1. Murid Baru

36 7 10
                                    

Seorang lelaki dengan tas yang ia sampirkan di bahunya itu berjalan santai seolah tidak peduli dengan para gadis yang berteriak kegirangan ke arahnya. Meskipun sedang jam pelajaran, namun tidak menghalangi para gadis yang terpekik kagum dengan ketampanan lelaki yang baru saja datang itu.

Ia berdiri di depan kelas bertuliskan
‘kelas 12-A’ lalu dengan angkuhnya memasuki kelas.

"Siapa kamu?" Tanya seorang guru dengan kacamata tebalnya itu kepada dia. Bahkan matanya memicing ke arahnya.

"Saya bukan maling, pak. Jadi biasa aja dong ngelihatnya,"

"Gak ada sopan santunnya gitu kamu!"

"Saya murid baru, pak." Ujar lelaki itu dengan wajah ogah-ogahannya. Tidak tahukah bahwa dirinya sekarang sudah pegal berdiri terus menerus.

"Perkenalkan diri kamu di depan kelas."

"Gue, Karelino Putra Atmadja."

Pak Tommy, yang tidak lain adalah guru berkacamata tebal itu menatap Karel dengan melongo. "Kok gitu doang? Ya, kamu bilang pindahan dari mana? Atau bilang salam kenal semua?"

"Gak penting, pak. Sekarang saya boleh duduk kan?"

Sebelum pak Tommy menjawab, Karel sudah duluan duduk di bangkunya.

Meninggalkan para siswa kelas yang menatapnya tak suka, sedangkan para siswi menatapnya penuh kagum.

"Hai, Karelino. Kenalin gue Selena Moza, lo pasti kenal kan sama gue? Gue selebgram loh,"

Karel hanya menatap Selena datar, lalu kembali menghadap ke arah depan. Bukan memperhatikan pak Tommy yang sedang mengajar, namun dirinya hanya tidak ada objek lain saja yang bisa ia pandang.

••••

"Pak, saya boleh enggak masuk kelas? Soalnya saya hari ini ada praktek, pak. Kalau misal saya gak masuk kelas nanti kalau nilai saya kosong gimana dong, pak?"

Gadis dengan kuncir kudanya itu berulang kali meminta protes kepada guru BK yang sedang menghukumnya ini, namun sedaritadi ia seperti berbicara dengan angin lalu saja, tidak diperhatikan.

Ia berdecak kesal, tak lama bahunya terasa disenggol seseorang. "Hai, gendut. Ketemu lagi kita,"

"Gila, gila, gila."

"Siapa yang gila, ndut?" Dewantara Rahardi, salah satu laki-laki paling menyebalkan di hidup Lilie. Ia adalah orang yang selalu menggodanya, menyebutnya gendut dan gendut.

Ia cukup sadar diri bahwa memang tubuhnya gendut, tapi dia cukup kesal kalau dikatai begitu.

"Rese banget sih lo!"

"Siapa sih yang rese, ndut? Lo kali tiba-tiba marah-marah aja sih ya, senyum dong, ndut."

"DEWA!"

"Itu yang daritadi ramai, mau ditambah hukumannya?" Sontak Lilie langsung menggeleng. Tidak mau ditambah lagi hukumannya, bisa gosong Lilie lama-lama berjemur di tengah lapangan yang cukup terik ini.

"Lo kenapa bisa dihukum?" Tanya Alaska, lelaki manis dengan senyuman mautnya itu. Suka gonta-ganti cewek itulah hobinya.

"Telat."

"Tumbenan. Biasanya lo rajin,"

"Matamu, rajin."

Setelah hukuman yang ia laksanakan dari pagi sampai jam istirahat, Lilie segera melangkahkan kakinya pergi ke kelas. Keringatnya sedari tadi sudah menetes ke pipinya, membuat polesan bedaknya luntur.

Belum sampai 3 langkah, tangannya ditarik oleh seseorang membuatnya mau tidak mau berhenti berjalan. "Kenapa sih!"

"Lo.. nepak."

Langsung saja ia merogoh ke arah belakang, namun ia tidak merasakan apapun. Sampai suara tawa kedua laki-laki menyebalkan di depannya ini membuatnya tersadar bahwa ia hanya di prank.

"HAHAHAHA, KOMUK LO NGAKAK, NDUT!"

Plak

Plak

Plak

Ketiga cowok itu meringis, karena baru saja tangan Lilie memukul punggung mereka. Pukulan Lilie tidak pernah main-main.

Tidak mempedulikan ketiga laki-laki yang meringis kesakitan karenanya, Liliepun pergi. Ia kesal bukan main daritadi digoda sekarang diprank. Bagaimana tidak kesal? Ditambah lagi dirinya capek sedari pagi berdiri di depan tiang bendera.

Lagi-lagi tangannya ditarik kuat oleh seseorang. "Heh! Lo apa-apaan sih! Sakit! Lepasin woy, lepasin! Aduh aduh sakit!"

Ia dibawa ke koridor dekat perpustakaan yang terkenal sepi dan angker itu. Tubuhnya didorong ke arah tembok, membuat punggungnya nyeri.

"Aw!" Ringisnya.

Sementara pria di depannya ini, mengurung tubuh Lilie diantara kedua tangannya yang ada di samping telinga kanan dan kiri Lilie. Matanya menyorotkan kemarahan membuat Lilie bergidik.

"Lo apa-apaan sih! Minggir gak! Minggir! Heh, budek ya lo?! Gue bilang minggir!" Tangannya berusaha ia berontak dan memukul tubuh pria di depannya ini, namun malah tangannya diangkat ke atas dan ditahan oleh pria ini.

"Aw! Sakit goblok!"

"Tangan lo minta gue amputasi, ya?"

"Maksud lo?"

"Gue gak ikut, tapi gue kena pukulan."

"Apaan lo gak ikut! Jelas-jelas tadi lo ikut mereka terus juga lo ikut ketawa! Itu namanya gak ikut?!"

"Aw! Lepasin goblok, tangan gue sakit!"

Sagara, menekan tangan Lilie membuat tangan Lilie memerah.

Lilie terus saja meringis, apalagi posisi tangannya yang belok sekarang ditekan. Dia berusaha menendang kaki Sagara namun sepertinya Sagara tahan banting.

"Lo gila ya! Sakit pea!"

"Kalau mau unboxing, jangan disini ya."

to be continue.

itu yang lagi baca yakin cuma baca doang?
ga mau ninggalin jejak gitu?
hehehe.

Teras SuaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang