TRIANGLE

By AZAYAWORLD

20K 6.2K 9.3K

Jika menyayangi seseorang, kita tidak harus memilikinya. Jika mencintai seseorang, maka biarkan dia jika ingi... More

• 0∆ : Let Me Introduce •
• 1∆ : Time and Preparation •
• 2∆ : Reason •
• 3∆ : Keputusan •
• 4∆ : Prepare •
• 5∆ : Between Us •
• 6∆ : He Is Gone •
• 7∆ : Belong To Me •
• 8∆ : Fetter •
• 9∆ : Arcane •
• 10∆ : Archetypal •
• 11∆ : Onomatopoeia •
• 12∆ : Married Life •
• 13∆ : Fighting •
• 14∆ : Through The Night •
• 15∆ : Reprobate •
• 16∆ : She's Came •
• 17∆ : Deep Talk •
• 18∆ : Fatuous •
• 19∆ : Risak •
• 20∆ : Missing Person •
• 21∆: Wound •
• 22∆ : Letter from the Past •
• 23∆ : The Boy's •
• 24∆ : Affection •
• 25∆ : Fear •
• 26∆ : Somehow •
• 27∆ : Turn Back Time •
• 29∆ : Welcoming Darkness •
• 30∆ : Dream •
• 31∆ : Dia, Jaehyun •
• 32∆ : Justice •
• 33∆ : Covering Each Other •
• 33∆ : We're Best Friend, Right? •
• 34∆ : I Want to Meet Him •
• 35∆ : Flower garden •

• 28∆ : Result •

292 75 94
By AZAYAWORLD

Keburukan yang selalu saja membuat Dhimas kesal tentang Hana adalah; Hana yang selalu mematikan ponselnya ketika sudah mendekati hari-hari ujian. Apalagi saat ini keadaannya Dhimas berada di kota yang berbeda dengan istrinya tersebut.

Sudah empat hari lamanya Dhimas tidak mendapatkan kabar apapun dari Hana. Jika bukan karena Bu Irma yang mengabarkan kalau Hana sedang menginap di rumah ibu mertuanya, Dhimas tidak akan pernah tahu bagaimana keadaan perempuan itu.

Saat ini, bisa dihitung sudah yang keduapuluh kalinya Dhimas memeriksa notifikasi ponsel. Nafas pria itu terhela perlahan saat mengetahui tanda ceklis satu berwarna abu-abu tersebut tidak berubah sama sekali sejak dua jam yang lalu. Tangannya kembali menyimpan ponsel lalu memanggil salah seorang pria yang sedang mengomando para pekerja.

“Iya, kenapa Pak?”

“Kira-kira kapan ini bisa diisi?”

Mandor bertubuh gempal dengan rambut klimis tersebut mengangguk. “Sebenernya seluruh bagian gedung tinggal finishing, Pak. Beberapa bagian masih harus di plester dulu, tapi yang lain tinggal dicat. Mungkin tiga hari lagi juga udah bisa dicicil,” jelasnya.

“Pastiin gak ada yang kurang sedikit pun ya. Saya gak mau ada kebocoran atau pondasi yang keliatan rapuh. Maksimalkan uang yang udah saya keluarkan.”

“Siap, Bapak tenang aja. Gak bakalan kecewa sama hasilnya nanti.”

Setelah bertanya beberapa hal lain, Dhimas kembali mempersilahkan mandor tersebut untuk kembali bekerja. Pria itu menghampiri Tristan yang duduk di warung kopi sambil mengerjakan sesuatu dilaptopnya. Dhimas lagi-lagi menghela nafas panjang ketika mendaratkan bokongnya di samping Tristan.

“Ada masalah dipusat?” tanya Dhimas.

“Oh, gak ada.” Tristan menolehkan wajahnya. “Itu muka kusut banget, dikacangin istri?”

Dhimas berdecak sebal. Hanya Tristan yang sering berbicara seenaknya kepada atasan. Untung saja Tristan adalah sahabat lama Dhimas. Jika bukan, sudah dipastikan pria yang lebih tua darinya itu sudah dipecat sejak lama.

“Gue mulai khawatir, hapenya gak aktif-aktif.” Pria itu mengaduk asal segelas kopi susu dihadapannya.

“Kalung pelacak lo gak aktif emang?”

Dhimas menggeleng. “Enggak. Dia nonaktifin waktu pertama kali nyoba. Terus gue lupa buat nyuruh dia nyalain lagi.”

Tristan menggeser kursor secara perlahan lalu terdengar bunyi klik sebanyak dua kali. “Coba telfon ART lo,” usul pria itu.

“Hpnya masih diservis dari tiga hari yang lalu, gara-gara kecebur kolam.”

“Buset, ada-ada aja ibu-ibu,” kekeh Tristan, “ya udah coba tanyain abang ipar lo, gimana sih?”

“Betul juga, gue gak kepikiran.” Dhimas berdecak sambil memukul meja dengan pelan.

Tristan hanya melirik Dhimas yang berjalan menjauhi area proyek. Dhimas memencet beberapa tombol diponselnya lalu menempelkannya ke dekat telinga. Pada nada tunggu keempat, Dhimas mendengar suara sapaan dari seberang sana.

Assalamu'alaikum?

“Wa'alaikumsallam, maaf Bang ganggu waktunya.” Pria itu bersandar pada mobilnya sambil memasukkan sebelah tangan kedalam saku.

Enggak, gue juga lagi gak sibuk banget. Ada apaan emang?”

Dhimas membasahi bibirnya. “Hana masih nginep di rumah mama, Bang? Dia baik-baik aja, 'kan?”

Tunggu-tunggu!” Di kota yang berbeda dengan Dhimas, Johnny mengernyitkan dahi lalu berpindah posisi menghadap jendela kantornya. “Hana gak nginep di rumah mama, Dhim. Lo ngaco ya?”

Tubuh Dhimas sontak langsung berdiri tegak. “Kabar terakhir dari Bu Irma, Hana langsung ke rumah mama setelah acara kampus.”

Lho, gimana sih, Dhim? Istri lo sendiri tapi cuma dapet kabar dari asisten rumah?” Johnny mulai menaikkan nada bicaranya.

“Hp Hana udah empat hari enggak aktif, Bang.”

Dhimas mendengar suara decakan kesal dari mulut Johnny. Mendengar penuturan kakak iparnya tersebut, membuat perasaan Dhimas semakin tidak enak. Pikirannya mulai melayang secara liar, membayangkan hal-hal buruk yang menimpa istrinya tersebut. Namun dia segera mengucap sambil menggelengkan kepala, berusaha membuang pikiran negatif tersebut.

Lo tau terakhir kali dia pergi sama siapa?” tanya Johnny.

“Sama Kanaya. Terakhir juga Hana lagi mau cek kesehatannya di klinik kampus.”

Terdengar helaan nafas berat dari bibir Johnny. Pria itu memijat kepala dengan pelan, mencoba untuk tidak memperburuk suasana diantara keduanya.

Ya udah, lo kelarin dulu kerjaan di Jogja. Biar gue di sini yang nyari dia, nanti dibantu Kanaya kalo bisa.”

Dhimas bergumam tampak ragu. Tapi jika dia ingin membantu pun, menggunakan apa? Pelacak yang ia pasangkan pada kalung Hana saja tidak aktif, dia juga tidak kenal siapapun teman-teman Hana kecuali Kanaya dan Hendery.

Ah, Hendery!

“Maaf, Bang kalo ngerepotin. Saya bantu juga dari sini. Nanti kalo udah ada kabar, tolong langsung bilang ke saya ya.”

Iya. Tenangin diri dulu, Dhim. Berdoa aja semoga Hana gak kenapa-kenapa. Jangan sampe kerjaan lo keganggu.

Dhimas mengepalkan tangannya lalu meninju pelan kap mobil. “Saya cuma takut kalo Jaehyun berulah lagi, Bang.”

Iya, Dhimas setakut itu jika Hana kembali terperangkap dalam kungkungan pria berbahaya seperti Jaehyun. Dhimas takut jika psikologis Hana kembali terganggu atau bahkan pria itu bisa mengancam nyawa istrinya untuk yang kedua kali. Mengingat bahwa Dhimas sudah melihat sendiri bagaimana bekas luka yang terdapat di beberapa bagian tubuh Hana yang tidak memudar sedikitpun.

Kalo Jaehyun kembali berulah, dia gak akan bisa lepas lagi. Gue pastiin itu.”

•°•°•


Hana meringkuk dan tenggelam pada lekukan lututnya. Ia sudah lelah untuk menangis dan memohon. Faktanya, Jaehyun tidak akan pernah melepaskan rantai itu dari salah satu kakinya. Rantai yang sempat akrab dengannya beberapa tahun yang lalu.

Udara pendingin ruangan yang terasa semakin rendah membuatnya harus mengeratkan selimut dan kembali menidurkan diri pada ranjang empuk berseprai putih bersih. Dia tidak lagi berada di dalam sebuah rumah yang terasing ditengah kebun. Kali ini, ia berada di salah satu apartemen yang bisa terbilang mewah.

Hana tidak tahu kalau Jaehyun tinggal di tempat ini. Bahkan Hana juga tidak mengetahui jika uang yang pria itu miliki cukup untuk menyewa atau mungkin membeli satu unit apartemen ditengah kota besar.

Suara kunci pintu yang hendak dibuka terdengar ditelinga perempuan itu. Hana yang menatap kosong pada jendela besar di sana kembali memejamkan matanya. Berpura-pura agar tidak bertemu tatap dengan seseorang yang sangat tidak ingin ia temui.

Derap langkah kaki yang mendekat membuat perempuan itu meremas kuat tangannya dibalik selimut. Dia benar-benar ketakutan. Bahkan hanya dengan sapuan hangat yang menyapu permukaan wajahnya saja, sudah membuat ia gemetar.

“Hana, aku tau kamu pura-pura tidur.” Suara itu menggema ditelinganya. Dengan perlahan Hana membuka mata dan langsung bersitatap pada dua bola mata berwarna coklat tua tersebut.

Jaehyun tersenyum lalu menyingkarkan beberapa anak rambut yang menutupi wajah Hana. Dia duduk di pinggir ranjang sambil terus membelai lembut kepala perempuan yang ada di depannya.

“Kamu mau apa?”

“Pulang.” Hana bergumam.

This is your home.” Perempuan itu segera menggeleng tegas dan kembali memejamkan mata. Dia benar-benar muak.

“Kamu dapet uang dari mana bisa nyewa apartemen ini untuk nyulik aku?”

“Mama yang beliin ini.”

Jawaban langsung dari Jaehyun membuat Hana segera membuka mata. Dia menatap Jaehyun dalam diam dan merasa heran. “Mama siapa?" tanya Hana.

Tangan Jaehyun yang masih setia bertengger di kepala Hana, menurun dengan perlahan. Membelai lembut wajah perempuan itu dari pelipis, pipi, hingga bibirnya.

“Emang orang tua aku yang kamu tau siapa lagi? Cuma satu orangnya.”

Hana tercekat. Bibirnya terasa kelu untuk menyahut. Satu-satunya orang tua yang Jaehyun miliki adalah mantan ibu angkatnya sejak bertahun-tahun yang lalu. Yang telah membuat kejiwaan Jaehyun bermasalah hingga saat ini. Dan gilanya, pria itu kembali pada seseorang yang telah merubah hidupnya.

“Kenapa kamu balik ke dia, Jae? Kamu bilang dia itu monster.”

Jaehyun mengedikkan bahunya. “Dia janji mau buat kamu jadi milik aku lagi.” Pria itu tertawa pelan. “Dan dia membuktikan janjinya dengan adanya kamu disini sekarang.”

Gila. Benar-benar gila, pikir Hana. Dua orang sakit jiwa yang bersatu dalam sebuah rencana benar-benar membuatnya gila. Perempuan itu merubah posisinya menjadi duduk dan beringsut menjauhi Jaehyun dengan duduk bersandar pada kepala ranjang di sisi yang berlainan.

