15. Berteman dengan Mail

55 21 104
                                    

Sesuai keinginan sekaligus ancaman papanya, Gretel tidak berteman lagi dengan geng-nya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sesuai keinginan sekaligus ancaman papanya, Gretel tidak berteman lagi dengan geng-nya. Akbar marah besar, Ucup kecewa, Evelin juga marah, tapi tidak separah Akbar yang sampai mengeluarkan sumpah-serapah. Ini sungguh bukan keinginannya. Ia sangat nyaman berteman dengan sahabat-sahabatnya itu. Kini ia sendiri, termenung duduk di mejanya, bingung mau ngapain.

Cacing di perut cewek berponi itu meronta ingin diberi asupan makan siang. Tapi, Gretel malu makan di kelas. Takut diliatin teman-teman kelasnya, secara ia kan bawa bekal. Enggak banget deh, seorang Gretel bawa bekal seperti anak SD. Mau dibawa ke mana wajah ini.

Perutnya tidak bisa kompromi lagi. Terpaksa ia menenteng tas kecil—berwarna biru yang bersikan kotak bekal dan tabung air minum dengan warna serupa dengan tasnya— dibawanya ke tempat sepi agar ia bisa makan dengan nyaman dan tentram.

Tadinya ia mau duduk di belakang gudang, karena tempat itulah yang paling sepi. Namun, di sana tempatnya kotor sehingga ia harus mencari tempat lain, dan jatuhlah di sebuah pohon rindang, di taman sekolah.

Di sana tidak ramai, ada beberapa siswa yang duduk di kursi tembok dan ada juga yang duduk sama sepertinya di bawah pohon sambil baca buku. Cuaca cukup mendukung dengan angin sepoi-sepoi menyejukkan. Saatnya ia makan tanpa peduli dengan orang sekitar. Dengan lahap ia menyendok nasi putih yang sudah dicampur dendeng balado. Sungguh nikmat sehingga isi kotak di tangannya ludes dan tak tersisa.

Saat ia meneguk minumannya, Mail tiba-tiba muncul di hadapannya. Gretel terkejut hingga ia tersedak.

“Uhuk ... uhuk ....” Gretel batuk-batuk.

Mail jongkok di samping Gretel dan menepuk punggung cewek itu. “Minumnya pelan-pelan, Kak,” ucapnya. “Kakak pasti kaget ya? Maafin aku. Aku nggak maksud, kok.”

“Uhuk ... Ngapain kau di sini? Uhuk ... uhuk, kan aku jadi batuk-batuk gini. Uhuk ... uhuk,” ucap Gretel ketus disertai batuk-batuk.

“Maaf,” nada Mail melemah dengan wajah sedih. “Aku tadinya mau baca Webtoon di bawah pohon ini. Ternyata Kakak udah duduk dulan di sini. Kakak ngapain sendirian di sini?” tanyanya.

Gretel menatap tajam Mail, “Makan. Kenapa? Nggak boleh aku makan di sini. Lagian udah selesai. Aku juga mau pergi.” Gretel bergegas memasukkan alat-peralatnya ke dalam tas, lalu bangkit dari duduknya. Namun, ketika ia hendak pergi, pergelangan tangannya dipegang cowok putih itu, dan cowok itu juga berdiri, berhadapan dengannya.

“Kakak jangan ketus gitu, dong. Kakak kalau ada masalah cerita aja. Aku orangnya nggak ember, kok,” ucap Mail.

Gretel diam sejenak. Ia memikirkan tawaran Mail. Sungguh, saat ini ia butuh teman. Dan akhirnya ia mencoba mengobrol dengan adik kelasnya itu.

“Baiklah. Kita ngobrol di sini atau di mana?”

“Di sini saja.”

Gretel dan Mail duduk di bawah pohon. Mereka berbincang kisah masing-masing. Gretel pun nyaman dengan Mail. Sejak itu mereka berteman dan Gretel tidak merasa kesepian lagi dan berkat Mail beban di hatinya juga sedikit berkurang.

ApologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang