THE FIGHT SERIES | #1 ROOFTOP...

By q1dzncvt

1K 274 274

⚠ CERITA INI DIBUAT UNTUK MENGHIBUR PEMBACA YA BUKAN UNTUK DICURI! :D ⚠ BAHASA BAKU ⚠ IT'S JUST FANFIC, BE A... More

» 1 • Life as College Student
» 2 • Package
» 3 • Damn Kids
» 4 • New
» 5 • Presentation
» 6 • The Shadow
» 7 • Nice Beginning
» 8 • The Tour and The Call
» 9 • Agent Al
» 10 • Alijen Busy Jefferson
» 11 • Ballroom
» 12 • The First
» 13 • Europe Tour
» 14 • We Young
» 15 • There's Nothing Here
» 16 • Tell The Truth
» 17 • We Got You, Alijen
» 18 • So, This is Me
» 19 • Bad News
» 20 • Decision
» 21 • The Battle of Ship

PROLOG

254 28 27
By q1dzncvt

⚠ WARNING ⚠

1) Cerita ini murni hasil imajinasi penulis di tengah-tengah kesibukannya mempersiapkan kelulusan.

2) Cerita ini hanyalah fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat, latar, atau alur dengan suatu cerita, itu terjadi tanpa disengaja. Sama sekali tidak ada niatan dalam hati penulis untuk 'mencuri' karya orang karena penulis tahu bagaimana rasanya tidak dihargai atas apa yang sudah ia lakukan.

3)  Para roleplayer di cerita ini (kecuali tokoh utama + tokoh pendukung tokoh utama) merupakan cast imajinatif yang bebas divisualisasikan sendiri oleh pembaca.

4) INI HANYALAH FIKSI PENGGEMAR. Apa pun yang terjadi di cerita ini tidak ada sangkut pautnya dengan keadaan asli para member NCT di kehidupan nyata mereka.

5) PENULIS JUGA MANUSIA. Jika ada kesalahan dalam kepenulisan, riset yang kurang dalam, atau keterlambatan update, mohon pengertiannya.

6) SOPANLAH DALAM BERKOMENTAR. Walaupun ini dunia maya, etika tetap dijaga ya! Penulis tidak melarang kalian untuk berkomentar menggunakan bahasa fauna keseharian kalian, asalkan tidak dalam konteks negatif untuk menyudutkan pihak tertentu.

7) AND THE LAST, UNTUK ORANG YANG DATANG HANYA UNTUK MENCURI, LEBIH BAIK ANGKAT KAKI DARI SEKARANG JUGA SEBELUM SANTET PENULIS SAMPAI DI KAMU (gk deng canda :v)

***

HAPPY READING GUYS!

***

Selamat pagi, siang, sore, atau bahkan malam. Entah kapan kalian membaca narasi ini, aku dengan senang hati akan menyambut kalian dengan hangat. Perkenalkan, namaku Alijen Jefferson. Aku punya seorang saudari, kakak perempuan, Yelena namanya. Kami beda 3 tahun. Kami adalah pemuda-pemudi Eropa yang berkebangsaan Inggris.

Aku adalah seorang mahasiswa. Sekarang aku sedang liburan semester. Tahun ajaran baru nanti aku resmi menjabat status baru sebagai mahasiswa tahun kedua di semester 3. Liburanku menyenangkan. Ayahku selalu mengajak keluarga kami berlibur ke tempat wisata terkenal di kota. Kami pergi setiap akhir pekan, sedangkan di hari lainnya kami banyak menghabiskan waktu bersama di rumah. Ibuku adalah juru masak yang andal. Ibu akan memasak apa pun yang keluarganya inginkan dengan senang hati.

Ah, iya! Aku hampir lupa memperkenalkan nama kedua orangtuaku pada kalian. Jeff Andrew dan Anne Camilla. Mereka saling jatuh cinta pada pandang pertama bertemu.

Hari terakhir liburan semester.

Pagi itu aku sedang asyik melahap roti bakar buatan Ibu di pantry. Telingaku tersumpal headphone. Aku menyetel lagu-lagu penyemangat untuk mengawali hari.

"Pagi, Jen!"

Aku mendongak. Meskipun telingaku dipenuhi oleh alunan nada musik, aku masih dapat mendengar sekitar. Kudapati Yelena duduk di hadapanku. Dia mengambil potongan terakhir roti bakar yang memang merupakan miliknya.

"Pagi," balasku singkat.

"Apa Ayah sudah berangkat? Aku tidak menemukan mobilnya di garasi sepulang jogging," tanya Yelena.

Aku mengangguk.

"Oh, ya. Ini hari terakhir liburanmu, kan?" tanya Yelena.

Aku kembali mengangguk.

"Kau sudah menyiapkan semuanya untuk menyambut tahun ajaran baru?"

Aku mengangguk lagi.

"Jam berapa kau akan kembali ke asrama besok?"

"Tujuh pagi."

"Mau kuantar? Ayah sepertinya tidak bisa mengantarmu. Pekerjaan Ayah di kantor sedang banyak sekali akhir-akhir ini."

Aku menggeleng. "Aku bisa berangkat sendiri. Motorku sudah kubawa ke bengkel kemarin lusa."

Yelena mengangguk-angguk. Setelah itu kami tidak lagi berbicara. Yelena sibuk menghabiskan roti bakar miliknya, demikian juga dengan aku. Pantry hening hingga 5 menit ke depan. Hingga akhirnya suara Ibu menginterupsi kami.

"Hei, Kids, where are you?"

"I'm here, Mom!" Aku dan Yelena berseru serempak.

Ibu terlihat menuruni tangga rumah. Ia sedikit berlari ke arah dapur, menghampiri kami yang ada di pantry. Ibu lantas duduk di sampingku.

"Kakek memyuruhmu bersiap sekarang, Jen. Dia akan menjemputmu tepat pukul sembilan nanti," ujar Ibu.

Aku hampir tersedak kunyahan terakhir dari roti bakarku. Aku menoleh. Raut wajahku menunjukkan tanda tanya besar.

Seolah mengerti maksud ekspresiku, Ibu pun berkata, "Ibu juga tidak tahu untuk apa. Kamu tahu sendiri, kan, kakekmu itu seperti apa? Ibu yakin ini pasti hal yang penting."

Aku tidak puas sebenarnya dengan jawaban Ibu, tapi aku tidak bisa berbuat apa pun. Aku segera bersiap sesuai perintah kakekku. Aku menaiki tangga, masuk ke kamar, berganti pakaian, lalu keluar lagi setelah 10 menit. Tepat waktu. Kakek tiba persis setelah aku menginjak anak tangga terakhir.

"Halo, Jen, senang bisa berjumpa lagi."

Aku tersenyum kikuk saat Kakek menyapaku dengan senyumnya. Kami memang jarang bertemu. Kakek adalah pengusaha, kantornya ada di Washington, Amerika Serikat. Kami hanya bertemu 1 tahun sekali setiap libur tahun baru.

"Ayo kita berangkat, Jen. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat," ujar Kakek.

"Eh, apa Ayah tidak mau sarapan dulu?" Ibu menawari.

Kakek menggeleng. "Aku sudah sarapan, Anne. Terima kasih tawarannya."

Kakek balik kanan. Ia masuk mobil lebih dulu. Aku menyusul kemudian. Kakek datang bersama sopirnya. Aku melambaikan tangan ke arah Ibu dan Yelena. Mobil pun mulai melaju menuju tempat tujuan.

***

"Kita sudah sampai, Jen."

Aku bisa melihatnya. Mobil Kakek terparkir di sebuah lahan parkir dekat sebuah taman. Kami berdua turun.

Tower Bridge, Inggris.

Kakek mengajakku berjalan kaki di bahu jalan sepanjang jembatan. Aku jadi bertanya-tanya. Aku tidak punya masalah dengan berjalan kaki, tapi kenapa Kakek mengajakku berjalan kaki? Padahal, kan, bisa saja mobil Kakek membawa kami menuju tempat tujuan.

"Bukankah pemandangan di sini indah, Jen?" Kakek membuka topik percakapan.

Aku mengangguk. Tower Bridge adalah salah satu tempat yang paling terkenal yang dimiliki negaraku. Pemandangan di sekitarnya sangat indah. Aku sudah beberapa kali melewati jembatan ini dan selalu terpesona setiap kali berkunjung ke sana.

"Kita sebenarnya hendak ke mana, Kek?" Aku memberanikan diri untuk bertanya saat aku sudah tidak tahan lagi dengan kebingungan. Kakek mengajakku menuju sebuah area yang dikelilingi oleh dinding batu, seperti benteng lebih tepatnya. Aku bertemu dengan 2 petugas keamanan yang memakai seragam kerajaan. Mereka menatapku penuh selidik. Namun begitu menatap Kakek, mereka langsung memberi penghormatan.

Kakek tersenyum. "Ingat baik-baik wajah anak muda ini. Dia cucuku. Dia punya akses menuju markas."

"Markas?" Aku spontan bertanya.

Kakek terkekeh. Dia tidak menjawabku, membiarkanku tenggelam dalam kebingungan. Kedua petugas tadi mengangguk. Mereka mengawal kami memasuki sebuah bangunan yang dipenuhi oleh petugas keamanan di pelatarannya. Aku susah payah menelan ludah. Aku tahu bangunan tersebut. Aku pernah mempelajarinya saat duduk di bangku SMA. Itu adalah bangunan berisi koleksi perhiasan dan mahkota. Konon katanya ada sebuah ruangan di dalamnya yang disegel oleh pintu besi setebal 8 kaki. Ruangan itu merupakan brankas dari barang-barang berharga milik negara.

"Kau tahu, Nak? Aku punya sebuah rahasia kecil. Tidak semua anggota keluarga kita tahu soal ini."

Aku tetap diam. Sabar menunggu kelanjutan kalimat Kakek.

"Aku tahu kepalamu sekarang dipenuhi banyak pertanyaan. Tapi kita tidak bisa membicarakannya di sini. Semua gedung penting di Inggris ada di bawah pengawasan penuh pihak kerajaan. Kita harus bergegas ke ruangan selanjutnya sebelum keberadaan kita di sini diketahui pihak kerajaan."

Demi melihat wajah serius Kakek, aku mengangguk patuh. Kami tiba di dalam gedung tersebut. Untuk pertama kalinya aku bisa melihat wujud nyata dari gudang perhiasan dan mahkota kerajaan. Aku menyapu pandangan ke seluruh penjuru. Aku hampir terlena jika saja Kakek tidak menegurku. Aku pun kembali fokus.

Kami tiba di depan brankas.

Informasi dari pelajaran yang kudapat saat SMA itu akurat. Ada brankas di dalam gedung ini yang disegel oleh pintu besi setebal 8 kaki. Salah satu petugas keamanan yang mengawal kami mendekati dinding. Entahlah apa yang ia lakukan. Sepertinya dia sedang melakukan serangkaian langkah untuk membuka segel brankas ini.

Pintu besi setebal 8 kaki itu terbuka perlahan. Aku tanpa sadar menahan napas. Sebuah ruangan dengan ukuran lebih kecil menyambut kami. Pandanganku langsung dihadiahi oleh keberadaan mahkota-mahkota yang disimpan dalam kotak kaca. Ada banyak juga perhiasan lain di dalamnya. Aku menatapnya tanpa berkedip.

Petugas keamanan mempersilakan kami masuk. Aku mengekor di belakang Kakek. Ia berjalan mantap ke seberang ruangan. Kini kami tiba di depan dinding kosong. Mentok.

"Kita ke sini ... untuk melihat dinding?" tanyaku dengan polos.

Kakek tertawa mendengarnya. Ia menggeleng. "Sesuatu yang terlihat sederhana bukan berarti sesederhana yang terlihat. Dari sekian banyak sistem keamaan canggih yang telah diciptakan oleh negara ini, aku memutuskan untuk memakai sistem kuno. Pintu rahasia di balik dinding. Bersabarlah, Nak, pertanyaan-pertanyaanmu akan terjawab sebentar lagi."

Aku melihat Kakek yang menyentuhkan telapak tangannya ke dinding. Selarik cahaya tiba-tiba keluar. Cahaya itu bergerak menggambar garis tangan Kakek. Aku termangu melihatnya. Ini keren! Persis setelah garis tangan Kakek 'digambar' oleh cahaya tersebut, sepotong dinding teriris dengan sisi-sisi 20 x 20 sentimeter, melesat masuk ke dalam dan digantikan dengan kotak yang aku tidak tahu apa kegunaannya.

Tapi beberapa menit kemudian, aku tahu kegunaan kotak tadi. Itu adalah sistem akses yang menggunakan metode memindai retina mata. Ini persis seperti film-film aksi yang pernah aku lihat. Begitu Kakek menunjukkan retina matanya tepat di depan kotak tersebut, sistem mengonfirmasi bahwa kami diperbolehkan masuk. Tentu saja karena Kakek punya aksesnya. Dinding di hadapan kami lantas bergetar ringan. Aku kembali termangu. Sebuah lorong gelap dengan tangga menurun sempurna menanti kami di depan sana.

Kakek menatap kedua petugas keamanan tadi. "Terima kasih telah mengawal kami. Kalian bisa kembali bekerja."

Kedua petugas itu mengangguk dan kembali memberi penghormatan. Mereka lalu balik kanan dan kembali bekerja seperti yang dikatakan Kakek.

"Ayo, Nak, kita masuk," ajak Kakek.

Aku mengangguk.

***

Jika kalian menebak bahwa aku akan berakhir di sebuah ruangan rahasia, maka jawaban kalian benar. Namun ini lebih dari sekedar ruangan rahasia. Ini adalah markas besar rahasia! Setelah menuruni tangga sedalam 50 meter, melewati saluran air dengan diameter 10 meter, kami menemukan pintu kecil berbentuk bulat di dinding saluran. Warna pintu itu serupa dengan dindingnya. Tidak akan ada yang mengira bahwa ada pintu di sana. Kami pun masuk ke dalam. Kami bertemu tangga lagi. Kami kembali menuruni tangga sedalam 100 meter. Kakek sekali lagi melakukan pemindaian retina untuk akses masuk. Setelah sistem mengonfirmasi, pintu besi setinggi 3 meter di hadapan kami bergeser, menampilkan pemandangan yang sama sekali tidak pernah aku duga bahkan dalam fantasi terliarku.

"Astaga!" Terkejut adalah kesan pertama yang aku berikan setelah melihat pemandangan di hadapanku.

"Selamat datang di markas besar N.I.A! Neo International Agent. Agen intelijen rahasia paling mematikan yang ada di Britania Raya."

"Intelijen?" Aku tercekat.

Kakek tersenyum. Ia menyingkap kemeja cokelatnya, menekan gesper sabuk, dan ajaib! Pakaian Kakek berubah total menjadi pakaian hitam-hitam yang terlihat keren. Aku melotot melihatnya. Sungguh, tadi itu laksana sihir. Aku bahkan tak percaya jika sekarang aku sedang tidak bermimpi.

"Inilah rahasia yang kumaksud, Nak. Selama kita di sini, panggil aku Tuan Agen, itu adalah nama agenku. Aku tidak menggunakan inisial namaku untuk menamai panggilanku di sini. Dan rahasia terakhir dariku adalah aku merupakan kepala di sini."

Aku mengangguk patah-patah. Aku masih berusaha mencerna informasi yang baru kudapat. Kakek mengajakku untuk masuk lebih dalam. Ruangan tempat aku berpijak sekarang sepertinya jantung dari bangunan ini. Atapnya berbentuk setengah bola. Tempat ini terlihat sangat modern. Ada banyak teknologi maju di sekitarku. Aku seperti terdampar di peradaban masa depan. Dari tadi aku bertemu banyak sekali layar hologram. Ada banyak orang berseliweran di sekitarku. Mereka terlihat sibuk. Mereka memakai pakaian yang serupa dengan Kakek. Keren sekali setiap melihatnya. Kakek lalu membawa masuk ke sebuah ruangan di tempat yang jauh lebih sepi. Kata Kakek itu adalah ruangan kerjanya.

Aku terperangah. Ruang kerja Kakek sangat kental dengan unsur futuristik. Ada banyak sekali rak buku berderet. Juga ada kursi dan meja yang diletakkan di tengah-tengah ruangan. Itu pastilah tempat Kakek biasa bekerja. Di sudut ruangan ada sekitar 5 sampai 7 komputer tipis yang berjajar rapi. Meskipun terlihat lebih sederhana dari ruangan sebelumnya, aku bisa menebak jika ruang kerja Kakek ini punya sistem keamanan yang lebih tinggi. Maksudku, ini adalah ruang kerja dari kepala agen intelijen rahasia paling mematikan di Britania Raya, bukan? Dokumen, buku-buku, dan berkas-berkas lain yang tersimpan di sini pastilah sangat penting.

"Silakan duduk, Jen," ujar Kakek. Aku menurut. Kakek duduk di hadapanku.

"Aku akan langsung berbicara ke intinya. Aku tidak akan berbasa-basi. Aku harap kau mendengarkan semua kalimatku hingga aku selesai, Jen."

Aku mengangguk.

