Yours

By Elsarst

739K 66.5K 6.1K

[PLAGIATHOR HARAM MAMPIR, TQ] (Sequel The Most Wanted Boy Vs Bad Girl) Cover by: HajidahNasia Hidup Lalisa ya... More

PROLOG
Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 6
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11
Bagian 12
Bagian 13
Bagian 14
Bagian 15
Bagian 16
Bagian 17
Bagian 18
Bagian 19
Bagian 20
Bagian 21
Bagian 22
Bagian 23
Bagian 24
Bagian 25
bagian 26
bagian 27
DIBUKUKAN !!!
Bagian 28
bagian 29
Bagian 31
Bagian 32
Bagian 33
Bagian 34
Bagian 35
EMANG MASIH NUNGGU?
BAGIAN 36

bagian 30

1.4K 231 115
By Elsarst


HAPPY READING^^

"Mam..., Aku gak mau nikah muda, apalagi sama si Niko!" rengek Lalisa yang tengah bersandar di dada Fellyana. Sedangkan Mamanya itu, daritadi mencoba menenangkan anaknya yang rewel di balkon kamar.

"Iya sayang, Mama paham. Mama juga gak mau kalian terburu-buru, tapi gimana lagi, Papa kamu dan om Nathan sudah memutuskannya. Mungkin ini yang terbaik juga untuk kalian berdua, dan kalian juga kan bisa sambil sekolah." Fellyana mengelus-elus rambut anaknya.

Lalisa segera menggeleng, dan tidak lagi bersandar melainkan menatap Mamanya sendu juga menampilkan puppy eyesnya. "Mam! Aku—

Lalisa menunjuk dirinya sendiri. "Gak suka sama Niko sama sekali! Gimana bisa pernikahan tanpa cinta?" nada suara gadis itu penuh penekanan.

"Ssstt.., sayang, hei dengar Mama," Fellyana menangkup pipi Lalisa, dan menatap serius anaknya itu. "Ini masalah waktu kok, kalian kan bisa sambil sekolah sambil pacaran, dan ketika di rumah kalian menjadi suami istri—

"Ewh, ewhh!" Gadis itu menggeliat geli ketika mendengar 'suami-istri'.

Lalisa tidak bisa membayangkan masa depannya hancur karena kesalahpahaman, dan ia harus benar-benar menjadi seorang istri, yang dimana suaminya adalah orang yang sangat tidak disukainya. Ah, membayangkannya saja sudah membuat mual gadis itu.

"Udah, udah.. Mama gak bisa bantu kamu. Lagian salah kalian berdua sih, ngapain sekamar? Terus Niko juga ngapain nyekokin kamu alkohol?" Tanya Fellyana pada Lalisa. "Harusnya kamu bersyukur, dia tidak lari dari tanggung jawabnya."

Lalisa mendengus sebal seraya memutar bola matanya malas. "Ya, masalahnya kita emang gak ngapa-ngapain!"

Fellyana langsung berdiri, "udah ah, Mama juga gak keberatan kok kalo mantunya itu Niko." Katanya lalu pergi meninggalkan Lalisa yang sudah terbelalak mendengar ucapan Mamanya barusan.

"ARGHHH!!!—

"Sutt, Lalis!"

Lalisa yang tadi tengah menghentak-hentakan kakinya ke lantai langsung teralihkan oleh seseorang yang berada di balkon rumah Revan. Gadis itu seketika membisu melihat Revan yang sedang melambaikan tangan padanya.

"Lagi apa si? Kayanya berisik banget sampe kedengeran ke kamar Revan." Tanya cowok itu masih menampilkan senyuman tanpa dosa setelah meninggalkan Lalisa di club.

Lalisa tidak menjawab, raut wajahnya menjutek membuat Revan mengernyitkan alis bingung dan menurunkan tangan yang sempat melambai tadi. Apalagi sekarang Lalisa berdiri dan masuk ke dalam kamar, membiarkan Revan sendirian.

*****

Malam harinya, Niko yang sudah tidak lagi menginap di rumah Lalisa melainkan sekarang di kamarnya sendiri. Cowok itu tengah bersandar pada board kasurnya dengan menatap layar ponsel yang menampilkan wallpaper Dinda.

Tatapan Niko sangat dalam pada gadis di dalam layarnya, sampai seulas senyuman kecil terukir di sudut bibir Niko.
"Maaf Din," gumamnya sendu lalu mengirimi voice note untuk gadis itu walau entah kapan ia akan mendengarnya.

