsel malah mengatakan dengan sangat mudah.

"Gimana? Lu terima tawaran gua?" Kekehan Queen terdengar sangat menyeramkan.

"Gua udah mau jadiin mobil gua taruhan," balas Andi.

"Mobil? Bukannya itu ga adil? Ya kali gua mau disetarain sama barang, meski jabatan lu lebih rendah dari pada harga diri gua. Tapi gua dengan senang hati buat jadiin diri sendiri taruhan, yang takut kalah sekarang siapa sih? Rangga atau lu?"

Kali ini semuanya terdengar menyenangkan, bahkan ketiga saudaranya menunggu jawaban Andi dengan raut wajah yang sangat penasaran. Gadis yang berstatus adik mereka mampu membuat seorang lelaki arogan terdiam.

"Bos terima aja tawarannya," celetuk salah satu anggota Lycaon.

"Lu mau lihat gua keluar dari Lycaon?" ucap Andi dengan dingin.

"Berarti lu udah tau kalau nanti bakal kalah? Tadi aja songong banget lu, sekarang sikap songong lu kemana? Gua terima tawaran buat jadiin adek gua taruhannya." Rangga melipat kedua tangannya di depan dada.

Wajah yang tadinya terlihat emosi kini malah terlihat sangat arogan, sudah cukup Andi yang membuat emosinya tadi tersulut kali ini dia akan membalasnya. Meski sangat berat untuk menerima tawarannya tapi Rangga berusaha menyampingkannya.

"Oke, gua terima tawarannya."

Seketika suara riuh terdengar, semuanya bertepuk tangan karena ini akan menjadi balapan yang sangat menyenangkan untuk dilakukan. Balapan yang menjadikan sesuatu yang berharga untuk dijadikan taruhan.

Rangga dan Andi berjabat tangan, keduanya saling menatap dengan tajam. Tidak tau siapa yang akan menang dan yang akan kalah, semuanya terasa sangat menegangkan dan menggembirakan.

***

Gadis itu mengembangkan senyumnya saat mendengar bahwa musuh abangnya menerima tawarannya, tanpa menunggu Raga akan berbicara lagi, dia langsung mematikan panggilan telepon secara sepihak.

Entah apa yang berada di kepala gadis itu sehingga mau menjadikan dirinya sendiri bahan taruhan. Bahkan dia tidak memikirkan jika Rangga kalah maka dia akan menjadi milik Andi, dan pastinya laki-laki itu akan melakukan apapun yang dia mau karena sudah menang taruhan. Dia hanya melakukan ide bodoh yang tidak tau akan menguntungkan atau merugikan dirinya.

Queen menatap langit-langit kamar, untung saja dia memilih untuk memesan kamar hotel sendiri dengan ketiga sahabatnya sehingga membuatnya bisa terjaga hingga larut malam. Pikirannya berkecamuk tapi dia tidak tau apa yang tengah dia pikirkan.

Dia ingin menangis, dia juga ingin berteriak. Dia merasakan kehampaan saat dia sendiri tidak tau apa yang sudah membuatnya merasakan hal aneh, dia pikir perasaannya itu adalah perasaan rindu akan ketiga saudaranya sehingga dia memilih untuk menelepon mereka di tengah malam seperti ini. Tapi ternyata semuanya bukan perasaan rindu, dia masih merasa hampa meski sudah mendengar suara sauadara laki-lakinya.

Queen mencengkram selimut yang menutupi tubuhnya dengan erat saat tiba-tiba dia merasakan sebuah kesesakkan menghantam dadanya. Apa yang terjadi pada dirinya? Apa yang mengganggu pikirannya sehingga membuatnya ingin menangis? Sebenarnya apa yang terjadi padanya sehingga dia merasa sangat hampa?

***

Seorang wanita berpakaian minim berdiri di depan mereka sambil membawa kain putih, suara motor Rangga dan Andi saling beradu membuat suasana malam ini lebih sedikit menegangkan. Keduanya saling menatap satu sama lain lalu kembali menghadap kedepan fokus kepada wanita berpakaian minim yang membawa bendera.