"Aku sudah lama mengawasi pertumbuhanmu dari kecil. Di luar dari statusku sebagai kakekmu, aku punya tujuan lain dari mengawasimu. Kau menguasai dasar-dasar dari spesialisasi seorang mata-mata. Itu mengagumkan, Nak. Pertama kali aku melihat bakatmu adalah saat kau berusia enam tahun."

Dahiku terlipat. Aku tidak mengerti.

"Kau mungkin tidak menyadarinya, tapi aku sudah mengawasimu sejak lama. Dari hal yang paling kecil. Saat kau berusia enam tahun, kau pernah memecahkan gelas lilin aroma terapi milik ibumu, bukan?"

Aku ingat itu. Aku mengangguk. Aku memang pernah memecahkan gelas lilin aroma terapi milik Ibu saat aku berusia 6 tahun. Tapi apa hubungannya dengan dasar-dasar dari spesialisasi seorang mata-mata?

"Kita masih tinggal satu rumah pada waktu itu, Nak, sebelum kalian memutuskan untuk pindah. Aku kepala keluarga di rumah itu. Aku memegang kendali penuh atas semua CCTV di rumah. Siang itu kau hanya berdua dengan kakakmu di rumah. Yelena tidur, sementara kau menonton TV di ruang tengah. Kau lalu tidak sengaja menyenggol gelas lilin aroma terapi ibumu yang tergeletak di kabinet TV, membuatnya pecah."

Aku terdiam.

"Kau terlihat sangat bingung waktu itu. Aku terus menyaksikan rekaman CCTV hingga akhir. Kau membersihkan serpihan pecahan itu, memasukkannya ke dalam plastik, lalu membungkusnya dengan sobekan kertas buku tulismu. Brilian sekali. Orang-orang yang melihatnya di tong sampah pasti akan mengira bahwa itu hanya remasan kertas yang sudah tidak dipakai. Kau berusaha untuk tidak meninggalkan jejak di ruang tengah. Kau lalu pergi ke kamar orangtuamu. Kau tahu bahwa ayahmu sering mencatat jadwalnya pada memo yang ada di dekat kalender. Kau membaca jadwal ayahmu hari itu yang sedang menghadiri pernikahan temannya dengan ibumu, juga jadwal kapan kepulangannya.

"Kau lalu terlihat berhitung. Jika aku tidak salah, kau waktu itu mempunyai perhitungan bahwa orangtuamu akan tiba di rumah lima belas menit lagi. Kau pun bergerak cepat. Kau tahu bahwa istriku juga suka mengoleksi lilin aroma terapi seperti ibumu. Kau diam-diam menyelinap ke kamarku, membuka lemari kayu berisi koleksi gelas lilin istriku, mengambil salah satunya yang mirip dengan milik ibumu, lalu meletakkannya di kabinet TV. Seolah itu adalah milik ibumu sungguhan.

"Kau tahu persis bahwa istriku tidak terlalu teliti dengan koleksinya. Kau memanfaatkan itu selama lima hari. Ibumu tidak pernah tahu bahwa gelas lilinnya pecah, yang ada di kabinet TV selama lima hari adalah milik istriku, dan istriku tidak pernah tahu bahwa salah satu koleksinya diambil olehmu. Kau juga tahu persis kalau waktu itu bertepatan dengan jadwal ayahmu untuk memberikan uang jajan bulananmu. Kau lalu menggunakannya untuk mengganti gelas lilin ibumu yang pecah. Di hari ketujuh semuanya sudah kembali seperti semula. Kau sudah membelikan lilin baru untuk ibumu, kau sudah mengembalikan koleksi istriku, dan satu rumah tidak ada yang tahu soal insiden itu hingga saat ini."

Aku susah payah menelan saliva. Apa yang diucapkan Kakek memang benar. Aku bisa mengonfirmasi. Aku memang pernah memecahkan gelas lilin milik Ibu, aku juga membuang serpihannya dengan dibungkus kertas sobekan supaya tidak mengundang kecurigaan orang rumah, memanfaatkan kelemahan nenekku yang tidak pernah teliti dengan koleksinya, dan menggunakan uang jajan bulananku untuk mengganti milik Ibu dengan yang baru. Aku kira selama ini insiden itu hanya aku yang tahu. Tapi aku benar-benar lupa dengan keberadaan CCTV rumah.

