SCARY BEAUTY [END✔️]

By sofiebastaman

291K 44.4K 5.1K

R13+ S E L E S A I ⚠TEORI BERTEBARAN⚠ "ɢᴏᴏᴅ ʟᴏᴏᴋɪɴɢ ≠ ᴢᴇʀᴏ ᴘʀᴏʙʟᴇᴍ" **** Siapa sangka sekolah khusus perempua... More

WARNING
PROLOG
1 | Katak Sekolah
2 | Mas Sempurna
3 | New Riddle
4 | Lana vs Shania
5 | Bisikkan
6 | Ugly to Beauty
7 | Melampaui?
8 | Dihantui
9 | Bercak Darah
10 | Together
11 | Temaram
12 | Gadis Misterius
13 | Secret of Wati
14 | Teman Rasa Pacar
15 | JUMPSCARE!
17 | Prasangka
18 | Kejar atau Pergi!
19 | The Answer
20 | Bagai Pelangi
21 | Play with Wati
22 | Overthingking
23 | Tembok Toilet
24 | Our Trouble
25 | Sweet Dream
26 | Paket Nyasar dan Ujian Akhir
27 | He's Coming To Me
28 | Not Real
29 | Prioritas Lana
30 | My Rose (Final)
GC readers di WA
OPEN PO?!!!
AVAILABLE ON SHOPPEE!

16 | Terbuang

4.7K 895 97
By sofiebastaman

Now Playing
Resurrection - Gank

Siap dengan bab ini?

Let's Go!

Tahta bisa milik siapa saja. Tapi ingat, harga diri jauh lebih penting.

_Scary Beauty_

-------o0o-------

Mataku mengerling lambat. Suasana mencekam tadi malam mulai memudar. Aku kembali ke kamarku lagi. Tidak ada Wati dan tanda-tanda kedatangannya.

Aku melirik ke arah jarum jam yang sudah menunjukkan pukul setengah tujuh pagi. Tunggu sebentar, apa aku tidak salah tangkap? Jam setengah tujuh?! Itu artinya aku hampir telat masuk kelas pelajaran pertama!! Mana ada tes kecantikkan lagi hari ini.

Cekatan, aku meraih seragam putih tak ternodai itu serta mengikat dasi pita khas sekolahku, tak lupa ku ikat rambut kebelakang. Sekarang aku benar sudah siap.

Aku berjalan tergopoh-gopoh, menuruni anak tangga. Aku tak perduli Mama yang menanyakan ada apa denganku atau pertanyaan lain yang terus menyerang ku. Telingaku seolah ditulikan oleh waktu. Aku sungguh terburu-buru! Ini kali pertamanya ku telat seperti ini!

Deru napas belum teratur, aku berlari melewati lorong sempit, jalan pintas menuju sekolahku.

Terlihat bagaimana seorang guru perempuan berambut pendek berblazzer hitam di hadapanku. Aku meminta agar guru itu membukakan pagar untukku. Bukannya mengerjakan langsung, guru itu malah memperhatikan ponsel dan diriku secara bergantian. Aku harap, guru itu mempunyai hati nurani lalu mempersilahkan diriku masuk.

"Kamu ranking satu Beauty Rate, ya? Oke, kamu boleh masuk," ujarnya diikuti senyum bersahabat. Aku membalas senyuman itu canggung. Aku langsung berlari dengan sisa tenaga yang sempat aku kuras sepanjang perjalanan ke sekolah.

Pintu kelas yang sedikit terbuka aku dorong perlahan. Baru saja kakiku melangkah masuk, satu ember berisikan tepung jatuh tepat di atas kepalaku. Butiran noda putih berhamburan.

Tak habis pikir lagi, siapapun yang berani membuat jebakan di depan kelas, aku akan membalasnya. Jika tak bisa secara halus, terpaksa harus menggunakan cara kasar.

