part4

3 0 0
                                    

#misteritapakjajo
#part 4
#cerbunganak
#petualanganfantasy
#youngadult
959kata

Oleh Adhe Afrilia

Kami seperti saling melempar granat dan melupakan riuh pekik suara sendiri. Aku tidak bisa fokus pada suara dan setiap gerakan terasa melambat. Napasku tercekik dan kulitku meremang,   nyaliku menciut, ingin berlari tapi kakiku keram.

Suara dari dalam lemari semakin gaduh, padahal kami semua diam. Pandanganku terpaku pada lemari pakaian, melihatnya semakin membesar ... terus membesar, membuatku merasa seperti berada di bawah kaki raksasa dan daun pintu itu tangannya yang melambai. Aku yakin apapun yang keluar dari sana akan mengancam nyawa.

"Anu!"  Flori keluar dengan senyuman tak berdosa. Bocah lelaki itu duduk di tengah kami tanpa diundang, juga tak diperintah, dengan yakin dia mengatakan hipotesisnya. Kesal, aku pukul lengannya dengan buku yang selalu dia bawa kemana-mana, sebagai kakak aku berhak menghukum telinganya yang lancang mencuri dengar. Tidak keras tapi berbunyi lumayan nyaring. Dia tertawa menyebalkan, aku menyesali reaksiku sendiri, bagaimana bisa sebuah kata anu berkemampuan membuat jantung terlepas?

Tak terima perlakuanku pada Flori, tiga gadis lainnya berteriak protes. Flori memang gambaran anak laki-laki populer saat ini dan hobinya membaca, membuat dia terlihat keren oleh siapa pun karena dia selalu lebih banyak tahu dari orang lain. Persis seperti saat ini.

Yah di era aku hidup yang disebut masa depan, lingkar otak manusia mengecil dan kecerdasan terdegradasi drastis, sehingga mungkin itu sebabnya trend berubah. Klasifikasi manusia berpikiran primitif yang mengisi masa mudanya dengan kesenangan semu tentu tetap populasi besar, hanya saja seperti umumnya semua barang kebanyakan murah sementara barang langka menjadi mahal, mungkin itu juga sebabnya trend otak cemerlang seperti yang dimiliki adikku Flori naik signifikan. Lihat saja tiga gadis di ruang ini yang seperti paduan suara, kompak memerahkan muka pada anak lelaki yang jauh lebih muda. Konyol.

Flori mengatakan bahwa bahan batu merah kecoklatan yang berkilau itu berasal dari zirkon. Dia menceritakan pengetahuan mengenai zirkon seperti obrolan sarapan pagi, seperti membahas omelet berasal dari telur. Dia menjelaskan data akurat tentang Indonesia penghasil zirkon atau orichalum yang terbentuk secara geologi dan tak lupa membawa kakek Plato dalam hipotesanya bahwa pada zaman dahulu kala zirkon itu sama berharganya dengan emas. Semua yang dituturkan Flori membuat kami hanya terbengong-bengong. Flori dengan isi kepalanya memang pencerita yang ulung, tapi aku menganalisa semua yang dia katakan dan semua itu terdengar mengerikan.

"Radiasi maksudmu?" Aku sengaja menembak langsung agar ketiga gadis yang memandang Flori berlilau dari matanya tidak kehilangan fokus. Aku tahu arah yang Flori bicarakan, tentang teknologi maju zaman dahulu yang masih misterius. Semua intelektual barat menutupi fakta itu. Teori konspirasi yang aku baca dari sebuah artikel dan "Timaeus and Critias" Plato yang baru saja Flori ungkap adalah buah penelitian sahabat ayah. Flori terobsesi dengan penelitian itu sejak dia berusia tiga tahun namun apa yang dia jelaskan bukanlah hal yang biasa saja seperti cerita taman mini.