"Untuk ukuran anak usia enam tahun, rencanamu waktu itu sangat brilian. Kau bisa membuat perhitungan yang akurat, membuat rencana yang matang, lihai ketika menyelinap, terampil dalam menyembunyikan rahasia, juga sanggup beraksi tanpa meninggalkan jejak satu pun. Kecuali rekaman CCTV. Semua mata-mata dilatih untuk bisa menguasai semua keterampilan dasar itu. Dan kamu bahkan sudah menguasainya tanpa perlu berlatih sama sekali, Nak."

Aku menatap Kakek lamat-lamat.

Kakek tersenyum. "Aku tahu kau anak yang genius. Kau bisa menebak dengan akurat alasan kenapa aku mengajakmu kemari."

Aku meremas jari. Aku memang sudah punya pemikiran tentang alasan mengapa Kakek mengajakku ke sini sejak pertama kali menginjakkan kaki di markas N.I.A.

"Itu benar, Nak. Aku akan merekrutmu untuk menjadi mata-mata di sini. Kau juga akan dilatih. Aku telah membentuk tim khusus untuk menyelesaikan sebuah misi superpenting, dan kau akan bergabung ke dalam misi itu."

"Misi superpenting?"

"Aku tidak akan memberitahunya sekarang. Sesuai namanya, misi ini superpenting, juga bisa jadi sangat berbahaya. Aku tidak mau konsentrasi belajarmu terganggu. Terlebih besok adalah hari pertama di tahun ajaran baru. Aku akan menghubungimu tiga bulan lagi, memanggilmu untuk ke sini, lengkap bersama dengan anggota lain yang telah kurekrut untuk tim khusus yang aku buat. Aku akan menjelaskan misinya tepat pada waktu itu tiba."

"Lalu yang perlu kulakukan selama tiga bulan itu?"

"Fokus pada sekolahmu dan pikirkan matang-matang tawaranku. Aku tidak akan memaksa, kau berhak membuat keputusanmu sendiri. Tapi jika boleh jujur, aku punya harapan lebih padamu. Semoga kau memikirkan tawaranku baik-baik."

Ruang kerja itu lengang sejenak.

"Dan satu lagi, kau tidak boleh memberitahu soal ini pada siapa pun. Termasuk keluargamu! Jika orangtuamu bertanya kau habis dari mana saja, jawab saja jika kita hanya berjalan-jalan di kota. Kau paham, Jen?"

Aku mengangguk.

Kakek tersenyum. "Baiklah. Sopirku akan mengantarmu pulang. Aku punya urusan lain yang harus kulakukan."

"Apa Kakek akan kembali ke Amerika?"

Kakek tertawa. "Kepindahanku ke Amerika hanyalah ilusi semata, Nak. Aku tidak pernah meninggalkan Inggris. Markas ini adalah rumahku selama ini. Aku membual dengan mengatakan bahwa aku akan fokus mengurus bisnis di Amerika itu kulakukan agar keluargaku tidak curiga."

Aku berdecak tak percaya. Kakekku pandai sekali menyembunyikan fakta sebesar ini bertahun-tahun.

Setelah itu aku diantar Kakek kembali ke taman. Aku berpamitan padanya. Sopir Kakek lantas mengantarku pulang. Hari itu adalah hari paling penuh kejutan yang pernah aku alami.

hellaw it's me fern!

SALAM KENAL SEMUANYA! Selamat datang ya di lapak pertamaku ini. Semoga cerita ini bisa terus berlanjut dan bisa terus menghibur kalian >3

First impression kalian terhadap cerita ini? Bisa reply jawaban kalian di kolom komentar line ini yaa!

Lemme introduce you, our main character, Alijen Jefferson!

Oke, cukup sekian salam perkenalannya. Glad to see u all. Ily 💚

Best regards,
Fantuy

Tbc

Continue Reading

You'll Also Like

37.5K 4.8K 43
[DISCLAIMER!! FULL FIKSI DAN BERISI TENTANG IMAJINASI AUTHOR. SEBAGIAN SCENE DIAMBIL DARI STREAM ANGGOTA TNF] "apapun yang kita hadapi, ayo terus ber...
55.7K 4.1K 27
Love and Enemy hah? cinta dan musuh? Dua insan yang dipertemukan oleh alur SEMESTA.
163K 15.6K 38
Tidak pandai buat deskripsi. Intinya ini cerita tentang Sunoo yang punya enam abang yang jahil. Tapi care banget, apalagi kalo si adek udah kenapa-ke...
241K 36.1K 65
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...