What If [Series]

By tx421cph

3.1M 291K 465K

❝Hanya ungkapan tak tersampaikan, melalui satu kata menyakitkan. Seandainya... ❞ PART OF THE J UNIVERSE [read... More

Disclaimer
1. Jeno x Jeha
2. Jeno x Jeha
3. Jeno x Jeha
4. Jeno
5. Jeno
[side story] Jeno x Jeha
1. Jaemin x Jeha
2. Jaemin x Jeha
[side story] Jaemin x Haknyeon
1. Guanlin x Jeha
2. Guanlin x Jeha
3. Guanlin x Jeha
1. Truth - Baek Min Ho & Ye Hwa
2. Truth - Hwang Je No & Baek Je Ha
3. Truth - Hwang Je No & Baek Je Ha
[side story] Juno & Jeni
[side story] The J's Family
[side story] Na's Siblings
[side story] Na's Siblings (2)
[side story] The Kang's Family
[side story] They're Passed Away
[side story] Little Jeno and Jeha
[side story] Dear Dad
[side story] Hukuman Ayah
[side story] Ayah dan Anak Pertama
[side story] Someday In 2017
Side Ending of J's Universe
[alternate] Reality
[side story] Jung Jaehyun
[side story] Seongwoo x Sejeong
[side story] Daddies
[side story] Him
[side story] Keluarga Na Bangkrut?
[side story] Harta, Tahta, Tuan Muda Kaya Raya
[side story] sunsetz
[side story] Dear Papa
[side story] Ayah dan Anak Bungsu

[side story] Between Us

63.7K 7.5K 23.8K
By tx421cph

"Aku peduli padamu, tapi ku mohon jangan ambil orang yang ku cintai."
—Lee Jeno


Happy Reading


Seoul, 2013

Anak laki-laki itu. Lee Jeno. Dia baru saja pulang sekolah— tidak, dia baru saja pulang dari latihan basket. Tubuhnya masih lembab karena keringat. Jeno menutup pintu rumah utamanya, sampai sayup-sayup teriakan dari arah belakang menarik perhatian.

Karena penasaran, Lee Jeno melangkah menuju dapur. Sepertinya itu ibunya. Ayahnya belum pulang dari kantor, mobilnya masih tidak ada.

Begitu sampai di dapur, Jeno melebarkan matanya karena benar yang berteriak adalah ibunya. Sedang meneriaki—

Na Jaemin.

"Ini bukan makan malem kamu tau! Ini punya Jeno! Siapa yang nyuruh kamu ambil?!"

Jeno bisa melihat, seorang anak laki-laki seusianya dengan rambut hitam legam, sepasang mata bulat, kulit seputih susu. Tampak menundukkan kepala dengan ketakutan, lalu hanya bisa membungkukkan tubuhnya untuk meminta maaf.

Lee Jeno diam saja sampai anak laki-laki itu kembali menegakkan punggung dan berniat pergi ke lantai dua. Saat Jaemin memutar tubuhnya, pandangan mereka berdua bertemu.

Dan Jeno sama sekali tak membuka mulutnya. Dia hanya mengabaikan Na Jaemin dan melewati tubuh anak laki-laki itu. Kemudian, Na Jaemin segera naik ke kamarnya.

"Mama," Jeno memanggil.

"Kamu kenapa baru pulang Jen?" Wanita itu adalah ibunya, terdengar begitu khawatir. "Apa kamu ke rumah Om Yunho dulu?"

Mendengarnya Jeno hanya tertawa kecil, "nggak ma, hari ini emang latihan basketnya lumayan lama, jadi agak telat."

Tante Tiffany mendengus, "kamu tuh, mana nggak bisa ditelepon lagi!"

"Hapeku mati ma, maaf," anak laki-laki itu tersenyum dengan kalem.

"Yaudah deh kalo gitu, tadi kirain kamu ke Om Yunho lagi, baru aja mau mama telepon Tante Taeyeon."

"Hahaha, nemuin Jeha maksud mama?" Jeno tergelak.

"Iya, kamu kan sekarang jadi suka ke sana. Jangan-jangan kamu udah pacaran sama Jeha, ya?" Terka mamanya.

Jeno menggeleng, masih dengan senyum manisnya. "Enggak ma, nanti dulu aja. Masih SMP."

Kemudian, Tante Tiffany entah mengapa ikut tertawa kecil, "tapi kalian sama-sama suka kan?"

"Iya gitu deh pokoknya," Jeno hanya tersenyum, sembari mengambil air dingin dari dalam kulkas, "Jeha manis banget, dia lucu, aku suka dia. Suka banget."

"Mama juga suka dia," wanita itu mengambil duduk di meja makan, menopang dagunya, "dulu papa kamu sering gendong Jeha waktu kecil, kamu lupa?"

Jeno meneguk air dinginnya sebanyak tiga kali, membiarkan sensasi dingin itu menuruni kerongkongannya menuju lambung. "Em, aku inget kok, kayaknya Jeha aja yang lupa."

"Papa kamu kayaknya bakal seneng banget kalo denger kamu sama Jeha pacaran," gelak mamanya.

"Kita nggak pacaran ma," Jeno mengulang.

"Tapi nanti juga bakal pacaran kan?" Mama Tiffany tertawa kecil.

"Hahaha doain aja ma, sekarang Jeno fokus lulus SMP dulu."

"Mama jadi beneran pengen besanan sama Tante Taeyeon nih," goda mamanya, "udah sekarang kamu naik dulu, mandi, habis itu makan."

"Aku mau langsung makan aja ma, laper banget," jawab Jeno, dia mengambil sepiring makan malam yang sudah ibunya siapkan. "Aku banyak PR, jadi kayaknya habis mandi bakal di kamar terus, agak capek."

"Kamu kalo ketahuan papa masih suka makan di kamar pasti dimarahin," keluh mamanya.

Lee Jeno hanya meringis dan bergegas menuju tangga. "Jangan aduin ya ma, hehe."

Tak menunggu persetujuan dari ibunya lagi, anak laki-laki itu berlari kecil dengan hati-hati. Menaiki tangga dan menuju ke kamarnya.

Line~

Hingga suara notifikasi dari ponselnya, membuat anak laki-laki itu berhenti di tengah jalan. Merogoh saku, mengambil benda elektronik tersebut.

Oh, dari seseorang yang membuatnya akan tersenyum hanya dengan membaca namanya.

Jungjey🌼🌟

Iya, itu dari Jung Jeha. Jeno sama sekali tidak me-rename display name milik anak perempuan itu.

Oh, Jeno tidak tahu saja display name miliknya telah direset dengan agak— emm, anu, ya begitu...

Sembari tersenyum-senyum, Jeno membuka tiga chat masuk dari Jeha.

Jeno-yaaa മ◡മ
Udah sampe rumah belum? 😳
Cepet bales kalo udah! ノಠ_ಠノ
17.49

udah jehaaa
baru banget sampe
17.50
read

Lama banget basketnya? 😳
17.50

iya nih
17.51
read

Jeno-ya Jeno-ya
17.51

He'em??
17.51
read

Ke rumah dong 🥺
17.52

ngapain?
17.52
read

Aku kangen 🥺
17.53

Jeno tertawa kecil ketika membaca satu pesan yang terakhir. Agak susah mengetikkan balasan dengan cepat karena tangan satunya sedang memegang piring. Meski dia terlihat tenang, wajahnya tampak agak memerah karena balasan itu.

hahahaa kamu ini
17.54
read

😔😔
17.55

jangan sedih gitu
aku juga kangen kamu
tunggu ya
aku otw habis ini
mau mandi dulu tapi
17.56
read

Masih belum memudarkan senyumnya, Lee Jeno meraih kenop pintu kamar dengan agak kesulitan, lalu mendorong pintu kamar tersebut.

Tidak, itu bukan kamarnya. Itu kamar saudaranya.

Melongokkan kepalanya ke dalam, Jeno melihat anak laki-laki dengan wajah polos itu tampak berjengit kecil ketika dia membuka pintu. Jaemin yang sedang menulis di meja belajarnya, tampak agak terkejut ketika melihat Jeno datang. Anak itu menegakkan punggung.

Lee Jeno hanya meletakkan sepiring makanan yang dia bawa ke atas lemari meja di dekat pintu. Memandang Jaemin yang juga memerhatikannya. "Ini, makan malem kamu," ujar Jeno.

Na Jaemin sepertinya terlihat ingin protes— maksudnya anak laki-laki itu ingin menuntut penjelasan kenapa Jeno memberikan makan malamnya. Bukankah Jeno sendiri belum makan?

Tapi sebelum Jaemin sempat menuliskan pertanyaannya di note, Jeno sudah beringsut, dan menutup pintu kamar Jaemin dengan gerakan pelan hingga tak menimbulkan suara.

Jeno kepada Jaemin. Hubungan mereka terasa sangat canggung. Lee Jeno tak banyak berinteraksi dengan saudara tirinya itu, selain karena orang tuanya melarang, Jeno juga hanya merasa takut membuat Jaemin kesulitan karena saudaranya itu tidak bisa berbicara.

Sampai sekarang Jeno sendiri terus bertanya-tanya apakah Jaemin benar anak kandung ayahnya? Jika iya, kenapa perlakuan ayahnya pada Jaemin sangat berbeda? Kenapa sejak kecil Jaemin selalu dimarahi?

Jeno ingin bertanya, tapi dia hanya terlalu takut.

Karena itu yang bisa Jeno lakukan hanya berinteraksi dengan sangat minim di belakang orang tuanya. Dia sendiri bingung bagaimana cara menghadapi saudara tirinya itu.

Dan ya, mereka sekolah di tempat yang berbeda, jadi Jeno sama sekali tak punya banyak kesempatan.

Kembali pada Jung Jeha yang belum dia balas pesannya. Jeno masuk ke dalam kamarnya sendiri, lagi-lagi tersenyum melihat balasan dari Jung Jeha.

Asikk! ۹(ÒہÓ)۶
Bener kan?!
Jangan bohong! 😠
17.57

enggak bohong kok
tapi aku belum makan malem
sekalian di rumah kamu boleh kan hehe
kamu udah makan malem belum?
17.59
read


Belum!!
Oke aku tunggu!
Kita sekalian makan malem bareng! (ᇴ‿ฺᇴ)
18.00

siap tuan putri (◜◡◝)
aku mau bawa buku juga
mau belajar
kamu ada pr?
18.02
read


Ada
Matematika 🤢 🤮
18.02

nah berarti kita sekalian belajar
18.03
read

Ih pa banget!
Aku pengen ketemu kamu bukan mau belajar!
😤 😠 😡 🤬
18.04

Lee Jeno tertawa melihat balasan chat itu. Lalu dia tak membalasnya lagi, memutuskan untuk segera mandi dan pergi ke rumah Keluarga Jung.

