Descendant (Sad Story Vkook)...

By elmi_wirastiti30

136K 10.1K 1.8K

"Hyung kenapa kau membenciku? Sebesar itukah kau membenciku? Hingga kau ingin membunuhku dengan teman kesayan... More

PROLOG
Beginning (Part 1)
Hyung (Part 2)
Tears and Smile (Chapter 3)
Tears (Part 4)
Loyalty (Part 5)
Enemy (Part 6)
Look Me Hyung (part 7)
Fire (Part 8)
Second (Part 9)
Limitless (Part 10)
perhatian ini penting (30/11/2017) 😭😭😭😭
Waiting For Secret (Part 11)
A Secret, Believe? (Part 12)
I Don't Know (part 13)
When You Meet Dark? (14)
Analogi (15)
Break Dawn (16)
Love Yourself, Please (chapter 17)
Blood on Fight (Part 18)
Drag Me Down (Part 19)
Sweet Psychopat (21)
Magic Door (22)
So my Lie (23)
I want all of these ends (24)
Adventure Time (25)
when fate says now (26)
the heirs (27)
the enemy is real and God is just (28)
Celebration pending (29)
Do You Want? (30)
When You Look Me (31)
Extradionary (32)
I hate this day (33)
When Did You Come? (34)
nightmare (35)
The Legend (36)
core (37)
Good Liar (38)
Omelas (39)
Save (40)
half destroyed (41)
Bad Dream (42)
Promosi anak baru ✓
When These Eyes are Swollen (43)
time to start (44)
Rival (45)
mysterious (46)
I am weak (47)
deadly explosion (48)
Breaking Dawn (49)
Not Today (50)
Angry Mom (51)
Inheritance and Will (52)
Kim Taehyung (53)
Latitude (54)
Last Wait (55) [END]✓

Revenge (20)

913 80 8
By elmi_wirastiti30

"Meminta tolong pada musuhku itu sama saja kau harus menekan egois dan ludah mu. Terkadang membuat keputusan bersama lebih berguna di bandingkan memikirkan sebuah gengsi tapi kau sendiri mati."

(Author ****** POV)

Jika saja waktu bisa diulang Yoongi akan memilih pelatihan menjinakkan bom secara lengkap. Tapi ambisi dan kemantapan hatinya jauh lebih suka mengatur ala angkatan negara. Dia sendiri mengatur dan melatih anak buahnya dengan keras dan tertib demi kepentingan dan kebaikan mereka. Lalu sekarang dia malah membuat semua akan mati di tempat yang sama, ini semua karena manusia teroris dadakan disana.

Apakah dia akan mengakhiri karirnya tanpa sengaja dengan sebuah kematian tragis. Bisa saja namanya akan terpampang ke dalam daftar kematian akibat bom bunuh diri. "Orang itu sudah tua tapi kenapa tidak cari kebaikan untuk bekal di akhirat. Apakah aku harus mendoakan agar dia mati dengan azab!" Dia kesal dan juga marah, situasi sekarang antara hidup dan mati. Dia melihat bagaimana Jimin yang seakan mati membeku begitu tahu kalah musuhnya membawa bom peledak.

Mereka yang mengepung juga menunggu aba-aba dan kepastian karena hal ini menyangkut nyawa banyak orang. Wonwoo mengambil notebook kecilnya dia membuka informasi dan sistemnya, rupanya dia mendapatkan bom model tipe AXZ buatan sendiri dengan kabel yang terhubung dengan satelit. Hanya virus dan dia tidak bisa menciptakan virus melainkan menolak virus. Dia tidak akan menyangka kalau bertemu dengan orang seperti itu.

Yoongi menoleh ke arah si ahli tekno setelah dia mengikat bagian lehernya dengan kain. Luka itu bukan masalah baginya walau Jimin mengatakan bahwa darah keluar dengan lumayan banyak. "Kau tidak perlu bertanya karena aku sudah biasa mendapatkan luka bacok."

Pada akhirnya Jimin tidak jadi bertanya karena dia takut kalau Yoongi membuat amukan di kedua tanduknya. "Ngomong-ngomong emmm... Aku tidak ingat namamu. Tapi apakah kita masih belum mendapatkan jalan keluar?"

"Sepertinya jika aku mematikan sistemnya juga tidak akan mungkin, dia gunakan satelit dan hanya jaringan yang bisa digunakan untuk menghancurkan penghubungnya. Kalau pun aku menghancurkan semua kabelnya tetap saja akan meledak, karena dia dalam batangan bom itu ada procesornya."

Sekarang Jimin berkata kasar lantaran yang ahli saja menyerah. Apalagi dirinya yang tidak tahu apapun soal elektronik, dia ingin membunuh orang itu secara brutal dan dirinya langsung mendekat begitu saja. Yoongi bahkan berteriak keras agar orang itu tidak macam-macam. "Hei bantet, kalau kau membuat masalah nyawa kami ada di keputusan mu bodoh! Jangan membuat ulah tanpa aba-abaku!" Yoongi membentak namja itu sampai dia benar-benar berhenti sekarang.

Jimin tentu saja berhenti dengan wajah ngedumelnya. Tak akan menyangka dia akan kalah dari salah satu penjahat dengan senjata mematikannya. "Oh ayolah biasanya aku akan mematahkan langsung lehernya atau menembak di dadanya. Tapi kenapa dia malah beruntung karena bom yang kau rakit sendiri sialan!" Dari kejauhan Jimin memberikan kemarahannya dan pria itu justru mengacungkan pistol dengan tatapan gila.

"Memang, aku sendiri yang membuat agar suasana nampak menegangkan. Bukankah pengawal bodoh seperti kalian memang pantas mati. Hanya melindungi satu orang yang lemah, aku tidak bisa terima hal itu karena sebenarnya aku yang harus mendapatkan warisan itu dulunya!" Dia mengatakan semua hingga melepas jaketnya, waktu di bomnya saja masih saja berjalan dan bukan tak ayal mereka akan selamat. Jimin sungguh tidak pernah mengerti bagaimana persaingan tuan besarnya dulu, dan melirik ke arah Yoongi dengan tampang tidak pahamnya.

"Kau sungguh bedebah gila! Kau pikir dengan kematian kami kau akan dapat warisan juga! Sebenarnya kau salah besar karena kau tidak membunuh ahli waris. Kau hanya membuat dia cepat mendapatkan warisan!" Jimin sebal sendiri, dia mungkin saja bodoh dalam mata pelajaran tapi ketika sudah berada di dunia nalar dia bisa benar juga dalam memutuskan. Yoongi melotot saat mendengar bagaimana Jimin seperti memberikan solusi yang jelas, dia akan memastikan kalau pria itu akan masuk penjara.

"Kau benar juga, tapi aku jamin kalau semua pengikutnya mati maka anak itu tidak akan ada yang melindungi. Siapa yang akan melakukan tugas berat selain kalian, para kunyuk! Sampai kapanpun aku tidak akan pernah memaafkan Minseok, karena apa yang harusnya aku dapatkan malah dia yang dapat." Dalam akhir kalimatnya dia tertawa dengan keras, dengan kedua tangan terentang, di tangan kanan masih memegang pistol. Lubang itu nampak sangat siap jika harus meletuskan timah panas pada tubuhnya.

"Kau ini dasar gila!" Dia hendak mengeluarkan senjata dari celananya. Saat melihat bagaimana bom itu terus berjalan, pada akhirnya dia memikirkan semuanya dengan jelas. "Lakukan saja apa yang akan kau lakukan, jika aku mati ditangan mu. Kalian juga akan mati. Terlebih aku ingin membuat kau merasa sakit dengan pistol kesayanganku."

Menurut mereka yang ada disana dia gila tapi cerdas, nampak sangat jelas bagaimana puncak kepalanya gundul tanpa ada rambut. Berbeda dengan pinggiran kepalanya yang ditumbuhi rambut berwarna putih yang merupakan uban. Sekarang dia akan menjadi gila jika berhadapan secara lama dengan manusia itu.

Seperti ingin berkata terserah! Aku akan memenggal kepalamu!

Dari kejauhan sana Yoongi ingin meminta agar Jimin mundur saja. Dengan berat hati justru langkah kaki itu mundur dengan perlahan, dia juga memberikan tatapan sumpah serapahnya pada pria itu. "Aku pasti akan mematahkan lehermu, aku yakin kau tidak akan menang walau kau begitu memaksa kehendak mu!" Sepertinya tidak ada jalan lain lagi selain perintah Yoongi di saat situasi terjepit, ini sudah tiga menit dan Wonwoo terus mencoba membuat kode untuk virus itu.

Tampak sekali kalau dia sebenarnya sedikit lelah dan dongkol akibat pertarungan tadi, sesekali dia membenarkan kacamatanya yang terdapat noda darah lawannya yang kalah. Dengan ponsel di genggamannya Yoongi mencoba menghubungi seseorang. Hanya satu orang yang bisa membuat keadaan bisa terkendali, dalam lengan sedikit sakit dia memanggil seseorang dari sana.

"Kau bilang Kim Seokjin ahli dalam hal ini? Lalu kemana dia sekarang. Meski kau bilang dia musuh bukan berarti dia sempat menjadi bagian dari yang kau kenali bukan?" Wonwoo memang bukan sok tahu tapi kenyataannya pertanyaannya seakan menelisik sebuah info penting. Sejak awal kedatangannya Yoongi mencurigai orang ini, tapi dia sendiri melihat bagaimana instuisi dan kemampuannya dalam hal solidaritas dan kesetiaan pada kelompok. Yoongi masih belum menemukan sebuah pengkhianatan.

"Kenapa kau ingin tahu banyak hal, tapi aku tak akan menyalahkan mu karena kau sekarang adalah bagian dari kami." Ungkapnya dengan logat seorang ketua yang begitu tegas. Sementara pada kesempatan lain Wonwoo tersenyum dan melihat si ketua dengan senyum tipisnya.

"Tak katakan pun tak apa, aku hanya ingin tahu saja. Kau bilang hanya dia yang bisa berarti dia orang hebat kau kenali. Apalagi saat ini kita dalam titik kematian semakin dekat." Bagaimana pun dia mencoba untuk mempelajari secepat mungkin. Kemungkinan dia bisa menjadi pahlawan sekarang. Tangannya terus bergerak tapi bukan berarti dia lengah, malahan dia melirik benda di tangan si ketua.

"Aku penasaran siapa yang akan dia hubungi. Sepertinya dia punya agen kuat melebihi perkiraan ku." Dalam beberapa kali dia memasukkan password tapi gagal, dia tidak bisa memecahkan sistem keamanan satelit. Kemungkinan saja ada yang sudah mengubah atau memang dia salah menebak saja.

Dirinya masih awas dengan pikiran menerka sementara itu tangannya mengecek bagaimana pesan yang sudah dibalas oleh bersangkutan. Berharap jika dia membalasnya tapi yang ada malah tidak ada pesan masuk, membuat dia akhirnya memutuskan untuk memanggilnya saja.

"Kuharap dia tidak mengabaikan panggilanku, dia bisa saja tidak membaca pesan." Berdasarkan info dari Jimin orang yang menjadi kepercayaan tuan besar sudah kembali, dia bisa memaksa seseorang untuk melakukan tugasnya. Yoongi berani bertaruh lebih jika dengan orang itu. Mundur beberapa langkah dan mencari tempat cukup aman, dia sendiri harus bisa lebih mengawasi mereka.

Entah teman atau kawan, dalam langkahnya saja anak buah lainnya sudah menodong pistol ke arah penjahat itu dan Yoongi tidak perlu khawatir.

"Kau jangan coba-coba memanggil bala bantuan ya. Sampai kapanpun kau tak akan bisa menjinakkan senjata terbesarku." Dia masih berani bicara demikian diantara sepuluh pistol teracung ke arahnya. Satu tembakan maka balasannya akan ada banyak, sampai membuat Jimin gerah saja. Yoongi bukan tipe orang yang mempedulikan seseorang yang hendak mati namanya, justru dia memilih untuk menepi dan melanjutkan pekerjaannya yang bergaji tinggi.

"Sudah aku bilang, aku akan mengatasi masalah ini. Kau sangat keras kepala dan aku yakin kau yang akan meledak sendiri bukan kami." Itu seperti sumpah, dan ponsel itu cukup canggih dalam penampilan era lama. Dia sengaja menggunakan benda itu karena dalam segi keamanan justru data penting tidak akan mudah dirogoh. Pria itu hanya bisa membanting ludah dari mulutnya dan melihat angkasa biru di atas langit. Dia ingin menjadi penguasa tapi gagal, maka dengan senang hati dia meminta sang anak untuk meneruskan perjuangannya.

"Aku hanya ingin hidup anakku lebih baik dan tidak miskin seperti ayahnya. Aku rasa akan adil jika dia mendapatkan tahta dan kekayaan, kalau kalian mati maka suatu hari nanti anakku akan mudah merebut kekuasaan. Toh, aku juga punya tujuan lain." Semakin tidak bisa dimengerti, bahkan Wonwoo saja hanya bisa terpingkal di dalam hati setelah mendengar hal itu.

Kebanyakan orang mengatakan bahwa mereka akan mati dengan damai setelah apa yang mereka mau tercapai, tapi pertanyaan simpelnya apakah Tuhan akan memberikan kuasa dan kepercayaan itu? Wonwoo melihat hal itu sebagai gejala gila karena lama hidup dalam bayang halusinasi.

Musuh bosnya terlampau banyak sampai dia sendiri tidak bisa mengatakan kapan dia akan pensiun.

Tak lama suara Yoongi nampak kacau dengan desahan kesal dari nafasnya. Sepertinya ada yang sedang marah dan panik, lalu siapa yang salah. Dia melihat namja sipit itu memperhatikan sekitar dengan sedikit kalut, tersenyum seolah dia menemukan sesuatu.

"Kau dimana Jung! Kita butuh bantuanmu. Baca pesanku dan lakukan tugasmu, kita sedang diujung tanduk. Kalau aku mati rawatlah kesayanganku, oke." Dengan segera dia mematikan ponsel itu, dia juga tidak akan membiarkan seorang pria keparat menang. Tak sengaja tatapannya melihat bagaimana anak baru itu sibuk sendiri tapi yang membuat dia aneh adalah, cincin di jari tengahnya. Seperti mengenal di suatu tempat tapi dia malah lupa.

"Aku tidak bisa mempercayai nya dengan sepenuhnya entah kenapa." Dia sendiri bergumam dalam pengawasannya, sampai sesuatu terjadi saat letupan pistol keras mengenai salah satu bahu anak buahnya.

"Jimin!"

Orang itu melancarkan tembakan ke arah Yoongi tapi Jimin menerobos dan menghalangi laju peluru itu sampai tak mengenai sasarannya. Tepat di bagian perut dan itu membuat Jimin langsung jatuh ke belakang begitu saja. Kepalanya membentur lantai di bawahnya sampai kepalanya pening, karena emosi Yoongi melepaskan tembakan peluru terakhirnya dan mengenai lengan pria itu.

Dia tumbang dan dengan segala kesigapan tangan itu ditahan oleh mereka. Sampai dia berteriak kesetanan tapi bom itu masih melekat, dia nampak pasrah tapi alat itu masih memicu rasa takut terbesar.

"Cepat panggil bantuan, Jimin bertahan oke. Bantuan akan segera datang, kenapa kau tidak isi peluruku sebelum kau gunakan disaat seperti ini." Antara marah, kesal, sedih dan kacau semua menjadi satu. Membuat di dalam kepalanya menjadi sebuah benturan yang hebat. Dia melihat darah itu keluar dengan banyak, saat peluru menyumbatnya Yoongi mengambil bolpoint yang sudah dia buang isinya.

"Jimin bertahanlah, aku tidak akan membuatmu mati sia-sia." Dalam satu tusukan yang keras dia mencongkel bagian parah itu, membuat Jimin langsung berteriak kesakitan. Demi apapun jika dia tidak nekat maka hal yang buruk pasti akan terjadi. Jimin mengeluh dan mengaduh sakit, apalagi saat dia mendapatkan satu hentakan kuat di bagian sarafnya.

"AARGHHHHHH!"

Meskipun dia berteriak kesakitan tetap saja Yoongi menulikan telinga dan pendengarannya. Darah sempat menciprat bagian wajahnya dan dia seperti dokter bedah dadakan sekarang.

.

Dia sudah ditempa dan dilatih untuk menjadi kuat, pada akhirnya dia akan selalu terjun dalam bahaya. Hal itu tak bisa dia hindarkan dan sekarang dia diharuskan masuk dalam kandang singa yang sama. Seseorang membutuhkan musuh untuk menjadi kawan dalam menciptakan cerita yang panjang. Jungkook berada di belakangnya dan mau tidak mau dia harus melajukan mobilnya.

"Jungkook..." Kini dia berani memanggil namanya, hal itu merupakan sesuatu yang sudah di tunggu olehnya. Bahkan senyuman di bibir itu ada dan membuat seseorang disana menjadi lega. Hoseok kini memahami bahwa sebenarnya Jungkook memaksa dia untuk bahagia dalam versinya. Hoseok melirik ke belakang sana dan memberikan satu batang cokelat itu pada tuan mudanya, anggap saja ini adalah sebagai bentuk dia ingin berdamai.

"Jungkook, aku punya tugas penting dan mendesak. Bisakah kau tetap di sekolah sampai aku menjemputmu, aku tidak akan lama aku janji. Tapi kumohon agar kau selalu hubungi aku jika sesuatu yang buruk terjadi." Hoseok bisa saja mengantar pemuda itu lebih dahulu. Tapi....

Membawa Jungkook ke rumah itu akan membuat dia dalam bahaya apalagi seseorang begitu sensitif kepadanya.

"Memangnya ada apa? Kenapa aku harus tetap di sekolah. Padahal aku bisa saja bosan Hobi Hyung." Dia manja seperti anak kecil tapi sepertinya hal itu tak terlalu diperhatikan karena Hoseok merasa ada yang lebih penting sekarang. Waktu terus berjalan dan hanya dua puluh menit lagi. Sekarang bukan waktunya untuk dia menunda, atau Yoongi dan semua temannya mati.

