FINDING YOU | Hendery WayV

By TY_nad

1.9K 431 56

"Jadi, kau benar-benar hantu?" "Tidak! Eh, atau mungkin? Sejujurnya, aku bahkan tidak tahu siapa diriku." "Ba... More

Trailer and Cast
O1. Pertemuan Itu
O2. Jalankan Misi?
O3. Nara
O4. Langkah di Pagi Itu
O5. Firasat Dalam Gelap
O6. Potongan Masa Lalu?
O7. Orang Hilang

O8. Limit

130 30 1
By TY_nad

Suara televisi terdengar dari kamar Dejun yang pintunya terbuka, menandakan bahwa pasti ada dua orang atau lebih yang sedang beraktivitas di sana. Dan ini yang ketiga kalinya Dejun merasakan perutnya bernyanyi. Lebih lagi saat aroma ramen menyelinap masuk di kamarnya. Dari dalam sini, ia tahu penghuni kamar sebelah sedang menikmati makan malamnya. Ah, Dejun semakin lapar. Cowok itu keluar kamar, mendapati Yangyang dan Winwin duduk beralaskan karpet dengan film yang mereka tonton bersama di lantai dua.

Sambil menuruni tangga, ia melirik pintu Kinar yang tertutup. Benaknya terus bertanya tentang apa yang sedang dilakukan gadis itu di dalam sana. Ia kemudian mengetuk pintu Kinar pelan, takpeduli meski gadis itu belum pernah membalas pesannya sejak hari pertama ujian. Ia hanya tidak ingin membuat jarak dengan Kinar.

Tidak ada sahutan. Dejun kemudian berbisik di lubang pintu gadis itu, "Jangan membuang makan malammu di dapur."

Selanjutnya, Dejun kembali bergegas menuju dapur dan membuka dua bungkus ramen setelah merebus air. Ia tidak pernah tahu bahwa dibalik pintu kamar Kinar, gadis itu melotot sambil menaruh telunjuknya di depan bibir. Menyuruh Hendery yang menyelinap di kamarnya tiba-tiba itu untuk diam. Yang dipelototi hanya berdecak, kemudian menjatuhkan tubuh di kasur dengan percaya dirinya.

"Untuk apa kau menyuruhku diam? Dia tidak akan mendengarku!"

"Kalau begitu pergilah karena aku tidak mau mendengarmu!" sahutnya setelah yakin Dejun sudah tidak berada di depan pintu kamarnya.

"Tidak sebelum aku mendapat jawaban." Hendery bangkit duduk di atas kasur Kinar setelah sebelumnya terlentang. "Tempo hari saat kau pulang dengan temanmu yang cerewet itu ... siapa yang kau bicarakan?"

"Hm? Siapa?" Kinar balik bertanya.

"Seseorang yang hilang itu."

Gadis itu mengerutkan dahi seolah masih takpaham. "Laki-laki yang menghilang di kampus teknik."

"Ah, itu--aku juga tidak tau. Itu hanya berita lalu, tidak ada yang menelusurinya lebih lanjut."

Bahu Hendery merosot lesu. "Kenapa begitu?"

"Entahlah, pihak keluarga sudah mengikhlaskan. Kau menyebalkan." Kinar memunguti sampah tisu yang tergeletak di lantai seraya melanjutkan. "Kau menguntit dan mendengarkan percakapanku dengan Saeron!"

"Aku tidak sengaja mendengarnya." Hendery mengedikkan bahu.

"Aku sudah menjawab pertanyaanmu. Sekarang silakan pergi."

Kinar sudah memakai jaketnya dan siap bergegas menuju dapur. Ia paham dengan maksud Dejun tadi, kalimat yang sudah ia hapal saat Dejun hendak mengajaknya membuat ramen di dapur.

"Jangan pergi. Aku tidak akan meninggalkan kamarmu."

"Aku tidak peduli," ucapnya seraya menutup pintu.

•••

Dari ambang pintu, ia dapat melihat Dejun berdiri membelakanginya sambil mengaduk ramen yang masih direbus. Kinar lantas menghampiri, mengintip isi panci yang meluapkan aroma sedap itu diam-diam hingga Dejun merasakan kehadiran seseorang di belakangnya.

Seketika itu garis lengkung di birainya mengembang, Dejun mengacak rambut Kinar pelan.

"Kau sudah tidak marah?"

"Aku tidak pernah marah." Kinar meraih dua mangkuk dan menatanya di meja.

"Jadi apa? Tatapanmu beberapa hari yang lalu bahkan lebih menyeramkan dari tatap dendam seorang mantan."

"Hei!"

Dejun terkekeh. "Aku bercanda. Cepat makan sebelum ramennya mengembang."

Dengan hati-hati, Dejun menyumpit ramen dan meletakkannya di mangkuk Kinar. Hal yang sama kemudian ia lakukan di mangkuknya sendiri. Kinar tersenyum kecil, lantas melahapnya habjs dan menyendok kuah ramen dari panci. Untuk beberapa saat, keduanya hanya saling menikmati ramen itu hingga habis.