Jeno sebenarnya agak capek, tapi... itu tidak masalah sih.


~~~


Dan di sinilah Lee Jeno.

Berakhir di rumah Keluarga Jung. Duduk di atas karpet menghadap layar televisi yang menampilkan kartun spongebob. Jeha dan Jeno hanya berdua di ruang tengah, Kak Jaehyun sepertinya di kamarnya sendiri. Bunda ada di dapur, ayah Yunho ada di ruang kerjanya.

Setelah makan malam, Jeno benar-benar mengajak Jeha untuk belajar bersama. Itu adalah alasan utama yang membuat Jung Jeha mencebikkan bibirnya sejak tadi.

Oh, Si bungsu Jung sangat benci belajar, apalagi matematika! Tapi lihatlah apa yang dilakukan Lee Jeno sekarang, menjelaskan rumus-rumus tentang soal Aljabar yang di telinga Jeha terdengar seperti bahasa alien dari luar angkasa.

Anak perempuan itu tiduran di karpet dengan remote di tangannya, mendengarkan dengan malas, sementara Jeno duduk dengan tegak, sudah mirip guru privat.

Hanya wajah tampan Jeno yang menjadi fokus Jeha sejak tadi.

"Jeha, kamu dengerin ga?" Jeno membenarkan kacamatanya, sadar jika anak perempuan itu tampak malas-malasan.

"Yaaaa," hanya itu respon Jeha, lalu dia memeluk guling beruangnya.

Jeno hanya tersenyum menghela. Di sisi dia merasa sia-sia karena penjelasannya tidak didengarkan, dia merasa sangat gemas dengan anak perempuan yang menggunakan piyama lebahnya dan menggulung diri seperti beruang hibernasi.

Jeno tidak bisa kesal, dia hanya... tersenyum (◜◡◝) haha...

"PR kamu ada sepuluh soal lho," kata Jeno, memainkan surai legam Jeha yang jatuh seperti helaian sutra.

Jung Jeha mendengus. "Aku nggak suka matematika, jadi walaupun kamu jelasin sampe bengek ga bakal bisa masuk di otak aku!"

Untuk yang kesekian kali, Jeno menghela napas pasrah. "Yaudah biar aku yang kerjain."

Jeha langsung nyengir, "hehee okee."

Lalu saat Jeno sibuk mengerjakan PR milik Jeha, anak perempuan itu mengambil ponsel Jeno. Memainkannya sebentar. Sibuk selfie di ponsel Jeno— meski sebenarnya foto selfie dirinya sudah banyak sekali hingga menumpuk. Benar-benar banyak.

Galeri ponsel Jeno sebelum bertemu dengan Jeha hanya berisi puluhan. Paling banyak screenshots random, foto info di mading sekolah, dan foto lapangan basket.

Sekarang galeri Jeno mendekati mendekati seribu, dan semua itu adalah foto selfie Jung Jeha. Mulai dari foto yang paling cantik sampai foto aib.

Jeno tidak tega untuk menghapusnya.

Entah kepikiran darimana, Jeha kemudian membuka aplikasi Line. Benar saja, display name kontaknya masih belum direset. Jeha memicing, kemudian anak perempuan itu segera mengganti nama kontaknya sendiri di ponsel Jeno.

Sebenarnya tak ada yang menarik dari isi aplikasi Line Jeno. Satu-satunya perempuan hanya ada dirinya yang dichat pinned. Sisanya anak laki-laki dari atas hingga bawah, grup kelas, grup klub basket, dan grup circle pertemanan Jeno yang isinya Mark dan Lucas.

Jeha cantik pacarku (ㆁ✿)

Yahh, begitulah Jeha menamai kontak Line-nya di ponsel Jeno.

Mau tahu bagaimana nama Jeno di ponsel Jeha?

Sebelumnya Jeha menamai kontak Jeno begini—

Jeno (◜◡◝)

lalu setelah mereka saling confess, menjadi seperti ini—

Jeno punyaku, jangan diambil (◜◡◝)😠

Sudahlah, biarkan saja. Kalian tahu Jung Jeha itu agak anu...

"Jeno-ya." Anak perempuan itu tiba-tiba memanggil.

"Hm?" Jeno hanya berdeham, dia fokus mengerjakan soal matematika Jeha.


Cup!


Jeha yang sebelumnya rebahan, kemudian bangkit dan mencium pipi Jeno dengan cepat.

Lee Jeno tentu saja kaget setengah mati. Dia nyaris jantungan dan menjauh dengan refleks, sepasang mata sipitnya membulat. Sembari memegangi dadanya, Jeno menatap anak perempuan itu dengan speechless.

"J-Jeha... kamu j-jangan— jangan gitu..." Jeno terbata, dia masih memegangi dadanya yang berdebar.

"Kenapa?" Anak perempuan itu malah menjawabnya dengan wajah tanpa dosa.

"Kamu nggak boleh main cium kayak gitu," Jeno mulai stress.

"Emang kenapa?"

"Ya nggak boleh, nggak boleh gitu." Jeno sudah tak bisa berkata-kata lagi. "Kalo ayah, bunda, sama Kak Jaehyun liat gimana?" Nadanya khawatir, lalu melihat ke sekeliling rumah.

"Kamu tuh, ini nggak boleh itu nggak boleh," Jeha mendengus. Merasa sebal.

"Kita masih SMP, nggak boleh sembarangan kontak fisik," Jeno berusaha menjelaskan. "Lagian kalo Kak Jaehyun liat pasti dia marah banget."

"Nyinyinyi 😒" —Jeha.

"Kamu ini, udah aku bilang kalo dikasih tau jangan gitu," Jeno masih sabar.

"Ya yaaa, yaudah kalo kamu nggak mau, berarti kalo aku cium orang lain boleh."

Lee Jeno langsung mendelik kaget, "siapa bilang boleh!? Nggak boleh!" Dia langsung menyambar dengan cepat. Lalu sadar telah menggunakan nada tinggi, anak laki-laki itu langsung berdeham dan suaranya memelan, nyaris menghilang. "Kamu cuma boleh... cium aku aja."

Mendengar itu, Jeha langsung meringis. "Mau lagi?"

"Jehaaa, bukan gitu maksudkuuu!!" Jeno menahan bahu Jeha ketika anak perempuan itu mendekat lagi.

Jeha hanya tertawa, menggoda Jeno dan mencoba mendekati wajah anak laki-laki itu. Jeno panik setengah mati, dan wajahnya memerah sampai ke telinga. Kacamatanya bahkan sampai jatuh.

"J-Jehaaa!!! Jangan giniii!!"

Jeha sejak tadi terus tertawa dan menggoda Jeno, begini— 😚

"Heh! Bocil-bocil ngapain lu!!!"

Suara dari atas tangga mengejutkan keduanya. Anak-anak itu menoleh, mendapati seseorang yang lebih tua memergoki mereka dengan wajah syok dan tampang julid.

Oh tidak, itu Kak Jaehyun!!!


-----oOo-----


Jeno baru saja keluar dari kamarnya. Anak laki-laki tampan nan manis itu sudah sangat rapi dengan seragam sekolahnya. Di tangan kanan dia menenteng dust bag berisi bola basket, lalu sebelum menuruni tangga, Lee Jeno menyempatkan dirinya untuk mengintip ke dalam kamar yang berada tepat di samping kamarnya.

Dia melongokkan kepalanya ke dalam, namun tak ada siapapun di sana. Hanya ada aroma khas Na Jaemin yang tertinggal, pemiliknya sepertinya sudah turun lebih dulu.

Berlari kecil, Jeno agak terburu. Sepertinya dia tidak akan sarapan karena tadi dirinya bangun agak kesiangan.

Sebenarnya ini agak sesuai dengan dugaannya. Begitu Jeno mendaratkan kakinya di lantai satu, dia bisa mendengar suara teriakan tidak mengenakkan memenuhi rumah. Asalnya dari ruang depan.

Sebenarnya setiap hari nyaris seperti ini.

"Pagi ma!" Jeno menyapa ibunya dengan agak terburu, lalu dia menyambar tiga lembar roti selai coklat dan menumpuknya dengan asal, "maaf ya ma Jeno buru-buru!" Ujar anak itu, mencium pipi ibunya.

"Kamu beneran nggak mau duduk dulu? Minum susunya— Jeno-ya!!" Tante Tiffany berteriak ketika Jeno sudah berlari lebih dulu ke luar rumah.

Di luar, Jeno tahu keributan itu berasal dari ayahnya. Sekarang dia bahkan tidak akan terkejut jika

Dia tidak tahu apa yang sedang diributkan ayahnya, tapi mungkin itu hanya kesalahan kecil Jaemin atau bahkan Jaemin tidak melakukan kesalahan apapun.

"Kamu mau aku buang sepedamu?! Rongsokan nggak berguna ini! Ngotorin rumah aja!!"

Jeno datang dengan tergesa, dia bisa melihat sepeda kesayangan saudaranya tergeletak di halaman rumah, baru saja ditendang oleh Sang ayah.

Ayahnya itu baru saja terlihat ingin memukul Jaemin, sampai Jeno menyambar tangan ayahnya dan menarik tangan besar itu, membuat perhatian Lee Donghae teralihkan.

"Papa! Papa aku udah mau telat! Ayo cepet!!" Jeno memasang tampak panik, melirik arlojinya sesekali.

Oh, dia memang hampir terlambat ke sekolah kan?

Sang ayah yang melihat kepanikan anak laki-lakinya itu pun hanya mendengus kasar, amarahnya tertahan di ubun-ubun. Nyaris saja dia membentak Jeno. "Kamu kenapa bangun kesiangan," kata ayahnya, masih dengan nada ketus, "tunggu sini."

Jeno mengangguk dengan kukuh ketika ayahnya berlalu dari hadapannya, berjalan menuju garasi, menuju mobil mereka. "Cepetan pa!"

Ketika ayahnya sudah menghilang di balik garasi, Jeno menghampiri Jaemin yang sedang memberdirikan kembali sepedanya, mengelapnya dengan sapu tangan.

"Ini, cepetan berangkat!" Jeno mengambil tangan Jaemin, meletakkan tiga lembar roti coklat yang belum dia gigit sedikit pun di tangan anak laki-laki itu.

Na Jaemin mengangkat sepasang alisnya, dengan tampang bingung dia memandangi Jeno.

Lalu Jeno segera mendorongnya, "ayo cepet berangkat! Nanti papa marah!" Seru anak itu, agak berbisik.

Yang satu lagi akhirnya pasrah. Dia bergegas membungkus rotinya dengan tisu dan memasukkannya ke dalam tas.

Sebelum menaiki sepedanya, Jaemin sempat tersenyum ke arah Jeno. Menggerakkan tangannya, sebuah bahasa isyarat yang sama sekali tidak Jeno mengerti. Lalu anak laki-laki berwajah polos dengan senyuman secerah pelangi itu segera menaiki sepedanya, meninggalkan pelataran rumah mereka. Menuju ke sekolah.

Memandangi kepergian Na Jaemin, punggung sempit yang tampak kecil dan rapuh. Lee Jeno sempat terdiam selama beberapa saat. Sampai pada akhirnya anak itu menarik sebuah senyum tipis.

Dan arti bahasa isyarat dari Na Jaemin tadi sebenarnya adalah, 'terima kasih, saudaraku.'


***


Jeno baru saja keluar dari kelasnya. Ini jam pulang, dan anak laki-laki itu sedang berdiri di depan loker miliknya, mengembalikan beberapa buku, dan mengambil satu buku catatan fisikanya.

Dia tidak langsung pulang, karena tentu saja Jeno sedang menunggu anak perempuan cerewet yang suka mengikutinya kemana pun. Mereka akan pulang bersama meski tidak membuat janji lebih dulu. Semuanya berjalan begitu saja.

Saat baru saja ingin menutup lokernya, bunyi notifikasi Line membuat Jeno mengalihkan perhatian. Anak laki-laki itu tersenyum kecil sembari merogoh saku celananya. Itu tentu saja Jeha—

Na Jaemin 3 unread messages.

Oh, rupanya bukan. Jeno sempat memandangi notifikasi itu lamat-lamat, selama lima detik, sampai akhirnya dia memutuskan untuk membukanya.


Na Jaemin

Jeno
Apa kamu ada latihan basket?
Aku pulang agak telat nanti
13.06

ngga ada
mau kemana km?
13.06
read

Tak berapa lama, Jaemin kembali membalasnya dengan cepat.

Mau cari part time
Tolong beri tahu mama dan papa ya
Aku pulang terlambat 😊
13.07

Lee Jeno diam sejenak memandangi tiga baris pesan itu. Lalu dia mengetikkan balasan.

he'em
hati-hati
13.08
read

Terima kasih
Mau ku belikan tteokbokki nanti?
13.08

nggak usah gapapa
simpen aja uangnya
13.09
read

Aku belikan
Sebagai rasa terima kasih
13.10

Lee Jeno menghela napas.

dibilang gausah
uangnya ditabung aja
13.11
read

Tidak apa-apa
Hanya tteokbokki
Ada kedai yang menjual tteokbokki enak
13.11

enggak njir
dibilangin batu banget sik 😭
13.12
read

Aku mau membelikan
Kenapa kamu memaksa?
13.12


Jeno sudah kehabisan kata-kata. Dia menghela napas pasrah, dan memandangi layar ponselnya dengan ekspresi seperti ini kira-kira... (ー_ー)!!

Tak berapa lama, Jaemin mengirim chat lagi karena Jeno tak kunjung membalas.

Jeno?
Masih di sana?
13.16

Jeno mendengus kemudian.

yyyy
serah deh
13.16
read

Ini agak lucu.

Tapi... saudaranya itu kadang memang agak menyebalkan dengan tingkah polosnya. Jeno sudah terlalu sabar menjadi orang, dan entah mengapa hidupnya harus berada di sekeliling orang-orang seperti ini.

Ah ya, Jeno jadi teringat seseorang.

Tak mau menunggu balasan Jaemin, Jeno mengantongi ponselnya kembali dan menutup pintu loker. Lalu berbalik dan—

"JENO-YAAAA!!!"


Brukk!!


Anak laki-laki itu terkejut. Dia sempat mundur dua langkah ketika seorang anak perempuan dengan rambut sebahunya berlari, lantas menerjang tubuhnya, memeluknya dengan erat.

Jeno terkejut sekaligus berdebar di saat yang bersamaan.

Dia menundukkan kepala, menatap Jeha yang mendongak untuk memandangnya.

"Udah lama nunggunya?!" Jeha terdengar sangat bersemangat.

Jeno hanya tersenyum, mengusak surai legam halus anak perempuan itu, "enggak kok, ayo pulang."

"Ngg tungguuuu," Jeha menahan pelukannya ketika Jeno mencoba untuk memperpanjang jarak mereka.

"Ada apa?"

"Pengen main ke rumah kamu," Jeha memasang wajah cemberutnya.

Jeno terdiam selama beberapa saat, tampak berpikir. "Mau ngapain emang?"

"Yaa nggak apa-apa, main aja, aku kan nggak pernah ke rumah kamu." Si perempuan mendengus.

Jeno tertawa, "kamu kan sering ke rumah waktu kecil, digendong papaku."

"Masa iya?" Jeha mengernyit.

"He'em, kamu pasti lupa, kalau nggak salah waktu kita tiga tahun, tapi aku masih inget-inget dikit."