"Dengarkan aku Jungkook, kalau kau memang menganggap ku seorang kakak seharusnya kau turuti aku. Lakukan saja dan aku akan menuruti juga keinginanmu." Hoseok sangat meminta pada pemuda di belakangnya untuk tidak meragu. Dia sedikit menekan kata dan berkata tegas, membuat Jungkook disana kesal dan mendengus marah. Keluar dengan cepat dimana tatapannya sungguh tidak menyenangkan sekarang.

Hilang dan luntur juga senyuman itu dengan kesal Jungkook membanting pintu mobil itu dan langsung bergegas pergi ke dalam gedung dengan perasaan dongkolnya.

Tapi....

Saat dia hendak masuk, ada sesuatu yang membuatnya berhenti dan membalikkan tubuhnya. Berpindah posisi di jendela mobil pengawal nya dan mengetuk pintu itu cepat. Hoseok membuka jendela itu dan mengulas senyumannya.

"Aku tahu kau sibuk, tapi perasaanku mengatakan kalau kau memang ingin mencari waktu sendiri. Kalau kau bosan menjadi pengawal katakan saja aku tidak akan masalah!" Dia menggebrak lumayan keras kaca itu dan memilih pergi begitu saja mengabaikan tatapan Hoseok yang bingung sekarang. Sekarang sebenarnya yang salah siapa?

"Justru dengan begini aku bisa melindungi mu, kau tidak tahu kalau aku harus menjemput seseorang." Hoseok mengaktifkan alat pendeteksi nya, dimana dia baru saja mendapatkan dari seseorang. Beruntung sekali karena dia seperti mendapatkan petunjuk Tuhan untuk bisa menolong kawannya, dengan mesin menyala dan sudah dipanaskan dia menghirup dan membuang nafas.

"Kecepatan 120 km/jam, aku akan menggunakan teknik ini." Bicara pada diri sendiri sebagai semangat. Kedua tangan erat memegang setirnya, dia mungkin akan mendapatkan banyak pelanggaran hari ini. Tak lupa dia menggunakan kacamata hitamnya. "Semoga kau baik saja disini Tuan, aku tidak akan lama." Dia mengangguk dan melesat, seseorang ada disana sebagai seorang kepercayaan dari pengawal itu. Dia adalah penjaga keamanan sekolah yang sudah dibayar khusus mengawasi Jungkook kemanapun dia di lingkungan sekolah ini.

Dari sana Jungkook hanya bisa melihat, bagaimana dia sekarang berdiri sendiri disini. Bukan karena dia takut dengan lokasi yang memiliki aura seram atau memang bukan tempat yang bisa dikatakan nyaman untuk sendiri. Tapi dia mengerti kalau hanya tempat ini menjadi benteng cukup besar untuk tempat perlindungan. Musuh tak akan tahu kalau dia sembunyi di tempat ini, ada beberapa cctv yang memperhatikan setiap sudut ruangan.

Dia yakin ayahnya sudah membayar begitu besar untuk hal ini. Di saat seperti ini dia selalu meminta bantuan ibunya untuk menemaninya kala dia kecil. Dia bahkan merengek sampai menangis, dalam perjalanan menuju kelas dia hanya bisa membayangkan masa kecilnya.

Termasuk dengan dia...

"Hyung, apakah kau akan membunuhku meski aku ada disini. Selama ini aku diam karena aku yakin kau akan berubah." Nafasnya keluar dengan perlahan, wajah nampak pasrah tapi keyakinan itu dia tekad kan sampai membulat.

Mungkin saja dia dianggap bodoh jika menanti hal tak berguna begitu lama.

.

"Kau sudah mendapatkan apa yang kau mau, bisakah kau tidak kembali lagi kesini?!" Sedikit membentak tapi kedua matanya sedikit takut saat melihat permainan tangan pada pistol itu. Bukan hanya itu saja, nampak dengan jelas bagaimana namja itu memainkan senjata berbahaya itu bak anak kecil.

"Oh begitu ya, tapi jika aku butuh sesuatu. Bukankah aku harus menemui mu, kuharap Minggu depan kau tidak pindah rumah tuan terhormat." Dia membawa apa yang dia mau. Sebuah berkas dimana dia bisa mendapatkan hal baru dan kesempatan di dalamnya. Sekarang banyak yang memainkan peran jahat dan kali ini dia akan sukses memainkannya.

"Kau gila, aku harap kau bisa masuk rumah sakit jiwa!" Kata seperti sebuah doa, dimana Seokjin mendengar hal itu dengan jelas dan membuat dia menoleh. Ngomong-ngomong dia baru saja melawan lima orang yang sudah dia ikat di tiang jalanan disana. Tak hanya itu saja kelimanya juga babak belur dengan mulut diikat menggunakan kain. Taehyung bersiul kagum dan melihat Seokjin dengan penuh tanya.

"Hyung apa kau yang melakukan hal itu pada mereka?" Dia menunjukkan sebuah detail dimana mereka kini memohon ampun karena sudah membuat kesalahan yang telak. Seokjin tersenyum dengan mudahnya dan kepala itu mengangguk. "Ya, bagaimana ya... Itu karena mereka membuatku tidak nyaman. Mereka bilang aku penyusup, aku sudah jelaskan tapi mereka saja tidak mau mengerti." Dia merasa kasihan dan mengendorkan tali itu agar mereka terlepas.

Lima orang itu langsung berlari tepat di belakang bosnya dan menatap sedikit menyedihkan memang. "Wow, sepertinya bukan hanya aku saja yang mendapatkan sambutan hangat dari kawasan elit ini. Emmm.... Bisakah aku membeli kawasan dekat dengan kalian? Pasti akan menyenangkan jika kita bisa menjadi tetangga." Ucapan ngawur Taehyung yang ditanggapi gelengan kepala dari mereka. Sungguh jika bisa apa yang dia harapkan tidak bisa terjadi.

Mereka bukan aliansi yang cukup mumpuni untuk mengalahkan berandal satu ini.

Seorang bos besar disana hanya bisa menatap ngeri dalam diam ketika melihat dua orang sana bercakap dengan gila dan seolah asyik sendiri. "Bisakah kita memanggil polisi karena mereka sudah mengganggu ketenangan?" Dia berbisik pada sang istri tapi ada satu godaan yang muncul saat lubang pistol itu menempel pada perutnya. Dia tertawa cekikikan dengan melihat ada banyak gumpalan lemak disana, rasanya sangat menyenangkan jika dia bisa membuat lubang disana.

"Maaf tapi memang ini karya Tuhan yang sangat layak aku buatkan lubang. Kau akan merasa sakit yang teramat sangat dengan leher seperti dicekik. Oh iya, menurutmu apakah pistol ku cukup untuk membuat seseorang mampus hyung?" Taehyung menoleh dan mengulas senyum ke arah kakaknya. Sekitar empat langkah Sang Woon mundur dengan wajah dimana dia sendiri sudah sedikit lemas, dalam bantuan ke tiga istrinya dia akhirnya bisa menjauh dari ujung senjata itu.

Taehyung melirik ke depan dan sedikit lagi untuk menarik pelatuk itu, ingin dengarkan ledakan dan jeritan kesakitan. "Inginku sih ingin mu, aku hendak mencoba jika seandainya aku bisa melumpuhkan seekor badak yang besar. Kau tahu aku ingin jadi pemburu sejak kecil." Dia bicara seolah orang akan senang mendengarnya, dimana senyum kotak itu terpatri di wajahnya.

Jujur di dalam otaknya dia ingin membunuh seseorang dan tentu saja nafsu seperti itu harus segera di puaskan. Seokjin langsung meraih benda itu hingga tangan Taehyung turun, rupanya sang kakak yang melakukannya. Mendadak senyum bahagianya luntur dan justru melihat bos itu dengan wajah datar nan polos miliknya, entah kenapa dia merasa kalau hiburan miliknya sudah diganggu tapi tak apa.

"Sepertinya kesenanganku di tunda, oh iya... Ngomong-ngomong soal rencana mu, aku jamin akan aman. Asal apa yang kau berikan soal daftar ini valid. Aku tidak suka jika ada penipu yang sudah tua bermain-main denganku."  Dia ingin membuat takut orang itu dengan menggunakan pisau kecil dari sakunya. Lagi-lagi Seokjin menahannya dan tersenyum dengan canggung ke hadapan mereka.

"Tae bukankah kau harus istirahat, bagaimana dengan tidur siang yang sudah kau jadwalkan? Bukankah kau tadi memintaku untuk memberitahumu?" Seokjin memang tahu kalau sekarang Taehyung sedang melatih mental seseorang di depannya, bukan karena dia sengaja tapi kalau sungguh-sungguh maka nyawa seseorang memang akan melayang. Entah kenapa mereka mengangguk setuju ke arah Seokjin dengan wajah penuh harap.

"Oh benar juga, sepertinya aku akan tidur seperti bayi nanti. Jin hyung, aku harap nanti kau membiasakan diri menghajar seseorang ya, sepertinya kau boleh juga untuk membantuku."

Seokjin seakan mati kutu, dia berharap kalau Taehyung tidak melihat ulahnya. Tapi seperti katak yang jatuh sepandai nya dia melompat, Taehyung akhirnya tahu juga. Dalam wajah tak bisa dibaca ekspresinya kini tegang dengan peluh bekas keringat dari hasil kerja kerasnya, sang adik langsung masuk ke dalam mobil dengan wajah penuh kegembiraan sembari mengibaskan data dia bawa.

Dia duduk anteng di dalam mobil dan kini mengulas senyum menyapanya. Seokjin rasa dia bisa mengontrol namja itu dan langsung memberikan tatapan tajam pada mereka yang sempat membuat dia tersulut kesal. "Sebaiknya anda hati-hati, jika keponakanku datang. Aku harap anda bisa langsung memberikan apa yang dia mau." Nasihat sekaligus permintaan agar semua aman, dia memang hafal dan hanya dia yang tahu bagaimana cara menangani Taehyung yang kadang kehilangan kontrol.

"Taehyung seharusnya kau tidak perlu membunuh mereka, aku mendengar suara tembakan. Bukankah kau tidak-"

"Jin Hyung, bisakah kau diam hari ini. Aku sangat lelah, mendapatkan beberapa lembar saja membuatku muak. Kau pikir aku mau, tapi aku akan mati kalau aku tidak membuat mampus seseorang. Kau tahu, aku ingin tahu kenapa bisa ayahku menikah dengan wanita itu, aku sangat membenci takdir ini." Taehyung menoleh ke sana, dimana dia tak akan menatap langsung manik mata Seokjin. Sejauh mata memandang dia ingin punya harapan agar kehidupan nya normal.

Normal sebagai pemuda remaja yang bebas dan bisa melakukan apapun. Melupakan kematian ibunya saja sangat susah apalagi sekedar memaafkan, yang dia lihat adalah ibunya mati dengan pisau yang ditusuk. Tangan sang adik penuh darah dan juga bajunya adalah bukti dia menyaksikan bagaimana kematian seseorang mendongkrak jiwa raganya. Seokjin menyentuh punggung tangan itu dan memberikan semangat untuknya.

"Andai aku bisa mengatakan yang sesungguhnya padamu." Lirih dan menatap bingung, dan Taehyung mendengarnya tanpa sengaja. "Apa yang kau katakan?!" Rasa penasaran itu membuncah dia mendengarnya tapi tidak terlalu jelas. Membuat namja tampan itu langsung menggeleng dan mengelak.

"Aku tidak katakan apapun, ah... Sekarang kita pulang. Aku tidak mau kalau kau benar-benar kehilangan selera tidur siang mu." Langsung saja dia menjalankan mobilnya dia sendiri menoleh dan melihat sudah pukul 13.45 siang dan ini waktu dimana dia juga harus  melakukan tugas lainnya.

Belum sempat sampai di jalan utama ketika sudah pergi beberapa kilometer dari TKP. Sebuah mobil langsung berhenti tepat di depan mereka dan membuat Taehyung terkantuk ke depan dengan Seokjin langsung terhantam setir di depannya. Meski dia menggunakan sabuk pengaman tetap saja rasa terkejutnya membuat tali tersebut cukup kendor sepertinya.

"Sialan, siapa yang sudah menghentikan kita!" Taehyung berucap kasar, dia sendiri langsung mengambil pistol dari laci mobilnya dan keluar dengan cukup brutal. Seokjin segera keluar karena Taehyung bisa saja mengundang perhatian bagi mereka. Tubuhnya kini sudah berada di sisi mobil yang dia kendarai, betapa terkejutnya dia saat seseorang kini keluar dengan santainya dengan tatapan tajam diantara mereka.

Hoseok melepaskan kacamatanya dan tanpa mengacungkan senjata, tidak seperti Taehyun yang menunjukkan lubang pistol itu tepat di depan mata lawannya atau bisa dikatakan kakaknya. Taehyung tersenyum dengan gampang dan menurunkan senjata kesayangan nya, dimana dia mendengus sebal.

"Sepertinya kau sangat merindukanku, apakah kau ingin bertemu denganku?" Taehyung mengelap senjatanya dengan lengan kemejanya dia begitu mudah dalam menebak tapi salah juga saat Hoseok melihat Seokjin yang berdiri disana. Tanpa menjawab pertanyaan Taehyung, pengawal setia itu mendekat ke arah Seokjin yang langsung bingung penuh tanya. "Jin Hyung aku butuh bantuanmu, ini antara hidup dan mati kelompokku." Hoseok disana dengan wajah penuh harapan, dia tahu kalau seseorang di depannya pria baik bukan seperti yang ada disana.

Merasa ter-acuhkan membuat Taehyung mendengus sebal dengan nafas dia buang berat. Dia yang menyapa tapi dia yang diabaikan. Apalagi Hoseok meminta dengan sangat pada kakak sepupunya tersayang. Taehyung langsung membalikkan badan dan memasang postur sombongnya, dimana kedua tangannya menekuk di dada dan kaki yang digerakkan seolah dia juragan.

"Apa maksudmu? Aku sama sekali tidak mengerti." Seokjin mengatakan dengan tanda tanya besar dalam benaknya, apalagi dia tak sengaja melihat wajah garang Taehyung yang menatapnya tak suka. Sepertinya pemuda itu tidak suka kalau kakak sepupunya di pinjam walau sebentar.

"Kau ahli dalam kode virus bukan, ada bom yang akan membunuh kelompok ku dan separuh penduduk di daerah Gwayon. Aku ingin kau kesana dan membantu kami, aku mohon. Hanya kau yang bisa." Hoseok meminta dengan sangat bahkan dia menyentuh telapak tangan itu agar dia bisa mengerti sangat pentingnya Seokjin ada disana.

Rasa gugup dan penuh bimbang muncul di ekspresinya, dia ingin membantu tapi dia sendiri juga bingung karena dia sama saja membantu musuh dari adik sepupunya.

"Hei pengawal, memangnya apa hak mu meminta bantuan pada kakakku. Apa urusannya dengan kakakku dan aku kalau kelompok mu mati, bukankah sudah aku bilang kalau aku memang ingin membunuh tuan muda mu dan akan sangat mudah bagiku jika sebagian besar dari kalian mati."

Cara bicara Taehyung membuat seseorang disana mendadak kesal, gumaman kata kasar dan kedua tangan mengepal kuat sebagai bukti bagaimana Hoseok sangat membencinya.

Tapi kenapa takdir mengatakan kalau dia adalah kakak dari si brengsek itu? Hingga mata tajamnya menatap tak setuju dengan apa yang dia katakan.

"Dengar Kim Taehyung, aku disini meminta bantuan kakakmu. Kau bilang apa urusan mu? Karena kau sudah membuat tuan muda tidak tenang maka akan menjadi urusanku. Apa kau mau jika ayahmu dan sebagian penduduk tidak bersalah menjadi korban? Jika kau punya masalah dan urusan dengan tuan muda maka akan jadi urusanku dan kelompokku juga." Penuh penekanan dia sedari tadi menahan gatal di tangannya untuk tidak menembak pemuda disana.

Taehyung mendecih dan dia melangkah langsung ke arahnya, dia menatap sangat marah ke arah Hoseok dengan jarak beberapa centi saja. Kepercayaannya dirinya meninggi dan Hoseok sangat membenci orang itu. "Aku tidak akan mengijinkan kakakmu bersamamu. Aku ingin pulang dan enyahlah bajingan!" Ungkapnya kejam dimana Hoseok menerima hal itu dengan terima. Tapi dia langsung menarik kerah baju itu dengan kuat, "KAU AKAN MEMBUAT ORANG TIDAK BERSALAH MATI! ADA MASYARAKAT DI SANA BAJINGAN SIALAN!"

"Kubilang tidak ya tidak! Aku sama sekali tidak ijinkan kakakku ikut campur dengan urusan berbahaya kalian, aku tidak peduli nyawa mereka sialan!" Taehyung melepaskan cekalan di kerahnya dengan kasar dan menodongkan pistol ke perut pengawal itu. Begitu juga dengan Hoseok yang menodongkan pistol ke dadanya.

"Kau akan dapat masalah besar denganku Taehyung!"

"Kau pikir aku takut, kau juga punya nyawa satu di tubuhmu. Kalau aku sudah menembak mu maka kau hanya sampah yang akan digantikan oleh pengawal lainnya." Hanya dalam satu tarikan pelatuk dan kemungkinan keduanya akan saling menghabisi.

Entah kenapa keduanya semakin menegang hingga lupa kalau waktu sudah berjalan dua menit. Hoseok akan mengutuk Taehyung begitu pula sebaliknya, dia juga akan melanggar sumpah untuk tidak membunuh namja di depannya seperti yang pernah dia katakan pada Jungkook.

Hingga....

"Sebaiknya kita pergi, dimana mereka?" Seokjin masuk ke dalam mobil hitam milik seseorang dia juga memegang kemudi disana. Taehyung membola terkejut saat melihat kakaknya justru ada disana. Dia berfikir kalau seseorang mencoba untuk mengabaikan larangannya. Bukan hanya itu saja, justru Hoseok merasa kalau seseorang memutuskan pilihan manusiawi yang bagus.

Pada akhirnya dia mengangguk dan lekas masuk ke dalam mobil secepat mungkin, dia melihat sudah tiga menit lebih mereka ada disini dan harus enam menit agar mereka sampai karena jaraknya hanya empat kilometer dari sini. Berarti kecepatan sekitar 160 km/jam.