Seluruh murid yang berada di kelas tergelak melihatku yang sudah tertutupi tepung. Amarahku sudah melunjak. Aku menggebrak meja terdepan, keras membuat suasana gaduh di kelas berubah senyap.

Aku menyingkirkan ember di atas kepalaku sebelum akhirnya kata-kata pedas terlontar, "Lo pikir ginian lucu? Jujur sama gue, siapa yang naro ember berisikan tepung?!"

Tak ada satu pun yang menjawab. Oh, memang benar ya kata orang. Nggak ada maling mau ngaku. Tanpa segan, aku langsung memanggil orang yang sedari tadi tidak memasang telinganya.

Mereka bilang, mereka datang sebelum masuk, tak mungkin jika mereka yang melakukannya. Oh iya? Mereka masuk duluan. Pasti melihat siapa yang menaruh ember itu. Mereka tahu dan bersekongkol.

Tenaga yang sempat terbelengu kini kembali ke dalam diriku. Aku merebut kasar tas mereka satu per satu. Apa? Tak ada tepung? Lantas, siapa yang berani membuatku terpenuhi tepung?

"Sabar, kondisiin emosi lo, Lan," tegur Salsa di kursi paling belakang. Aku menarik hembuskan nafas, berat, menetralisir kan marahku yang sempat meledak.

"Maaf, saya telat," tutur seorang cewek menerobos masuk kelas. Posturnya di atas rata-rata tinggi wanita keturunan asia, rambut panjang tergerai ke satu sisi ciri khasnya.

Aku melipatkan kedua tangan di depan dada sambil melangkah maju.

Sekarang aku tahu siapa orang yang harus ku tuduh. Bisa saja cewek itu berlagak seperti kebanyakan murid kesiangan padahal dia sendiri dalangnya.

"Shania oh Shania. Pura-pura telat tapi faktanya lo sendiri dalang dari insiden tepung ini. Sekarang gue tanya, emang segininya lo benci sama gue sampe lo rela buat jebakan. Untung kena gue, kalau kena orang lain atau bahkan guru? Baiknya lo mikir kalau mau bertindak," sarkasku kian berapi-api.

Shania terlihat bingung di tempatnya. Belum jelas juga penjelasan dariku? Baiklah jika itu maunya. Aku meraup tepung yang masih mengebul dan melemparkannya begitu saja ke muka Shania.

"Pfttt, apa-apaan lo? Belum cukup bagi lo buat ngerebut kepunyaan gue? Asal lo tahu aja, walaupun Beauty Rate lo naik, atensi semua orang bakalan jatuh ke gue. Inget itu baik-baik!" balas Shania tak mau kalah. Persetan. Aku tak perduli pada sistem Beauty Rate itu, yang sekarang aku permasalahkan, Shania menaruh jebakan persis di depan kelas. Bolehkan aku mencakar muka Shania sekali ini saja?

Terakhir, aku mengambil alih tas Shania tanpa balas kasih. Aku mengeluarkan sekantong keresek bening berisi bubuk putih di sana. Shania terbeliak kaget. Dia tak menyangka jika tepung itu bisa ada di tasnya? Jangan bersandiwara seolah tak tersangkut insiden tepung. Bukti sudah jelas, apa yang harus dia elak? Sengaja, aku menubrukkan bahunya dengan bahuku membuahkan Shania hampir tersungkur.

"Awas aja lo, Lana!" teriak Shania menudingku dengan telunjuknya. Aku tidak menerima recokkan apapun darinya. Misiku sekarang hanya satu, melenyapkan sistem Beauty Rate. Karena sistem tak masuk akal ini, ada saja orang yang rela berbohong karena iri dan dendam. Bahkan salah satu siswi mati bunuh diri karena kehidupan kelamnya yang berurusan dengan Beauty Rate-nya.

Aku tak akan tinggal diam. Aku akan mengungkapkan segalanya di depan kepala sekolah.

***

Tok.. Tok..

Aku mengetuk pintu ruang kepala sekolah, rasa emosiku masih belum hilang. Tak ada jawaban? Benar-benar kondisi sekarang membuat bara api amarahku semakin menjadi.

Terpaksalah aku membuka ruangan kepala sekolah sendiri. Biar saja apa kata orang. Tidak sopan? Aku tak menggubris penilaian orang terhadap kelakuanku yang berubah seratus delapan puluh derajat.

Apa? Bahkan ruangan ini kosong! Tiba-tiba mataku langsung tertuju pada tumpukkan berkas data siswa di meja kepala sekolah. Rasa penasaranku perlahan menjalar. Jadi, berita Wati bersekolah di sini benar adanya?

Aku membuka lembar demi lembar satu per satu. Hasilnya nihil. Tak ada berkas yang ku cari. Hendak mengangkat kaki dari ruangan tersebut, aku memandang kertas sobekkan yang sudah tercabut, terbengkalai begitu saja di tempat sampah berwarna biru ruangan kepala sekolah.

Foto itu kelihatannya sudah hangus. Entah ini sebuah keajaiban atau bagaimana, aku bisa menerawang siapa orang dibalik foto itu. Sudah dicoret mukanya juga, wajah asli seseorang di foto itu terlihat jelas di penglihatanku.

Aku meneguk ludah susah payah, memberanikan diri lebih dekat untuk memastikan foto orang itu. Aku seperti mengenali wajah ini.. Jangan bilang.. Orang di foto ini sama persis dengan perkiraan ku?

***

Cewek berkulit putih bermata asia, serta jaket biru berbelang hitam yang menyelimuti itu menjadi sorotan banyak orang. Lihat saja penampilannya semenjak menginjakkan kaki di sekolah. Perutnya sudah sedikit membesar seperti ada sesuatu di perutnya. Ya, dugaan semua orang perihal kejadian menimpanya benar-benar sama persis. Ada satu insiden tidak diharapkan semenjak beberapa waktu lalu di ajak 'liburan'. Hasil tespek Wati kala itu.. Positif. Wati hamil, dan tentu saja berita itu tersebar luas, tak ada satu siswi belum mengetahui kasus yang Wati alami.

"Itu serius Wati? Dia hamil anak orang? Malu-maluin banget!"

"Gue denger dia dihamilin om-om empat puluh tiga tahun. Harga diri si Wati di mana coba?" gosip siswi pinggir lapang masih menatap Wati dengan tatapan tak percaya.

Wati menghiraukan banyaknya omongan orang-orang soal bayi dalam kandungannya ini.

"WATI! Kita harus bicara empat mata. Ikut gue!" gertak seseorang menyeret langkah Wati--memaksa agar mengikuti arahnya berjalan.

"Lepasin, Shan! Lo mau ngapain?! Gila lo?" maki Wati masih dalam cengkraman tangan cewek yang ia panggil 'Shan'. Cewek itu adalah Shania Adrenia atau kerap dipanggil Shania.

Shania mendorong tubuh ramping Wati, kasar. Tubuhnya yang sudah terbasahi air kotor bekas selokan dengan beberapa bekas luka di sekujur tubuhnya. Jadi Shania menyeretnya ke sini untuk melukai saja? Apa sebenarnya yang terlintas di otak gadis itu?

"Wati, kenapa sih lo pake naikin Beauty Rate lo segala? Lo lupa kalau ada gue di posisi pertama Beauty Rate?! Perlu apa sih gue biar buat lo jera?" tajam seorang gadis tak lain adalah Shania.

"SHAN! Orang sejenis lo cuma mikir diri lo sendiri! Pernah nggak sih lo mikir orang dibawah lo lagi ngalamin apa? PERNAH NGERTI NGGAK, SIH?" desak Wati menunjuk diri sendiri, menyadarkan si ratu sekolah atas apa yang sekarang ia alami.

