S a t u

56K 3.8K 108
                                    

Untuk pertama kalinya Vani melangkahkan kakinya di rumah putih besar dengan status diri yang berbeda. Penjaga rumah, asisten rumah tangga dan pekerja kebun yang dipekerjakan di rumah itu menyambut dia dan Lukas yang baru saja turun dari mobil.

Setelah selesai menghadiri upacara pernikahan mereka sendiri yang tanpa resepsi dan pesta mewah-hanya akad dan jamuan makan siang sederhana yang dihadiri keluarga terdekat, Vani dan Lukas kembali ke rumah yang dulu Vani selalu kunjungi setiap akhir pekan sebagai adik sang nyonya rumah. Sekarang, dialah sang nyonya rumah.

"Non Vani, saya antar ke kamar?" Seorang asisten rumah tangga yang sudah sangat Vani kenal menawarkan diri.

Vani melirik dengan ujung matanya ke laki-laki yang saat ini berstatus suaminya yang berjalan mendahuluinya masuk ke dalam rumah besar itu tanpa menoleh. Dengan anggukan, Vani menjawab ajakan sang asisten rumah tangga yang kini memimpin berjalan di depan mendahului Vani yang mengekor di belakangnya. Rumah itu masih tampak sama dengan terakhir kali Vani mengunjunginya tiga bulan lalu sebelum kakaknya-Fela meninggalkan rumah itu untuk kabur dengan lelaki selingkuhannya.

"Silahkan, Non," kata sang asisten rumah tangga mempersilakan Vani masuk ke dalam kamar besar.

Vani mengintip ke dalamnya, kamar ini tak asing bagi Vani. Kamar besar dengan balkon yang langsung menghadap ke halaman belakang yang menampilkan pemandangan gunung di kejauhan. Kamar yang selalu Vani tempati kala dia menginap di rumah itu.

"Ini kamar tamu." Vani berujar pelan. "Syukurlah," katanya.

Vani kira dia akan tinggal sekamar dengan Lukas, ternyata tidak. Satu hal yang sangat dia syukuri.

"Kamarnya sudah saya bersihkan, Non," terang sang asisten rumah tangga. "Baju-bajunya Non Vani yang kemarin dikirim ke sini sudah saya rapikan semua ke dalam lemari."

"Bi," panggil Vani.

"Iya, Non?" sahutnya.

Vani menjeda sejenak. "Hmm, terima kasih," ungkapnya.

Wanita paruh baya itu tersenyum seraya berkata, "Kalau ada apa-apa panggil saya, Non. Makan malam seperti biasa selalu siap jam tujuh."

Vani mengangguk ke arah perempuan yang dikenalnya dengan nama Bi Isah, sebelum perempuan itu keluar dari kamarnya. Saat pintu ditutup, dia merebahkan dirinya ke kasur meringkuk di sana dan membuang tetes demi tetes derai yang susah payah dia tahan sejak tiba di rumah besar ini.

Dia teringat lagi, kejadian tadi saat acara akad nikahnya, dia melihat Jun-lelaki itu berdiri di sana, menatap dirinya yang tengah berpose memamerkan buku nikah ke arah fotografer sebelum semuanya menjadi gelap dan Vani merasakan tubuhnya seringan kapas, dia tak sadarkan diri tanpa tahu apa yang terjadi setelahnya. Bahkan, dia tak tahu kemana Jun saat itu.

Ketika dia membuka matanya setelah pingsan tadi, satu-satunya wajah yang ada di hadapannya hanyalah wajah Lukas, yang duduk di tepian sofa sambil memfokuskan diri pada layar tablet di tangannya.

Dia tidak pernah sedekat itu dengan Lukas sebelumnya, satu-satunya komunikasi antara dirinya dan Lukas selama ini hanyalah sapaan ringan dan senyuman ketika berpapasan, laki-laki itu bahkan tak pernah mengajaknya bicara. Lukas yang Vani kenal, adalah sosok pendiam dan dingin. Namun kejadian siang tadi sedikit mengubah cara pandang Vani terhadap laki-laki itu.

Siang tadi, setelah melihatnya sadar dengan sabar Lukas mengambilkan air minum-secangkir teh manis hangat, dan membantunya untuk meneguk minuman manis itu.

"Kamu itu sekarang tanggung jawab saya, kalau terjadi apa-apa sama kamu, saya yang akan disalahkan sama orang tua kamu," ucapnya dengan lembut.

Ada perasaan aneh setelah Vani mendengar ucapan Lukas tadi siang, membuat Vani termenung memikirkan segala hal. Salah satunya alasan Lukas setuju untuk menikah dengannya.

The Substitute [END]Where stories live. Discover now