The back up bride

De yavianti

726K 19.9K 2.4K

Rien sialan!!!! Wanita manja yang suka seenaknya sendiri, yang merasa dunia berputar di bawah kakinya, yang t... Mai multe

Part 1. And the bride is.... Gone!!!
Part 3. I do ... (I can't say "i don't " can I ? )
Part 4. Cookie Monster
Part 5. Why'd You have to be so.......
Part 6. A Stupid Kiss
Part 7. This Heart wants what it wants
Part 8. Crazy jealousy
Part 9. Yummy Wifey for Hungry Hubby
Part 10. That Man is Mine
Part 11. Without You
Part 12. The Past
Part 13. Scars
Part 14. I Wish You Enough...
Part 15. Is it love???
Part 16. I Am Still Here
Part 17. Thank You For Loving Me
Part 18. Run Baby Run
Part 19. The Truth
Part 20. J for J (Epilog)
Quiz.... iseng (tapi hadiahnya ada beneran hahahahahaha)
Pemenang Kuis Iseng
PO Novel The Back Up Bride.
Daftar Nama PO 1
Novel PO1
Estimasi ketersediaan TBB PO 1 dan Rencana PO 2
PO 2 TBB
Update Buku PO 1
Daftar Nama peserta PO 2
Kabar Novel TBB PO 2
Part 31. PO 3 The Back up Bride
Update TBB PO 2
Pengiriman Novel TBB PO 2
PO 4 TBB & PO TIMELESS
Kabar PO 4 TBB dan PO 1 Timeless
PO ke 5 TBB dan PO ke 2 Timeless
Pengumuman PO Stupid Love, TBB, Timeless dan GA Stupid Love
PO Maret 2017
PO JULI-AGUSTUS 2017
TBB di Karyakarsa

Part 2. The Blacksheep

47.3K 2.6K 96
De yavianti

Jenna memukuli sansak yg tergantung di depannya. Lagi dan lagi. Sudah seperti itu sejak dua jam yang lalu. Dia marah. Dia murka. Pada papanya, pada mamanya, pada kakak perempuannya. Terutama pada dirinya. Bagaimana mungkin dia tidak mengatakan satu katapun ketika papanya mengatakan dengan begitu mudah bahwa dia harus menggantikan Rien dalam perjodohan keparat itu. Tidak sepatah katapun sampai papa dan mamanya keluar ruangan kerja . Bahkan Jenna tetap membisu tatkala kembali ke kamarnya. Tetap membisu ketika dia keluar rumah. Dan tetap membisu bahkan sampai sekarang setelah 2 jam menyiksa diri. Padahal ada banyak serapah di kepalanya. Ada banyak pertanyaan mengapa. Ada banyak makian. Dengan kalah dipeluknya sansak besar itu. Beberapa saat berlalu sampai dia merasa ada sesuatu yg dingin menempel di tengkuknya. Jenna mengangkat wajah dan tersenyum ketika melihat Nando, keponakan si pemilik sasana tinju , menempelkan sebotol air mineral dingin di tengkuknya. Tangan Jenna terulur mengambil botol itu , kemudian menepuk pundak Nando.

"Thanks" Ucapnya seraya menggerakkan tangannya membuat bahasa isyarat.

Nando tersenyum, membalas dengan menggunakan bahasa isyarat juga.

"Tidak masalah" Dan bocah remaja 18 thn itu berlalu, meninggalkan Jenna kembali dengan sesak di dadanya. Nando adalah keponakan Elang. Dan Elang adalah sahabatnya sejak kuliah, yang sukses dengan usaha sasana bela diri. Sasana tinju ini salah satu tujuan favorite Jenna.

"Lelah?"

Jenna menoleh ke arah sumber suara, Elang. Lelaki itu duduk di kursi kayu panjang tak jauh dari tempat Jenna berdiri , melambai memberi tanda Jenna untuk ikut duduk beristirahat. Jenna menyerah. Walau hatinya masih marah, tapi tangannya sudah lelah, rasanya sudah mau patah.

Elang membuka bungkusan plastiknya begitu Jenna duduk disampingnya, mengeluarkan bungkusan kertas yang beraroma menggiurkan.

"Double cheese, double burger" celutuk lelaki itu seraya mengulurkan bungkusan kertas ke arah Jenna yang sudah melepas sarung tangan tinjunya.

"Seperti biasa?"

"Without union, plus super large french fries. "

"Love you as always."

"Love you too, as always"

Dan selanjutnya mereka duduk dalam diam, Jenna sibuk dengan makanannya, Elang sibuk mengamati sekelilingnya.

"Tanyakan saja." Celutuk Jenna tiba-tiba disela-sela kunyahan burgernya.

"Ceritakan saja." Saut Elang tanpa menoleh ke arah Jenna. Memancing dengusan lucu dari gadis itu.

"Aku ga pernah bisa menang ya lawan kamu? "

"Sejak kapan murid bisa menang dari masternya?" Saut Elang lagi seraya mencomot kentang goreng.

"Aku diharuskan menggantikan Rien."

Kunyahan Elang terhenti. Kali ini lelaki itu menoleh, menatap lurus ke wajah Jenna yang masih sibuk mengunyah burgernya.

"Itu tidak adil."

"Welcome to my world."

"Well, at least you can say 'No' , cant you?"

"Bisa saja. "

"Lalu? "

"Kamu pikir kenapa Rien repot-repot lari? "

Elang terdiam, kembali menatap sasananya yang cukup penuh untuk ukuran hari biasa.

"Ga ada kata 'No' dikamus orang tua ku kalau itu menyangkut urusan bisnis keluarga."
"Dan pernikahan ini termasuk kategori bisnis keluarga."

"Yup. Bisnis besar, tender milyaran. Bayangkan 2 raksasa bisnis bergabung. Salah satu obsesi papaku adalah mengumpulkan uang yang tidak habis untuk 70 turunan, dan berbesan dengan keluarga Hamijoyo adalah salah satu cara meraih obsesinya."

"Orang tua mu mengerikan."

"Agree!!! 100% agree."

"Pantas saja kamu selalu berpikir bahwa kamu anak pungut, kalian berbeda."

"Andai saja aku beneran anak pungut!"

Mereka berdua terdiam lagi sampai Jenna selesai menghabiskan makan malamnya.

"Kamu tahu kan kalau kamu juga bisa memilih seperti Rien, Jenna." Ucap Elang pelan menatap Jenna penuh sayang.

"Lari, maksudmu? No, thanks. Sudah jelas aku benci lari sejak masih TK. Aku lebih mencintai tinju." Ucap Jenna pelan seraya kemudian meneguk habis air mineralnya.

~*~

"Mereka setuju. " ayahnya mengumumkan berita itu saat mereka sedang makan malam. Neneknya mendongak tak percaya, bahkan tampang tak peduli Maira pun berubah menjadi tampang tak percaya.

"Adiknya setuju menikah dengan mu?" Keajaiban berlanjut, Maira bahkan mau repot-repot mengucapkan satu kalimat penuh.

Jethro tersenyum sinis dalam hati. Keluarga Mahendra tidak akan menolak permintaan itu. Mereka terlalu....berotak bisnis. Mungkin anak-anak gadis itu tidak, tapi kedua orang tua mereka jelas melihat segala sesuatu dari sudut untung rugi. Jethromendongak dan mendapati neneknya sedang menatap tajam ke arahnya.

"Jethro, kau yakin masih ingin melanjutkan perjodohan ini?" Ayahnya bertanya dengan tegas.
Jethro terdiam sesaat. Menatap neneknya, kemudian ayahnya.

"Lanjutkan ayah."

Perempuan jalang itu akan melihat bagaimana dia, seorang keluarga Hamijoyo membalas penghinaan.

"Soal undangan..."

"Kita bisa kirim ulang ayah. Dengan permintaan maaf bahwa undangan sebelumnya salah mencetak nama."

"Absurd!!!! Tidak akan ada yang percaya itu kesalahan cetak!" Neneknya akhirnya buka suara.

"Lalu? Toh aku juga tidak butuh orang percaya. Yang aku butuhkan saham di Mahendra grup."

"Jethro..."

"Nenek, nenek tenang saja. Semua akan berjalan sesuai rencana semula. Aku akan menikah dan nenek akan segera punya cucu menantu, bahkan mungkin cicit."

Jethro kembali serius dengan makan malamnya, mengabaikan tatapan heran Maira, dan mengabaikan tatapan tajam neneknya.

~*~

"Aku akan menikah." Jenna memberi tahu karibnya sejak SMP , Ella, yang baru pulang dari liburan bersama keluarganya. Ella yang sudah tahu sifat Jenna hanya menatap bosan lalu kembali mengaduk-aduk kopi pekatnya. Mereka berdua sedang duduk di pojokan kafe langganan mereka di spot favorite mereka sejak pertama kali menemukan kafe ini 5 thn yang lalu. Bahkan pemilik kafe sampai hafal.

"Aku serius." Lanjut Jenna lagi seraya berkutat dengan ipad mini nya.

"Okeeee.." Saut Ella bosan.

"Ini ...aku akan menikah dengan orang ini." Jenna menyodorkan ipadnya, memperlihatkan wajah Jethro saat diwawancara sebuah majalah bisnis. Calon ipar yang gagal jadi ipar ini memang sangat popular. Ella melotot gusar ke arah Jenna.

"Itu calon kakak ipar mu, dasar!!"

"Tidak lagi, sekarang statusnya adalah calon suamiku."

"Jenna, ga lucu!"

"Emang ga! Bilang sama Rien busuk yang minggat tanpa peringatan, bahwa ini bener2 ga lucu!"

Ella menatap bingung ke arah Jenna, sadar bahwa sahabatnya ini serius.
"Jen, serius?"

"Iya. Kamu sih ke eropanya kelamaan, jadi ga update kan."

"Ceritalah." Ucap Ella perlahan, meremas tangan Jenna. Dia tahu pasti, dibalik sikap tak pedulinya, sejujurnya sahabatnya itu sedang tak karuan.

Dan setelah cerita yang dibuat sesingkat dan setanpa perasaan mungkin itu selesai, Ella langsung memeluk Jenna.

"And you know what? Mama bahkan menolak untuk mengirimkan ulang undangan dengan namaku seperti yang keluarga Hamijoyo usulkan. Alasannya, Ribet! Bah!!! Bahkan untuk menikahpun aku harus rela mendapat sisa Rien. "

"Itu absurd!!! Apanya yang ribet, mamamu tinggal menjentikan jari. Itu keterlaluan Jenna!!"

"Well, mungkin aku memang anak pungut! Kamu yakin, keluarga mu dulu ga kelupaan ninggal seorg bayi di mana gitu??"

"I wish they did, but sorry,dengan berat hati ku katakan, mamaku bukan tipe orang yang suka ninggal bayi sembarangan."

"Hahaha,yayaya, pasti itu."

Keluarga Ella walau tidak sekaya keluarga Mahendra tapi jelas 1000x lebih bahagia. Orang tua Ella berperan seperti layaknya orang tua. Mama Ella adalah ibu rumah tangga sejati yang benar-benar tahu cara mengatur rumah tangga, bukan hanya sekedar mengatur (memaki, mengomel, menjerit histeris tepatnya) pengurus rumah tangga seperti Nyonya besar Mahendra.

"Jadi, Jenna, liat aku, kamu yakin mau menggantikan Rien?"

Jenna menatap Ella lama sebelum mengedikkan bahu seraya menjawab pelan.

"Katakan padaku kalau ada pilihan lain Ell? Kau tau sejak dulu, aku tidak suka lari, jadi tidak, aku tidak akan mengikuti jejak Rien"

Ella menatap Jenna lama. Dia menahami sahabatnya. Bukan itu alasan sebenarnya. Alasan sebenarnya adalah , gadis itu terlalu menyayangi kedua orang tuanya dan berharap memiliki kesempatan agar orang tuanya paling tidak sedikit, cukup sedikit saja, memperhatikannya. Jenna tidak akan pernah tega untuk mengecewakan orang tuanya, bahkan setelah semua ketidak pedulian orang tuanya kepada gadis itu. Sungguh, keluarga Mahendra harusnya bersyukur memiliki gadis ini di keluarga mereka, pikir Ella , sedikit geram dengan Tuan dan Nyonya besar Mahendra.

~*~

Jethro berkedip tak percaya ketika asisten pribadinya menyampaikan pesan nyonya besar Mahendra tentang mencetak undangan ulang.

"Mereka tidak mau? Tidak mau , Robby?"

Robby sang asiaten setia mengangguk mantap meyakinkan.
"Tapi... Itu, ...kamu yakin calon istri ku, yang kedua ini maksudku, benar-benar bukan anak angkat?"

Kali ini Robby tampak ragu-ragu, dengan cekatan, asisten serba bisa itu mengeluarkan smartphonenya.

"Sudah, sudah , tidak usah repot-repot mengecek dia anak kandung atau bukan. Turuti saja. Toh itu juga untuk anak perempuan mereka. Kalau mereka menolak, aku tidak rugi apa-apa."

Jethro mengerutkan keningnya. Memang benar, tanggal pernikahannya sesuai rencana semula hanya tinggal 2 minggu lagi. Tapi kalaupun proses penggantian undangan itu memakan lebih dari 2 minggu, mereka bisa saja mengganti tanggal pernikahan. Yah, memang pasti akan mengundang rumor dan gosip. Tapi itu juga tidak akan mempengaruhi apapun. Kecuali pihak keluarga perempuan, terutama sang Nyonya besar Mahendra tidak ingin ada rumor apapun sebelum pernikahan. Tapi, bagaimana dengan...sial, dia lupa lagi nama gadis itu.

"Robby, siapa nama calon istri ku?"

"Rienata Aninditya Mahendra." Saut Robby spontan, dan langsung menyadari bahwa nama itu sudah masuk dalam daftar nama terlarang untuk disebut di depan bosnya.

"Calon istri ku Robby, bukan mantan calon istri!" Ucap Jethro dingin.

"Aaah iya, itu,, Jenna Langit Mahendra." Jawab Robby cepat seraya berusaha menyembunyikan muka piasnya.

Aaah, Jenna. Kenapa si Jenna itu tidak memprotes diperlakukan seperti itu oleh orang tuanya. Wanita mana yang rela menjalani pernikahan milik orang lain. Aaah sudahlah, toh dia juga tidak akan menganggap gadis itu istrinya kelak. Dia hanya butuh perjanjian bisnis antara 2 keluarga. Dan tentu, kehancuran keluarga Mahendra. Penghinaan Rien tidak bisa diterima. Dan semua keluarga Mahendra akan menerima akibatnya. Tidak adil? Sejak kapan di dunia ini ada keadilan. Bahkan pengadilan pun tidak pernah benar2 adil.

~*~

Jethro tidak kaget ketika memasuki apartemennya dan menemukan perempuan tua yang sangat dia sayangi itu sedang sibuk di dapur. Dia sudah heran sebenarnya mengapa butuh waktu begitu lama bagi nenek untuk mengkonfrontasi keputusannya. Dia sengaja selama seminggu ini tidak pulang ke rumah ayahnya, alih-alih dia menempati salah satu dari banyak apartemen atas namanya.

"Kupikir aku sudah mengganti password pintu ku." Celutuk Jethro seraya mendekati dan memeluk tubuh renta yang terasa hangat oleh kasih sayang itu.

"Kau tidak mengganti. Kau hanya menggilir. 6 bulan memakai tanggal lahirku, lalu 6 bulan tanggal lahir ayahmu, dan kemudian 6 bulan lagi tanggal lahir Maira. Begitu terus siklusnya."

"Aku tidak tahu kalau nenek ini sungguh sangat cerdas."

"Kau tahu, kau hanya lupa. Bersihkan badanmu, makan malam akan siap sebentar lagi."

"Nenek, kau tahu kan, bahkan tanpa memasak makan malampun, kau akan tetap mendapat jawaban apapun untuk pertanyaanmu?"

"Tidak sopan!!! Kau bilang nenek mu ini sedang menyuapmu??? Kau menyakiti hati orang tua ini." Hardik perempuan tua seraya memukul tangan cucu lelakinya yang masih melingkari pinggangnya.

"Hahahaha, nenek, mana mungkin aku berani menyakiti hatimu. Baiklah, aku akan mandi, kemudian mengenyangkan perutku dengan sup iga kesukaan ku, dan lalu aku akan menjawab semua pertanyaan nenek." Saut Jethro seraya melepaskan pelukannya dan beranjak menuju kamarnya dengan tertawa lebar.

Beberapa saat kemudian, setelah Jethro kekenyangan , mereka berdua duduk di sofa panjang yang nyaman di ruang depan. Dan seperti dugaannya, neneknya itu membuka percakapan tentang pernikahannya.

"Kau tahu bahwa tidak ada hal yang paling nenek inginkan selain melihat kalian, kau, ayahmu dan Maira berbahagia?"

Jethro mengangguk pasti. Fakta itu tidak diragukan. Neneknya yang luar biasanya ini merangkul keluarganya, dan dengan kekuatan orang tuanya, menjadikan keluarganya tetap kuat berdiri tegar saat diterpa badai apapun.

"Jadi, nenek akan bertanya, akan bahagia kah kau dengan melanjutkan pernikahan itu? Kau tahu pasti alasan nenek menyetujui perjodohan itu karena melihatmu begitu nyaman dan terpesona dengan Rien. Dan nenek setidaknya pernah berpikir bahwa kalian akan menjadi pasangan yang bahagia. Tapi adiknya ini, kalian bahkan belum pernah duduk bicara berdua."
Jethro masih terdiam. Membenarkan ucapan neneknya dalam hati.

"Jangan lakukan hal ini dengan alasan lain selain untuk kebahagianmu Jethro. Kau tau pasti, Hamijoyo Enterprise baik-baik saja tanpa merger dengan Mahendra grup."