Berusaha keras Wati mencoba berucap agar cewek tak tahu diri depannya ini tahu fakta, gadis bergaya layaknya atasan malah bersikeras bahwa Wati nyaris menyusul Shania memperoleh gelar ratu sekolah. Bagaimana pun, kata tetap katakan, begitupun sebaliknya. Ratu tetap ratu, semua sudah telak.

"BACOT LO, WAT!" sambar Shania menendang tepat bagian perut Wati membuat Wati meringis kesakitan mendapat satu tendangan itu. Sialan! Bayi manusia di perutnya ini kian menggerakan seluruh bagian tubuh, tentu saja pertama yang Wati rasakan adalah perih, sakit, rasanya ingin mengakhiri hidup saja.

Membully orang sejenis Wati ini adalah suatu kenikmatan tersendiri bagi Shania. Ini belum ada apa-apanya. Masih pemanasan. Shania menitah kedua temannya agar memegangi Wati agar tidak dapat kabur. Wati meronta kesakitan. Bekas jambakan, bekas luka yang ditambah keperihannya sejuput garam, sekarang dirinya disiksa kembali.

Gadis cantik berprilaku iblis itu mendorong Wati untuk terakhir kalinya sebelum ia menghalau teman-temannya untuk meninggalkan Wati seorang diri di kamar mandi.

"Ini buat lo yang mau nyaingin cewek sejenis gue, Wati." Desis Shania mengecilkan volume suaranya. Tentu saja hal itu masih terjangkau indra pendengaran Wati.

Shania mengunci Wati dari luar kamar mandi agar cewek yang ingin menyainginya itu tak bisa keluar dari kamar mandi. Shania hanya menginginkan Wati jauh terperangkap dalam kesengsaraan. Kejahatan Shania bisa kau asumsikan sebagai keegoisan. Ya, cewek berpostur tinggi kurang lebih seratus tujuh puluh an itu hanya memperbolehkan dirinya lah yang menduduki peringkat tertinggi Beauty Rate.

Wati menyalurkan rasa sedihnya di dalam kamar mandi. Belum sampai situ, ada banyak tulisan ujaran kebencian yang tentu saja tulisan itu ditunjukan ke arahnya. Hal itu tentu saja menciptakan jiwa Wati yang sudah depresi meronta-ronta.

Dengan pemikiran Wati yang masih pendek, tangan kecil Wati menggapai apapun yang bisa ia pecahkan dan berniatan memutus urat nadinya. Buat apa hidup jika hanya untuk mempermalukan diri sendiri mau pun keluarga? Di layangkannya benda runcing itu dan... Wati tergeletak jatuh di atas dinginnya lantai kamar mandi. Untuk yang terakhir kali nya, percobaan Wati mengakhiri hidup berhasil tidak diketahui orang-orang. Cukup menjadi rahasia mengapa Wati selalu muncul di kamar mandi sekolah lantai atas dengan bolongan besar di pergelangan tangannya.

***

Lana sebenarnya tidak pernah hadir dalam kehidupan Wati. Terror yang Wati lakukan saat ia hanya cara Wati menuntut dihapusnya sistem Beauty Rate yang membuatnya menderita.

Wati percaya, Lana adalah jalan keluar dari segala permasalahan. Wati dan Lana senasib, Wati ada rencana bekerja sama dengan Lana. Akan tetapi, niat Wati itu belum terwujud. Sekeras apapun ia mencoba berkerja sama, Lana tetap menolak permintaan tersebut.

Wati tidak menyukai penolakan Lana. Apa yang ia berikan pada Shania harus seimbang dengan apa yang ia berikan pada Lana. Kedua orang itu harus merasakan akibat karena membuatnya marah.

"Lana? Ada apa kamu ke ruangan saya?"

Otomatis, tanganku bergerak melemparkan foto terbakar itu ke sembarang arah.

"Hmmmm, saya ada urusan sama Ibu, tapi karena kondisi kurang memungkinkan, mungkin saya bisa pergi sekarang," kilahku tergesa. Kepala sekolah itu menautkan alisnya, aku tahu dia menyadari kadar gelagat mencurigakan.

"Tunggu, kamu cari apa di sini?" tanya kepala sekolah langsung ke inti dari pembicaraan. Aku rasa saat seperti inilah yang aku tunggu. "Apakah di sekolah ini ada siswi yang bernama Wati?

Kepala sekolah itu mempersilahkan aku duduk. " Ya, dia emang salah satu murid di sekolah ini. Mengapa kau menanyakannya, Lana? Apa kamu mau menyebar luaskan berita Wati mati bunuh diri? Dengar, tak ada siswi bunuh diri di sekolah ini, apa kamu masih mempercayai rumor itu?" ungkapnya melontarkan fakta telak.

Aku memberi jeda beberapa detik, membiarkan otakku menyaring semua informasi dari si kepala sekolah. Kalau Wati berhasil selamat bunuh diri, kenapa identitas Wati malah ditutupi pihak sekolah? Tak heran bila Wati sakit hati karena permasalahan ini.

"Lalu, kenapa Wati bisa menghilang? Apa yang Ibu sembunyikan?" tanyaku mendesak.

Seolah pelaku, si kepala sekolah menyuruhku keluar ruangan. Aku tahu pasti ada hal lain dibalik ini semua. Jika tidak ada apa-apa, seharusnya ibu kepala sekolah mencetakkan wajah santai, mengapa ini berbeda?

Selain itu, aku juga penasaran dengan semua yang ku alami belakangan ini. Aku bisa tukar tubuh dengan orang yang bermasalah denganku, aku bisa tahu rahasia atau masa lalu seseorang. Apa mungkin aku mempunyai keistimewaan dibanding manusia lainnya? Kalaupun jawabannya adalah 'iya', aku bersikukuh tak mempercayai hal semacam itu. Omongan belakang!

Aku keluar ruangan kepala sekolah penuh kecewa. Aku telah susah payah menjelaskan tentang betapa bahaya sistem Beauty Rate hingga mampu melenyapkan nyawa seorang murid. Kepala sekolah hanya menanggapinya dingin dan menuntut aku untuk tidak terlalu berimajinasi. Menututnya ini adalah sistem terbaik dan tidak ada seorang murid pun yang menjadi korban bunuh diri.

"Oh iya satu lagi, jangan lupa bersihkan noda putih di seragam mu."

Aku mangut-mangut paham meski ada sedikit malu di hati. Aku merutuki kebodohanku. Sepertinya aku terlampau emosi hingga melupakan noda putih di tubuhku.

Huwaaaaa, bab 16 udh selesaiii.

Mau bilang apa sama Ibu KepSek kita??

Spam emot '👑' buat lanjut ke bab selanjutnya!





SHARE CERITA INI JUGA YA PREN!!

See ya!!

Continue Reading

You'll Also Like

2K 1.1K 19
[DIHARAPKAN SEBELUM BACA WAJIB UNTUK FOLLOW DULU] Kalian pernah menyukai seseorang? Kalian pernah mencintai seseorang secara gila-gilaan? Bagaimana...
4.1K 320 30
"Sepasang neraka, yang berusaha mencari surga." -nurhmanis in Bad Beloved. Dijodohkan dengan ketua genk motor yang sudah mempunyai pacar? Sialan...
360K 33.2K 24
Ini tentang Na jaemin dengan cara anehnya, dalam mencitai Huang Renjun. Warning!!! mengandung kekerasan, adegan penyiksaan, dan sejenisnya:) BXB YAOI...
4.9K 1.4K 19
"Mau sedekat apapun kamu, jangan mudah percaya pada seseorang atau kamu akan merasakan sakit yang begitu dalam." -Zeta °•〜✧〜•° Malam dengan rembulan...