Marie tengah memilin ujung rambut keritingnya dengan kilau mata tak padam pada Flori yang membuat aku harus berpura-pura batuk mengalihkan perhatiannya.  Saat aku meminta Flori pergi dari kamar. Flori memang pergi tapi tiga gadis di kamar sontak protes dengan tatapan yang menyudutkan. Seolah mereka tidak lagi menerima fakta bahwa ini masalah kami dan aku tak ingin melibatkan keluargaku.

" Sedikit bantuan selalu lebih baik dari pada tidak ada!" kata Marie seperti menyindir tapi tak berani membantah.

Aku menggeleng. Ada banyak hal yang harus aku pikirkan matang-matang sebelum melibatkan Flori. Mereka pikir orang tuaku akan menyambut gembira tanpa menganalisa, seolah apa yang kami lakukan sekarang sebuah ide brilian. Tidak, orang dewasa tidak akan menempuh jalan rumit seperti itu. Mereka orang tua akan memilih jalan ringkas, menarik napas, menatap tepat pada matamu dan berkata semua akan baik-baik saja atau kekhawatiran kalian bisa dimengerti layaknya ucapan selamat pagi dan basa-basi lelucon seperti itu atau bahkan yang lebih ekstrim mamaku akan berkata, " ah sedikit halusinasi tak apa-apa!" Mereka orang dewasa akan melakukan upaya mudah menarik kekhawatiran layaknya mencungkil sekerat daging rendang yang selip di celah gigi. Bagi mereka kami semua selamat, dan itu adalah jawaban final tanpa harus peduli bahwa kami terus mempertanyakan itu di balik kepala.

Seolah sepakat dengan apa yang aku pikirkan, tanpa aku sendiri mengerti, apakah aku berpikir dengan keras, sehingga mereka semua mendengarkan, atau memang kami merasakan hal yang sama. Tanpa di komando, kami semua sudah sibuk mencari informasi mengenai Atlantis dan fakta apa saja yang kira-kira sesuai dari apa yang dituturkan Flori.

Saat kami tengah sibuk merunut satu demi satu kejadian, aku melihat Duna duduk bersila di pojok kamar, bermeditasi. Meskipun, tak sepenuhnya yakin tapi kadang beberapa hal yang dilakukan Duna bisa dipikirkan dengan nalar. Menurut Duna, salah satu hal unik dari meditasi adalah kemampuan memanggil ingatan pengalaman melalui alam bawah sadar. Sesuatu yang sebenarnya sangat unik dan menarik tentang cara otak bekerja, tapi sepintas orang yang tak paham menganggap hal itu seperti sebuah keajaiban.

Seperti tersambar petir, sebuah gagasan atau ide memang kerap muncul tak terduga begitu saja. Detik itu aku memandang Duna dan menakjubkan di detik yang sama pula dia membuka mata. Dia mengangguk saat aku merumuskan pengaruh radiasi nuklir minimal dari dalam kertas. Susah payah aku perlu menjelaskan pada Marie tentang gagasan yang ada di kepalaku karena gadis itu pembaca yang buruk. Bahkan sebuah artikel mengenai dunia paralel yang aku kemukakan dari situs nasional geografis, tidak juga memberi dia sedikit pun cahaya terang. Seperti sedang mendongeng dan dia tak paham.

Sebab itu melelahkan, jadi aku mengatakan saja secara sederhana, bahwa sungai saat itu seperti medan magnet, dan kami adalah partikel yang bergerak dari radiasi tembakan nuklir oleh kalung Zirkon yang membuat kami terhubung dengan sebuah dunia lain. Aku menjelaskan semuanya dengan tangan sedingin es yang juga bukan tanganku saja tapi juga tangan Duna, Marie dan Shinta. Kami berpegangan tangan menekan kalung itu dalam perasaan bergejolak di perut dengan tengkuk meremang. Sebuah cahaya keluar begitu menyilaukan dari celah tangan kami, membuat kami terkejut dan sontak melepaskannya secepat yang kami bisa.

-to be continued-

Misteri Tapak JajoWhere stories live. Discover now