Jethro masih terdiam. Lagi-lagi membenarkan ucapan neneknya. Ya, Hamijoyo enterprise memang akan sangat diuntungkan dengan merger itu, tetapi tanpa merger pun , rangkain perusahaan keluarganya dalam keadaan sehat dan baik-baik saja.

"Jethro, lihat nenek, dan katakan bahwa alasan kamu benar-benar untuk kebahagiaanmu?"
Jethro terdiam sejenak, sebelum mendongak menatap neneknya. Dan wanita tua langsung memeluk cucunya.

"Ooh cucuku yang malang. Maafkan nenek, maafkan nenek yang menyebabkan luka yang begitu dalam ini." Wanita tua yang terlalu mengenal cucunya itu terus bergumam seraya memeluk Jethro. Luka itu tampak begitu nyata di mata cucunya. Harga diri lelaki yang terlukai, dan lebih parah lagi, hati cucunya juga terlukai. Semua tergambar jelas dalam tatapan jujur Jethro.

"Nenek, aku tidak apa-apa sungguh, nenek..."

"Hush, sudahh tidak perlu menutupi dari nenekmu. jethro, dengarkan nenekmu, batalkan pernikahan itu. Segala bentuk kemarahan dan pembalasan dendam itu layaknya pisau bermata dua. Pada akhirnya hanya akan menyakiti kedua belah pihak."

Jethro terdiam, menatap neneknya, sebelum menggeleng mantap.

"Pernikahan akan tetap berlangsung."

Dan wanita tua itu hanya menarik nafas pasrah. Dia mengenal nada final serta sorot mata keras kepala khas cucu laki-lakinya. Jethro tidak akan mengubah keputusannya. Luka yang ditorehkan wanita yang belum lama dikenal itu terlalu dalam.

~*~

Jenna menatap ruangan tamu tak kalah mewah dengan ruang tamu di rumahnya, hanya entah mengapa terasa lebih hangat dan familiar. Mungkin karena beberapa foto keluarga yang terpasang di dinding. Yang menjadikan ruang tamu ini selayaknya rumah. Dirumahnya, alih-alih memasang foto keluarga, orang tuanya memutuskan untuk memasang lukisan -lukisan besar yang harganya ratusan juta. Jenna, untuk kesekian kalinya membetulkan letak kaca mata pantat botolnya. Sial! Dia gugup, dan setiap kali dia gugup, hidungnya secara aneh memproduksi minyak secara berlebihan, akibatnya organ pesek itu tidak mampu menjaga kaca mata tebalnya untuk tetap nangkring manis di tempat semestinya. Jelas saja dia gugup, tepatnya, dia harus gugup. Nyonya besar Hamijoyo, nenek dari mantan calon iparnya, yang kemudian menjadi calon suaminya, tanpa angin tanpa hujan memanggilnya untuk datang ke rumah keluarga itu. Jenna mencoba mengingat -ingat pemberitaan apa saja yang muncul tentang dirinya. Dan mendapati hasilnya hampir nol. Jika kau cari tentang keluarga Mahendra di situs pencarian di intenet, maka yang akan muncul adalah nama kakak perempuannya, atau ayahnya bahkan mungkin ibunya. Walau berita tentang ibunya tidak sebanyak tentang kakak dan ayahnya. Nama Jenna Langit Mahendra mungkin muncul tapi hanya pelengkap untuk berita tentang anggota keluarganya yang lain. Dia memang hanya bayangan yang hampir tidak nampak dalam keluarga Mahendra.

"Jenna, terima kasih sudah datang, maaf membuatmu menunggu"

Suara lembut itu memutuskan pikiran Jenna akan berita tentang dirinya. Dengan segera gadis itu bangun dari duduk .

"Duduklah lagi nak, tidak perlu terlalu sungkan. Anggap saja ini rumahmu sendiri. Toh sebentar lagi ini memang akan jadi rumahmu juga." Wanita tua itu mengambil tempat duduk di seberang meja berhadapan langsung dengan Jenna yang tampak kikuk. Nyonya Hamijoyo tersenyum kecil ketika melihat gadis itu membenahi rok panjangnya. Rok panjang, sweater, kaca mata tebal. Sungguh berbeda sekali dengan kakak perempuannya.

"Kau pasti bertanya-tanya, ada apa kiranya orang tua ini memanggilmu?"

Jenna terdiam , kemudian mengangguk, dan tanpa permisi, kaca mata pantat botol itu ikut melorot ke bawah, dan dengan kikuk gadis itu buru-buru membetulkan letak kaca matanya. Tidak adakah yang memberitahu gadis ini tentang keajaiban bernama lensa kontak? Mungkin nanti dia akan membujuk gadis ini untuk memakai lensa kontak alih-alih kaca mata merepotkan itu.

"Apakah kau sudah makan siang, nak?"

Pertanyaan yang dijawab dengan anggukan terlalu cepat. Dan lagi-lagi kaca mata itu melorot.

"Maaf, kaca mata saya ..."

"Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Baiklah kalau kau tidak berniat makan. Aku akan langsung ke pokok persoalan." Tetapi tetap saja wanita tua itu menyuruh pelayannya untuk membawakan minuman dan kue-kue untuk disuguhkan.

"Baik nenek...maaf, nyonya Hamijoyo.."

"Nenek lebih enak didengar. Panggil aku nenek."

Jenna mengangguk, kali ini sambil memegangi kaca mata merepotkannya.

"Jadi Jenna, nenek mu hanya ingin tahu, bagaimana perasaanmu tentang pernikahanmu dengan cucuku yang hanya tinggal seminggu lagi?"

Pertanyaan sederhana itu membuat Jenna mendongak kaget. Dan wanita tua itu langsung tahu dengan pasti bahwa kedua orang tua gadis itu tidak merasa perlu untuk menanyakan hal itu kepada anak perempuannya. Dalam hati wanita tua itu menyimpan rasa iba. Gadis ini seharusnya mendapatkan perlakuan yang lebih baik. Semua wanita layak mendapat pernikahan impian yang diharapkan menjadi pernikahan sekali seumur hidup. Dan gadis ini bahkan harus menjalani pernikahan kakaknya, tanpa seorangpun peduli dengan apa yang dia rasakan.

Jenna jengah. Pertanyaan macam apa itu. Bahkan ayah dan ibunya pun tidak menanyakan pertanyaan yang akan masuk kategori "ribet" dalam kamus mereka itu. Dan sekarang nenek yang wajahnya mengingatkannya pada tokoh nenek angsa dalam serial donal bebek ini menanyakan kepadanya. Dan apalagi yang bisa dilakukannya selain gelagapan.

"Mengapa Jenna? Jangan malu, nenek tidak akan mengomentari apapun tentang perasaanmu. Nenek hanya ingin memastikan bahwa kamu menjalani semua proses ini dengan nyaman dan senang."

Kening Jenna berkerut. Nyaman? Senang? Waaah, nenek ini pasti sedang main srimulat.

"Jenna, tidak baik menyahut dalam hati, karena nenek tidak bisa mendengarnya."

Dan Jenna langsung mendongak lagi, bagaimana....

"Katakan nak, jangan bicara dalam hati."

"Bagaimana nenek bisa tahu..."

"Raut mukamu... Tidak kentara tapi bagi seorang yang pernah belajar psikologi, sedikit banyak aku bisa membaca."

Aaah, pantes saja..

"Jenna..."

"Baik, baiklah nenek, saya akan bicara. Perasaan saya? Entahlah. Bingung, mati rasa, muak, yang mana yang menurut nenek cocok?"

Hilang sudah topeng itu, bathin nenek seraya tersenyum. Ini yang ingin dia lihat. Kepribadian sebenarnya dari gadis dihadapannya. Bukan topeng gadis culun yang dia pakai.

"Bagaimana kalau mulai dengan bingung?"

Jenna terdiam sejenak. Sebelum kemudian menjawab pelan.

"Saya tidak tahu pasti, apa yang sebenarnya sedang saya lakukan. Dan saya tidak memiliki hak untuk mencari tahu. Dan pada akhirnya saya terlalu lelah melawan kebingungan ini , jadi saya biarkan saja dia mengikuti ."

"Dan , mati rasa? Apa maksudmu dengan mati rasa?"

"Entahlah, yang saya tau, saya sudah tidak bisa lagi marah. Pada mulanya saya marah, saya ingin berontak, ingin menyumpah. Tapi lama kelamaan rasa itu hilang. Saya tidak lagi marah, tapi tidak pula semangat atau tertarik dengan pernikahan ini. Seperti makan karena kita memang harus makan, bukan karena kita ingin. Saya sudah tidak peduli lagi rasanya, saya hanya ingin cepat-cepat mengunyah kemudian menelan agar cepat habis makanan itu. Entahlah."

Wanita tua yang duduk di depannya menangis dalam hati. Gadis di depannya ini tidak seharusnya menerima perlakuan apapun yang membuatnya jadi seperti sekarang. Gadis manapun seharusnya tidak menjadi setidak bahagia ini.