"Lain kali, bicarakan apapun yang mengganggumu. Kau benar-benar tidak seperti biasanya. Kenapa kau bisa begitu percaya dengan kata-kata orang lain dari pada menanyakan hal itu pada temanmu sendiri?" ucap Dejun membuka percakapan.

Kinar tak langsung menjawab, memberi jeda bagi dirinya sendiri untuk memahami situasi dan kesalahan yang telah terjadi.

"Maaf," ujarnya sambil meremat sumpit. "Entah untuk alasan apa, aku benar-benar takut jika kau memang merasa seperti itu. Selama ini, mungkin aku terlalu egois karena merasa nyaman sendiri berada di sekitarmu--"

"Tidak. Jangan pernah mengatakan itu. Bahkan jika aku benar-benar menyukai gadis lain, kau akan tetap menjadi prioritasku."

"Kenapa?" lirihnya, ragu-ragu.

"Seorang sahabat memang harus lebih diprioritaskan, bukan?"

Dejun memalingkan pandangan sesaat, membasahi bibirnya yang tiba-tiba saja terasa kering setelah mengatakan itu. Lagi-lagi, perasaan itu terkubur dalam. Menciptakan sesak yang ia simpan dengan rapat. Ragu dengan segala perasaan dan takut dengan kekacauan yang mungkin saja bisa timbul karena rasa itu. Untuk saat ini, Dejun hanya ingin memendam itu sendiri.

Anggukan kecil Kinar berikan sebagai jawaban. Sebenarnya merasa kurang setuju dengan statement itu, tetapi perasaannya seolah mendorong untuk berhenti membahas hal itu. Kinar kemudian membelalak begitu sadar Hendery telah bergabung di meja mereka. Cowok itu duduk di sebelah kursi Dejun. Heran dengan raut terkejut Kinar, Dejun lantas mengibaskan tangannya yang menggenggam sumpit di depan wajah Kinar.

"Kau kenapa?"

"Eh?" Kinar menggeleng keras. "T-tidak, hanya lalat."

"Benarkah? Lalat jarang sekali datang ke sini. Kenapa tiba-tiba bertamu?"

Kinar tertawa kaku. "Mungkin lalat itu bosan."

Dejun meminum segelas esnya setelah selesai makan. Ia mengecek ponselnya. "Kau mau apa? Aku baru saja memesan makanan ringan untuk belajar nanti."

Alih-alih menjawab, Kinar justru berucap ragu. "Dejun, pria cosplayer hantu yang aku temui waktu itu ..."

"Kenapa?"

"Kau sudah tahu bahwa sejak awal dia hantu? Dari mana kau tahu?"

"Dari foto yang kau tunjukkan. Aku tidak melihat siapa pun selain dirimu di situ, itu sebabnya aku merasa ngeri dan langsung menghapus fotonya."

Kinar membulatkan mulutnya. "Lalu kenapa kau tidak berkata jujur saat itu?"

"Entahlah, aku pikir kau memang sedang melantur."

"Kau menganggapku gila?"

Dejun menggeleng cepat sambil terkekeh. "Tidak, aku hanya sedang menunggu waktu yang tepat. Tapi esoknya kau malah menjauhiku."

"Oh, tapi bagaimanapun itu kau memang benar. Dia bukan manusia."

"Lupakan saja, tidak perlu kau pikirkan."

"Tidak, tapi apakah kau percaya jika arwah itu sekarang ada di sini?"

"Apa?" Dejun mengerutkan dahi dalam seraya mengedarkan pandang, seolah benar-benar tidak percaya. "Di mana?"

Kinar menunjuk sebelah kursi Dejun. "Di sebelahmu."

Seketika itu Dejun melirik ke kanan, tepat di arah yang Kinar tunjukkan. Cowok itu terbahak. "Kau bercanda."

"Aku tidak bercanda, Jun. Dia sedang menatapmu sekarang."

"Sejak kapan kau memiliki penglihatan itu?"

Kinar mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu, hanya dia satu-satunya yang bisa kulihat dan dia terus meminta bantuanku."

"Meminta bantuan? Bantuan apa?"

Hendery mengibaskan tangannya ke arah Kinar, meminta gadis itu untuk tidak menceritakan segalanya. Entah mengapa ia takmau ada orang lain yang tahu dan kemudian ikut campur dalam urusan ini. Sudah cukup sulit baginya untuk merayu Kinar agar membantunya, ia tak ingin ada orang lain yang ikut memberikan pendapat yang mungkin akan menggoyahkan keputusan Kinar nanti.

"Dia arwah yang mencari raganya." Sayangnya, Kinar tidak paham dengan kode Hendery. "Dan dia meminta bantuanku karena aku adalah manusia pertama yang bisa melihatnya."

"Benarkah?"

Tidak, bukan karena Dejun tidak mempercayai ucapan Kinar. Ia hanya terlalu kaget mendapati hal-hal seperti itu terjadi di dunia nyata, lebih lagi itu menimpa temannya.