"Din, maafin aku, gak bisa tepatin janji untuk tetap nunggu kamu. Tapi ada suatu hal yang perlu kamu ketahui, mungkin setelah kamu denger ini, aku sudah menikah dengan orang lain,"

Niko menghela nafas berat lalu kembali melanjutkan voice note kedua.
"Aku terpaksa, apapun alasannya itu gak akan ngubah benci kamu ke aku, aku sadar itu. Maaf ya, aku akan coba untuk tidak memikirkanmu, dan mengikhlaskan kalo kamu akan sangat benci sama aku. Semoga cepat sembuh ya cantik, kalimat ini akan menjadi kalimat terakhir untuk kamu, love you."

End.

Niko mendesah berat mengingat besok adalah akadnya dengan Lalisa. Besok dia akan menikahi perempuan yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Ternyata kesetiaannya pada Dinda berakhir begitu saja hanya karena satu malam.

Niko membenci dirinya sendiri. Baru kemarin dia bertemu Dinda, dan besoknya harus bersama Lalisa.

"Shit!" Niko melempar hpnya begitu saja, lalu beranjak dari kasur menuju balkon.

Niko ke balkon untuk menghirup udara segar di tengah malam. Ya, dia tengah menenangkan diri dan mengatur nafas yang sempat menggebu. Hingga dimenit kemudian, suara dehaman seseorang memecahkan keheningan, sontak Niko langsung menoleh ke sumber suara dan kedua alisnya mengernyit melihat Lalisa yang juga sedang memperhatikannya.

Lalisa tersenyum kecil menyambut raut kejut dari Niko. "Kenapa belum tidur?" Tanya Niko lalu mengalihkan pandangannya lagi ke depan.

Lalisa menggeleng. "Gue kepikiran, gimana besok ya? Gue gak mau kehilangan masa muda gue." Sendu gadis itu, membuat Niko menoleh lagi dan cowok itu jalan mendekati balkon Lalisa.

"Gua minta maaf, gua gak bisa nolak keputusan orangtua kita."

Lalisa menunduk. "Kenapa sih Lo harus bilang kalo lo nyekokin gue, kenapa gak cari alesan lain?"

"Percuma, Lalis. Apapun alesannya, itu tetep salah dimata mereka. Gua tau ini keputusan yang salah, tapi gimana lagi? Kalo pun gua nolak, mereka akan tetep menjodohkan kita bukan?"

Lalisa mendongak, ia gusar. "Terus gimana dong?! Gue gak siap! Kalo Revan suaminya, gue selalu siap mau detik ini dinikahin juga!" Cerocos gadis itu, tapi kembali cemberut ketika mengingat Revan meninggalkannya di club. "Cuma dia gak suka sama gue, dia sukanya Nina, cih." Ia berdecih.

Niko memutar bola matanya malas. "Bisa-bisanya ya lu Lis, dalam keadaan kaya gini ngingetin Revan terus! Emang Revan inget lu?" tanya Niko tiba-tiba ngegas, membuat Lalisa melongo dengan kedua alis yang terangkat.

"Hah? Kok tiba-tiba ngegas sih?! Suka-suka gue lah, lu gak berhak ngatur. Bahkan kalo pun lu suami gue, lu gak berhak atur gue karena kita ini gak saling suka! Paham?" Lalisa tidak kalah sewot dan malah berkacak pinggang seperti menentang Niko.

Niko mendengus. "Terserah," ucapnya.

"Niatnya gua keluar balkon buat nenangin diri, eh malah ketemu orang bawel kaya gini." gumam Niko namun masih bisa terdengar Lalisa.

Sontak gadis itu pun kembali melotot. "Heh! Kalo lu gak mau ketemu gue, yaudah pergi sana jauh-jauh!" usirnya seraya menggibas-gibaskan telapak tangannya.

"Padahal semalem, kalo lu gak nyuruh gua tidur di samping lu, kita gak akan kaya gini."

"Ih, apa sih! Gue nyuruh lu temenin doang, bukan tidur disamping gue! Lo nya aja modus, najong. Seneng kan Lo nikah sama gue? Ih.." Lalisa menggeliat geli, lalu memutuskan untuk ke kamar lagi daripada terus berdebat dengan Niko.

Sementara Niko hanya bisa diam menatap punggung gadis itu berlalu. Dalam pikiran cowok itu, apakah nanti setiap hari mereka akan bertengkar karena sudah satu rumah.

