19. Biar Semesta yang Memilih

Zacznij od początku
                                    

Yoona langsung tumbang, untungnya ada Donghae. Begitu juga Jessica yang terus menangis dipelukan Yunho. Bahkan Yunho juga ikut menangis.

"Untuk saat ini, jangan mengunjungi pasien secara gerombolan. Maksimalnya 3 orang. Jaemin akan segara dipindahkan. Terima kasih, permisi."

Bahkan setelah dokter itu pergi, tidak ada yang bergeming. Hingga Jaehyun yang pertama berdiri, berjalan ke arah yang berlawanan. "Hyung.. kemana?" Tanya Yangyang. "Usaha Jaemin ga akan sia sia kalo ada yang ke pihak polisian. Bakal sia sia kalo ga ada yang ngelanjutin perbuatannya" ujar Jaehyun. "Hyung, aku ikut" Mark berdiri dan menghampiri Jaehyun. Ia tidak bisa disana lama lama. Kepalanya mendadak pusing dan tidak bisa berpikir jernih. Bayang bayang Eunyoon, ayah tiri dan ibu kandungnya masih menghantuinya.

"Na Jaemin benar benar..."

___

Sesuai yang dikatakan Taeil, hanya 3 orang yang boleh masuk. Sisanya hanya bisa memandang dari luar. Hanya terpisah oleh kaca.

Orang yang pertama masuk adalah Jeno dan Jisung. Yoona masih belum siap masuk. Begitu juga yang lain. Juga mereka sadar Jisung dan Jeno yang lebih berhak masuk duluan karena mereka lah yang paling mengerti Jaemin.

Jeno duduk disamping ranjang Jaemin, sementara Jisung hanya berdiri menatap kosong kakaknya itu dengan mata yang sembab.

Jeno sama sekali tidak menyangka akan berhadapan dengan situasi yang sama. Jika jujur ia sangat benci dengan keadaan seperti ini. Lebih mending Jeno yang tertembak, daripada Jaemin yang lemah. Terlihat sekali, raut Jaemin sebelum kesadarannya hilang menandakan dirinya lelah. Jika ditanya, apa dia rela Jaemin meninggalkannya, jawabannya sudah pasti tidak. Ia baru bersama Jaemin beberapa bulan, itupun termasuk dirinya yang tidak mengingat Jaemin sebagai saudara kembarnya, Jaemin kecelakaan, dan Jaemin yang hilang ingatan. Rasanya tidak adil saja, selama ini yang berjuang lebih banyak Jaemin.

Namun kali ini, sepertinya Jeno harus menerima fakta jika ia mau tidak mau membiarkan semesta yang menentukan nasib mereka. Entah dengan semesta yang membuat Jaemin lelah berjuang, atau semesta yang baik hati masih mau membangkitkan semangat Jaemin.

Jeno asik dengan lamunannya sendiri, sampai tidak merasakan Jisung yang duduk didepannya, sudah tidak menangis. Hanya menggenggam tangan dingin Jaemin yang tidak diinfus.

Hingga beberapa menit, tidak ada yang mau membuka suara. Dua duanya sibuk dengan pikiran mereka masing masing.

"Hyung... ku tunggu.." lirih Jisung di tengah tengah kesepian itu. Jeno mendongak, melihat Jisung di seberangnya dengan tatapan kosong seakan tidak ada harapan.

"Biar semesta yang memilih"

Jisung menoleh pada Jeno yang tengah mengusap rambut Jaemin. "Hyung?" Tanyanya. "Sudah kupikirkan, mau dia bertahan atau tidak, semua pilihan dia. Biar semesta yang memilih, antara membuatnya bertahan, atau melepasnya." Jisung terdiam.

"Hyung.. kalau semisal Jisung pergi gimana?"
"Maka nanti hyung akan menyusulmu. Kemanapun kau pergi, hyung akan mengikutimu"

"Kalau itu, aku tidak akan meninggalkan kalian, jika kalian tidak meninggalkanku. Kondisional, Ji"

"Aku sudah kembali hyung. Aku tidak meninggalkanmu. Jadi jangan tinggalkan aku"

___

"Jaehyun hyung sama Mark hyung masih belom balik?"

"Belom, tadi dengernya gue, nemuin Taeyong hyung sama Doyoung hyung dulu, baru dibawa ke hukum."

