4 | Empat

73 11 5
                                    

Serial REPAIR – 4 | Empat

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2020, 19 Desember

Note : Infoin typo yaaa

-::-

Sendirian di rumah, Hamidah cengok juga. Dia bergegas ke atas begitu melihat punggung Papa dan Hanif sudah jauh. Hal pertama yang dia lihat adalah kumpulan buku-buku sekolah miliknya di satu lemari. Dia membuka secara acak beberapa buku yang dia pahami sebagai buku catatan. Kebiasaan yang Hamidah punya adalah menulis tanggal lengkap dengan tahunnya di masing-masing catatan atau tugas. Lebih seringnya catatan, karena itu untuk acuan belajar dalam ujian sekolah.

"20 Desember..." gumaman Hamidah terdengar samar seiring dengan sambaran lainnya pada buku bersampul cokelat. "Ini malah 2 Januari 2001!"

Hamidah terduduk, kedua bibirnya menganga tak percaya. Dia melihat sekeliling lagi. Kamar tempat dia bangun memang persis seperti saat dia SMP dulu. Fisik yang dia lihat sebagai pantulan dirinya di cermin sehabis mandi tadi, apalagi! Mirip tidak kurang satu senti pun. Potongan rambut pendek dengan poni menutupi kening, lalu jerawat bertebaran di area wajah, pipi bulatnya.

ARGH!

Tiba-tiba, dia merasa takut sendiri.

"Ini apa maksudnya, Yaa Allah? Midah takut..." ucapnya seraya menutupi wajahnya. Dia memeluk kakinya yang menekuk, membiarkan dagunya berada di atas lutut kanannya selagi sepasang matanya menatap lurus ke buku-buku di lemari kecil yang kusam itu. "Astaghfirullaah wa atubu ilayh, astaghfirullaah wa atubu ilayh, astaghfirullaah wa atubu ilayh..."

Detik berikutnya, mata Hamidah membeliak. Dia menarik satu buku tulis yang tidak bersampul, bergambar kartun dengan logo Sinaran Dunia. Itu adalah buku curhatannya. Hamidah terbiasa menulis isi hatinya ke dalam buku tersebut. Baginya, buku ini menyimpan rahasia hidupnya.

Benar saja. Buku itu baru terisi separuh karena Hamidah mulai rutin menulis curahan hatinya ke dalam media buku pada awal caturwulan di tingkat dua SMP-nya ini.

"Beneran, alig," komentar Hamidah begitu menelusuri jejak jemarinya sendiri. Isinya seputar kemarahan Mama, Hanif yang menyebalkan yang selalu dibela, lalu cowok di kelasnya yang membuat pipinya merona.

Hamidah membaca baik-baik nama itu: Raihan. Cowok ganteng yang pintar dan supel.

Raihan tidak seperti kebanyakan cowok lain. Dia baik kepada siapa pun. Terlebih itu, dia aktif di rohis dan terkenal ikhwan karena tidak pernah absen dalam ibadah shalat.

Karena mereka sekolah pada siang hari, maka mereka bertemu dengan jam shalat Asar. Biasanya jam shalat akan digabung dengan jam istirahat dengan waktu yang agak lebih panjang. Dari delapan kelas yang dimiliki tingkat dua, empat kelas masuk pagi bersama siswa tingkat tiga sedangkan empat kelas lagi masuk siang bersama dengan siswa tingkat satu.

Saat Hamidah tingkat satu juga masuk siang, dan tingkat dua dia kebagian masuk siang lagi. Nanti di tingkat tiga, dia otomatis akan masuk kelas pagi.

Kembali ke Raihan, tadinya cowok ini tidak masuk hitungan. Saat kelas satu, Hamidah menyukai kakak kelas tiga yang ia temui saat Masa Orientasi Siswa. Hanya saja karena mereka berbeda alam dalam pelajaran, maka seiring dengan tidak pernah bertemunya Hamidah dengan kakak kelas itu, lama-lama rasa sukanya lenyap juga. Ketika kelas dua inilah dia menemukan sosok yang layak untuk dikagumi lagi. Bagi Hamidah, suka dengan cowok di sekolah itu wajib, untuk menyemangati langkah tiap harinya. Ngga usah mimpi jadian deh, cowok itu single sampai lulus saja sudah luar biasa bikin bahagia.

"Raihan... Raihan..." Hamiah mengingat-ingat ingatan yang dia punya. "Ngga pernah denger lagi kayaknya."

Hamidah lumayan sering ikut reuni sampai dia berusia 30 tahun. Lebih dari itu, dia auto-malas. Jangan tanya kenapa, ya tentu karena di reuni dia selalu ditanya kapan nikah. Lebih dari itu, teman-temannya yang perempuan selalu datang dengan suami dan anak-anaknya, bicara tentang keluarga mereka dan cuma dia yang datang sendirian tanpa pasangan, habis jadi bahan bully-an!

REPAIRWhere stories live. Discover now