PROMISE 2

De hafidzah1312

52.6K 6.7K 734

"Inikah caramu menghukum ku?Jika iya, kau benar-benar berhasil melakukannya." "Mengapa kau tak mengatakannya... Mai multe

Flashback
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 9
Part 10
Part 11
Part 12
Part 13
Part 14
Part 15
Part 16
Part 17
Part 18
Part 19
Part 20
Part 21
Part 22
Part 23
Part 24
Part 25
Part 26
Part 27
Part 28
Part 29
Part 30
Part 31
Part 32 ( Flashback)
Part 33
Part 34
Part 35
CERITA BARU
NEW STORY

Part 36 (End)

2.1K 178 38
De hafidzah1312

Menjadi yang tertua untuk kedua adiknya, membayangkannya saja begitu sulit. Dulu hampir setiap waktu ia bergantung pada Seulgi. Kemanapun mereka selalu bersama. Bahkan ketika duduk di bangku sekolah, ia memilih mengikuti kelas akselerasi agar bisa satu angkatan dengan sang kakak. Mereka pernah berjanji untuk lulus bersama dan mendaftar di universitas yang sama. Semua itu sudah terwujud, namun ia lupa mengajak kakaknya berjanji akan lulus universitas bersama. Mungkin hidup kakaknya akan lebih panjang jika mereka berdua membuat janji itu.

Kim Seungwan, gadis itu kini hidup dengan tugas barunya sebagai kakak tertua untuk Joy dan Yeri. Kepergian sang kakak cukup membuatnya begitu terpukul. Membuatnya melupakan segala hal termasuk keluarganya sendiri. Seiring berjalannya waktu, ia sadar. Menyibukkan diri bukanlah pilihan tepat untuk melupakan kesedihan. Justru hal itu malah menyakiti orang tua juga kedua adiknya.

Terkadang sering kali ia melihat Ibunya termenung. Tanpa bertanya pun ia sudah tau penyebab Ibunya sering melamun. Wendy tau, Ibunya hanya berusaha terlihat baik-baik saja di hadapan anak-anaknya. Di balik senyum Ibunya, luka itu belum sepenuhnya membaik.

Tujuan hidupnya sekarang adalah bagaimana menjadi kakak yang baik untuk Joy dan Yeri, menggatikan tugas sang kakak sulung untuk membantu menjaga keluarganya. Sudah cukup kekacauan yang selama ini menimpa keluarganya. Inginnya kembali menjalani hidup yang lebih baik. Ia sadar, pada akhirnya semua juga akan pergi.



Drrt Drrt

"Hall..."

"Kakak! Kenapa lama sekali! Aku menunggumu hampir dua jam berdiri!"

Itu suara Yeri. Seketika Wendy menepuk keningnya. Ia lupa menjemput adik bungsunya. Sudah di pastikan jika nanti Yeri akan marah padanya.

"Maafkan kakak Yerim, kakak lupa jika harus menjemputmu." sesal Wendy. Padahal tadi pagi dirinya yang menawarkan diri untuk menjemput adiknya pulang sekolah.

Terdengar hela nafas di seberang telepon. Adiknya pasti sangat kesal karna menunggu terlalu lama. Wendy mematikan sambungan telponnya lalu bergegas pergi menunju parkiran kampus. Berdiam diri di rooftop kampus membuatnya lupa waktu. Ia harus segera tiba di sekolah Yeri sebelum adiknya mengamuk padanya.

Tak butuh waktu lama, mobil Wendy sudah sampai di depan pintu gerbang sekolah Yeri. Suasana terlihat sepi, gadis itu mengedarkan pandangannya. Mencari adiknya yang tampaknya tak terlihat. Hingga matanya menangkap sosok gadis yang duduk di halte bus dengan kedua tangan menopang dagunya. Wendy segera menjalankan mobilnya menghampiri Yeri.

Yeri menegakkan tubuhnya saat sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya. Ketika mengetahui seseorang turun dari mobil itu, Yeri kembali memasang wajah kesalnya.

"Yerim, kakak minta maaf." ucap Wendy saat sudah berdiri di hadapan adik bungsunya. Tampaknya Yeri benar-benar marah. Terlihat peluh menetes di wajah sang adik. Wendy jadi merasa bersalah karna sudah membuat adiknya menunggu hingga kelelahan.

"Kita pulang sekarang ya." ucap Wendy lembut. Ia berniat merangkul Yeri, namun adiknya lebih dulu berdiri dan segera masuk mobil. Meninggalkan Wendy yang masih terdiam melihat tingkah adiknya. Ya, ini memang salahnya. Yeri hanya akan diam jika sedang marah.

Wendy duduk di kursi kemudi, ia menoleh menatap sang adik yang duduk dengan menyandarkan kepalanya di kaca mobil. Wendy meraih sehelai tisu, dengan lembut ia mengusap peluh di wajah adiknya. Kegiatannya membuat Yeri sedikit tersentak, ia tersenyum pada adiknya.

"Kau pasti sangat lelah. Maafkan kakak ya." ucap Wendy.

Yeri hanya diam, membiarkan sang kakak mengusap keringat di wajahnya. Ia bisa melihat sang kakak melakukannya dengan penuh kasih sayang. Sudah seperti sifat Ibunya. Kakaknya begitu berubah sekarang. Tentunya lebih perhatian padanya juga pada anggota keluarganya yang lain.

Selesai dengan kegiatannya, Wendy memasangkan sabuk pengaman untuk Yeri. Putri bungsu Kim itu bahkan lupa untuk memasangnya.

"Kau harus memakainya." ucap Wendy setelah memasang sabuk pengaman Yeri. Ia kembali tersenyum seraya mengusap puncak kepala Yeri.

......

Joy menguap lebar seraya merenggangkan otot-otot tubuhnya. Gadis itu baru saja bangun. Ia meraih ponselnya di atas meja. Kedua matanya melebar saat tau waktu sudah hampir sore. Gadis itu baru tiba di Jakarta pukul 04:30 pagi. Ia berpesan pada Ibunya untuk tidak di bangunkan. Tubuhnya begitu lelah dan ia memutuskan untuk tidur sepanjang hari ini.

Joy berjalan menuruni anak tangga. Wajahnya begitu khas seseorang bangun tidur. Ia berjalan menuju dapur karna tenggorokannya terasa kering. Gelas di kamarnya kosong, ia pun menuju dapur dengan gelas ditangannya.

"Sudah bangun?" suara Ibunya terdengar saat ia duduk di meja dapur. Tatapannya berubah heran ketika mendapati meja dapur yang penuh dengan kantong belanjaan. Joy kira Ibunya baru saja belanja.

"Mommy belanja sebanyak ini?" Rasa hausnya seolah hilang berganti dengan rasa penasarannya.

Irene yang terlihat sibuk mencuci sayuran segera menghentikan kegiatannya. Ia mengelap kedua tangannya lalu bergegas menghampiri Joy.

"Mommy mengundang keluarga Hwang untuk makan malam di rumah kita." jelas Irene. Wanita itu kembali sibuk membuka kantong belanjaannya. Di bantu dua orang asisten rumah tangganya.

Joy mengangguk paham, sepertinya sudah lama mereka tidak makan bersama. Hubungan kedua keluarga itu sangat baik sekarang. Bahkan setiap akhir pekan, anak-anak sering kali menghabiskan waktu bersama. Meski terkadang Joy dan Jisoo tidak ikut karna mereka sedang di Seoul.

"Apa Kak Wendy dan Yeri belum pulang?" tanya Joy seraya menatap orang-orang sibuk di hadapannya. Ia bahkan tidak berniat untuk sekedar membantu. Bahkan ia mengurungkan niat untuk mengisi gelasnya yang kotong. Joy yang malas.

"Mereka sedang di jalan." jawab Irene. Wanita itu juga tau perihal Wendy yang lupa menjemput Yeri. Putri bungsunya itu mengadukan perbuatan Wendy padanya. Irene sedikit gemas pada si bungsu karna memintanya untuk memarahi Wendy.

Tak lama dua orang gadis terlihat memasuki dapur. Keduanya tentu terheran melihat kesibukan yang terjadi di dapur.

Yeri bergegas menghampiri sang Ibu lalu memeluknya dari belakang. Membuat Irene mau tak mau memutar tubuhnya menghadap Yeri. Sebuah kecupan langsung Yeri daratkan di pipi kanan Ibunya.

"Mom lihatlah, Kak Wendy membuat badanku pegal karna menunggunya."

Irene dan Joy langsung beralih menatap Wendy. Yang di tatap hanya mengedikkan bahu lalu duduk di sebelah Joy.

Irene mengusap puncak kepala Yeri gemas. Putrinya begitu manja sekarang. Namun ia tak mempermasalahkannya. Justru ia bahagia karna Yeri begitu terbuka dengannya.

"Tenanglah, akan Mommy beri hukuman untuk kakakmu." ucap Irene. Tentu ia tidak serius mengatakannya. Tapi sepertinya Yeri mempercayai itu.

"Benar yang di katakan bocah itu?" tanya Joy pada Wendy. Dan di balas anggukkan oleh Wendy.

"Aku tak sengaja, aku lupa menjemputnya." jelasnya.

Keduanya menatap malas pada si bungsu yang masih betah bercerita perihal sekolah pada Ibunya. Adiknya itu sangat bawel dan cerewet. Juga sering mengadu. Tak jarang Wendy dan Joy akan mendapat ocehan dari sang Ibu jika membuat Yeri kesal.

Si bungsu kesayangan Mommy Irene.

"Sebentar lagi kau akan kena omelan Mommy." ucap Joy seraya terkekeh. Wendy tak menggubrisnya.

"Apa ada pesta?" tanya Wendy.

"Keluarga Hwang akan datang ke rumah." jelas Joy.

Mendengar hal itu membuat wajah Yeri berbinar.

"Benarkah?" tanya Yeri antusias.

Gadis itu jelas senang. Meski kini ia tak lagi satu atap dengan keluarga Hwang. Ia tetap berhubungan baik dengan mereka. Bahkan kedua keluarga itu begitu akrab.

"Benar, jadi lebih baik kalian semua bersiap. Segeralah mandi dan berpakaian rapi." Yeri mengangguk. Ia pun berlari menaiki tangga menuju kamarnya. Tak mempedulikan teriakan sang Ibu dan kedua kakaknya yang melarangnya berlari.

"Bocah itu benar-benar." geram Joy.

"Sudah, kalian juga bersiap. Joy, kau belum mandi sejak tadi."

Joy hanya tersenyum menampilkan deretan giginya.

"Hei! Jangan tersenyum seperti itu. Gigimu terlihat kuning."

Seketika Joy langsung membungkam mulutnya.

"Kakak!"

Wendy tertawa puas karna berhasil menjahili adiknya. Joy sangat sensitif perihal penampilan.

......

Acara makan malam keluarga Kim dan keluarga Hwang berlangsung hangat. Setelah menyelesaikan makan malam itu, para orang tua terlihat berbincang di ruang tengah. Sedangkan anak-anak berkumpul di taman belakang rumah Kim.

"Kau terlihat lebih segar sekarang." ucap Tiffany.

Donghae menyetujui ucapan istrinya. Tak hanya Irene, Suho juga terlihat lebih hidup sekarang. Dulu, pasangan suami istri itu selalu terlihat murung.

"Ku pikir, ucapanmu waktu itu ada benarnya. Perjalanan anak-anakku masih panjang. Mereka masih sangat membutuhkan kedua orang tuanya." ucap Suho seraya menatap Irene yang duduk di sebelahnya.

"Baguslah. Kau tau, aku berniat membawa semua anakmu jika kau berulah seperti dulu."

Suho membulatkan matanya mendengar ucapan Donghae. Melihat ekspresi Suho membuat Donghae terkekeh.

"Tenanglah, tidak perlu menatapku seperti itu." ucap Donghae.

Pria itu memang berencana membawa semua anak Suho jika pasangan suami istri itu terus larut dalam kesedihan hingga melupakan anaknya yang lain.

"Terima kasih karna sudah ikut menjaga anak-anakku." ucap Irene pada Tiffany dan Donghae.

......

Jisoo berjalan menghampiri Yeri yang terlihat duduk di bangku taman. Saudarinya yang lain terlihat asik mengobrol, sedangkan Yeri duduk menyendiri. Gadis itu duduk dengan pandangan menatap langit malam.

"Mengapa tidak bergabung dengan yang lain?" tanya Jisoo seraya duduk di sebelah Yeri.

Putri bungsu Kim itu menoleh. Ia tersenyum melihat Jisoo menghampirinya.

"Langitnya indah." jawab Yeri. Ia kembali menatap ke atas di ikuti Jisoo.

Jisoo membenarkan ucapan Yeri. Malam ini, langit penuh bintang. Yang ia tau, Yeri begitu menyukai hobi barunya. Memandangi langit malam.

"Kau merindukan kakakmu?"

Yeri menoleh dan kembali tersenyum.

"Tentu saja. Setiap saat aku selalu merindukannya."

Jisoo ikut tersenyum. Yeri yang sekarang bisa kembali memulai hidupnya. Jika dulu ia selalu melihat kesedihan setiap kali Yeri mengucapkan kata rindu untuk Seulgi. Namun sekarang, Yeri mengatakannya dengan raut bahagia.

"Kakakmu akan tenang jika adik-adiknya hidup bahagia." ucap Jisoo. Tangannya terulur mengusap surai hitam Yeri.

"Aku tau." Yeri menegakkan tubuhnya menghadap Jisoo.

"Aku sudah berjanji padanya untuk bahagia. Tak ada yang bisa menggantikan Kak Seulgi. Tapi aku sangat bersyukur karna memiliki enam kakak yang begitu menyayangiku." ucap Yeri. Ia menggenggam tangan Jisoo yang sejak tadi mengusap rambutnya.

"Terima kasih untuk semua yang kakak lakukan untukku."

Yeri masih sangat ingat ketika dirinya bertemu Jisoo dalam keadaan yang menyedihkan. Malam itu ia sangat bersyukur bertemu Jisoo. Karna pertemuannya itu lah ia begitu dekat dengan Jisoo dan keluarga Hwang hingga detik ini.

"Sudah ku katakan, aku akan selalu menyayangimu sama seperti aku menyayangi adik-adikku yang lain."

Keduanya tersenyum. Perlahan Yeri memeluk tubuh Jisoo. Gadis dihadapannya itu begitu tulus menyayanginya. Padahal dirinya bukan adik kandung Jisoo. Tapi Jisoo tak pernah membedakannya dengan Jennie, Chaeyoung dan Lisa.

"Hei kalian berpelukan tanpa mengajak kami!"

Suara melengking dari Lisa membuat Jisoo dan Yeri melepas pelukan mereka.

Lisa berjalan menghampiri Jisoo dan Yeri. Terlihat Jennie, Chaeyoung, Wendy dan Joy mengikuti Lisa.

"Kau mengambil kesempatan dalam kesempitan kak." ucap Jennie yang langsung membuat Jisoo mendelik ke arahnya.

"Memangnya kenapa? Aku memang sedang ingin berdua dengan Kak Jisoo." ucap Yeri.

Tangan Joy terulur menyentil kening Yeri. Membuat sang empunya mengadu sakit.

"Kakak... sakit." adu Yeri dengan ekspresi yang di buat-buat. Gadis-gadis itu hanya menatap jengah pada Yeri. Kecuali Jisoo, dengan lembut ia mengusap kening Yeri.

"Drama." ucap Joy.

"Yerim, sebentar lagi kau akan masuk universitas. Kurangi sifat manjamu itu." ucap Lisa.

"Hei, aku masih sangat imut meski akan duduk di bangku kuliah."

Jisoo dan Wendy terkekeh mendengar perdebatan adik-adik mereka. Dalam hati mereka bersyukur, di balik kesulitan yang menimpa keluarga mereka masih terselip kebahagiaan yang Tuhan anugerahkan untuk mereka. Semudah itu Tuhan mengambil kebahagiaan mereka, namun semudah itu pula Tuhan memberi ganti yang berlipat.

Ketujuh gadis itu saling berpegangan tangan. Menikmati pemandangan langit malah yang seolah ikut berbahagia melihat kebersamaan mereka. Tak ada hal yang mereka harapkan selain kebersamaan yang akan terus terjalin. Lika-liku sudah mereka lalui. Berharap setelah ini kebahagiaan akan terus membersamai langkah mereka.

.

.

.

.

.

.

End...




Terima kasih atas apresiasi kalian untuk cerita ini. Dari awal PROMISE 1 hingga PROMISE 2. Terima kasih untuk ketikan-ketikan kalian di kolom komentar, juga untuk vote yang tak lupa kalian tekan.

Maaf karna masih banyak kekurangan dalam penulisan, atau terkadang tak sesuai dengan harapan kalian. 🙏

Kemungkinan banyak silent reader yahh. Tak apa asal kalian menikmatinya 😊

Semoga bertemu di cerita yang baru (mungkin) 😁

Sekali lagi terima kasih.,,, 😁👐






















Continuă lectura

O să-ți placă și

3.1K 370 10
Ga pandai bikin deskripsi jadi langsung baca aja ya semoga sukak cerita pertama
8.7K 679 13
Aku sangat menyayangimu apapun kata mereka tentang mu Kim jisoo Terkadang ego ku tak mengizinkan ku untuk mendekatimu Kim jennie Ha...
6.9K 938 13
𝐘𝐞𝐫𝐢𝐦 𝐤𝐢𝐫𝐚 𝐝𝐢𝐚 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐠𝐢𝐚 𝐚𝐭𝐚𝐮 𝐦𝐞𝐫𝐚𝐬𝐚 𝐥𝐞𝐠𝐚, 𝐉𝐢𝐤𝐚 𝐢𝐚 𝐭𝐚𝐡𝐮 𝐬𝐞𝐦𝐮𝐚 𝐤𝐞𝐛𝐞𝐧𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢...
1.5K 216 13
Menceritakan tentang perjalanan mimpi para gadis muda yang dengan gigih juga melewati banyak rintangan namun mereka tetap saling menguatkan sampai ak...