6 | Enam

99 9 0
                                    

Serial REPAIR – 6 | Enam

Penulis : Uniessy

Dipublikasikan : 2121, 14 Maret

Note : Infoin typo yaaa

-::-

Sepasang kaki Hamidah melangkah menyusuri jalan setapak yang ada di lahan kosong tak jauh dari tempat Hamidah tinggal. Dia memang terbiasa menyusuri jalan tersebut setiap berangkat ke sekolah SMP-nya. Ini adalah jalan tersingkat untuk mencapai tempatnya belajar.

Hamidah masih berusaha mencerna apa yang terjadi. Tapi tidak juga menemukan korelasi antara dirinya yang sudah berusia 34 tahun justru terjebak di tubuhnya yang berusia 14 tahun. Perbedaan 20 tahun tentu saja begitu jauh terasa. Hamidah dewasa adalah perempuan yang sudah mengalami banyak hal dalam hidupnya. Berbeda dengan Hamidah remaja yang sering sok tahu padahal tidak tahu apa-apa.

"Pantesan ya, disebut makan asam-garam kehidupan, ternyata kayak gitu."

Hamidah bicara pada dirinya sendiri sembari kakinya menendang kerikil. Dia melihat sepatu bututnya dengan tatapan mencela. Teringat saat-saat ketika dia sudah bekerja dan mendapatkan penghasilan sendiri, dia paling senang membeli sepatu dan tas. Tentu saja karena masa kecilnya dia tidak mendapatkan sepatu dan tas yang istimewa. Perlengkapan sekolahnya biasa saja. Jika dibandingkan dengan milik teman-temannya, milik Hamidah tergolong sesuatu yang cukup untuk dimiliki. Tas ransel dan sepatu hitam. Setidaknya itu meloloskan Hamidah jika ada razia sepatu yang biasanya dialami oleh anak-anak orang kaya yang mengenakan sepatu warna-warni. SMP Negeri tempat Hamidah belajar melarang murid-murid mengenakan sepatu selain berwarna hitam dengan tali hitam.

Helaan napasnya terdengar ketika dia berhasil keluar dari lahan kosong dan mulai menapaki jalanan beraspal. Dalam hati bersyukur karena ibunya membelikan seragam sekolah yang kebesaran saat dia masuk SMP tahun lalu. Sebab itulah kini dia mengenakan rok biru pendek selutut dengan kemeja putih yang longgar. Pertumbuhannya belum signifikan memang. Tunggu saja awal kelas tiga nanti, dia pasti kena tegur pihak sekolah karena pakaiannya menyempit. Rambutnya yang sebahu dibiarkan tergerai, sebab dia tidak mengenakan jilbab. Hamidah berjilbab di usia 22 tahun ketika sudah bekerja. Meski dia sudah tahu hukumnya, tapi meminta seragam baru ke Mama adalah hal yang tidak patut, pikirnya. Jadi, sepertinya tidak apa-apa jika dia mengenakan seragam yang ada di lemari baju.

Beberapa siswa lain tampak berjalan tidak terlalu jauh dari si gadis yang masih kebingungan dengan identitasnya. Hamidah menyipitkan mata, berusaha mengenali orang yang di dekatnya itu dan mengingat apa yang terjadi di masa dewasa mereka.

Sesungguhnya, Hamidah tidak tahu banyak sih. Melewati usia 30 tahun, dia mulai berhenti menanyakan kabar-kabar orang. Baginya, bisa hidup nyaman tanpa nyinyiran orang itu sudah gol terbaik untuknya.

Pergelangan kirinya terangkat, memperlihatkan satu jam tangan yang melingkar di sana. Senyum Hamidah terulas. Ini adalah jam tangan pemberian Papa. Biasanya akan berbunyi setiap jam, dan kelas akan heboh karenanya. Hamidah bisa saja meminta Papa untuk mematikan bunyi otomatis tersebut. Hanya saja, Hamidah cenderung menyukai reaksi teman-temannya ketika suara jamnya terdengar. Lagipula, suara jamnya acap kali menjadi penyelamat ketika suasana sedang tegang.

Dua orang, yang mengenakan seragam serupa dengan Hamidah, berjalan tak jauh. Dari apa yang Hamidah dengar, mereka membicarakan game PS1 yang sedang seru-serunya.

Hamidah mencibir, mengenali yang satu itu dewasanya adalah sales dealer motor. Mereka akan satu kelas saat kelas tiga nanti.

Tak mau ambil pusing, Hamidah mempercepat langkah. Gedung sekolah sudah terlihat dan murid-murid lain kian banyak, satu per satu bergegas memasuki sekolah tercinta mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 30, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

REPAIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang