Kamu, Sekejap Mata ✅

By SalmaNidha

9.8K 5.5K 1.8K

"Gue rekomendasiin dia buat lo, siapa tau cocok. Gue kan temennya, pasti gue tau sikap sifat dia, Bang. Tenan... More

Prolog
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52

13

165 116 18
By SalmaNidha

Pagi sudah menyambut dengan membawa segala keceriaan. Pantulan cahaya matahari sudah masuk melalui celah jendela kamar. Dita menggeliat, lalu membuka matanya secara perlahan. Setelah matanya terbuka sempurna, ia langsung merubah posisinya menjadi duduk sambil memijit pundaknya yang  terasa pegal akibat mengikuti acara camping kemarin. Ia beranjak dari kasurnya, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya.

Setelah menyelesaikan ritualnya di kamar mandi, ia segera bersiap pergi ke kampus untuk menjalani kewajibannya sebagai mahasiswa. Ia keluar dari kamarnya, lalu menuju meja makan untuk sarapan.

"Selamat pagi, Bukle," sapa Dita, membuat Andini menoleh kearahnya.

"Selamat pagi juga, Dita," balas Andini

"Maaf, ya, Bukle ... Dita gak bantuin Bukle siapain sarapan,"

"Iya, gak papa. Bukle tau kalau kamu pasti capek,"

"Hehe, Bukle pengertian banget, sih. Pantesan aja Pakle sayang sama Bukle,"

"Kalau gak sayang, gak mungkin dijadikan istri kan?" goda Andini

"Eh, iya. Bener,"

"Yaudah, sarapan dulu. Kasian tu Mas Bambang udah nunggu,"

"Iya, Bukle,"

Dita mulai menyuap sarapan yang disediakan oleh Andini. Setelah sarapan, ia pun langsung berpamitan kepada Andini untuk pergi ke kampus.

"Dita pamit, ya, Bukle." Dita mencium punggung tangan Andini

"Iya, hati-hati. Belajar yang bener."

"Oke, siap. Dadah ... Assalamualaikum,"

"Waalaikumussalam,"

Dita berjalan keluar dari rumah dan melihat Bambang sudah berada di dalam mobil. Dita terkekeh dan menggelengkan kepalanya saat melihat bambang menoleh kearahnya dengan menggunakan kaca mata hitam sambil tersenyum jahil.

Dita masuk ke dalam mobil, lalu duduk di kursi penumpang.

"Tumben pake kacamata Mas?"

"Hehe ... saya sengaja supaya Mba Dita ketawa,"

"Hehe, ya ampun, Mas ... Mas." Dita menggelengkan kepalanya melihat tingkah supir Pamannya pagi ini.

"Jalan sekarang, Mba?" tanya Bambang

"Besok, Mas."

"Lah, Mba nya malah ngelawak,"

"Bukan ngelawak,"

"Lah, terus?"

"Ngelucu,"

"Yaelah, sama aja Mba. Mba Dita nih ternyata kocak juga, ya,"

"Hehe ... udah-udah. Ayo berangkat,"

"Oke,"

Bambang mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang, membuat Dita merasa nyaman saat di perjalanan karena tak lagi dikejar waktu.

Saat sampai di kampus, ia keluar dari mobil tanpa ragu dan rasa malu. Pasalnya, ia sudah kebal dengan tatapan mahasiswa yang selalu membuatnya merasa risih saat ingin keluar dari mobil.

Bambang tersenyum saat melihat Dita tak lagi canggung untuk keluar dari mobil dan itu cukup membuatnya merasa lega karna ia tak perlu lagi membujuk Dita.

Dita berjalan di koridor menuju kelas dan  semua mahasiswa menatap kearahnya sambil tertawa. Dita menunduk sembari mempertanyakan kepada dirinya, mengapa semua mahasiswa menatapnya seperti itu? Apa yang salah dengan dengannya?

Dari kejauhan, Angga berjalan bersama Anggi menuju kelas mereka. Saat berada di koridor kampus, mereka dibuat bingung dengan semua mahasiswa sedang tertawa.

"Bang," bisik Anggi

"Hmm,"

"Tumben banget ni kampus pagi-pagi udah rame kaya pasar. Kenapa, ya?"

"Kaga tau,"

Anggi melihat salah satu mahasiswa yang sedang tertawa sambil menatap seseorang yang tak jauh dari sana, membuat Anggi mengikuti arah tatapan tersebut.

"Ya ampun." Anggi terkejut, lalu berlari kearah wanita tersebut yang tak lain adalah Dita.

Anggi menghampiri Dita, lalu berjalan dibelakangnya. Dengan segera Anggi melepas jaketnya dan langsung mengikatnya ke pinggang Dita untuk menutupi cairan merah yang menempel di celananya.

Dita terkejut atas perlakuan Anggi, lalu ia ingin melepas jaket yang sudah melingkar dipinggangnya. Belum saja Dita melepasnya, tiba-tiba Anggi menahan gerakan tangan Dita dengan cepat dan menarik tangan Dita untuk segera menuju kelas.

Saat sampai di kelas, Anggi melepas tangan Dita lalu berjalan menuju kursinya dan meninggalkan Dita yang masih berdiri di dekat pintu.

"Jangan di lepas!" larang Anggi saat melihat Dita ingin melepas jaketnya.

Dita tidak menggubris ucapan Anggi karena ia masih kesal dengannya.

"Jangan di lepas, Dita," ucapnya lagi dengan lembut, namun Dita tetap saja ingin melepas jeketnya.

"Jangan di le-" ucap Anggi terpotong saat melihat Dita sudah berhasil melepas jaketnya.

"Hahahaha." Gelak tawa langsung memenuhi kelas dan Anggi langsung berdiri dari duduknya, kemudian mengambil paksa jaket tersebut dan kembali memakaikannya pada Dita.

"Udah gue bilang jangan di lepas, kenapa lo lepas!"

"Maaf."

"Lo semua bisa diem, gak!" bentak Anggi, membuat semua mahasiswa terdiam.

"Lo masih marah sama gue?" tanya Anggi saat masih mengencangkan ikatan jaketnya pada pinggang Dita.

"Enggak,"

Anggi menyelesaikan ikatannya, lalu menatap Dita dengan sendu karna merasa bersalah akibat menyuruh Angga untuk mendekati Dita atas dasar ingin Angga melupakan Clara.

"Maafin gue, Ta."

"Iya,"

"Lo harusnya dengerin penjelasan gue dulu,"

"Apa lagi yang mau di jelasin, Nggi ... semua udah jelas!" sentak Dita, lalu berjalan menuju tempat duduknya tanpa memperdulikan Anggi.

"Dita, Dita. Lo dengerin dulu," Anggi mengikuti Dita, lalu duduk di sampingnya.

"Dita ... lo dengerin gue dulu, ya, please." Anggi memohon

Dita menoleh ke arah Anggi dengan tatapan sinis, membuat mental Anggi seketika ciut.

"Begini, Ta. Gue akui kalau semua ini awalnya memang rencana gue. Tapi pas sehari sebelum berangkat camping, Bang Angga ada bilang sama gue kalau kemungkinan besar dia bakal suka sama lo. Bang Angga juga bilang sama gue kalau dia udah tertarik sama lo dari awal dia liat lo bareng sama gue. Nah, maka dari itu dia nyuruh gue buat gak ikut camping." jelas Anggi

"Kenapa dia gak bolehin kamu ikut camping?"

"Karena kalau gue ikut, otomatis dia gak bakalan bisa deketin lo."

"Oh,"

"Jadi, lo punya peluang besar bisa sama Abang gue, Ta," ucap Anggi bersemangat.

"Semoga," sahut Dita masih dengan nada sinisnya.

"Yah, Dita ... udah dong marahnya, kan gue udah jelasin,"

"Iya, iya,"

"Yeay! Makasih." Anggi memeluk Dita, membuat Dita tersenyum dan membalas pelukan tersebut.

"Eh, Ta," ucap Anggi, lalu melepas pelukan tersebut.

"Iya?"

"Gue barusan gak mimpi kan?"

"Maksudnya?"

"Gue meluk lo ini, gue gak mimpi kan?"

"Enggak, emang kenapa?"

"By the way, ini pertama kalinya gue meluk cewe selain nyokap gue loh, sumpah."

Dita terkekeh mendengar ucapan Anggi yang menurutnya berlebihan. Bukan kah dalam pertemanan, pelukan adalah hal biasa dilakukan saat bahagia dan meluapkan kesedihan?

"Ihh ... kok lo ketawa sih,"

"Kamu tu aneh,"

"Kok aneh?"

"Iya, aneh. Dalam pertemanan itu, pelukan tu hal biasa kalau meluapkan kebahagiaan atau kesedihan,"

"Iya gue tau, Ta. Tapi selama gue ngampus, temen gue baru elo,"

"Oh ... gitu."

"Ta."

"Em."

"Kalau seandainya Bang Angga beneran suka sama lo, bikin dia bahagia, ya."

Dita tersenyum. "Aku bakal berusaha."

"Makasih, Ta."

"Sama-sama, Anggi."

Gimana guys sama part ini?
Semoga suka yaaa
Tunggu kelanjutannya dan tetap stay di cerita ini yaa

Spam komentar dan kasih bintang nya yaa

See you next part👋
Follow juga instagram aku
@salma_nidha

Continue Reading

You'll Also Like

158 75 15
Rangkaian kata indah tercipta karena sebuah cinta dan perhatian yang kau berikan untukku. Kemudian, dengan seenaknya semuanya hancur lebur. Ketika ka...
41K 1.4K 23
Cerita yang didasarkan pada fiksi remaja mengisahkan dua makhluk yang berbeda jenis ini untuk saling mencintai namun cinta mereka dibungkamkan oleh s...
624K 31.7K 51
Tritici Xenon Mulyadi, dokter bedah anak usia 34 tahun itu masih tetap melajang. "Aku belum siap aja" itu yang selalu menjadi jawaban pamungkasnya sa...
1.7M 69.5K 21
(END) "Aku menggadaikan semua bahagiaku dengan taruhan derita seumur hidup. Apa itu belum cukup hingga kalian ingin menambah derita itu dengan kembal...