"Argh! Kenapa nasib gua gini banget dah, kejebak sama cewek gak tau terima kasih!" Niko menggerutu sambil mengacak-acak rambutnya frustasi.

*****

"Revan, bangun nak,"

Tubuh Revan digoyang-goyangkan agar cowok yang tengah memeluk guling dengan masih memakai kaos oblong itu bangun. Tapi, tetap saja, matanya terpejam pulas walau ia mendengar Mamanya itu berkali-kali membangunkannya.

"Hei, kamu nggak ke tempat Lalis?"

Revan masih memejamkan mata, namun bersuara. "Ngapain pagi pagi gini ke tempat Lalis? Mending tidur."

Sontak, Mamanya itu memukul Revan hingga ia tersentak dan berbalik badan melihat Mamanya seraya mengusap lengan yang kena pukul. "Ih, apa mah?" Tanyanya dengan alis mengernyit.

Mamanya menatap tajam Revan. "EMANG KAMU NGGAK MAU DATENG KE NIKAHAN SAHABAT KAMU HAH?!"

Revan masih tidak mengerti. "Nikahan siapa?"

"LALIS LAH!"

ekspresi cowok itu masih tidak berubah. "Maksudnya?"

"Lalis itu mau nikah sama tetangga barunya itu loh... Masa kamu gak tau sebagai sahabatnya Lalis? Emang dia gak kasih tau?"

Revan terbelalak, posisinya refleks duduk dan menatap serius Mamanya. "M-m-maksudnya... Si Lalis nikah sama Niko?" Ia mengulangi apa yang ditangkapnya.

Mamanya mengangguk. "Iya."

Revan auto tertawa, ini merasa lucu. "Hahaha...," Sampai cowok itu terjungkal ke belakang. "Mama nih ngigo ya? Ya ampun, mamah cuma mimpi. Udah ah, Revan mau lanjut tidur—

Mamanya segera menahan lagi lengan Revan, ekspresinya benar-benar serius. "Kamu nih! Tadi Tante Fellyana kesini, ngundang Mama. Katanya ini cuma dihadiri tetangga-tetangga doang, karena Lalis gak mau nikahannya ke sebar."

Revan melongo, ia mematung beberapa saat sebelum akhirnya loncat dari kasur dan mengambil baju di lemari. Cowok itu segera pergi ke rumah Lalisa dengan cepat, ia harus tau sesuatu.

Sementara Mamanya hanya menggeleng melihat kelakuan anaknya.

"Dasar anak itu, masa nikahan sahabatnya sendiri lupa."

*****

"Sah?"

"Sah!"

Revan menghentikan larinya ketika ia berada di ambang pintu dan melihat Niko yang baru saja melepas jabatan dengan penghulu, dan kemudian melirik Lalisa yang berada di sampingnya. Gadis itu tengah menangis sesenggukkan.

Revan meneguk salivanya susah, ia mengatur nafas dengan tatapan yang masih tidak percaya jika sahabatnya itu menikah secara tiba-tiba.

"Revan? sini masuk!" Fellyana yang berada di samping Lalisa melambaikan tangannya pada Revan, hingga membuat gadis yang sibuk menyeka airmatanya tadi menoleh.

Revan hanya membalasnya dengan senyuman, lalu masuk menyalimi orangtua Lalisa juga Niko. Sementara Lalisa, ia menatap sendu punggung Revan. Ia tidak percaya orang yang disampingnya saat ini bukan Revan, melainkan Niko.

"Tante, saya mau bicara bentar sama Niko. boleh?" Revan meminta izin, sebelum akhirnya diangguki oleh semua.

"boleh."

Niko berdiri dari duduknya, ia jalan di belakang Revan, mereka berdua keluar alias ke halaman rumah.

"kenapa?" tanya Niko langsung saja, membuat Revan menghentikan langkahnya dan berbalik menatap tajam cowok itu.

"Semalem lu ngapain Lalis? kenapa kalian nikah tiba-tiba gini? atau lu udah berbuat kurang ajar sama dia, manfaatin dia yang mabuk?!" tanyanya sangat marah.

Niko malah mendecih, ia tersenyum licik sambil menggulung kemeja lengannya sampai tumit. "emang kenapa? salah gua ngapa-ngapain dia? secara dia mabuk, ya gua manfaatin lah—

"anjing lu!" Revan yang daritadi menahan telapak tangannya untuk tidak melayang, akhirnya menarik kerah Niko dengan mata yang memelototinya. "Bangsat banget lu, ngehancurin sahabat gua dengan cara licik kaya gini!"

Niko balas menatap songong Revan, ia membiarkan kerahnya ditahan cowok itu. "terus kenapa? setelah lu ninggalin dia di club dalam keadaan mabuk, lu marah? cih,"

lagi-lagi tersenyum licik. "secara gak langsung lu juga ngehancurin dia." Niko menarik balik kerahnya agar tidak ditahan Revan, kemudian cowok itu melonggarkan dasinya.

Revan yang masih tidak terima, langsung menunjuk wajah Niko dengan telunjuknya. "Jangan mancing emosi gua ye anjing! lu gak liat tadi dia? nangis sesenggukkan gara-gara lu! gua gak terima sahabat kecil gua menderita gara-gara lu!"

"kita liat aja ke depannya, dia menderita apa nggak. gua yakin sih, dia bakalan jauh lebih tenang karena daripada sama lu, malah lebih menderita karena ngeliat orang yang disukainnya lebih milih cewek lain." Niko pun kembali masuk ke dalam rumah, meninggalkan Revan yang masih setia dipijakkannya dengan pemikiran yang kacau.

dia memang hanya menganggap Lalisa sebagai sahabatnya, tapi melihat gadis itu sekarang bersama orang lain untuk seumur hidup, rasanya sangat sulit diterima.

*****

Lalisa duduk di ujung kasur, gadis itu melamun dengan masih mengenakan gaun pengantin. ia terdiam, tidak percaya dirinya sudah menikah secepat ini.

"Gila." gumamnya tak menyangka.

lalu kembali diam, tatapannya kosong hingga suara pintu seperti terbuka. sontak, Lalisa segera menoleh ke belakang, melihat seseorang masuk ke kamarnya.

bola mata Lalisa membulat ketika Niko dengan gampangnya masuk tanpa mengetuk pintu. bahkan, ia nyelonong tanpa melirik Lalisa, cowok itu melepas dasi karena merasa kegerahan.

"Lo ngapain disini?" tanya Lalisa.

Niko menoleh seraya membuka jam tangannya yang kemudian ditaruh di atas meja rias milik Lalisa. "Gua juga mau pulang sebenernya, cuma dilarang."

Lalisa masih tidak terima. "Terus? mentang-mentang lo dilarang balik, lo ke kamar gue gitu? heloo... gak ya! lu ke kamar tamu aja sana!"

Niko menghela nafas berat. "denger ya Lalis, kalo seandainya tuh pintu nggak dikunci gua gak akan kesini. lu jangan geer deh, bukan cuma lu yang tersiksa atas pernikahan ini, tapi gua juga,"

Lalisa tertegun ketika melihat bola mata Niko menyiratkan penyesalan. ia terlihat bersungguh-sungguh atas ucapannya sampai tak sadar nada suaranya meninggi.

"Bukan cuma lu yang gak suka gua, gua juga gak suka lu. jangan dipikir selama ini gua baik ke elu karena gua punya perasaan," Niko menggebu-gebu menjelaskan sampai menunjuk Lalisa. "Lu harusnya mikir, karena keteledoran lu, kita semua nyakitin orang-orang yang kita sayang!" penuh penekanan dan terus memojokkan Lalisa sampai gadis itu mematung dengan raut wajah yang cukup kaget karena ucapan Niko barusan.

Niko terdiam, telunjuknya masih menunjuk Lalisa. mereka saling adu pandang, dan cowok itu segera menurunkan tangannya lalu mengalihkan pandangan karena tidak tega melihat ekspresi Lalisa.

"ekhem," ia mendadak gugup. "maaf Lis, gua keterlaluan." Niko menunduk merasa bersalah atas ucapannya.

Lalisa menggeleng, ia menunduk, menyetujui ucapan Niko yang menyakitkan itu. "lu bener Nik. semua salah gue," nada suara yang menyendu.

gadis itu memainkan jari-jarinya yang cantik dengan mata yang berkaca-kaca. "semua salah gue! tapi gue yang merasa seakan tersakiti atas semuanya. sori ya."

Niko segera menghampiri Lalisa, ia duduk di sebelahnya dan memegang bahu gadis itu. "Lalis, gua minta maaf kalo ucapan gua tadi udah keterlaluan banget. sumpah, gua gak niat bikin lu merasa bersalah gini. sori, sori."

Lalisa tersenyum getir. "emang bener kok, seharusnya gue berterima kasih karena lu udah nolongin gue,"

"gue masih gak percaya aja, sekarang gue gak bisa sebebas dulu. ya, tapi ini semua salah gue, andai gue gak ke club, andai gue gak batu—hiks

akhirnya airmata yang dibendung kuat-kuat menetes juga. sontak, Niko pun segera menarik Lalisa ke dalam pelukannya, membiarkan gadis itu menangis sesenggukkan.

"gue minta maaf ya Niko, gue udah ngeselin tadi, padahal gue yang ngebuat lu terpaksa ngelakuin ini, hiks

"ssstt..," Niko mengusap-usap bahu gadis itu, ia menenangkan Lalisa. "lu gak perlu minta maaf, semua keputusan gua itu adalah pilihan gua sendiri. lu gak perlu merasa bersalah. kalo pun ini salah, biarin gua yang nanggung semuanya,"

Niko menaruh dagunya di pucuk kepala Lalisa. "Gua janji, lu gak akan merasa berubah setelah menikah. lu bebas melakukan apapun itu, bahkan kalo pun harus menyukai orang lagi gua gak masalah, karena emang kita nikah bukan karena perasaan."

Lalisa terdiam, mencerna baik-baik perkataan Niko. dahinya berkerut. "Serius?" tanyanya memastikan. "lu gak akan ngelarang?"

Niko menggeleng. "kita ini masih muda, yang membedakan cuma status. lagian gua juga gak akan apa-apain lu, karena gua gak mau mengkhianati seseorang lagi, kalau pun gua mau melakukan itu, karena gua suka bukan napsu."

Lalisa melepas pelukan, ia menatap serius Niko. "Maksudnya? lu juga lagi suka seseorang gitu?" gadis itu tidak lagi menangis, melainkan memasang ekspresi kepo.

Niko terdiam sejenak, ia menarik nafas sebelum akhirnya membalas tatapan Lalisa. "Karena secara kenyataan lu istri gua, jadi gua terpaksa jujur...," dengan berat hati Niko mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto seseorang yang tengah terbaring di kasur rumah sakit ke Lalisa.

"Dia pacar gua."

Lalisa dibuat terbelalak lagi. mulutnya sampai menganga dan berkedip tiga kali. "Lo punya pacar?" tanya gadis itu tak menyangka.

Niko hanya mengangguk sendu.

"Terus gimana hubungan lu sekarang?"

Niko menaruh ponselnya ke kasur, dan kembali menghela nafas. "Dia belum sadarkan diri. kemarin itu gua kesana, ngejenguk dia,"

Lalisa menyimak sekaligus mangut-mangut.

"yang gua pikirkan nanti, gimana gua jelasin semuanya ke dia setelah dia sadar." untuk pertama kalinya Lalisa melihat ketulusan dari seorang Niko ketika menceritakan perempuan itu.

Lalisa sendiri sampai takjub karena Niko bisa sangat tulus juga setia terhadap pacarnya.

"Yaudah, gimana kalo pernikahan ini kontrak?" usul Lalisa, membuat Niko mendongak dengan alis yang berkerut.

"maksudnya?"

"Gini, kita lanjutin pernikahan ini sampai cewek lo sadar. setelah dia sadar, kita cerai. otomatis lo bisa balikan sama dia, dan gue bisa menikmati hidup gue sebagai cewek yang mengejar Revan. gimana?" Lalisa sumeringah sembari menaik-turunkan alisnya.

"Gak." Niko menolak dengan cepat.

sontak, Lalisa menyendukan raut wajahnya. "Kenapa? emang lo gak mau sama pacar lo? daripada lo seumur hidup sama orang yang gak lu cinta. yakan?"

Niko menatap Lalisa. "Lalis, lu pikir ini permainan? gua udah ngecewain orangtua gua, orangtua lu juga, jadi gua gak mau bikin mereka kecewa lagi dengan permainan konyol ini."

Lalisa memegang dua bahu Niko, meyakinkan cowok itu. "Dengerin Lalis! gue rela deh, pura-pura selingkuh nantinya biar kita ada alesan cerai, gapapa deh lu merasa tersakiti dan gue yang kena jeleknya. yang penting setelah itu kita bisa hidup normal lagi."

Niko tidak menggubris. sementara Lalisa tersenyum kembali, akhirnya harapan hidup normal akan kembali.

"semoga cewek lo cepet sadar ya."

*****

Kalo vote dan comments lebih dari 100+ bakalan aku up 2 kali seminggu trimss:)

Continue Reading

You'll Also Like

6.9M 292K 59
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 101K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

5.8M 328K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2.6M 141K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...