THE NEW GIRL 2: ILLUSION [SEL...

By KaiElian

20.5K 8.2K 1.1K

Tahun keduaku di SMA Cahaya Bangsa dimulai! Kupikir setelah terbebas dari The Queens, memenangkan Casa Poca... More

Prolog
1. Di Tengah Badai
2. Jadi Kakak Kelas
3. Interogasi Dewan Pengendali
4. Kelas Sebelas Nikola Tesla
5. Darmawangsa Bersaudara
6. Si Mata-mata
7. Pengendali Kaca
8. Ekstra Eskul
9. Klub Renang
10. Kabar Aneh
11. Janji Lucien
12. Pengendali Utama
13. Calon Ketua OSIS
14. Jenuh
16. Kecurigaan dan Tuduhan
17. Istirahat
18. Belajar Kelompok
19. Rahasia Antoinette
20. Di Luar Dugaan
21. Menuju Akhir Semester
22. Pemimpin Terpilih
23. Tersudut
24. Seseorang Dari Masa Lalu
25. Rencana
26. Orang Dalam
27. Hari Ujian
28. Di Ruang Antardimensi
29. Koridor Kebebasan
30. Festival Sekolah
31. Ilusi
32. Penugasan

15. Tenggelam Di Air

531 231 44
By KaiElian


Setelah sesi curhatku dengan Tara, Meredith dan Carl, aku merasa jauh lebih baik. Kucoba menyemangati diri supaya nggak berlarut-larut memikirkan masalah, karena pelajaran-pelajaran di sekolah semakin menguras energi. Nggak ada waktu untuk ber-menye-menye ria, kami sudah memasuki pertengahan semester.

Salah satu kelas yang semakin menantang adalah kelas Pengendalian Kekuatan. Sewaktu Pak Yu-Tsin menjelaskan tentang Ujian Pengendali di awal semester, kami semua membayangkan ujian itu akan seru seperti Casa Poca. Ternyata kami salah. Dua sesi kelas terakhir dihabiskan dengan menyimak dan menghafalkan penjelasan Pak Yu-Tsin tentang sejarah pengendali. Untungnya aku sudah tahu tentang semua itu dari Bu Olena. Hanya saja versi yang diceritakan Pak Yu-Tsin diubah sedikit: penjelasan tentang Pengendali Utama tidak se-dramatis versi Bu Olena. Aku tahu Pak Yu-Tsin sengaja men-"sensor" bagian ini untuk mencegah anak-anak yang lain takut padaku, dan aku berterima kasih karenanya.

Selain belajar tentang asal muasal kekuatan pengendalian, kami juga ditantang untuk memakai kekuatan kami sampai batas maksimal. Kalau mau diibaratkan sebagai ujian sekolah, Pak Yu-Tsin menargetkan kami mencapai nilai setinggi mungkin – kalau bisa, kami semua masuk kategori pengendali level lima (tapi itu malah membuat kami merasa terbebani).

Tara, misalnya. Sebagai pengendali waktu dia masih belum mampu memajukan waktu ke masa depan. Pak Yu-Tsin mengakui bahwa memajukan waktu termasuk pengendalian tingkat tinggi – bahkan pengendali dimensi level lima sekalipun tak banyak yang bisa melakukannya. Ini karena masa depan dipengaruhi masa kini: ada terlalu banyak alternatif tergantung apa yang kita lakukan sekarang. Kesannya seperti ramalan, tapi toh tetap akan di-tes saat Ujian. Minimal Tara harus mencoba. Untuk menguji Tara, Pak Yu-Tsin memakai cara yang kelihatan seperti trik sulap. Guru kami itu membawa sebuah kantong kain hitam, dan meminta Tara menebak apa yang akan muncul dari dalam kantong itu. Tara bisa memundurkan waktu untuk mencari petunjuk. Jadi Tara pergi ke masa lalu dan membuntuti Pak Yu-Tsin mulai dari kantornya sampai di kelas, tapi tidak mendapatkan petunjuk apa pun. Tara menebak tiga kali: buku catatan, pulpen dan jam tangan, tapi sayangnya semua salah. Isinya sepasang kaos kaki.

Meredith juga ditantang. Selama ini Meredith adalah pengendali paling mahir di kelas, tapi masih ada tanaman-tanaman tertentu yang belum dikuasainya, seperti tomat. Meredith memang benci tomat dan nggak pernah repot-repot belajar mengendalikannya. Selama sepuluh menit Meredith mencoba, ruang kelas dipenuhi tumpukan apel, pisang, jeruk, pir, anggur, dan kurma – dan nggak ada tomat. Di akhir kelas, si kembar yang selalu kelaparan mengumpulkan buah-buahan itu dan memakan semuanya.

Anak-anak yang lain juga ditantang. Carl belum sepenuhnya bisa mengubah wujud benda-benda terbuat dari material alam, seperti batu atau tanah. Pak Yu-Tsin meminjam ulekan batu dari kantin dan menyuruh Carl mengubahnya menjadi guci tanah liat. Selama setengah jam bergumul, Carl baru bisa mengubah ujung pegangan ulekan itu menjadi tanah liat lembut. 

Reo masih harus belajar mengatur kekuatan angin miliknya. Selama ini dia selalu memunculkan angin kencang. Pak Yu-Tsin memasang sebuah kipas angin dan meminta Reo mengendalikan anginnya sesuai level kecepatan kipas angin itu: sedang, normal dan kuat. Meski Reo lumayan berhasil, tapi dia jadi pilek karena berdiri di hadapan kipas angin sepanjang kelas. 

Antoinette kesulitan membentuk kaca dari awal. Pada pertarungannya dengan Magda waktu itu, dia hanya memakai kaca yang sudah ada. Jadi Pak Yu-Tsin menantangnya membuat sebuah bola kaca seukuran kelereng dari pasir silika. Aku tidak mencari tahu apa Toni berhasil atau enggak, karena aku sedang melatih diriku untuk tidak terlalu memedulikan cewek itu.

Sepanjang kelas, aku hanya menonton teman-temanku beraksi. Pak Yu-Tsin memberitahu anak-anak yang lain bahwa tantanganku adalah merasakan dan memahami kekuatan mereka, jadi aku dibiarkan berkeliaran sementara yang lain bersusah payah. Tapi bukannya aku nggak berusaha. Aku melakukan apa yang diminta Pak Yu-Tsin. Beberapa kekuatan seperti milik Tara, Meredith, Carl, dan Reo bisa kurasakan dengan mudah, tetapi yang lainnya memerlukan sentuhan atau dari jarak dekat. Dalam jarak jauh, aku masih kesulitan. Apalagi dalam ruang kelas yang penuh pengendali ini – chi mereka yang kuat (karena semua berusaha keras) dan bercampur aduk. Rasanya seperti terbenam di dalam sebuah kolam bola warna-warni yang besar sekali, dan diminta untuk menyebutkan setiap warna yang ada.

Aku berharap "les privatku" dengan Bu Olena akan lebih gampang, tetapi ternyata mirip-mirip. Bu Olena membuatku mimisan, dan aku diminta untuk menghentikannya. Sudah bisa ditebak, aku gagal. Pertama, Bu Olena pengendali yang sangat mahir. Dia tidak lengah sedikit pun, sehingga aku tidak punya kesempatan untuk mengakses kekuatannya. Aku hanya bisa merasakan aliran chi-nya: begitu stabil dan harmonis, seperti musik yang indah. Kedua, sulit sekali berkonsentrasi sementara darah mengucur deras dari hidungku seperti keran bocor. Cairan asin itu turun ke mulutku, mengalir di leherku, memercik ke pipiku, sampai merembes ke seragamku. Aku mencoba menahannya, tapi sia-sia karena mimisan itu dikendalikan Bu Olena. Arini pasti akan pingsan kalau melihatku saat itu. Di akhir sesi, aku kelihatan seperti anak kecil yang belepotan jus stroberi. Namun Bu Olena memperbaiki penampilanku dengan menyedot semua darah itu dan mengembalikannya lagi (ugh, rasanya nggak enak banget – bayangkan menghirup darah lewat hidung!)

Setelah semua usaha dan kerja keras itu, akhirnya aku baru bisa bersantai sedikit saat Carl mengajakku ke klub renang untuk menemaninya. Tanpa pikir panjang, aku langsung setuju.


...


"JEN—"

"NI—"

"FER!"

"Oh, shoot!" Jantungku seperti diremas. Si kembar Aldo dan Bastian Nugroho tiba-tiba muncul di belakangku sambil tertawa-tawa – senang karena berhasil mengagetkanku.

"Aaaah. Jennifer Darmawan memang cewek ningrat. Memaki aja sopan," kata salah satu dari mereka. "Harusnya bilang shit, tapi malah shoot."

Aku memang nggak bisa memaki. Bisa-bisa Mom mencambukku. "Kalian berdua ngapain, sih? Mengendap-endap di belakang gue kayak gitu. Sengaja mau bikin gue kaget, ya?"