"Jin Hyung apa yang kau lakukan?!" Taehyung berada di depan menghalangi mereka untuk pergi. Seokjin mendesah dengan lelah dan mengeluarkan kepalanya dari jendela. Dia yang akan mengatakan sesuatu pada namja itu agar mengerti, dan Hoseok menulis pesan untuk ketuanya disana.

"Aku melarang mu Kim Seokjin hyung!" Taehyung menolak dengan keras bahkan dia melotot tidak suka pada seseorang yang duduk di bangku sana. Taehyung merasa kalah dan dia tidak menyukainya. Seokjin tahu dia memang keras kepala tapi tidak ada waktu sampai....

"Maafkan aku Tae, tapi nyawa orang banyak begitu penting. Aku yakin kau akan mengerti dan aku harus pergi... Kau tenang saja kau marah karena khawatir aku mati bukan? Tenang... Aku tidak akan membiarkan hal itu akan terjadi." Tersenyum dengan tampan lalu menepuk lengan itu. Dia harus melakukan hal penting, dan jika dia mati. Dia percaya kalau ada pamannya yang akan menjaga anak muda itu.

Mendadak Taehyung merasa kalau Seokjin melakukan hal ini dengan ikhlas tanpa dia sadari tatapan itu seperti mau pamit saja. Mereka melaju meninggalkan pemuda yang terkenal arogant itu. Beruntung Taehyung bisa menyetir mobil sedikit, sampai akhirnya dia bisa menendang dengan jengkel. "Jika pengawal itu tidak ada disana, berarti tidak ada yang menjaga Jungkook. Pasti dia ada di suatu tempat." Sedikit kecut dalam mengatakan hal itu, lalu langsung menaiki mobilnya dengan senandung besar yang dia miliki.

Oke dia percaya tapi untuk kali ini dia ingin bertemu dengan pembunuh adiknya. "Kita akan bertemu Saeng, aku sudah sangat lama menantikan dimana aku bisa meloloskan satu peluru untukmu. Rasa sakit dibalas dengan rasa sakit."

Tapi dimana Jungkook pergi? Dia ingin tahu, dan tentu saja ingin menagih hutang padanya.

Hutang nyawa...

.

Jimin berada di sana, diatas tandu darurat dan Yoongi keluar dengan kemeja putih penuh darah miliknya. Dia meminta semua anak buahnya untuk menahan dan mematahkan kedua tangan itu jika perlu. "Lakukan sekarang jangan sampai dia melukai anggota lainnya!" Dia berseru dan membuat mereka langsung bergerak patuh. Hingga suara pria dengan tawa gila dan perlawanannya menggunakan senjata ambruk saat kaki menjadi targetnya.

Yoongi tidak akan bisa sabar dan kurang empat setengah menit lagi bom itu meledak, haruskah dia memakan bom itu agar yang meledak hanya dia saja? Realitanya dia bukan raksasa ajaib yang pernah dia baca ketika kecil. Sampai akhirnya suara gemerutuk tulang membuat dia melihat dengan puas tapi tidak lega. Dia melenggang mendekat pria itu dengan dua tanduk seakan di atas kepalanya. 

"Bajingan sialan aku tidak akan memaafkan mu!"

Satu injakan cukup keras membuat dia langsung mengaduh kesakitan, bahkan darah keluar dari kening sampingnya dan protesan dari si pria itu ada. "Lepaskan aku sialan aarghhhh! Aku akan membunuh kalian, lihat saja nanti aku akan membunuh mu juga lainnya! HAHAHAHAHA!" Tertawa keras dengan bahagianya, dimana dia juga menjatuhkan air mata entah sedih atau senang. Mereka sudah menahan gerakan itu dan angka tiga menit kurang  masih tersisa dengan durasi benar-benar menuju kematian.

"Apa peduliku melepaskanmu, aku akan hancurkan tempurung kepalamu! Apakah kau peduli saat menembak Jimin hah!" Pistol itu sebentar lagi akan meletup keras, membuat kepala itu bocor. Yoongi tidak peduli kalau dia membunuh pria tua yang kemungkinan besar berusia sama dengan ayahnya. "Ketua tunggu sebentar sepertinya ada yang bergerak menuju kesini."

Wonwoo menghentikan tangan itu agar tidak melakukan kesalahan fatal. Dimana nyawa manusia itu akan melayang jika salah perhitungan. Benar saja sebuah mobil ducatti hitam masuk ke kawasan sana dan membuat mereka terdiam. Pada saat di dua menit setengah Hoseok langsung keluar bersamaan dengan dia.

"Aku membawa sang legenda, Yoongi tahan pistol mu dan potong kabel warna biru di ujung batang daya peledak!" Yoongi melihatnya dan Hoseok langsung mengaktifkan radar komputer disana, sementara Seokjin dia melihat tipe dan model apa bom di belakang punggung seseorang yang sudah di lumpuhkan itu. "AXZ PROTEX, kau ingin membunuh secara brutal ya. Bajingan sekali!"

Wonwoo melihat bagaimana orang itu meneliti dengan sangat cepat walau hanya melihat dari jumlah kabel dan jenis tembakau yang ada di bagian dayanya. "Wonwoo berikan komputer mu, waktu kita tidak banyak." Yoongi langsung memotong kabel biru itu dengan penggaris besi yang dia patahkan. Pria di sana memberontak dengan mencoba untuk bangkit tapi yang terjadi malah Seokjin menginjak lengan itu sampai pria itu berteriak.

"Diam sialan! Kau mau membunuh orang dan sekarang membuat ulah, lihat saja aku yang akan menghajar wajahmu!" Dengan cepat jemarinya mengotak Atik keyboard, hanya butuh lima detik saja dia akses bom itu dengan nirkabel nya. Hoseok memberikan salah satu chip dimana dia ambil di salah satu lacinya. Kebetulan dia punya chip Processor yang masih bisa dia gunakan.

Seokjin memasukkan password virus dan dia menatap tipe bom peledak itu berfikir sejenak.

