2. NOT ME ✔️

By Caaay_

10.4M 1.7M 365K

Cakrawala Agnibrata, dia selalu menebar senyum ke semua orang meskipun dunianya sedang hancur berantakan. Sam... More

NOTE
CAST
C A U T I O N
B LU R B
-000-
|| P R O L O G ||
CHAPTER 1 | RAPUH |
CHAPTER 2 | BULLYING |
|CHAPTER 3| BEKAS LUKA|
| CHAPTER 4 | KEMOTERAPI
| CHAPTER 5 | GABI FATHAN
|CHAPTER 6| SEPEDA
| CHAPTER 7 | RUANG KELAS |
CHAPTER 8 |PULANG|
CHAPTER 9| SATE|
CHAPTER 10 | PERHATIAN TERSELUBUNG |
CHAPTER 11 | LEMARI |
CHAPTER 12 | CERMIN |
CHAPTER 13 | KOMPETISI |
CHAPTER 14 | BROKEN |
CHAPTER 15| TIDAK TERIMA |
CHAPTER 16 | HUBUNGAN BARU|
| CHAPTER 17 | TEMANKU
| CHAPTER 18 | MELUKIS
| CHAPTER 19 | PULPEN KUNING
| CHAPTER 20| KAKAK TERSAYANG
| CHAPTER 21| KEGILAAN CAKRAWALA
| CHAPTER 22 | JANGAN SAKIT
| CHAPTER 23 | OCD
| CHAPTER 24 | ORANG GILA
| CHAPTER 25 |RAMBUT RONTOK
| CHAPTER 26 | MENCARI
| CHAPTER 27 | MENJAGAMU
| CHAPTER 28 | CAKRAWALA KECIL
|CHAPTER 29| CAT AIR
|CHAPTER 30| MALAM MINGGU
| CHAPTER 31 | LOKOK BUAT AYAH
| CHAPTER 32 | MUNGKINKAH BERSAMA?
| CHAPTER 33 | DEPRESI
|CHAPTER 34 | DIMAKAN AIR
| CHAPTER 35 | SIMULASI MATI
|CHAPTER 36 | MENINGGALKAN
|CHAPTER 37| JALAN-JALAN
| CHAPTER 39 | PERJANJIAN DENGAN BUNDA
| CHAPTER 40 | SENYUMAN CAKRAWALA |
| CHAPTER 41 | BUKAN AKU
| CHAPTER 42 | KHAWATIR
| CHAPTER 43 | KANGEN CAKRA
|CHAPTER 44 | RUMAH GABI
| CHAPTER 45| CAKRA ANAK NAKAL
|CHAPTER 46|KEMARAHAN MARATUNGGA
|CHAPTER 47| TENTANG MARATUNGGA
|CHAPTER 48| TENTANG MARATUNGGA II
|CHAPTER 49| MAAFIN CAKRA
|CHAPTER 50| AKU ATAU TUHANMU
|CHAPTER 51| BADUT TOKO MAINAN
CHAPTER 52 | DIKELUARKAN
| CHAPTER 53 | RUMAH SAKIT JIWA
|CHAPTER 54 | SENANDUNG UNTUK CAKRA
| CHAPTER 55 | JANGAN TINGGALIN CAKRA
|CHAPTER 56| KEPULANGAN CAKRAWALA
| CHAPTER 57 | TANGISAN PILU
|CHAPTER 58| PELUKAN UNTUK CAKRA
|CHAPTER 59 | USAI
EPILOG
KLARIFIKASI
ABOUT ME
VISUALISASI NOT ME
PESAN TERAKHIR CAKRA
NOT ME 2

| CHAPTER 38 | CAKRAWALA SAKIT

112K 22.5K 5.2K
By Caaay_

Niatnya mau update tadi malem, tapi kuota aing habis gara-gara keasikan ngefangirls para bujang nct.

Sebelum baca, vote dulu kuy!
Biar aku tahu kalo yang baca cerita ini manusia bukan genderuwo.

Ramaikan komentar dan yang belum follow Caaay_ follow dulu, support 1k followers ya guys...

HAPPY READING!!!

———


—CAKRAWALA AGNIBRATA

———

Cakrawala berlari menghampiri Moa yang sedang menunggunya.

"Moa maafin aku, aku telat." Cakrawala terengah-engah.

"Kamu habis dari mana?"

"Tadi aku ke rumah Gabi dulu, nganterin beras sama telur buat bundanya. Ayah Gabi belum ngasih uang bulanan buat bundanya Gabi."

Moa tidak habis pikir dengan Cakrawala mengapa ia sepeduli itu dengan orang lain. Padahal orang lain belum tentu mempedulikan dia. Cakrawala saja masih kekurangan, tapi ia tetap ingin berbagi.

"Gabi itu siapa sih? Kok kamu sepeduli itu sama dia dan keluarganya?"

"Gabi itu temanku. Dia masih kelas 2 SD. Anaknya lucu, nanti deh kapan-kapan aku kenalin kamu sama dia."

"Rumahnya di mana?" tanya Moa.

"Di jalan mawar, rumah nomer 7."

"Jauh banget, tadi kamu ke sananya nggak naik sepeda kan?"

Cakrawala menggeleng. "Aku naik bus kok."

"Syukur deh. Yaudah, ayo masuk keburu acaranya selesai."

Moa dan Cakrawala berjalan bersama memasuki area pertandingan.

Hari ini ada turnamen voli antara SMA Elang dengan SMA Garuda. Galaksi yang notabene kapten tim voli SMA Elang pun turut ambil bagian.

Galaksi tampak keren dengan seragam voli SMA Elang tanpa lengan yang mengekspos otot-ototnya, pun dengan keringat yang membanjiri kening.

"ALAAAAA! SEMANGAT!" Teriak Moa dari tribun.

"ALAAA! SEMANGAT!!!" Teriak Cakrawala, mengikuti Moa.

Moa menoleh pada Cakrawala yang duduk di sampingnya, lalu mereka tertawa.

Dari lapangan, Galaksi tersenyum, ia mengedipkan mata genit pada Moa dan memberikan ciuman jarak jauh.

Moa sedari tadi berteriak-teriak, ia juga senyum-senyum sendiri melihat Galaksi yang saat ini sedang bertanding di lapangan.

Cakrawala melihat badan Galaksi, lalu ia melihat badannya sendiri. Membandingkannya.

Cakrawala menyentuh dadanya, kemudian sentuhannya itu turun sampai ke perut.

"Aku kerempeng, Ala berotot. Pantas saja Moa melotot." Cicit Cakrawala.

"Woaah!" Seru Moa sampai tidak sadar ia membuka mulut lebar-lebar seolah takjub dengan keindahan tubuh Galaksi.

Cakrawala sontak menutup kedua mata Moa dengan telapak tangannya.

"Eh! Cakra, kamu apaan sih, aku nggak bisa lihat..."

"Biarin!"

Moa melepaskan telapak tangan Cakrawala yang menutupi kedua matanya.

"Ayo, kita pulang." Ajak Cakrawala tiba-tiba.

"Lho, kok pulang? Kan pertandingannya belum selesai, Cak." Protes Moa.

"Aku mau pulang."

"Iya, nanti kita pulang, tapi setelah pertandingannya selesai, ya?"

Cakrawala menggeleng-gelengkan kepala. "Nggak mau, aku maunya pulang sekarang..."

"Tapi Ala—"

"Moaaaa..... ayo pulang... Aku mau pulang..." Cakrawala menarik-narik tangan Moa.

"Nanti, ya?"

"Pokoknya aku mau kita pulang sekarang!" Cakrawala berdiri.

Moa mengembuskan napas panjang. Ia mendongak menatap Cakrawala yang berdiri menjulang di sampingnya.

"Memangnya kamu mau ke mana? Hem?" tanya Moa.

"Kemana aja, asal jangan di sini."

Moa terkekeh. Ia lantas berdiri. Cakrawala menggandeng tangan Moa sangat erat, membawa gadis itu keluar dari area pertandingan voli.

Moa sedang bersama Cakrawala, cowok itu usianya tujuh belas tahun, tapi kelakuannya terkadang seperti seorang balita. Contohnya saja sekarang. Cowok itu tiba-tiba rewel minta pulang, padahal pertandingan masih setengah jalan.

Cakrawala berjalan dengan sangat  cepat, sampai-sampai Moa kesusahan mengikutinya.

"Cakrawala berhenti."

Cakrawala tidak mendengarkan.

"Cakra jalannya pelan-pelan, aku nggak bisa nyusulin kamu."

Cakrawala masih tidak mendengarkan.

Moa berhenti. Ia menghela napas panjang.

"CAKRA BERHENTI! AKU ITU CAPEK! KAMU NGERTI NGGAK SIH?!" Teriak Moa, sudah hilang kesabaran.

Sepertinya Cakrawala lupa jika Moa Jatraji itu adalah seorang devil, gadis itu orangnya tidak sabaran. Mudah meledakan amarah.

Cakrawala menghentikan langkahnya. Ia menoleh dan mendapati Moa tertinggal di belakangnya.

Cakrawala menghampiri Moa, kemudian... hap! Ia menggendong Moa ala bridal.

Sumpah demi Tuhan, saat ini jantung Moa seperti mau melompat karena saking kagetnya.

"Kamu lama." Kata Cakrawala, raut wajahnya kesal.

Alih-alih menyeramkan, Cakrawala justru terlihat menggemaskan.

Orang-orang yang lewat, memperhatikan Cakrawala dan Moa seraya berbisik-bisik.

Namun, belum ada sepuluh langkah, Cakrawala menurunkan Moa dari gendongannya.

"Kok aku diturunin sih? Belum ada seratus kilometer lho kamu gendongnya."

Cakrawala mendekat pada Moa, kemudian berbisik. "Aku malu diliatin banyak orang."

Moa mengikuti cara Cakrawala, ia berbisik di telinga cowok itu. "Kalo nggak ada yang liatin kamu, kamu mau gendong aku?"

"Mau."

Moa terkekeh, ia mencubit pipi kanan Cakrawala. Gemas.

"Pipiku jangan dicubitin, kata bunda, kalo dicubitin terus nanti pipiku bisa kendor."

"Moa, aku nggak mau pipiku kendor, nanti aku keliatan seperti nenek-nenek."

"Nggak mungkin kamu jadi nenek-nenek, kamu kan cowok."

"Kalo gitu kakek-kakek."

Moa tertawa.

Cakrawala menatap Moa dengan mata berkedip-kedip. Ia heran.

"Moa, aku serius. Jangan gitu lagi, ya? Pipiku jangan dicubitin lagi, ya? Hem?"

"Kalo kamu mau cium pipiku boleh, asal jangan dicubitin. Ya, Moa, ya?"

Moa lagi-lagi tertawa.

"Moa... Jangan ketawa. Aku serius. Ayo jawab. Jawab, iya, gitu."

"Gendong dulu, baru aku jawab."

"Banyak orang, ih. Aku malu."

Moa mengeluarkan sapu tangan dari dalam tas kecilnya. Ia menggulungnya.

"Sini, aku tutupin mata kamu, biar nggak malu."

"Kalau mataku ditutupin, aku nggak bisa liat jalan. Kan gelap, Moa. Nanti kalau jatuh gimana? Hem?"

"Kalau aku yang jatuh aku tidak masalah, tapi kalau kamu yang terluka gimana? Nggak ah, jangan ditutup-tutup git—"

Cup!

Moa mencium pipi Cakrawala dan Cakrawala seketika terdiam.

"Kamu kalo nggak dicium, nggak bisa diam."

Cakrawala menyentuh dadanya seraya menatap Moa dengan polosnya. "Jantungku jedug-jedug."

"Mau aku cup lagi?"

Cakrawala menggeleng kukuh. "Nggak mau!"

Moa tertawa. "Udah ah, kamu tenang aja."

"Kalau kamu nggak bisa melihat, aku yang akan jadi mata buat kamu. Kalau kamu jatuh, aku juga jatuh. Biar nggak sakit, kita jatuh sama-sama aja."

"Beneran?"

"Iya, bener."

"Yaudah, ayo Moa."

Moa lantas mengikatkan sapu tangan ke mata Cakrawala. Dan cowok itu menurut.

"Moa gelap, nggak ada siapa-siapa."

Moa tertawa. "Kan mata kamu ditutup, ya gelap lah. Gimana sih kamu."

"Ada aku di sini. Aku nggak akan ninggalin kamu." Moa memeluk Cakrawala dari samping. "Ih, gemees!"

"Sekarang gimana?" tanya Cakrawala.

"Gendong..." Ujar Moa, manja. "Kamu jongkok, aku naik di punggung kamu."

Cakrawala menuruti perkataan Moa, ia jongkok dan gadis itu langsung naik ke punggungnya.

"Udah, ayo, berdiri."

Cakrawala kembali berdiri, ia memegang kaki Moa, sementara Moa melingkarkan kedua tangannya di pundak Cakrawala.

"Kalo punggung kamu ringan, itu tandanya aku jatuh."

"Jangan gitu!" Seru Cakrawala.

"Hehe iya-iya. Ayo, jalan."

Dengan mata tertutup kain merah muda bermotif hellokitty, Cakrawala mulai mengambil langkah pelan. Moa tampak nyaman berada di punggung Cakrawala.

Cakrawala tidak tahu jika saat ini orang-orang yang berlalu lalang sedang memperhatikannya. Bagaimana dia bisa tahu, mata Cakrawala kan ditutup sama Moa, biar nggak malu.

Lain Cakrawala, lain juga dengan Moa. Moa sama sekali tidak perduli dengan tatapan-tatapan orang di sekelilingnya, karena memang dasarnya dia adalah gadis yang tak punya malu.

"Cak..."

"Hem?"

"Dulu waktu hamil, bunda kamu ngidam apa sih, kok bisa punya anak cerewet banget."

"Tidak tahu, Bunda tidak pernah cerita sama aku."

"Kamu tahu, kamu itu nyebelin. Saking nyebelinnya sampai bikin aku nggak bisa berpaling ke orang lain."

"Kamu juga nyebelin, saking nyebelinnya sampai pengen aku makan."

Moa tertawa.

"Cakra berhenti."

Cakrawala menurut, ia berhenti.

"Satu langkah di depan kamu, ada tai kucing."

"Terus gimana?" tanya Cakrawala.

"Geser ke kanan satu langkah."

Cakrawala menggeser kakinya satu langkah ke kanan.

"Ayo, maju lagi."

Cakrawala menurut, ia kembali melangkah maju, menuruti ucapan Moa. Sementara Moa terkikik geli.

"Cakra, aku bohong, nggak ada tai kucing." Tutur Moa.

"Udah yang keberapa kali ya kamu bohongin aku?" tanya Cakrawala seraya tersenyum manis.

"Banyak... Hahaha." Moa tertawa. "Salah kamu sih, jadi orang polos banget. Jadi gampang kena tipu kan?"

Cakrawala tersenyum-senyum. "Aku nggak polos, kalau aku polos wajahku pasti rata. Nggak ada mata, nggak ada hidung, nggak ada mulut."

"Kamu tadi kenapa tiba-tiba minta pulang?" tanya Moa.

"Aku nggak suka di sana. Panas."

"Panas?"

Cakrawala mengangguk-angguk. "Iya, panas. Hatiku yang panas."

"Kamu itu kan punyaku, tapi kamu melihat Ala sampai seperti itu. Apalagi Ala itu kan mantan kamu."

"Kamu cemburu?"

"Aku tidak cemburu, tapi aku tidak suka."

Pertandingan voli sudah selesai dengan kemenangan untuk SMA Elang. Pendukung SMA Elang bersorak heboh.

Di tengah bisingnya suara teriakan-teriakan kemenangan itu, Galaksi mengedarkan pandangan ke bangku penonton. Ia mencari Moa. Tadi gadis itu duduk di sana, tapi sekarang tidak ada. Apa Moa sudah pergi? Cakrawala juga tidak ada di sana. Ini pasti ulah Cakrawala. Sialan!

Galaksi mengepalkan telapak tangan dan rahangnya mengeras.

"Dikasih hati malah minta jantung. Gue habisin juga lo, Cak."

——

Maratungga duduk di kursi teras rumah. Dengan setelan hitam serta kupluk yang selalu membalut kepala botaknya, Maratungga menggoreskan cat air di atas kanvas. Ia asik melukis sambil mendengarkan lagu klasik dari piringan hitam.

Dari jarak 100 meter, Maratungga melihat Cakrawala datang dengan sepeda kuning. Anak itu membawa kresek hitam yang dicantolkan di stang sepeda.

"Bang Maraaaa!" Teriak Cakrawala dari atas sepeda ketika melihat Maratungga ada di teras.

Cakrawala memasuki pelataran rumah dengan sepedanya, ia kemudian menstandarkan sepeda itu.

"Bang Mara-Bang Mara! Aku bawa makanan kesukaan abang..." Seru Cakrawala seraya tersenyum ceria.

Cakrawala mengambil kresek hitam yang sebelumnya ia cantolkan di stang sepeda, kemudian dia berlari menghampiri Maratungga.

"Apa?" tanya Maratungga.

Maratungga tidak memesan apapun kepada Cakrawala, tapi anak itu pulang-pulang membawa makanan.

"Sateeee...." Cakrawala mengeluarkan bungkusan coklat dari kresek. "Taraaaa!" Serunya.

Terlihat ada beberapa tusuk sate yang tidak bisa ikut terbungkus. Maratungga mengintip bungkusan yang dibawa oleh Cakrawala, bau harum sate itu menggelitik perut Maratungga.

"Gue ambil piring, lukisan gue bawa masuk." Maratungga merebut bungkusan sate di tangan Cakrawala kemudian membawanya masuk.

"Catnya juga bawa masuk! Awas aja kalo sampe ilang, gue usir lo dari rumah!"

Cakrawala terkekeh. "Siap!"

Cakrawala memberesi cat air serta kuas-kuas milik Maratungga. Usai dengan itu, ia berniat membawa masuk kanvas yang berisi lukisan Maratungga. Tapi kemudian...

"AAAAA!" Cakrawala berteriak.

Brak!

Ia terjatuh.

Mendengar suara berisik dari luar, Maratungga pun segera keluar. Ketika ia keluar hal pertama yang ia lihat adalah Cakrawala meringkuk di samping kursi.

Dug! Dug! Dug!

Cakrawala membentur-benturkan kepalanya ke dinding.

Dug! Dug! Dug!

"Cakra!"

Maratungga menghampiri Cakrawala. Ia menarik dan menjauhkan adiknya itu dari dinding.

Cakrawala menggigil dan mengeluarkan keringat dingin. Tubuhnya gemetar, napasnya sesak. Maratungga jongkok, kemudian membawa Cakrawala ke dalam pelukannya.

"Itu..." Cakrawala menunjuk lukisan Maratungga dengan jari gemetar.

Maratungga berdiri, ia menyingkirkan lukisannya supaya tidak bisa lagi tertangkap mata Cakrawala. Itu adalah lukisan botol minuman keras bersama sepuntung rokok.

"Udah, udah nggak ada lukisannya. Udah."

Cakrawala menangis.

Maratungga menghela napas panjang. Ia tidak tahu jika Cakrawala setrauma ini, bahkan melihat lukisan botol minuman keras itu saja ia langsung bereaksi.

Maratungga bisa memahami trauma yang Cakrawala alami. Ayah Cakrawala sangat suka minum miras dan ketika mabuk, dia selalu memukuli Cakrawala.

"Aku yang membunuh Ayah." Ujar Cakrawala. "Ayah mati karna aku."

Cakrawala meracau.

"Cakra, ayo, masuk." Maratungga menunduh Cakrawala.

"Ayah mati karna aku, bunda mati juga karna aku. Aku pembunuh!"

"Aku pembunuh!"

"Aku pembunuh!"

Dug! Dug! Dug!

Cakrawala memukuli kepalanya sendiri hingga membuat jidatnya lebam dan mengeluarkan darah.

"UDAH!" Sentak Maratungga.

Maratungga menyerat Cakrawala masuk ke dalam rumah.

Cakrawala mungil sedang asik memotong-motong wortel di dapur. Bundanya akan membuat sup dan ia membantunya.

"Habis ini Cakla motong yang mana lagi Bun?" tanyanya.

"CAKRAAAAA! AMBILIN MINUUUUM!" Teriak ayahnya.

Cakrawala yang sedang membantu bundanya memasak di dapur, menoleh ke arah bundanya.

"Bunda..." Cakrawala menatap sang bunda dengan tatapan takut.

Tubuh Cakrawala masih terasa nyeri karena dipukuli ayahnya kemarin, ia tidak ingin dipukul lagi, rasanya sangat sakit hingga membuatnya tidak bisa tidur.

"Kamu tunggu di sini, biar bunda yang ambilin."

Bunda mengambil botol miras yang ada di dalam lemari. Ia sudah berusaha berkali-kali menjauhkan botol miras itu dari suaminya, namun tidak pernah berhasil. Alih-alih sembuh dari kecanduan, suaminya itu justru mengamuk kesetanan. Dan ketika mengamuk, pasti Cakrawala yang menjadi sasaran utamanya.

"Kasih ke Ayah." Bunda memberikan botol miras itu pada Cakrawala.

Dengan takut-takut Cakrawala mengambil botol dari genggaman bundanya, kemudian ia berjalan ke arah ayahnya.

"Ayah in—"

"LAMA BANGET SIH?!"

Ayahnya merebut botol itu dari tangan mungil Cakrawala kemudian menendang tubuh Cakrawala.

Brak!

Cakrawala terjerembap jatuh, keningnya membentur ujung meja hingga berdarah.

"Bundaaaa.....! Bundaaaaaa....." Cakrawala kecil menangis.

"KAMU ITU BISANYA CUMA NANGIS!"

"SEHARI NGGAK NANGIS NGGAK BISAA?!!! HAAA?!!!"

Cakrawala masih menangis.

"DIEEEEM!"

"BISANYA CUMA BUNDA BUNDA BUNDAAAA TERUS!"

"DIEEEEM!"

Cakrawala tidak kunjung diam. Tangisannya justru semakin pecah hingga membuat sang ayah naik pitam. Terlanjur kesal, ayahnya mencengkram mulut Cakrawala, kemudian menumpahkan miras di tangannya ke mulut anak laki-lakinya itu.

Cakrawala dipaksa minum minuman keras.

"Uhug! Uhug!" Cakrawala terbatuk-batuk dengan air mata berderai.

Minuman itu seketika membakar tenggorokan Cakrawala, membuatnya sesak dan sulit bernapas.

"Nah, enakkan minumannya? Ha? Enak? Makanyaaa dieeem!"

Cakrawala terkulai di lantai, tubuh mungilnya yang terbiasa minum susu, tidak bisa menerima minuman dengan kadar alkohol tinggi. Perut Cakrawala bergejolak. Sakit.

Bunda datang dengan membawa pisau dapur, matanya memerah, menatap tajam sang suami. Tanpa berpikir panjang ia langsung menghunuskan pisau itu ke dada suaminya, tepat di bagian jantung.

Sruuut!

Darah seketika tercecer di lantai. Ayah Cakrawala jatuh dengan banyak darah keluar dari dadanya. Dan dia meninggal di tempat karena luka tusukan itu.

Bunda menjatuhkan pisau di tangannya. Mulut Bunda terbuka, jantungnya berdegup tidak karuan dan air matanya mengalir.

Cakrawala yang saat itu masih berusia lima tahun, menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, di hadapannya, Bunda membunuh ayah. Dan itu karena Cakrawala.

Bunda menoleh dan mendapati Cakrawala menatapnya.

"Cakra... sayang..."

Bunda menghampiri Cakrawala lalu dengan tangan yang masih berlumuran darah suaminya, memeluk tubuh mungil Cakrawala dengan erat.

"Maafin Bunda... Bunda... Bunda nggak sengaja... Bunda..." Bunda terisak sambil memeluk tubuh Cakrawala.

Pandangan Cakrawala setika gelap, ia tidak sadarkan diri.

Maratungga memberikan air putih pada Cakrawala. Ia berusaha menenangkan adiknya yang sedang menangis.

"Sssst..." Maratungga mengusap-usap punggung Cakrawala.

Tanpa bertanya pun, Maratungga sudah tahu, ini pasti tentang ayah Cakrawala. Maratungga lupa, dulu sebelum Bunda meninggal dalam kecelakaan, Bunda sempat berpesan pada Maratungga supaya ia selalu menjaga Cakrawala karena Cakrawala itu 'berbeda'. Sekarang Maratungga mengerti apa yang Bundanya maksud.

Cakrawala sakit.

———


Terima kasih sudah menyempatkan waktu kalian buat baca cerita ini.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya!

Buat kalian yang mau gabung di GC Not Me, boleh banget kok. Kalian tinggal klik link yang ada dibio wattpadku ya.

Babay!


Continue Reading

You'll Also Like

477K 26K 23
Dialinda tidak menyangka bahwa anak yang berada dalam kandungannya adalah hasil berhubungan dengan Keyvano, seorang bucin yang ia hindari sejak SMA. ...
173K 41.3K 47
"Dia datang, manusia pertama pembuka gerbang fiksi dan akan menghancurkan dinding dimensi." ••• Liona, gadis berhalusinasi stadium akhir. Hobinya men...
430K 38K 21
Follow dulu agar bisa baca cerita lengkap sayang 💕 ...... Apa kabarmu mengetahui kekasihmu pergi di hari pernikahanmu lantaran telah menghamili mant...
636K 77K 26
[End] [Bxb] [Jaeyong] [Fantasy - Romance] Menghitamkan hatiku, Menyeramkan malam yang gelap. Menodai Jiwaku, Saat aku membuka mata seperti sebelum ti...