Dalam hitungan ketiga wanita berpakaian minim itu segera menjatuhkan bendera yang dibawanya, Andi langsung menarik gasnya ketika melihat kain itu terjatuh sedangkan Rangga masih terdiam di tempat meperhatikan kecepatan motor Andi.

"KEJER BEGO JANGAN DIEM AJA, ADIK LU YANG JADI TARUHANNYA KALAU LU KALAH!!" Arvin berteriak dengan penuh emosi saat melihat Rangga hanya terdiam.

Bahkan Raga dan Revan sudah mengepalkan tangannya melihat keterdiaman Rangga, jika Rangga kalah maka dia tidak akan segan untuk mengahabisnya. Dia tidak akan perduli dengan Rangga yang merupakan adik mereka.

"Bacot banget." Rangga langsung menarik gasnya diatas kecepatan rata-rata untuk menyusul Andi yang sudah jauh di depan.

"Adek lu emang ga waras, Van," ucap Elvano pada Revan.

Revan menaikan salah satu alisnya. "Terus?"

"Entar kalah malah nangis."

"Liat aja nanti."

***

Rangga masih membawa motor diatas kecepatan rata-rata agar segera menyusul Andi, dia sangat tau bahwa kali ini yang menjadi taruhan mereka bukan hal yang biasa dan pastinya mereka akan berlomba untuk menjadi pemenang.

"Gimana? Udah siap buat mundur dari ketua Lycaon?" Keberadaan Rangga yang sangat tiba-tiba sudah berada di sebelah Andi membuat laki-laki itu sedikit oleng, untung saja dia masih menjaga keseimbangan sehingga tidak terjatuh.

"Adek lu yang harus siap jadi bawahan gua." Andi meninggalkan Rangga tanpa menunggu jawaban laki-laki.

Tersadar bahwa Andi telah meninggalkannya, Rangga terkekeh sendiri. "Emang lu pernah menang dari gua?!" Teriakan Rangga masih bisa didengar jelas oleh Andi hingga membuatnya menggeram kesal.

Melihat Rangga yang tertinggal jauh dibelakangnya membuat Andi tersenyum bahagia, sebuah rasa percaya diri muncul dalam dirinya karena kali ini dia bisa mengalahkan Rangga. Dia mengakui bahwa selama ini dirinya selalu kalah namun kali ini dia akan mengalahkan musuhnya itu dan membuat saudari tercinta dari musuhnya berada di dalam genggamannya.

Bahkan kecepatan Andi sudah memelan, dia bisa melihat semua orang yang kini tengah bersorak menunggu siapa pemenangnya. Dia terlalu bahagia akan menjadi pemenang sehingga tidak menyadari bahwa kini Rangga sudah kembali datang menyusulnya.

"SIAP-SIAP JABATAN LU SEBAGAI KETUA BAKAL BERAKHIR." Suara tawa Rangga begitu menggema hingga membuat Andi yang tadinya sangat percaya diri kini terdiam kaku.

Dia tidak tau bagaimana bisa Rangga menyusulnya begitu cepat padahal tadi dia tertinggal sudah sangat jauh, dia masih belum bisa membayangkan harus melepas jabatannya sebagai ketua. Haruskah Andi mengakui kekalahannya hari ini? Apakah dia mampu melepaskan jabatan yang selama ini dia jaga sebagai ketua? Taruhan yang seharunya membuat Rangga terjebak malah menjebak dirinya sendiri.

Sial kenapa Rangga bisa secepatnya ini, dengan cepat Andi menyusul Rangga yang sudah berada jauh di depannya. Teriakkan kemenangan dari Carcharoth membuat Andi menggeram kesal. Lagi lagi dia kalah dari Rangga.

Rangga menghampiri Andi dengan senyum penuh kemenangan. "Gimana masih ga terima kekalahan lu?"

"Bangsat lu!" Andi yang akan melayangkan bogememannya langsung ditarik anak Lycaon.

"Santai dong, terima kekalahan Lycaon lagi harusnya," ucap Arvin dengan tawa yang dikuti anak Carcharoth.

"Gua tunggu kabar jabatan lu lepas," ucap Rangga sambil berlalu dari sana meninggalkan Andi yang tidak menerima kekalahannya.

Tidak terasa jam sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB, seluruh anggota Carcharoth meninggalkan area balapan untuk pulang ke rumah ataupun merayakan kemenangan sang ketua.

"Ada acara perayaan ga nih?" tanya Lukas salah satu anggota Carcharoth.

"Gua nunggu buat makan gratis," sahut Darga.

"Kalau buat sekarang gua ga ikut, gua transfer aja duitnya buat kalian ngerayain sendiri," ucap Rangga.

Jalanan hanya penuh dengan suara motor mereka, berbicara satu sama lain dengan suara yang keras. Belum ada pengemudi lain yang keluar di jam segini sehingga mereka bebas untuk berbicara dengan keras di jalanan.

"Napa ga ikut lu?" tanya Glen.

"Gua ngantuk." Rangga hanya menjawab seadanya namun dia berkata jujur kalau kini dia sangat mengantuk, dia ingin menidurkan dirinya di atas kasur yang empuk.

"Lain waktu aja dah ngerayain, ga ada lu buat apaan ngerayaiinnya," ucap Glen yang mendapatkan sorakan setuju dari yang lainnya.

Diam-diam Revan tersenyum saat melihat kesolidaritasan Carcharoth, dia merasa bangga pernah menjadi ketua dari mereka sebelum adik laki-lakinya menggantikan posisinya. Bukan Revan yang memilih Rangga untuk menggantikannya namun anggota yang lain, mereka percaya bahwa Rangga bisa memimpin dengan baik.

"Thanks, hati-hati di jalan ntar. Langsung pulang biar bisa istirahat." Rangga berpesan pada teman-temannya.

"Siap ketua," balas mereka dengan kompak.

"Gua juga ikut balik, hati-hati di jalan." Ketiga saudara itu membunyikan klaskon sebanyak dua kali lalu berlalu kearah yang berebeda dari Carcharoth.

***

Lampu teras yang masih menyala meenadakan bahwa belum ada yang bangun, mereka bertiga menuntun motor agar tidak membangkun yang lain. Bisa sangat berbahaya jika kedua orang tuanya melihat mereka baru pulang dini hari.

"Kira-kira bunda udah bangun belum ya?" tanya Rangga pada kedua saudaranya.

"Ga tau anjing, gua aja balik bareng lu," jawab Raga dengan ngegas.

Rangga menatap Raga dengan kesal. "Ga usah ngegas bangsat."

"Ngaca setan, lu juga barusan ngegas."

Kedua anak kembar itu sangat mudah tersulut emosi, bahkan mereka kini tidak sadar bahwa Revan sudah menatap mereka dengan tajam.

"Lu duluan yang mulai." Ingin sekali Rangga memukul kembarannya itu.

"Kenapa lu bales?" Raga emang sangat pintar dalam menyulut emosi Rangga, suara mereka yang awalnya memelan kini malah menjadi semakin keras.

"Anjing lu, kenapa jadi gua yang salah?" tanya Rangga tidak terima.

"Ya kali gua yang salah, lu yang mulai," jawab Raga dengan santai sambil memainkan kunci motor ditangannya.

"Bangsat lu berdua, bisa diem ga sih? Suara kalian ganggu banget," Revan sudah merasa sangat kesal dengan perdebatan mereka.

"LU GA USAH IKUT-IKUTAN NGEGAS!!" teriak Raga dan Rangga dengan kompak.

Sadar dengan apa yang baru saja mereka ucapkan, Raga dan Rangga saling bertatapan dan melirik Revan yang sudah mengepalkan tangannya.

"Gua masuk duluan dah, takut bunda sama ayah udah bangun." Rangga berlari meninggalkan Raga dan Revan.

Dia tidak ingin mendapatkan amukan dari abang tertuanya itu, bagaimanpun Revan sangatlah menakutkan jika sedang marah.

"Woi anjing, jangan tinggalin gua." Raga ikut berlari menyusul Rangga.

Helaan napas kasar dari mulut Revan sudah menjelaskan bahwa dia sudah sangat lelah dengan kelakukan adik kembarnya itu, tanpa membuang waktu diaa ikut menyusul namun yang dia dapatkan adalah kedua adiknya yang tengah berdiri di depan pintu yang masih tertutup.

"Kenapa belum masuk?" tanya Revan.

Rangga menggeser tubuhnya dari depan pintu dan mempersilahkan Revan. "Kita nunggu lu, bang. Lu kan lebih tua jadi harus masuk duluan."

Kening Revan berkerut dengan sempurna melihat Raga dan Rangga tersenyum padanya, malas memikirkannya Revan memilih membuka pintu dan melihat keadaan yang begitu gelap karena lampu masih dimatikan.

Diam-diam Raga dan Rangga menghela napas lega, mereka tidak ingin masuk lebih dahulu karena takut jika kedua orang tuanya akan menunggu mereka di depan pintu. Mereka melangkahkan kaki mengikuti Revan yang sudah masuk ke dalam rumah.

Baru saja ingin menaikki tangga, seketika lampu langsung menyala menerangi ruang tamu, ketiga lelaki itu membalikkan badannya dan mendapati kedua orang tuanya yang sedang bersedikap dada.

"Eh? Bunda sama Ayah udah bangun?" Raga bertanya dengan basa-basi.

Bukannya menjawab ucapan Raga, Naufal malah melontarkan sebuah pertanyaan. "Balapan lagi?"

"Raga ga ikut balapan Yah, cuam Rangga yang balapan tadi," jawab Raga sambil menunjuk Rangga.

"Lu juga ikut, ga usah nyalahin gua," kesal Rangga.

"Gua cuma nonton," ucap Raga. Raga tidak bohong bukan? Dia hanya menonton saja, yang melakukan balapan Cuma Rangga jadi dia harus berkata jujur pada Ayahnya.

"Sama aja ikut bego."

"Beda dongo."

"Sama."

"Beda."

"Sama."

"Beda."

"DIEM! JANGAN BUAT AYAH MARAH!" Suara teriakkan Naufal berhasl menghentikan perdebatan mereka berdua.

"Semua fasilitas kalian Ayah sita selama seminggu!" ucap Naufal dengan mutlak.

"Yah, kok fasilitas Raga juga ikut disita?" protes Raga.

"Kamu juga ikut nonton, Ayah ga terima bantahan dari kalian." Naufal sudah sangat pusing dengan kelakukan ketiga anak laki-lakinya itu.

Dia tidak pernah melarang jika mereka ingin balapan, dia hanya tidak suka jika mereka pulang dini hari dan tidak beristirahat. Naufal hanya tidak ingin mereka tidak beristirahat dengan cukup hanya karena balapan.

"Udah denger ucapan Ayah, kan? Sekarang kalian balik ke kamar terus tidur!" perintah Bella yang langsung dituruti mereka.

"Selamat pagi Ayah dan Bunda," ucap mereka betiga serempak.

Ketiga laki-laki berinisial R itu meninggalkan ruang tamu dengan wajah yang lesu, tidak ada semangat lagi karena mereka fasilitas mereka akan disita termasuk motor. Bukan hanya itu, mereka akan pergi kemana pun akan diantar oleh kedua orang tua mereka.

***

ig : wpsvgrsna & svgrsna

Continue Reading

You'll Also Like

875K 86.5K 48
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
764K 27.8K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
705K 55.3K 30
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
6.1M 261K 58
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...