"Cepat masukan sandinya dan buat bom itu mati!" Yoongi berteriak keras dia melihat 58 detik sudah berjalan. Mereka yang ada disana menutup mata dan menahan nafas sungguh menakutkan ketika malaikat pencabut nyawa sudah menunggu kematian mereka. Seokjin seperti mengacak program, dimana kode itu seperti pecah dan Wonwoo melihat bagaimana kode dan angka itu seperti kesinambungan.

"AYOLAH KIM SEOKJIN KAU BISA MELAKUKANNYA!" Yoongi tegang dan sudah tidak sabar, dia melihat bagaimana Jimin menoleh ke arah dirinya dan yang lainnya dengan menahan sakit.

Seokjin hampir kepleset dalam mengetik kode sampai pasword minta satu kali lagi untuk masuk.

5 detik...

4 detik....

3 detik....

2 detik...

Klik!

Bunyi ketukan bom itu makin kuat membuat mereka semakin takut dan kuat memejamkan mata. Saat semua dalam satu kali nafas tepat di angka satu detik.

Bom itu...

.

Jungkook sibuk membaca sebuah buku yang sengaja dia pinjam dari perpustakaan. Tapi semua kesenangan dalam ketengannya berakhir saat sesuatu membuat dia terlonjak bangkit dari kursinya. Kedua matanya membola saat melihat kejadian di depan matanya secara kejauhan.

Suara ledakan menggelegar membuat Jungkook langsung menatap di jendela sekolahnya ada beberapa juga benda bergetar seperti terkena gempa kecil, dia cukup jauh tapi asap disana mengepul dengan kuat hingga mengudara. Bukan hanya itu saja, hatinya mendadak merasa khawatir dengan cukup besar.

"Kenapa aku memikirkan Hobi Hyung dan lainnya, Tuhan ada apa sebenarnya. Kenapa aku sesak seperti ini?" Dia memukul dadanya dengan sedikit kuat, sesak dia rasakan semakin besar dan entah kenapa dia ingin menangis. Padahal selama ini dia tidak pernah mengalami gejala ini sejak usianya remaja seperti sekarang.

Dia seperti ini saat Taehyung meninggalkannya dan juga Hoseok yang sempat hilang dari rumah sakit. Dia melihat bagaimana sirine ambulance dan pemadam kebakaran juga polisi melaju melewati sekolah nya.  Jungkook lantas turun dalam langkah cepat dan tergesa-gesa.

"Apa yang terjadi, kenapa perasaanku makin menjadi tak karuan. Sebenarnya ada apa dengan ku, oh astaga... Apakah tugas yang dimaksud berkaitan dengan ledakan itu!" Langkah kaki cepat menghiasi suasana ruangan sekolah yang tampak tegang. Dia hampir saja jatuh tersandung tangga saat tidak sengaja dia melihat seseorang di sana.

Seseorang berdiri disana dengan pandangan santainya. Dia berjalan mendekat dan makin lama wajah itu nampak jelas karena cahaya lampu di atasnya sudah memberikan petunjuk begitu jelas padanya. Jungkook melihat seseorang amat dia sayangi menunjukkan sesuatu tepat di atas dahinya. Lubang senjata itu seperti neraka dan dalam satu tarikan pelatuk Jungkook bisa melayang.

"Aku akan membuatmu menyusul pengawal setia mu, nyawa dibayar nyawa Jungkook. Dan kakak ingin melihatmu masuk dan tidur dalam tanah atau lebih baiknya menjadi abu." Ungkapnya dengan senyum kemenangan seolah dia akan menang dalam sebuah lotre.

Jungkook menelan ludahnya tapi tak bergeming untuk mundur. Dimana keduanya saling menatap satu sama lain dengan dalam, hingga akhirnya suara lirih sang adik bersuara memanggil dia yang dirindukan.

"Yoongi Hyung, aku..." Tatapan dimana dia ingin menangis saja, tapi dia tahan begitu saja dan sekuat tenaga sesuai dengan keadaan dirinya yang bergetar pada tubuhnya. Taehyung menahan tawa hingga ada suara kecil dari mulutnya, dia bahkan menatap adiknya yang dianggap bodoh.

"Biar aku tebak, kau merindukanku bukan?" Taehyung menjadi saksi dimana adiknya antara takut dan sedih. Meski dia tahu kalau adiknya ingin memeluknya, tapi tak akan biarkan dia memberikan hal simpel itu. Sampai akhirnya tatapan santai berubah menjadi kemarahan dan dia sendiri akan melampiaskan dendam besarnya ini. Di saat itulah Jungkook seperti membisu, diam tanpa suara.

"Tapi sayang sekali adik, aku justru tidak pernah merindukanmu. Ketika aku melihatmu saja aku ingin selalu membunuh, selalu..."

Sekarang Jungkook pasrah, dia sangat pasrah. Terlebih saat Taehyung mengatakan bahwa dia akan...

Membuat Jungkook menyusul pengawal yang dia anggap sebagai kakak tersayangnya.

Apakah benar jika Hoseok, telah tiada?

.......

TBC...

Apakah disini kalian sudah menunggu chapter ini, bagaimana menurut kalian soal ff ini? Semoga ajjah kalian suka dengan jalan cerita yang aku tulis ya.

Aku harap pembaca yang lama menunggu ff ini akan puas saat aku updete sampai akhir cerita. Semoga kalian semua sehat selalu, jangan lupa jaga kesehatan dimanapun kalian berada.

Gomawo and saranghae ❤️

#ell

15/01/2021

Continue Reading

You'll Also Like

91.7K 10.4K 43
Setelah kepergian jennie yang menghilang begitu saja menyebabkan lisa harus merawat putranya seorang diri... dimanakah jennie berada? Mampukah lisa m...
356K 4K 82
•Berisi kumpulan cerita delapan belas coret dengan berbagai genre •woozi Harem •mostly soonhoon •open request High Rank 🏅: •1#hoshiseventeen_8/7/2...
438K 44.5K 37
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ( Kalau part nya ke acak tolong kalian uru...
4.8K 806 15
Taekook Universe. Tak ada warna senja yang sama untuk kedua kalinya dan tak ada dirimu untuk kedua kalinya juga. genre; fantasi, romantis, melodram...