"Dan muak?"

"Terkadang, saya hanya ingin memuntahkan semua makanan yang tidak ada rasanya itu. Bukan karena saya bisa merasakan rasanya tidak enak, tapi lebih karena perut saya sudah terlalu penuh tapi masih saja saya harus menelan lagi dan lagi."

Wanita tua itu tidak bisa lagi menahan diri. Dengan langkah cepat dia bangkit dan menghampiri Jenna. Memeluk tubuh gadis yang seketika menjadi kaku karena kaget.

"Hush....sudah, sudah, jangan diteruskan. Kau tidak perlu memaksa diri menelan lagi."

Jenna terdiam. Merasakan kehangatan tubuh tua itu. Meresapinya. Nyaman.

"Kau bisa menolak pernikahan itu nak. Aku akan membatalkannya. Anak dan cucuku akan mendengarkanku, percayalah pada wanita tua ini."

Jenna memejamkan mata, meresapi kehangatan dan aroma lembut dari tubuh yang masih memeluknya dengan penuh kasih itu. Ini seperti...rumah! Seperti....tenggorokan Jenna tercekat. Ini seperti kehangatan seorang ibu. Bahkan kehangatan bibi Nindya pun tidak semenyenangkan ini rasanya. Dan ketika kehangatan itu menjauh, Jenna memprotes dalam hati.

"Aku akan bicara dengan anak dan cucuku untuk membatalkan pernikahan ini..."

"Jangan. Nenek, saya mohon jangan."

"Jenna.."

"Papa sangat mengharapkan merger itu. Itu penting baginya. Itu membuatnya bahagia. Mama juga akan bahagia. Jadi saya mohon, lanjutkan saja pernikahan ini jika cucu Anda masih menginginkannya."

Lagi-lagi wanita tua itu tertegun. Gadis ini sungguh berbeda dari kakaknya, bahkan dari ibunya. Seandainya saja dia bertemu gadis ini lebih dulu daripada kakanya, mungkin gadis inilah yang akan dia jodohkan dengan cucunya.

"Kamu tidak mencintai cucuku, jenna."

"Saya juga pada mulanya tidak menyukai memakai kaca mata, tetapi sekarang saya bahkan tidak bisa hidup tanpa ini. Cucu Nenek juga pasti tidak mencintai saya, dan dia masih menginginkan pernikahan ini. Saya mohon nenek, biarkan saja."

"Dan kalau pernikahan ini tidak berhasil?"

"Saya tidak dalam posisi untuk memutuskan. Itu hak cucu Anda. Jika cucu Anda merasa sudah tidak membutuhkan lagi pernikahan ini, dia pasti akan mengakhirinya"

"Jenna!!! Kamu bukan budak ataupun tawanan!!! Siapa bilang kamu tidak memiliki hak untuk menentukan nasibmu?! Dengarkan aku, kamu harus memutuskan sendiri apa yang baik untuk dirimu."

"Dan mengorbankan orang lain seperti kakak saya? Tidak nenek. Cukup Rien saja yang melakukan terhadap kedua orang tua saya. Kalau saya melakukan juga, lalu siapa lagi yang akan mengembalikan kebahagian mereka. Mereka hanya punya 2 anak."

Wanita tua menatap penuh kasih kepada gadis yang baru pertama diajaknya bicara , benar-benar bicara, bukan hanya sekedar sapaan sopan yang selama ini terjadi antara mereka di setiap kesempatan bertemu. Seandainya saja, seandainya saja wanita muda ini bertemu dengan cucu lelakinya dengan keadaan yang berbeda, dia yakin cucu lelakinya akan menjadi lelaki yang beruntung mendapatkan hati yang begitu tidak egois seperti hati Jenna.

~*~

Jethro baru saja turun dari mobilnya dan berjalan menuju ke pintu rumah ayahnya ketika matanya menangkap sosok Jenna yang tampak kikuk dengan rok panjang, sweater panjang dan kaca mata pantat botolnya, keluar dari rumahnya. Kening jethro berkerut. Ada urusan apa gadis itu datang kemari. Baru saja dia akan mendekati gadis itu ketika dia melihat sosok mungil neneknya muncul dari dalam rumah, membawa bungkusan kain dan tampak sedikit memaksa Jenna untuk membawanya. Aaah, nyonya hamijoyo ini sepertinya sibuk sekali akhir-akhir ini seperti berang-berang dimusim panas. Dengan tampang yang dibuat semalas mungkin, Jethro mendekati kedua wanita itu. Neneknya tampak bahagia melihatnya, sebaliknya calon istrinya itu tidak bereaksi apapun.

"Nenek!"

"Jethro! Pulang juga kamu. Nenek pikir kamu tidak akan kembali kesini lagi."

"Mana mungkin. Selama masih ada nenek di sini, aku tidak mungkin betah di apartemenku lama-lama."

"Gombal!!! Aaah, Jenna baru saja mengobrol dengan nenek, dia akan pulang. Dan dia akan naik taksi. Apakah terlalu kejam jika nenekmu ini menyuruh cucunya yang baru pulang kerja untuk mengantarkan calon istrinya pulang?"

Belum sempat Jethro menjawab, Jenna langsung menggeleng kuat-kuat seraya berkata keras.
"Tidak perlu, nenek, sungguh, saya baik-baik saja naik taksi." Dan tanpa bisa dicegah kaca mata pantat botolnya meluncur turun dan jatuh. Secara spontan Jethro berjongkok mengambil kaca mata itu, bersamaan dengan Jenna yang juga membungkuk. Dan untuk sesaat Jethro bisa melihat mata Jenna tanpa kaca mata. Besar, bening, indah. Jethro tergagap sesaat, dan langsung menyodorkan kaca mata itu kepada Jenna yang langsung kembali memakainya.

"Dia sudah cukup dewasa untuk tahu jalan pulang."

Saut Jethro ketus seraya kembali bangkit dan setelah mencium pipi neneknya cepat, beranjak masuk ke rumah, meninggalkan kedua wanita itu.

"JETHRO SATRIA HAMIJOYO!!!!! Sejak kapan aku membesarkan cucu yang tidak punya sopan santu!!!!"

"Nenek, sudah, tidak apa-apa. Memang saya ingin naik taksi. Terima kasih untuk undangannya nenek."

"Maafkan cucuku, Jenna, dia hanya terlalu lelah. Kamu tidak boleh naik taksi. Salah satu sopir kami akan mengantarkan mu. Tunggu disini!! Jangan membantah!!!"

~*~

Dan ternyata salah satu sopir yang dimaksudkan nenek bukan lain adalah cucu lelaki kesayangannya yang berhasil diseretnya untuk mengantarkan Jenna pulang. Dan disinilah mereka, membisu selama hampir 10 menit dalam BMW milik Jethro. Jenna sudah tidak tahan lagi.

"Berhenti di depan. Turunkan aku di depan situ saja. "

Jethro melirik sesaat sebelum kemudian menepikan mobilnya. Dan tanpa berkata apapun membiarkan Jenna keluar dari mobilnya.

"Terima kasih." Ucapan Jenna belum selesai ketika jendela kaca mobil dinaikan secara otomatis dan mobil melaju pergi. Jenna terrtegun sebelum kemudian mengedikan bahu. Memangnya apa yang dia harapkan? Lelaki itu membencinya, membenci keluarganya, mana mungkin lelaki itu akan bermanis-manis terhadapanya. Ditambah lagi fakta bahwa lelaki itu TERPAKSA mengantarnya. Dengan tersenyum masam, Jenna melambaikan tangan menghentikan taksi.

Pernikahannya nanti, akan seperti apa jika bahkan mempelainya tidak sudi berlama-lama melihat wajahnya?

~*~

Hei...hei...aku kembali. Dengan part kedua dari The "back up " Bride. Semoga yang ini lebih baik dari yang part 1. Senang rasanya kalau ada yang membaca, apalagi memberi vote. Terima kasih yang sudah membaca dan memberi vote, bikin makin semangat. Oh ya, komennya ditunggu ya, kritik boleh, masukan boleh....apa sajalah. Hahahahaha. Sekali lagi maaf kalau masih banyak salah ketik.

Continuă lectura

O să-ți placă și

Sweet Regrets De Putrie W

Ficțiune adolescenți

2.8K 486 24
Bagi Ilona yang kelabu, Kaelus adalah pelangi. Laki-laki yang datang dengan banyak warna, dan perlahan mengubah warna gadis itu. Namun, Kaelus yang b...
74.3K 12.5K 30
Dari penulis A Wedding Come True dan My Bittersweet Marriage: Setelah kehilangan anak dan pernikahannya, Renae Adiana tidak lagi memercayai cinta dan...
Love Hate De C I C I

Ficțiune adolescenți

3.1M 214K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
174K 32.1K 34
Terpilih sebagai salah satu traveler pada acara Around the World adalah kehormatan yang nggak pernah kusangka-sangka. Apalagi destinasi season ini ad...