“Kamu sadar sama apa yang kamu lakuin?” tanya Hana.

“Sangat sadar.” Jaehyun menganggukkan kepala. “Mungkin kamu pikir aku gila untuk ngikutin rencananya orang gila. Tapi semua ini supaya kamu kembali jadi milik aku.”

Pria itu melepas sandal yang ia kenakan dan kemudian merangkak menaiki ranjang untuk mendekati Hana. “Itu artinya kita buat lagi surga kecil kita untuk malam-malam yang panjang nanti.” Jaehyun berbisik.

Dengan gerakan secepat kilat Hana langsung meloncat dari atas ranjang untuk menjauhi Jaehyun yang hendak menciumnya. Dia berlari menjauh namun tidak sadar bahwa belenggu rantai masih terus mengikat dikakinya. Perempuan itu terjatuh dengan kedua lutut yang langsung mencium lantai.

Hana meringis perih dan bergerak hendak menghindar. Namun ia kalah cepat oleh gerakan Jaehyun yang kembali mengangkat tubuhnya dengan kasar lalu ia lemparkan ke atas ranjang. Jaehyun menahan kedua pundak Hana dan menduduki tubuh perempuan itu.

“Gak ada jalan untuk kabur, Hana.”

Hana terengah, matanya gemetar melihat sekeliling. Dia tidak ingin tubuhnya kembali dijamah seperti beberapa tahun yang lalu. Dia hanya akan menjadi semakin kotor jika itu benar-benar terjadi lagi. Hana tidak ingin mengecewakan Dhimas. Hatinya bahkan seperti diremat keras ketika mengingat satu nama tersebut.

Plak

“Diam!” bentak Jaehyun.

Keheningan tercipta diantara mereka. Dengan nafas yang tersenggal keduanya saling menatap dengan kilatan mata yang berbeda. Hana dengan kebenciannya, dan Jaehyun dengan amarahnya. Rasa perih yang menyapu pipi kanan Hana terasa bukan apa-apa ketika membayangkan betapa kecewanya Dhimas jika nanti mengetahui fakta bahwa ia kembali tersentuh oleh pria ini.

“Kamu gak akan bisa milikin aku lagi.” Hana berdesis sinis. “Aku hamil, Jae. Anaknya Dhimas. Dan kamu gak ada kuasa atas apapun yang ada pada tubuh aku!”

Jaehyun mengerjap. Perlahan-lahan dia menjauhkan tangannya dari kedua bahu Hana. Dengan kesempatan itu, Hana mendorong keras tubuh Jaehyun yang dengan mudahnya limbung kesamping. Hana bergerak menjauh, menutupi tubuhnya menggunakan selimut sambil menatap was-was.

“Kamu bohong, 'kan?” Jaehyun menatap lurus kedalam mata Hana.

Hana terdiam sebentar. Memikirkan sesuatu hal yang mengganggu pikirannya. Kemudian perempuan itu menggeleng dengan tegas dan tatapan yang angkuh. “Aku gak bohong,” tegasnya.

“Gak ada bukti apapun, Hana. Jangan coba-coba untuk bohongin aku!”

“Kamu bisa beli testpack sekarang juga kalo mau bukti.” Dengan lancar ucapan tersebut terujar dari mulut Hana. Padahal ia tidak yakin apa yang sedang ia katakan. Ingin rasanya mempercayai ucapan Kanaya beberapa hari yang lalu, namun ia sendiri juga tidak tahu kebenarannya.

Jaehyun berdiri, kembali memakai jaketnya dengan tergesa-gesa. “Hukuman berat menanti kamu kalo itu semua bohong!”

Brak

Suara pintu kamar yang tertutup dengan keras seakan menjadi musik terakhir yang Hana dengar. Setelahnya adalah keheningan ditengah badai ketakutan. Ia tidak tahu bagaimana cara untuk kabur dari apartemen ini. Ingin melompat dari jendela pun terasa sangat mustahil.

Hana memeluk lututnya dan kembali menenggelamkan diri. Suara isakan pelan yang terdengar seantero ruang tidur ini seakan menemaninya dalam keheningan.

“Dhimas, tolong ....”

•°•°•

D

engan langkah lebar Johnny turun dari mobil dan menuju klinik kampus tempat terakhir kali Kanaya bertemu Hana. Pria itu tanpa basa-basi segera menanyakan rekaman CCTV pada malam minggu dan mengatakan bahwa salah satu mahasiswa mereka telah hilang.

Johnny dengan tangan yang terkepal emosi menunggu seorang teknisi yang sedang mengutak-atik layar komputer dihadapannya. Ditemani dengan Kanaya dengan mata yang sudah sembab dan gemetar ketakutan. Perempuan itu merasa sangat bersalah telah meninggalkan sahabatnya sendiri pada malam itu. Karena jika saja ia tidak pergi, mungkin Hana akan baik-baik saja hari ini.

“Waktu malam itu emang ada beberapa suster yang bilang kalo salah satu calon pasien tiba-tiba gak ada waktu dipanggil,” kata teknisi tersebut, “mungkin dikisaran waktu sekitar jam setengah tujuh.”

Teknisi tersebut sedikit menggeser bangku agar Johnny dapat leluasa melihat rekaman pada komputer di hadapannya. Dengan cekatan pria itu terus melihat rekaman pada teras klinik dari mulai Hana sampai bersama Kanaya hingga ia mendaftarkan diri.

Semuanya terlihat normal hingga pada saat ia selesai menerima telfon, Johnny bisa melihat bahwa adiknya itu seperti melihat situasi sekitar. Dan sialnya, dengan gerakan yang cepat sekali seorang pria dengan wajah tertutup masker dan topi, tiba-tiba muncul entah dari mana dan membekap perempuan itu lalu membawanya pergi. Rekaman selesai sampai disana.

Johnny berdecak marah. Dia mengacak rambutnya frustasi sambil bergerak gelisah kesana-kemari. Sedangkan Kanaya, ia hampir saja terjatuh lemas kala melihat rekaman itu. Air matanya kembali menetes tanpa permisi.

“Bang, maafin Naya ... s-seharusnya Naya gak ... ninggalin Hana sendiri ...” isaknya.

“Pihak kampus bisa melaporkan ini ke polisi. Apalagi udah ada satu bukti,” jelas sang teknisi merujuk pada rekaman kamera pengawas.

Johnny segera menggeleng. “Tidak perlu. Saya minta rekamannya dan saya mohon dengan teramat sangat kepada pihak kampus untuk merahasiakan ini. Biar keluarga kami sendiri yang menyelesaikannya,” pinta pria itu dengan tegas.

“Tetapi jika pihak——”

“Saya tidak ingin korban menanggung malu dikemudian hari. Cukup menjadi rahasia antara korban, pelaku, dan pihak kampus. Saya benar-benar tidak ingin mahasiswa lain mengetahui hal ini.” Tatapan Johnny menajam kala menekankan apa yang ia ucapkan. Pikiranya semakim memanas kala membayangkan kejadian lalu dimana sang korban lah yang paling menderita ditengah hubungan sosial. Dia benar-benar tidak ingin hal itu kembali terjadi.

Setelah ia menerima kembali ponselnya yang sudah terdapat potongan rekaman peculikan Hana, Johnny dan Kanaya segera pamit dari tempat tersebut. Pria itu kembali memakai sabuk pengamannya dan melempar asal ponsel yang ia genggam pada Kanaya.

“Kirim videonya ke Dhimas, setelah ini kita ke kantor polisi,” titah Johnny.

“Tapi abis itu kita harus nyari Hana ke mana?” Kanaya bergumam takut.

“Kemana pun itu. Hana pasti ninggalin jejak untuk kita.”

°•°•°

Jaehyun melemparkan satu kantung plastik berwarna putih kehadapan Hana. Perempuan itu dengan tangan yang bergemetar parah mencoba meraihnya dan membuka isi dari kantung tersebut. Mata Hana mendongak menatap Jaehyun kala menemukan tiga jenis testpack yang berbeda didalam plastik tersebut.

“Coba tiga-tiganya,” ujar Jaehyun dengan datar lalu melepaskan gembok pada rantai yang terlilit pada kaki ranjang.

Dengan lemas Hana berusaha untuk berdiri, menyeret kakinya yang masih terikat pada rantai tersebut. Suara gesekan antara besi dengan keramik terdengar begitu nyaring ditelinga keduanya.

Jaehyun bersandar pada dinding di dekat pintu kamar mandi. Dia menggerakkan sebelah kakinya gelisah, menunggu hasil yang akan keluar dari tiga benda yang berbeda tersebut.

Besar harapannya bahwa Hana berbohong tentang apa yang ia ucapkan sebelumnya. Dia akan sangat murka jika benar perempuan itu mengandung darah daging dari pria lain. Karena jika memang benar, maka akan benar-benar berakhir apa yang telah ia mulai.

Hampir sepuluh menit berlalu, Jaehyun mendekati pintu kamar mandi dan menggedornya cepat. “Aku tau kamu udah selesai! Cepet keluar, Hana!” teriak Jaehyun.

Gedoran yang kedua kali kembali terdengar, membuat Hana berjengit terkejut diatas closet. Hana menghapus air mata yang menetes di pipi kala melihat hasil dari tiga testpack berbeda yang ada dikedua tangannya. Perasaannya seperti teraduk. Antara ketakutan dan rasa bahagia.

Dengan perlahan perempuan itu kembali berdiri lalu membuka kunci pada pintu kamar mandi. Tangannya ia sembunyikan dibalik badan. Dengan kepala yang menunduk tidak berani menatap Jaehyun yang dengan tegap berdiri dihadapannya.

“Mana hasilnya?” Suara berat itu menggema.

“Apa yang bakal kamu lakuin kalo aku hamil? Apa kamu mau bebasin aku?”

“Aku butuh tau hasilnya, bukan pertanyaan dari kamu!” sentak Jaehyun dan langsung menarik kedua tangan Hana untuk terulur kedepan.

Tatapannya seakan membeku pada garis-garis yang terlihat sama pada ketiga benda tersebut. Tangan Jaehyun perlahan terlihat bergemetar hendak meremas ketiga test tersebut. Mata elang pria itu menatap tajam pada perempuan dihadapannya. Dengan acuh ia melempar test tersebut ke sembarang arah.

“Kamu mau tau, apa yang bakal aku lakuin kalo kamu hamil?” Jaehyun memiringkan kepalanya, melangkah mendekati Hana.

Pria itu meraih kedua bahu perempuan itu lalu dicengkeramnya dengan kuat. Tatapannya sarat akan kemarahan dan kebencian yang membuncah. Dengan kasar ia menggeser tubuh Hana dan didorong dengan kuat hingga bertubrukan pada dinding kamar. Apa yang pria itu katakan selanjutnya adalah sebuah mimpi buruk pada babak baru dalam hidup Hana.

“Apalagi kalo bukan ngebuat kamu kehilangan?”

•°•°•

Hayo jujur, ini kerasa ga sih emosinya di kalian?

Continue Reading

You'll Also Like

SCH2 By xwayyyy

General Fiction

52.9K 9.6K 31
hanya fiksi! baca aja kalo mau
1.1M 51K 47
(BUDAYAKAN FOLLOW SEBELUM MEMBACA) Warning! Mengandung unsur kata kasar! Harap bijak dalam memilih bacaan! Suatu hal yang paling buruk bagi Atlantik...
43.9K 377 29
[Follow akun ini dulu, untuk bisa baca part adegan dewasa dalam cerita} CERITA DEWASA 21+ Bagi Kerzon Parker, perbedaan usianya dengan Anlexia Davis...
357K 2.5K 12
WARNING 18+ !! Kenzya Adristy Princessa seorang putri terakhir dari keluarga M&J group yang diasingkan karena kecerobohannya. Ia hanya di beri satu...