"Yaudah makanya aku pengen main ke rumah kamu!" Jeha masih tak melepaskan pelukannya, memeluk Jeno dengan erat.

Sementara Jeno sendiri telah meneguk ludah beberapa kali, melirik ke sekeliling koridor, agak sedikit gelisah.

"I-iya lepasin dulu..."

Mata Jeha langsung berbinar, "bener ya?!!"

Jeno tersenyum mengangguk, lega ketika Jeha melepaskan pelukannya. "Mama ada bilang sesuatu sama aku kemaren."

"Apa?"

"Katanya dia pengen kamu jadi menantunya."

Jung Jeha langsung terdiam. Dia mengerjap tiga kali, menatap Jeno dengan mata bulatnya. Sepertinya anak perempuan itu masih mencerna apa yang dikatakan Jeno barusan.

Sampai akhirnya dia memukul bahu Jeno - agak keras - hingga membuat Sang empunya terhuyung kecil. "Iii Jeno apasiii!!!"

Oh ya ampun, anak ini sangat lucu. Tingkah menyebalkan Jeha sangat menggemaskan dan membuat Jeno ingin melihatnya setiap hari. Anak laki-laki itu tidak bisa menahan dirinya lagi.

Jeno kemudian menggigit telinga Jeha hingga membuat anak perempuan itu tersentak.

"J-Jeno-yaaaa!!"

Jeha berteriak, mendorong tubuh Jeno, menutupi wajahnya dengan kedua tangan. Bahkan tangannya yang kecil itu tak bisa menyembunyikan wajah memerahnya yang seperti udang rebus.

Lee Jeno terbahak. Dia tertawa hingga perutnya terasa sakit. Entah dia harus mengatakan berapa kali jika anak perempuan di depannya ini sangat lucu.

"Telinga kamu merah, gemes banget," gelaknya.

"Hnnggg, kamu jangan gitu!" Jeha berbisik dengan wajah malu-malunya, "nanti ada yang liat!"

Oh, boleh tidak Jeno menceburkan anak perempuan ini ke laut?

Bercanda.

Mana mungkin.

Laki-laki itu hanya tersenyum seperti biasanya, tertawa kecil dengan irama yang menyenangkan. "Ayo pulang, keburu sore."

Jung Jeha mengangguk kukuh. Lalu tanpa diperintah dan tanpa bertanya dia langsung menggandeng tangan besar Jeno, menariknya, mengajaknya berjalan bersama.

Keduanya memang tidak berpacaran, tapi satu sekolah sudah mengasumsikan jika pasangan itu - Jeno dan Jeha - berpacaran. Yahh, mungkin kalian bisa menyalahkan mulut ember Lucas. Dia terlalu heboh waktu menyadari jika Jeno dan Jeha menjadi dekat entah sejak kapan.

Jung Jeha sepertinya juga serius. Dia sangat menyukai Jeno, lebih dari bagaimana dia menyukai Kak Taeyong sebelumnya. Benar-benar hanya Jeno yang dia pikirkan sepanjang hari, mulai dari hal-hal sepele seperti—

Apakah Jeno sudah sarapan, makan siang, makan malam? Makanan apa yang dia makan? Jeno makan makanan sehat kan? Apakah Jeno tidur dengan nyenyak? Jeno tidak lupa memakai kaus kaki, kan? Pakaian apa yang dipakai Jeno hari ini? Pakaian itu sudah dicuci, kan?

Jung Jeha kadang seperti ibu-ibu, mengomeli Jeno ini dan itu.

Tapi Jeno jadi gemas sendiri karena Jeha juga sangat ceroboh dan tidak memperhatikan dirinya sendiri. Kadang juga Jeno yang balik mengomeli Jeha karena menggunakan pakaian yang salah atau karena makan terlalu banyak.

Jeha itu sangat banyak makan, dia suka jajan di pinggir jalan.

"Jeno-ya Jeno-ya," anak perempuan itu memanggil ketika mereka berjalan menuju gerbang sekolah.

"Hm?"

"Aku pengen jajan bungeoppang di kedai waktu itu tapi uang jajanku udah habis tadi 🥺"

Mendengarnya, Lee Jeno langsung tertawa kecil, lalu mengusak rambut hitam anak itu - salah satu kebiasaan favoritnya sekarang - lalu Jeno mengangguk kecil, "ayo aku beliin."

Sudah Jeno duga sebenarnya.

"Yeeyyy!!"

Mudah untuk menyenangkan Jeha, belikan saja dia jajan.

"Kamu beli apa aja tadi di kantin? Kok sampe habis uangnya?" Tanya Jeno. Dia sangat berbeda dengan Jung Jeha dalam hal ini. Jeno selalu menyisakan separuh uang sakunya.

"Beli roti melon, roti daging, beli susu stroberi, hm... apa lagi ya," Jeha mencoba mengingat, "pokoknya makanan!"

"Bisa-bisanya kamu beli jajan semua, padahal uang saku kamu lebih banyak dari aku."

Jeha hanya meringis mendengarnya. "Aku masih ada roti dari kantin tadi nih, kamu mau?"

"Enggak, kamu makan aja," Jeno menepuk kepalanya pelan, lalu merangkul bahu anak perempuan itu dan kembali berjalan.

Keduanya akan naik bus seperti biasa. Jika biasanya mereka pergi ke rumah Jeha terlebih dahulu, maka hari ini keduanya pergi ke rumah Jeno. Kadang juga jika Kak Jaehyun datang menjemput, mereka tidak jadi pulang bersama.

Baru saja keluar dari gerbang, Jung Jeha dengan mulut mesin pemotong rumputnya kembali memanggil. "Jeno-ya Jeno-ya."

"He'em?"

"Kamu pake parfum apa? Aku mau nanya lupa mulu."

Kening Jeno mengernyit, "aku nggak pake parfum, kenapa?"

"Masa sih?"

Jeno menjawab dengan jujur. Dia tipikal anak laki-laki yang jarang sekali menggunakan parfum, paling jika ada acara formal yang mengharuskan dirinya berpenampilan rapi. Selebihnya, Jeno hanya mengandalkan sabun mandi.

"Iya, aku hampir ga pernah pake parfum," katanya, "kalo pengen pake minta parfumnya papa hahahaa."

"Tapi bau kamu enak."

Jeno dibuat terkejut untuk yang kesekian kali saat Jeha mengendus perpotongan lehernya sampai seragamnya juga. Terlihat seperti anak anjing yang mengendusi induknya.

"J-Jeha kamu kedeketan..." suara Jeno memelan.

"Mmmm bau kamu enak banget."

Jeha malah ndusel.

Jeno berdeham, melihat ke sekeliling. Ada beberapa murid dari— entah kelas berapa, terlihat memandangi mereka sambil berbisik-bisik.

Wajah Lee Jeno memerah padam, dia berusaha mendorong bahu Jeha tapi anak itu terlihat benar-benar sangat menikmati aroma tubuhnya. "J-Jeha-ya..."

"Kok bau kamu bisa kayak gini sih? padahal nggak pake parfum," gadis itu mendongakkan kepala, melingkarkan tangannya di pinggang Jeno. "Emm, baunya wangi, manis."

Bau Jeno membuat Jeha sangat candu.

Dengan wajah memerahnya, Jeno tertawa canggung, "hahaha mungkin sabunnya kali ya?"

"Masa sabun bisa wangi seharian, aku—"

"Nggak di rumah nggak di sekolah ni berdua menel menel mulu dah!"

"Waaaa!!"

Jung Jeha terkejut ketika dirasa ada yang menarik kerah belakang seragamnya. Saking kuatnya tarikan itu hingga dia melepaskan pelukannya pada Jeno.

Anak itu menoleh dengan cepat, bersiap untuk meneriaki oknum yang baru saja menariknya dengan sangat tidak elit itu. Tapi—

"Ih, Kak Jaehyun ngapain di sini!!" Teriaknya nyaring ketika sepasang matanya menangkap sosok tinggi dengan seragam SMA-nya.

"Pulang sekarang," titah Kak Jaehyun.

"Aku mau pulang bareng Jeno!!!" Jeha kecil mulai memberontak.

"Ga."

Jung Jaehyun dalam hitungan detik mengangkat tubuh adik perempuannya dengan mudah, menggendongnya seperti karung beras. Dia harus melakukan ini sebelum anak itu mulai memberontak dengan liar.

"KAK JAEHYUN APA SIH TURUNIN AKU!!!"

Jeno melongo melihat pemandangan itu.

"Pacaran mulu, kakak bilangin ayah habis ini."

"AKU MAU PULANG SAMA JENO!!!"

"Ga."

"KAKKKK AKU MAU BARENG JENO AJAA!!!"

Jaehyun mana mungkin menuruti permintaan adiknya. Dia tanpa berkata apapun lagi segera membawa adik gilanya itu pergi dari sana, masih menggendongnya di bahu seperti karung beras, tidak peduli tatapan orang-orang yang berada di sekitar mereka.

"KAK JAEHYUN ANJIR YA LU!!"

Jaehyun tidak peduli.

"JENO-YAAAA!! JENO TOLONGIN AKU!!!"

Jeha berteriak ke arah Jeno yang masih tak bergerak di depan gerbang. Dia melambai-lambaikan tangannya dan berteriak sekencang mungkin. Berharap Jeno mungkin mau mendatanginya dan menghajar Kak Jaehyun untuk menyelamatkannya.

Jeha bodoh. Itu tidak mungkin.

Siapa sangka, bukannya menolong, Lee Jeno malah tertawa melihat adegan kakak beradik itu. Dia melambaikan tangannya balik ke arah Jung Jeha dengan senyuman manis terbaiknya.

"Dadah Jehaaaa."


-----oOo-----


"Nyusahin banget Kak Jaehyun!"

Oh, Jeha kecil sedang dijadikan babu oleh Kak Jaehyun. Anak perempuan itu, dengan hati dongkol setengah mati pergi ke minimarket untuk membeli dua kotak susu ukuran 1 liter, dan 6 kotak kecil-kecil dengan rasa pisang dan stroberi.

Kak Jaehyun suka pisang, Jeha suka stroberi.

Tak tahukah Kak Jaehyun jika dirinya sudah pewe main chatting dengan Jeno?! Dia sedang rebahan, menggulung diri di dalam selimut, tiba-tiba disuruh-suruh. Siapa yang tidak jengkel?

Oh, jika kalian jadi Jeha, tentu kalian mengutuk diri kenapa bisa memiliki kakak seperti Jung Jaehyun.

Mendengus keras-keras, Jung Jeha memindahkan kantong plastik belanjaannya dari tangan kiri ke tangan kanan. Itu berat sekali, sialan.

Dengan hati jengkel pula dia menggigit odeng yang dia beli tadi. Dekat minimarket.

Kakak laknat itu tidak punya rasa kasihan, seharusnya dia mengantar adik kecilnya itu dengan motor.

Berjalan dengan langkah berdentum-dentum, seolah Jeha ingin meretakkan jalanan dengan langkah kakinya, hatinya masih terasa sangat gatal. Tunggu sampai di rumah, dia akan melemparkan semua susu kotak itu ke wajah kakaknya.

Kemudian, dalam perjalanannya pulang ke rumah. Anak perempuan itu menghentikan langkahnya. Melihat sesuatu yang menarik perhatian.

Di dekat taman, ada seekor kucing kecil tiga warna, tampak kesepian di dekat semak belukar. Jung Jeha sempat terpukau melihat betapa lucunya kucing kecil itu.

Belari kecil dengan agak susah payah, Jeha menghampiri Si kucing. Meletakkan kantong belanjaannya begitu saja, lalu berjongkok di dekat kucing kecil.

Jeha ingat, Jeno suka sekali kucing. Biasanya saat pulang sekolah, Jeno akan menghampiri beberapa kucing yang dia lihat di jalanan, lalu memberinya makan.

Jeno juga bilang dia sedih tidak bisa memelihara kucing karena alergi.

"Eiyy... mamah kamu mana?" Tanya anak itu, sembari mengelus-elus bulu Si kucing kecil.

Kucing kecil itu hanya menyamankan diri dalam elusan tangan Jeha.

"Ini, aku ada jajan dikit, buat kamu aja."

Jeha mengeluarkan jajan odengnya dari plastik, meletakkannya di atas daun, lalu menyodorkan kue ikan itu ke hadapan Si kucing. Syukurlah kucing itu mau memakannya, dia pasti kelaparan dan belum makan 🥺

"Aku pengen bawa kamu pulang, tapi gak bakal boleh sama bunda," anak perempuan itu bicara lagi dengan cemberut.

Meski Jeha bukan penyayang binatang, dia ingin memelihara kucing ini. Lucu sekali. Mungkin nanti Jeno bisa membantunya untuk merawat kucing kecil itu, kan.

Memandangi kucing yang sedang makan dengan lahap itu beberapa saat, Jeha tidak sadar jika hujan mulai turun rintik-rintik. Saat dia keluar tadi, langit memang sudah lumayan mendung, dan dia tidak membawa payung.

Dia masih mengelus kucing itu dengan sangat lembut, sampai rintik hujan mulai turun sedikit lebih deras hingga mengenai kulitnya dan membuatnya sadar.

"Ih hujan!" Dia mendecak, lalu buru-buru menyambar kantong belanjaannya dan berencana untuk segera berlari pulang ke rumah sebelum hujannya menjadi deras.

Namun belum anak itu bangkit dari posisi jongkoknya, dia menyadari ada seseorang yang berada di hadapannya kala itu. Jeha mengerjap tiga kali, mendongakkan kepala ke atas, menatap wajah seseorang yang berdiri menjulang di hadapannya.

Seorang anak laki-laki dengan jaket dan tudung yang menutupi kepalanya, menggunakan masker berwarna hitam, memegang payung bening yang melindungi tubuh mereka berdua dari hujan. Jung Jeha memerhatikan anak laki-laki yang sepertinya seumuran dengannya, dan dia sadar jika itu bukanlah Lee Jeno. Dua pasang mata itu saling pandang.








- fin -


Mari kita dengarkan
Sebuah ungkapan tak tersampaikan,
Dari Lee Jeno, teruntuk Jung Jeha


gimana? pusing ngga?

sama, aku juga 😀👍🏻💔

dear j kalo diceritain dari sudut panjang lee jeno aku yakin bakal ga kalah nyesek...

btw inget ga jung jeha pernah bilang di dear j kalo jeno yang deketin dia? jangan percaya wkwkwk, sebenernya dia yang suka ngintilin jeno duluan sampe jeno kesemsem, cuma emang jeha aja yang solimi dan suka gatau diri 😔👍🏻✨

Continue Reading

You'll Also Like

870K 38.5K 97
Highrank 🥇 #1 Literasi (24 November 2023) #1 Literasi (30 Januari 2024) #3 Artis (31 Januari 2024) #1 Literasi (14 Februari 2024) #3 Artis (14 Fe...
1.2M 62.4K 66
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...
56.1K 5.2K 31
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
59.9K 182 4
FEM HYUCK! KARYAKARSA ONLY! JOROK BANGET! MINOR DNI! MARKHYUCK AREA "Kisah aca dan selingkuhannya, sopir angkot langganan aca ke pasar, abang malik"