"Kita cuma penasaran," jawab salah satunya. "Soalnya lo sering datang ke kolam tapi nggak pernah nyemplung, Jen. Jangan-jangan lo takut air, ya?"

"Bukan begitu, Bastian—"

"Gue Aldo. Dia yang Bastian."

"Sori, Do. Gue cuma nemenin Carl." Karena mereka berdua kembar identik, aku bukan satu-satunya yang kesulitan membedakan mereka. "Kalian sendiri ngapain? Pakai baju renang tapi kok nggak berenang?"

"Kami ketua klub ini," kata Aldo bangga. "Kami kan penyelam bersertifikat."

"Bukannya sebagai ketua, kalian seharusnya mengajari anak-anak yang belum bisa berenang? Itu, si Reo masih pakai pelampung, lho."

"Kami punya asisten, kok." Aldo mengedik cepat pada seorang gadis di ujung kolam yang sedang memberi pada anggota baru. "Namanya Fanny."

Aku mengenali Fanny. Dia adalah cewek kelas sepuluh yang menabrakku di dekat portal parkiran beberapa hari yang lalu. "Oh, gitu ya, Do."

"Gue Bastian. Dia yang Aldo."

"Oke! Sori, sori!"

"Haaah!" Salah satu dari mereka yang sudah tak bisa kubedakan siapa, mendesah. "Padahal dulu semua anggota baru mau kami ajari. Semester lalu, kami sampai harus bikin dua puluh duplikat diri untuk mendampingi mereka semua."

Saudara kembarnya manggut-manggut. "Tapi sekarang beda. Sejak dia bergabung, semua memilih diajari dia, tuh!"

Mereka berdua kompak menunjuk sesosok jangkung yang sedang berlari mengelilingi kolam untuk pemanasan. Selusin cewek-cewek mengekornya, seperti anak-anak bebek yang ribut.

"Lucien Darmawangsa."

"Ooooh!" Si kembar pura-pura terkesiap. "Apa lo juga salah satu fans si Lucien, Jen?"

"Eh, bukan begitu. Gue... kebetulan kenal."

"Dia adiknya si Toni, kan?" kata Bastian.

Mataku refleks mencari sosok Toni. Cewek itu sedang melakukan laps dengan gaya bak atlet renang profesional di kolam. Carl sedang mengajari Reo cara meluncur.

"Jen, tahu nggak..." cengiran jahil muncul di wajah kedua setan kembar ini. "Di area kolam, kami melarang anak-anak yang bukan anggota untuk berkeliaran. Itu artinya elo harus kita hukum."

Sebelum aku sempat menolak, tiba-tiba si kembar sudah mengapit kedua lenganku, lalu menyeretku ke tepi kolam. Di setiap kelas, pasti selalu ada murid yang jahilnya nggak ketulungan. Di kelas kami, jabatan itu dipegang oleh si kembar. Mereka berdua tertawa-tawa geli ingin menceburkanku. Aku kesulitan membebaskan diri, si kembar punya lengan-lengan berotot hasil latihan renang. Terpaksa kulepas blazer-ku, lalu kabur. Bukannya berhenti, si kembar malah terbahak semakin keras. Kucopot sepatuku, kulemparkan pada mereka berdua lalu lari kabur. Aldo dan Bastian mengejarku di sekeliling kolam sambil berteriak-teriak, "Orang gila! Orang gila!"

Benar-benar, deh!

Rasanya seperti terjebak dalam permainan Pac-Man. Dari arah yang berlawanan, aku bertemu dengan Lucien yang sedang berlari. Cowok itu menabrakku – dia mengulurkan tangannya untuk menahanku agar tidak tercebur, tapi aku melepaskan diri sebelum tertangkap si kembar. Beberapa anak lain yang ada di tepi kolam mencari aman dengan menceburkan diri. Aku berlari ke arah Fanny – untungnya kolam renang ini punya ukuran Olimpiade. Fanny melihatku menghambur ke arahnya: tanpa sepatu, dengan rambut acak-acakan, dan diteriaki orang gila. Cewek itu kelihatan bingung, lalu tatapannya jatuh pada si kembar yang tertawa-tawa heboh. Tepat sebelum kutabrak, Fanny menjatuhkan dirinya sendiri ke air.

"Jennifer?"

Toni baru saja muncul dari air. Dia menatapku, lalu mendengus geli.

"Antoinette!" Cepat-cepat kurapikan rambutku yang saat ini pasti kelihatan betulan seperti orang gila. "Toni! Hai! Halo!"

"KENA!" Si kembar menyergapku. "Ayo kita ceburin! CE-BU-RIN!"

"Aldo! Bastian! Stop! Apa-apaan sih, elo berdua?"

"Hahaha!" Si kembar semakin menggila. Ya ampun, sepertinya mereka lupa minum obat pagi ini. Toni hanya menontonku – dia sepertinya menikmati melihatku disiksa seperti ini. Carl ada di ujung kolam yang lain, aku ogah minta tolong padanya di depan Toni karena nggak mau dicap cewek lemah. Lucien sudah mengarah kembali padaku – dia melambai, menyatakan diri siap menolongku, tapi oh, nggak dia juga. Ujung kaos kakiku masuk ke kolam. Putus asa, aku menjerit minta tolong.

"Tolong! TOLONG!"

Ada teriakan minta tolong lain, yang bukan berasal dari mulutku. Si kembar terhenti. Perhatian anak-anak lain juga teralih. Di tengah-tengah kolam, ada tangan yang menggapai-gapai di permukan air. Wajah Fanny yang panik timbul tenggelam dengan cepat. Gadis itu hanyut ke bagian kolam yang dalam. Sepertinya dia keram.

"Tolong!" Fanny menjerit. Air memenuhi mulutnya. "Tolong! Aku nggak bisa—"

Herannya tak ada yang menolong. Semua anak hanya menonton. Si kembar cuma saling tatap, kelihatan bingung harus berbuat apa.

Astaga!

Kudorong Aldo dan Bastian ke dalam kolam. Mereka berdua kaget karena berhasil kubalas (yes!) dan langsung meluncur ke arah Fanny. Mereka menariknya ke tepi dan Fanny jatuh terlentang tak sadarkan di lantai. Wajahnya pucat dan napasnya pendek-pendek. Bukannya membantu cewek itu, lagi-lagi si kembar hanya mendiamkannya.

"Aldo! Bastian!" Aku berlutut di samping Fanny dan ingin menolongnya. Tapi aku nggak bisa CPR! "Kenapa bengong! Ini, tolongin si Fanny! Kayaknya dia banyak minum air!"

"Bukan begitu Jen," jawab salah satu dari si kembar. "Cuma... ini nggak mungkin."

"Nggak mungkin gimana?"

"Mustahil Fanny tenggelam. Dia pengendali air."

Pengendali air?

Anak-anak yang lain mulai berkerumun di sekitarku sambil berbisik-bisik ingin tahu. Toni membungkuk ke arah Fanny, dia memposisikan tangannya di perut cewek itu dan mulai mendorong. Layaknya seorang ahli, Toni membuka mulut Fanny dan meniupnya – dia melakukannya berulang-ulang, mendorong dan meniup. Si kembar memanggil-manggil Fanny. Setelah beberapa menit, Fanny terbatuk-batuk. Air menyembur dari mulutnya. Dia mengerjap-ngerjap. Begitu dia melihatku, gadis itu terseok-seok mundur seperti melihat pembunuh.

Toni dan si kembar segera menahan Fanny sebelum dia tercebur lagi di kolam.

"Lo kenapa, Fan?" tanya si kembar. "Kok bisa lo tenggelam?"

Fanny tidak menjawab. Dia memasukkan kedua kakinya ke dalam air dan berkonsentrasi. Kami semua menunggu terjadi sesuatu.  Tidak ada yang terjadi. Fanny memukul air dengan keras – sesaat kupikir cewek itu akan menciptakan ombak besar – tapi air itu hanya memercik selayaknya air yang dipukul.

Fanny memandangku lagi. Sorot matanya ngeri. "Kekuatanku hilang."

Seketika semua orang di sekitar kolam itu terdiam. Sebuah perasaan aneh hinggap di punggungku – perasaan risih ketika kau menjadi pusat perhatian. Aku berbalik dan melihat semua orang memandangiku, termasuk si kembar. Sorot mata mereka memancarkan hal yang sama.

Mereka ketakutan.

Continue Reading

You'll Also Like

590K 37.3K 64
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...
4.3K 675 22
Kamu pernah dengar tentang Aberessian? Kerajaan yang dipimpin oleh Alexander Zebediah Darius - Raja gila yang suka membeli budak dengan harga tinggi...
33.6K 4.1K 35
[SPIN OFF ARUNA SERIES] Seluruh koran dipenuhi pembunuhan brutal yang meneror Batavia, pembunuhan yang membuat repot Gubernur Jenderal Hindia-Bel...
593K 15.5K 19
Judul Sebelumnya : My Cold Husband Selena Azaerin, itulah namanya, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, dia tak pernah kehilangan sif...