3 | Tiga

82 11 11
                                    

Serial REPAIR - 3 | Tiga

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2020, 17 Desember

Note : Infoin typo yaaa

-::-

"Dah, Mama jualan dulu," kata Mama begitu urusan perkueannya selesai pada setengah tujuh. Hamidah mencium punggung tangan ibunya. "Jangan lupa beresin rumah!" titah Mama lagi. "Itu cucian udah mama kucek, dibilasin yang bener, terus jemur."

Biasanya, Hamidah akan manyun diperintah-perintah begini. Maksudnya, halooo, kayak dia ngga pernah beresin rumah aja tiap hari. Tapi, karena dia sudah paham birrul walidayn, maka dia melebarkan senyum hingga kelihatan gigi.

"OCE!"

Membuat Mama mengernyit bingung. Sebenarnya anak gadisnya dari tadi kenapa sih? Tapi akhirnya melangkah keluar juga bersama dua boks kue di kanan dan kiri.

Hamidah memang bersekolah di siang sampai sore hari, makanya Mama ketat sekali dalam urusan Hamidah wajib merapikan rumah. Di rumah, Hamidah akan sendirian karena ibunya berjualan keliling lalu lanjut di SD tempat adik laki-laki Hamidah yang bernama Hanif bersekolah kelas 1SD. Biasanya, Papa yang antar Hanif ke sekolah sekalian berangkat kerja. Seperti sekarang, Papa lagi mandi untuk bersiap berangkat kerja setelah memandikan Hanif sebelumnya. Sekarang Hanif sedang melahap dua donat dan dua pastel sebagai sarapannya. Tidak lupa segelas susu biar badannya membesar. Di antara mereka tiga bersaudara, memang Hanif yang tubuhnya paling tidak mengembang. Mungkin karena dia laki-laki sedangkan dua saudaranya adalah perempuan.

Dan Mama memang tiap hari menjemput rezeki dengan cara berjualan kue. Atas izin Allah, kemudian ditambah enaknya kue jualan Mama dan didukung dengan supelnya Mama, tetangga-tetangga juga semangat jajan sama Mama. Disebut tiap hari memang benar setiap hari. Karena Mama juga akan berjualan pada hari Ahad, di mana jualan laris lebih cepat karena orang-orang libur dan banyak yang malas masak pada akhir pekan. Santapan jualan Mama bisa disebut sebagai penolong. Pengganjal perut lapar untuk sementara waktu menjelang makan siang.

Hamidah melambai-lambaikan tangan, lalu berteriak: 'Hati-hati, Mah!' padahal Mama sedang berhenti di depan rumah tetangga sebelah mereka. Gadis itu lalu berbalik begitu mendengar pintu kamar mandi terbuka. Papa keluar dengan pakaian lengkap berupa kemeja putih berlengan pendek dan celana bahan warna hitam. Kayak anak training sih tapi dengan wajah begini, Papa mirip bos kok! pikir Hamidah dengan senyum gelinya.

"Udahan, Pah?" tanya Hamidah. Dilihatnya Papa mengangguk.

"Midah mau mandi?"

"Ngga ah, nanti aja abis ngepel," kata Hamidah. Dia bergerak ke dekat cermin, mengabaikan pantulan dirinya yang tingginya menyusut dan wajahnya berjerawat parah karena belum kenal innisfri pada masa itu. Dia mengambil satu sisir dari kotak dekat cermin. "Sini, Pah, Midah sisirin."

Senyuman Papa berikutnya membuat gerimis di hati Hamidah. Laki-laki itu lantas duduk di karpet tempat Hanif tidur tadi dan kini tengah menyantap pastel. Hamidah mengekor, lalu perlahan menyisir rambut Papa dengan hati-hati.

Dia mau nangis.

Dia mau peluk Papa lagi. Tapi pasti aneh kalau tiba-tiba peluk lagi kan tadi udah.

Akhirnya Hamidah menangis.

"Cengeng," kata suara Hanif yang duduk di depan Papa dan melihat Hamidah menangis.

Hamidah melotot. Adiknya ini ya! Hih! Kalau ingat kelakuan adiknya sepanjang hidupnya, Hamidah rasanya ingin sekali membenamkan adiknya di bak air, tapi jangan dong. Membunuh satu nyawa itu sama seperti membunuh satu generasi. Huhu. Dalem...

REPAIRWhere stories live. Discover now