"Hei, hantu pengganggu." Dejun menyamping, menatap kursi kosong sebelahnya. "Jangan mengganggu temanku. Kau bahkan tidak mengenalnya dan berani meminta bantuannya? Sungguh tidak tau malu. Kau tidak terlihat dan bisa menembus benda mati, apa itu masih kurang membantu dalam menyelinap dan mencari ragamu sendiri? Kenapa kau meminta bantuan manusia yang penuh kekurangan?"

Hendery menghela napas. "Nara, apa kau benar-benar berpikiran seperti ini juga padaku?" tanyanya menatap Kinar sayu.

"Eh?" Kinar agak terkesiap, lebih lagi saat menyadari sorot mata Hendery yang takterbaca.

"Maaf sudah mengganggumu akhir-akhir ini. Lagipula, aku mungkin lebih nyaman seperti ini saja," pungkas Hendery sesaat sebelum melenggang pergi dari sana.

"Apa? Apa yang dia katakan? Dia sedang mengumpatiku, ya?" tanya Dejun penasaran.

Kinar menggeleng pelan. "Tidak, meminta maaf dan pergi."

"Baguslah kalau begitu."

Berbeda dengan perasaan lega Dejun, tepat setelah jawaban itu lolos, entah mengapa dada Kinar terasa sesak sendiri seolah turut merasakan kecewanya Hendery saat ini.

•••

Punggung laki-laki berjas hitam itu berjalan tegap ke arah yang tidak Hendery ketahui. Yang jelas, di samping pria itu, berjalan pria paruh baya dengan pakaian rumah sakit. Kepala pria itu menunduk dalam. Hendery masih terus menajamkan pandangan hingga ia benar-benar yakin bahwa sosok itu adalah Lucas dengan pakaian yang berbeda dari sebelumnya.

Tadi, setelah keluar dari kosan Kinar, Hendery melalang buana mencari keberadaan Lucas. Ia merasa sangat buntu dengan semua ini. Dan berkeliling sambil mengenakan kalung liontin itu juga semakin membuatnya tidak tenang. Banyak mata yang mengincarnya. Untung hantu-hantu yang ia lewati tidak begitu ganas seperti hantu tanpa kepala dan hantu tentara waktu itu.

Hendery terus berjalan tanpa sadar telah tiba di sebuah rumah sakit umum. Ia kemudian masuk ke area itu karena menghindari segerombolan tuyul yang berkumpul di bawah jembatan penyebrangan. Terlalu riskan baginya jika harus melawan hantu sebanyak itu.

Dan kini, takdir telah menuntunnya bertemu Lucas di sini. Hendery mengejar sosok itu yang menaiki lift rumah sakit. Sial, Hendery ketinggalan. Namun, ia tahu di mana mereka pergi dari lampu lift yang terus naik hingga lantai teratas gedung itu. Hendery menyusul lewat tangga darurat. Langkahnya ringan menaiki anak-anak tangga itu hingga ke lantai paling atas.

"Malaikat Lucas!"

Panggilan itu tentu mengalihkan atensi dua sosok yang tengah bercakap serius di sana.

"Hendery?"

"A-apa itu?" Pria berbaju rumah sakit itu membelalak saat cahaya dibalik kaus yang Hendery kenakan itu tampak begitu bersinar hingga menembus ke luar.

Hendery ikut terkejut dan meraih liontin itu, cahaya biru yang begitu menyilaukan itu samar-samar menjadi putih selama beberapa detik saking terangnya. Kemudian kembali meredup seperti biasanya. Hendery masih terperangah dan menatap Lucas seolah meminta penjelasan.

Lucas yang masih dengan ekspresi tenangnya itu pun berkata, "Itu artinya waktu pencarianmu hampir habis."

Malam itu, Hendery jatuh dan semakin jatuh lagi. Jantungnya memompa cepat mengetahui kenyataan itu.

Secepat itu? Lalu apakah masih ada harapan untuk hidup? tanyanya dalam hati.

















to be continued
•••















tap vote (bintang) for the next chapter!❤

Continue Reading

You'll Also Like

65.2K 12.6K 22
Lisa adalah segalanya untuk Jennie, Jennie adalah segalanya untuk Lisa. Kehidupan pernikahan mereka tidak berjalan seperti yang mereka ekspektasikan...
759K 36.5K 39
Alzan Anendra. Pemuda SMA imut nan nakal yang harus menikah dengan seorang CEO karena paksaan orang tuanya. Alzan kira yang akan menikah adalah kakek...
98.6K 8.7K 21
Ernest Lancer adalah seorang pemuda kuliah yang bertransmigrasi ke tubuh seorang remaja laki-laki bernama Sylvester Dimitri yang diabaikan oleh kelua...
30.3K 3.3K 15
«Jika dunia tidak menerima kita,mari kita buat dunia kita sendiri,hanya kau dan aku didalam nya» Lalisa Manoban. +++ GIP area! jangan ditiru 🔞