Mahasiswa Anjay [✔️SELESAI]

By Rose-Maiden

16.7K 6.8K 4.2K

[ BACA SELAGI PART MASIH LENGKAP!!! ] ⚠️PERINGATAN⚠️ TOXIC DI MANA-MANA! DIHARAPKAN PEMBACA DAPAT MENGAMBIL N... More

Prelude
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Landasan Teori
1.4 Pembatasan Masalah
1.5 Perumusan Masalah
1.6 Metode Penelitian
1.7 Pelaksanaan Penelitian
1.8 Hasil Penelitian
1.9 Orientasi Kancah
Bab II Kerangka Teoritis
2.1 Tinjauan Pustaka
2.2 Studi Penelitian
2.3 Prinsip Teoritis
2.4 Anotasi Bibliografi
SPESIAL PART
2.5 Pengertian Anotasi
2.6 Struktur Umum
2.7 Double Degree
2.8 Reviu Artikel
2.9 Artikel Berbasis Penelitian
Bab III Analisa Pamungkas
3.1 Analisis Sintesis
3.2 Strategi Penunjang Modul
3.3 Implementasi
3.5 Probabilitas Subjektif
3.6 Prohabilitas Teknis
3.7 Argumentati Gratia
Bab IV Kesimpulan dan Rekomendasi
4.1 Kesimpulan
4.2 Rekomendasi
EPILOGUE [SPECIAL Promnight]
[END] Special Promnight (Part 2)

3.4 Penunjang Prosedur

119 31 1
By Rose-Maiden

Diamnya seseorang bukan berarti tidak peduli. Mungkin dia sedang mencoba berdamai dengan dirinya sendiri.
.

.

.

Sila berspekulasi ....


"BERTAHANLAH RINJANI!!!" Seseorang sukses meraih tangan Rinjani.

Mata Rinjani berkaca-kaca, dagunya terangkat. Gadis itu tak tahu apakah ini keajaiban atau hanya sebuah kebetulan. Rinjani mencoba melihat wajah seseorang yang menyelamatkan nyawanya itu. Namun hasil yang ia tangkap hanyalah siluet pria.

"SEDIKIT LAGI!!!" erang lelaki itu sambil menarik tubuh Rinjani.

Rinjani terserentak. Suara yang ia dengar sangat familiar. Dia berusaha mengembalikan seratus persen kesadarannya. Dengan sebelah tangan serta tenaganya yang tersisa, dia berjuang meraih permukaan. Begitu pun dengan lelaki itu. Dia tersenyum lebar sekaligus bernapas lega karena berjaya menolong Rinjani. Jika saja dia terlambat semenit pasti tubuh Rinjani yang indah itu akan hancur lebur terbentur bebatuan.

Rinjani merebahkan tubuhnya sejenak di bawah sengatan matahari yang semakin condong ke barat. Dia mengatur napasnya yang tak karuan. Hari ini benar-benar gila. Lebih gila daripada kisah cinta di novel-novel remaja. Batinnya. Rinjani terduduk, ia ingin tahu siapa cowok yang menyelamatkannya dari maut.

Setelah mendapati wajah orang yang menolongnya itu jantung Rinjani memompa cepat, matanya membeliak, dan mulutnya terbuka. "Seme ... ru?"

Orang yang membantunya itu tak lain lagi adalah Semeru. Dia berjalan ke arah Rinjani. Berjongkok. Kemudian memeluknya erat-erat. Ternyata Semeru mencemaskan Rinjani. Cowok itu sampai rela mengikuti Rinjani berlari hingga ke lembah bekas tambang.

Begitu sampai di sana dirinya harus menyelamatkan nyawa seseorang yang berarti dalam hidupnya. Meski dia dilanda rasa takut, tangannya sedikit gemetar, dan jantungnya berdebar kencang, Semeru mencoba bersikap wajar. Melihat Rinjani penuh lebam di wajahnya, Semeru tak tega lalu memilih merahasiakannya.

"Syukurlah lo selamat. Tapi kok babak belur gitu?"

Rinjani yang tak suka dengan perlakuan Semeru pun mengerutkan dahi lantaran didorongnya kuat-kuat. Rinjani cepat-cepat berdiri seraya berkacak pinggang. "BUKAN MAHRAM!"

"Kasar banget nih cewek! Masih untung gue tolongin!"

"Siapa suruh lo nolongin gue?!" tekan Rinjani.

"GUE RELA NGIKUTIN LO KE SINI KARENA KHAWATIR! Bukannya berterima kasih malah memaki," sergah Semeru tak mau kalah.

"Ya udah sana pergi!"

"YA UDAH IYA!"

"YA UDAH!"

Rinjani berbalik. Saat kakinya mulai melangkah, mendadak perutnya sakit hebat. Dia pun sampai bertekuk lutut saking nyerinya. Sesekali ia terbatuk dan muntah darah. Ternyata tendangan dari pengikut Airisya luar biasa hebatnya sampai nyerinya berasa meski telah berlangsung cukup lama.

"Keterlaluan!" dengkus Rinjani.

Melihat kondisi Rinjani begitu miris, Semeru tak tega meninggalkannya sendiri. Ia pun berlari kecil menuju Rinjani. "Kalau sakit jangan dipaksa."

Rinjani menggeleng. Dia menadah tangan. Lagi-lagi batuk Rinjani mengeluarkan darah lantaran jatuh di telapak tangannya. Mengetahui darah yang dikeluarkan begitu banyak, pandangan Rinjani seketika mengabur, cairan merah di hidungnya pun menetes, serta kepalanya mengalami migrain berat.

Pikirannya langsung kosong. Yang dia ingat hanyalah keadaan anggota dan rencananya. Bahkan seburuk apapun kondisinya, Rinjani tetap memikirkan kepentingan orang lain. Daripada diri sendiri. "Temen-temen gue, Sem ... rumah sakit itu ...."

"Iya, gue antar ya?"

"Enggak perlu, gue bisa kok." Rinjani memaksakan kakinya untuk bangkit. Namun cewek itu malah tumbang sambil memegangi perutnya yang sakitnya makin menjalar.

Secara refleks Semeru tunduk sambil memunggungi Rinjani. "Ayo naik."

"Eh?"

"Lo gak kuat jalan 'kan? Ayo naik ke punggung gue!"

Rinjani mengangguk, dia menerima tawaran Semeru. Lagipula cewek itu kelelahan. Rinjani menelan ludah, jantungnya berdegup kencang, ia pun melingkarkan tangannya di leher Semeru. "B-boleh."

Di lain sisi Semeru nampak senang. Cowok itu senyum-senyum sendiri. Dia memanfaatkan kesempatan ini untuk lebih mengenali Rinjani. Yah Rinjani sesosok perempuan yang terkenal kasarnya, namun Semeru enggan menerimanya sebagai sosok yang tidak berperasaan karena dia percaya pasti Rinjani menyembunyikan kelembutannya di balik layar.

Hal inilah yang biasa disukai pria pada umumnya. Dengan rasa penasaran terhadap lawan jenis yang disuka serta tingkat kesulitan dalam melakukan pendekatan, membuat para pria tertantang untuk mendekati wanitanya. Dan jika wanita itu berhasil menggenggam hatinya pasti tidak akan dilepas.

Sebab sulit rasanya kalau mendapatkan wanita dengan karakter misterius, cuek, dan mempunyai berkepribadian ganda. Apalagi perempuan yang lebih mengandalkan logika atau bahkan kecerdasan. Pasti akan lebih rumit. Belum lagi meyakinkan lewat perasaan dan beberapa konflik ketidakpekaan.

Selain itu, berkat Rinjani pula lambat laun Semeru mulai bersahabat dengan dunia. Dia tidak lagi menjadi Seme Nolep seperti yang dibilang Rinjani. Dan kisah hidupnya juga sedikit berwarna dari hari-hari biasanya. Sungguh luar biasa energi yang dipancarkan Rinjani.

"Seme, lo niat jalan gak sih? Siput yang jalannya lambat aja kalah cepat!" protes Rinjani.

"Lo berat, njirr!"

Tidak terima dengan perkataan Semeru, Rinjani memberontak. Ia langsung melampiaskan amarah dengan menarik rambut Semeru. "OOOOHHH, JADI LO NGATAIN GUE GENDUTAN?!"

"Eh, aduh! Enggak bukannya gitu ... aaarrrgghhh! Emang ribet ngomong sama cewek!"

"Kalau ribet ngapain diterusin?!" Rinjani masih menjambak rambut Semeru.

Cowok itu mengernyih kesakitan. Meski wajah Rinjani babak belur, gaya tarikannya begitu kuat. Sampai kepala Semeru juga ikut terangkat. "Gue pengen nolong lo, Rinjani!"

"Ya udah gak usah ditolo--"

Brug!
Kalimat Rinjani terputus, Rinjani terserentak, dan pegangannya lepas. Saking kesalnya, Semeru sampai menjatuhkan Rinjani tanpa ada rasa bersalah sama sekali. Cewek itu meringis, dia memegangi pinggang belakangnya sambil menggeliat di tanah.

"Cok pinggang gue encok cok!"

"MAMPUS!" cela Semeru.

Rinjani beranjak, bersusah payah dia melangkahkan kakinya hingga terpincang-pincang sambil memegangi pinggang bagian belakangnya. "Jancok sakit, cok!"

"MAKANYA JANGAN SUKA MEMBETOT RAMBUT ORANG!" kesal Semeru.

"Kualat lo, Seme Nolep!" dengus Rinjani.

"Lama-lama gue gampar lo!"

"BODO!" tantang Rinjani.

***

Di koridor yang sepi dan temaramnya cahaya, Rinjani berjalan sambil meraba dinding yang terbuat dari besi. Kini dia dapat bergerak normal. Akan tetapi tak selincah biasanya. Encok di pinggangnya sudah sembuh, perutnya tidak sakit lagi, namun memar di wajahnya masih membekas. Dia masih merasakan nyeri di sekujur tubuh tapi tidak separah tadi.

Cewek itu datang sendiri. Tidak ditemani Semeru. Mungkin Semeru masih kesal dengan sikap Rinjani yang seenaknya. Mereka berdua ibarat dua gunung berapi yang sering terjadi erupsi. Tak pernah akrab, senantiasa bertengkar, malah lama kelamaan menyebabkan gempa vulkanik. Ya meski begitu mereka kadang saling menolong. Tergantung situasi yang diperbuat. Setelah itu entah bagaimana jadinya.

Rinjani tak menyangka kalau bangunan yang terbengkalai ini menyimpan sebuah ruang bawah tanah yang utuh keadaannya. Tak ada karat juga tak nampak seperti bangunan lama meskipun kurangnya pemasokan dari cahaya. Agaknya seseorang merenovasinya yang tak lain lagi adalah Airisya.

Tanpa disengaja bola matanya menangkap sebuah cahaya yang sinarnya begitu terang, mengalahkan lampu lain. Rinjani berjalan cepat ke arah cahaya itu dan betapa terkejutnya dia ketika disambut oleh para rekannya. Tak lupa ada Fathur juga di sana.

"RINJANIIIIIII." Dora melambaikan tangannya bersama suaranya yang nyaring.

Melihat kedatangan Rinjani, Zeline pun bernapas lega. "Rin, kita khawatir banget sama lo."

"Yow! Habis dari mana?" sapa Brian.

"Udah selesai lomba larinya? Siapa yang menang?" timpal Jamal dengan melipat kedua tangan di dada.

"Kita nungguin lo dari tadi, Rin." Sambut Gusti.

"Kerja bagus Rinjani," kata Fathur.

Tanpa Rinjani sadari senyumnya yang manis mengembang bak kembang gula kapas. Entah karena apa dia terlihat amat bahagia. Seluruh rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya pun hilang. Begini kah kekuatan dari persahabatan? "Teman-teman, kalian ada di sini? Bagaimana bisa dan rencananya?"

Dora mengacungkan jempol. "Semuanya dalam kendali, Buk Ketu!"

"Jadi waktu nyusul lo, kami enggak sengaja papasan ama Semeru. Untung dia tahu keberadaan lo and well dia nganterin kita sampai di sini." jelas Gusti.

"Terus--" Dialog Rinjani terputus.

"Airisya? Dia ada di sini." Jamal sedikit menepikan tubuhnya.

Rinjani terdiam ketika cewek ber-cover malaikat itu berpapasan dengannya. Kedua tangan Airisya diborgol, seorang polisi memaksanya berjalan. Rinjani dan Airisya saling melirik. Dalam batinnya Airisya berdecak. Sial! Mengapa gadis itu tidak musnah?!

"Terima kasih atas kerja samanya. Tanpa kalian mungkin kami tidak sejelih ini," ujar salah satu polisi sambil menyalami Brian.

"Sama-sama. Sudah tugas kami sebagai warga negara yang baik untuk melaporkan hal-hal tercela ini," balas Brian.

"Alah sok-sokan lo, Yan!" kompor Gusti.

Mata Brian melotot ke arah Gusti. "Jangkrik."

"Lo berhasil, Rin." Jamal merangkul pundak Rinjani.

"Selamat ya, Rin!" Dora memeluk Rinjani disusul dengan Zeline.

Rinjani memandangi punggung Airisya yang makin menjauh. Senyumnya mengembang, bukti yang didapat tidak sia-sia semua ini berkat kepintaran Brian dalam berdebat dan kemampuan Zeline dalam menemukan barang bukti. Perasaannya jauh lebih lega. Entah apa yang dipikirkannya, Rinjani melepas ikat rambutnya. Surai demi surai jatuh sampai pinggang meski sedikit berantakan.

"Bukan gue tapi kita yang berhasil." Rinjani merentangkan kedua tangan lebar-lebar.

Kepercayaan. Satu kata yang selalu digenggam erat dalam suatu circle. Yah, walaupun dibalik circle pasti ada saja yang namanya pembully dan dibully. Tapi bukankah semua itu untuk membuat hubungan dengan manusia semakin erat?

Mendadak tilikan Rinjani sayup-sayup memudar, kesadarannya berkurang, dan lututnya lemas seketika. Tak kuat menyangga tubuhnya sendiri, Rinjani pun terhuyung kemudian jatuh di dada Jamal. Para rekannya spontan gempar. Mereka mencoba memanggil nama Rinjani, namun cewek itu tak segera sadarkan diri.

"Loh Rin?!" pekik Jamal yang berusaha menyangga berat badan Rinjani.

"RIIINN LO KENAPAAAAA?!" teriak Dora panik.

"Jani, Jani?" panggil Brian.

"CEPET PANGGIL AMBULAN, GUS! CEPEETT!" perintah Zeline seraya mengacak-acak pundak Gusti.

Gusti mengeluarkan ponselnya. Segera ia mencari nomor ambulan. "I-iya sabar ta!"

Seperti itulah Rinjani. Sedikit-sedikit membuat panik, sedikit-sedikit dibuat tegang beruntung tidak jemput cewek depan gang. Tak jarang dia berbuat onar ataupun merubah strategi seenak jidat. Sampai lupa kalau kesehatan sendiri jauh lebih berarti. Sungguh gadis yang meresahkan. Kalau begini siapa yang susah? Teman-temannya juga.

Tapi beruntunglah mereka memiliki circle pertemanan seperti itu. Selalu ada ketika gelisah melanda, senantiasa sedia saat keadaan darurat, bahkan saling menjaga satu sama lain. Karena hal semacam ini jarang terjadi di kehidupan nyata. Manalagi yang dulunya pernah terkena tindak cybercrime atau tidak kejahatan lainnya.

Sungguh dunia nan indah bila tercipta kerukunan bersama, bila keadilan menyebar di mana-mana, bila kurangnya minat kejahatan yang mengancam negara. Jika memang begini jadinya yah runyam jadinya buat menyatukan seluruh umat manusia. Kalau pun ada pasti mereka adalah salah satu yang terpilih diantaranya. Atau hanya imajinasi kita saja?

Di sisi lain, jaman sekarang mana ada manusia yang mulia hatinya. Mementingkan kepentingan umatnya daripada orang itu sendiri. Lebih mengutamakan keadilan daripada menolak kejahatan. Dan menggenggam erat persaudaraan tanpa pandang rupa maupun kedudukan.

Agaknya runyam menemukan seseorang yang sedemikian rupa di antara peliknya dunia. Tapi bukankah ada baiknya jika kita sendiri yang melakukan revolusi untuk dunia? Mari kita renungkan sejenak wahai manusia. Ini perenungan bukan pemikiran, jadi janganlah dianggap memberatkan karena setiap kata memiliki seribu makna.

Ah sudahlah lagipula ini cerita humor, author ingin kalian tertawa bukan malah merenung hal-hal yang mustahil. Sila berspekulasi.

***

Coming soon ...

DEAR READERS

TITIPKAN PENGALAMAN MEMBACA KALIAN DI KOLOM KOMENTAR!

Continue Reading

You'll Also Like

14.1K 583 6
No summary.. Seluruh hak cipta penulisan adalah milik saya. Kisah dan karakter para tokoh tidak mencerminkan kehidupan aslinya. Semuanya ditulis ata...
527K 7.1K 6
"Lo mau jadi pacar gue nggak, Dy?" "Hah?!" Aku menatap horor lelaki yang sedang duduk di depanku dengan wajah seriusnya. "Cuma pacar pura-pura, kok...
106K 8.2K 28
Saat selesai memberi makan seekor kucing dipinggir jalan,Gavin tertabrak motor sehingga para warga membawanya kerumah sakit. saat terbangun,dia dibua...
33.9K 4.3K 68
Setelah Lulus SMA dan tinggal di rumah kakek neneknya di Bekasi. Lunaya Qirla Morinta memutuskan untuk kembali ke Bandung, kerumah kedua orang tuanya...