Jeno, Renjun, Haechan, dan Yangyang kini ada di cafe. "Lo harusnya bangga Jen, punya kembaran kaya Nana" ujar Renjun tiba tiba yang membuat Jeno menoleh padanya dengan tatapan bertanya.

"Nana itu.. orang paling kuat yang gue temuin. Dia hidup sama Jisung aja selama 10 tahun, dia sanggup. Waktu keluarganya udah balik, tapi lo malah ga inget. Dan waktu lo inget, dia malah kecelakaan berakhir lupa segalanya. Ingatannya udah balik. Begitu juga otak jeniusnya. Dan sekarang? Dia berjuang lagi buat kesekian kalinya."

Jeno tak menyalahkan ucapan Renjun. Memang selama ini hanya Jaemin yang berjuang dan Jaemin kuat. Jeno bangga akan hal itu. Padahal Jaemin lebih lemah dalam olah raga, namun kuatnya melebihi Jeno.

"Jen, gue harap lo ga ngambil sisi negatifnya Jaemin. Maksud gue, lo engga nyimpen semuanya sendirian kaya dia. Lo punya kita, bro"

Jeno juga tidak pernah menyesal akan satu hal. Bertemu Renjun, Haechan, dan Yangyang. Nyatanya mereka selalu ada, mereka yang pertama menyemangatinya saat Jaemin terbaring di rumah sakit. Menemaninya, bahkan sesaat membuatnya lupa akan kehadiran Jaemin. Berasal dari daerah yang berbeda, tetapi mereka sama sekali tidak mempermasalahkan itu. Renjun yang berasal dari Jilin, Haechan yang dari Jeju, dan Yangyang dari Taiwan.

"Gue emang sama Jaemin anak kembar, bukan berarti sifat gue sama kaya dia Chan." Balas Jeno menyeruput kopinya. "Ya.. siapa tau lo kemasukan Jaemin? Lo ga pernah tau apa yang orang koma lakuin, Jen." Balas Haechan bergurau. "Lo bakal tau kok nanti, ntar gue yang ngasi tau." Sarkas Renjun yang langsung dibalas tatapan sinis oleh Haechan.

"Berantem lagi silahkan keluar dari kafe kesayangan gue sama Jaemin ini. Sekian terima kasih."

___

Sungchan menjadi yang terakhir untuk mengenal Jaemin. Kehadiran Jaemin memberi efek luar biasa pada hidupnya. Jaemin membantunya berjuang. Tentu selamanya Sungchan tidak akan melupakan Jaemin.

Ia tidak lama mengenal Jaemin seperti yang lain. Ia tidak mengenal Jaemin lebih dalam. Pertemuan pertamanya dengan Jaemin di alam yang berbeda. Ia masih ingat jelas, dirinya menyapa Jaemin, menanyakan umur pemuda itu, dan berapa lama dia terbaring. Lalu membawanya ke ruangannya, dan duduk dibawah hujan deras, meski hanya ditembus.

Tapi Sungchan benar benar merasa hampa.

"Sungchan-ah, gue mau ke kantin bentar nemenin Jisung, ikut ga?"

Sungchan menoleh pada Chenle. "A-ah ya, gue ikutan deh. Ga ganggu kan?"

"Ga usah nervous gitu. Udah gue bilang anggep aja kita ini saudara lo yang ga ada malu. Ga usah jaga image."

Bertemu dengan Jaemin benar benar merubah hidupnya. Sungchan yang penyendiri kini punya banyak teman.

"Iya iya, ayo. Jisung udah nunggu kan? Daripada tu bocah ngomel."

"Nah gini, baru temen gue."

"Lo ga nganggep gue temen sebelumnya?"

"Didepan Jisung? Ga. Tu anak kan cemburuan. Gue deket Jaemin hyung aja dia cemburu."

Sungchan tertawa, lalu merangkul Chenle yang lebih kecil darinya. "Gue kaya anak lo tau ga. Kita seumuran, tapi lo tinggi banget kaya tiang." Ujar Chenle tiba tiba. "Jisung juga tinggi, ya tinggian gue sih." Balasnya. "Ngeselin lo Chan."

___

To Be Continued

Jumeaux • njm ft. ljn ✓Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz