Suamiku

521 11 1
                                    


Suamiku
Karya: Evangelin Harvey

Di dalam setiap hati dan jiwa manusia, pasti selalu ada ruang yang kosong. Entah itu sebuah ruang rahasia, ruang penuh cinta atau ruang kesakitan. Semilir angin menemani seorang wanita yang duduk terpaku diam, dengan seribu kata tak bersua. Wanita itu menangis dalam kesendiriannya menantikan sebuah harapan yang pasti tentang kesembuhan luka hatinya.

Evelyn adalah namanya, seorang wanita berusia dua puluh lima tahun yang sudah memiliki sebuah keluarga, namun terasa sepi karena selalu hidup sendirian. Suaminya adalah seorang Perwira Muda yang pergi mengemban tugas Negara meninggalkan Evelyn sendirian, dalam kesepian yang melara.

Wanita itu sendiri di dalam kegelisahan setiap malamnya. Menanti kepulangan sang suami, namun tiada kabar jua. Setiap hari dia selalu berdo'a kepada Tuhannya, agar mempertemukan dia dengan sang suami tercinta, dalam dekapan romantis penuh haru bahagia.

Tetapi sang suami hanya pulang beberapa saat saja. Seminggu atau dua minggu, suaminya pulang dan kembali berangkat lagi untuk mengemban tugas Negara, beberapa bulan sampai beberapa tahun. Evelyn sendirian dalam kesunyian, dia tak henti menitikkan air mata dalam malam kelamnya.

Sampai satu ketika dia pun memutuskan untuk menjadi seorang penulis, bertemu dengan banyak teman-teman yang memiliki hobi yang sama. Betapa bahagianya dia ketika dia berkenalan dengan seorang pria yang bernama Harvey. Tentu saja Harvey adalah sebuah nama pena dan Evelyn pun tidak mengerti dan tidak tahu, tidak memahami Vey itu seperti apa.

Lama kelamaan Vey mengisi hidup Evelyn dengan sebuahkan kata-kata cinta, yang mengisi ruang kosong hatinya. Sampai waktunya tiba Evelyn pun jatuh cinta kepadanya. Bayangan semu dan tak nyata sebuah hubungan cinta yang hanya ada di dunia maya. Tetapi semuanya terasa begitu nyata, karena setiap hari bahkan Vey membuat Evelyn merasa hidup bergelimang cinta.

Sudah menjadi jadwal untuk mereka berdua mereka chatting seharian dan pada Jam 12.00 Wib pada saat istirahat mereka pun menghabiskan waktu untuk menelepon satu sama lainnya. Pada saat jam tiga sore pun itu adalah jadwal telepon kedua sampai jam empat sore mereka memutuskan untuk chatting kembali karena Harvey harus pulang ke rumahnya.

Vey adalah seorang Manajer di perusahaan besar. Karena itu di sela pekerjaannya dia masih bisa menyempatkan waktu untuk sekedar mengucapkan kata cinta untuk Evelyn. Sehingga akhirnya Evelyn semakin hari semakin jatuh cinta kepada Vey.

Mereka mengungkapkan isi hati masing-masing dan mereka pun mengatakan bahwa mereka saling jatuh cinta. Panggilan sayang untuk keduanya pun sudah mereka ambil seperti layaknya sepasang suami istri. Karena memang bagi Evelyn, Vey adalah suami Mayanya.

Vey dalam dunia nyata adalah seorang suami dengan satu anak laki-laki dan istri yang cantik. Tetapi dalam dunia nyata dia tidak terbuka dan bahkan sangat tertutup. Hanya dalam dunia maya dan dunia literasi bisa terbuka dan mengungkapkan semua isi hatinya. Sebagai seorang penulis Fantasy, Vey merupakan sosok yang banyak dikagumi oleh fans wanitanya. Tidak seperti Evelyn yang hanya memiliki fans wanita saja. Mungkin saja Evelyn memang tidak memiliki fans laki-laki sama sekali.

Siang dan malam mereka selalu membahas kata cinta, sampai satu ketika mereka pun membahas soal pertemuan. Apakah mereka akan berjumpa di dunia nyata ataukah cukup di dunia maya saja.
"Apa Sayangku tidak takut jika bertemu denganku, lalu aku culik dan tidak aku pulangkan kembali?" kata Vey di balik telepon.

"Kamu tidak secinta itu kepadaku, sehingga rela untuk meninggalkan Istri dan anakmu demi aku," jawab Evelyn dengan nada yang layu.

"Aduh, ini sungguh menusuk, sakit sampai berdarah. Dadaku perih, tolonglah Sayang jangan berkata begitu," Vey berkata seolah-olah memang dia merasa kesakitan pada dadanya.

"Ahh... Biar aku peluk kamu dalam bayangku dan aku simpan di lubuk hati yang terdalam, sehingga rasa itu takkan pernah hilang dan di ambil orang," Evelyn mendesah seolah memang memeluk sang suami.

"Tersimpan terlalu dalam, dalam relung ingatan, dan lambat laun akan terlupakan, seperti sebuah kelebat bayangan yang takkan bisa tersentuh oleh tangan," kata Vey dengan nada lirih.

"Tidak seperti itu, aku ingin semuanya menjadi nyata, tapi aku sadar ini semua hanya sebuah mimpi, bahkan hanya membayangkanmu saja aku sudah senang, tetapi aku tidak tahu, rupa siapa yang aku bayangkan, karena bahkan kamu sendiri selalu menyembunyikan semuanya dalam semu, cobalah tatap aku dan sentuh aku lebih dalam, dan katakan bahwa aku memang ada di dalam hatimu?" Evelyn berkata dengan nada pilu.

"Karena aku tak ingin semua yang kita lakukan ini mengganggu kehidupan nyata, kehidupan nyata yang harusnya memang tak tersentuh. Biarkan semua ini hanya menjadi bagian dari khayalan semu, tempat kita bisa bersandar dan berkeluh kesah, saat kita terlalu lelah dan penat dengan kehidupan," bisik Vey dengan begitu lembut.

"Tetapi ketika rindu menyapaku, akan sulit bagiku berpaling. Apakah ini hanya miliku saja?"

"Saat aku mengingatmu mentari terlihat lebih cerah, saat aku mengingatmu angin terasa mengalir sepoi-sepoi, saat ku mengingatmu langit terasa lebih biru. Katakan padaku, apakah rasa ini hanya milikku?" Pria itu bertanya menjawab pertanyaan dari Evelyn.

"Terlihat seolah semua ini nyata bahwa asa kita ini sama, bahkan dadaku terasa panas dan sesak ketika malam menjemput, ketika aku mengingat hanya angin malam yang memelukku." Evelyn mulai menitikkan air matanya.

"Tanyakan pada diri, apakah rindu yang mengahantui, ketika tidak ada seorang di sisi karena rasa sepi, ataukah rasa rindu yang benar-benar muncul dalam hati?" Sebuah pertanyaan dari Vey untuk Evelyn, apakah rindu itu untuknya atau bukan.

"Saat itu aku tersadar dengan sepinya rembulan tanpa bintang, tetapi ketika bintang bersinar terang dan menyentuh penuh kelembutan. Semua tetap tidak membuat hatiku tenang, mungkin aku berubah menjadi penyihir ketika malam datang, dan mengabaikan semua sinar itu, aku berubah karenamu, ketika kamu mulai menyapaku, bahkan aku tidak menyangka akan seperti ini." Evelyn terisak saat mengucapkan kata-kata itu. Dia tak sanggup menahan tangisnya.

Dia menyadari bahwa kini cintanya telah berpaling dia sudah tidak menunggu lagi kepulangan sang suami, tetapi rasa cintanya kini hanya untuk Vey orang.

"Aku merasa seperti Rahwana, yang membawa lari Shinta dari tangan sang Rama, aku tak berhak. Karena dialah yang lebih berhak. Aku takut suatu hari nanti Rama menguji kesetiaanmu, maka kamu akan terbakar oleh api suci itu," kata Vey dengan lembut.

"Apa kita harus berhenti sampai disini?" Evelyn menghentikan isak tangisnya.

"Yang kita lagi bahas apa sih?" tanya Vey.

"Berbalas kata-kata indah," jawab Evelyn.

"Kamu ko nangis?" Vey Berkata sambil mengerutkan dahinya.

"Karena aku memang sayang kamu," sebuah ungkapan kata yang membuat Vey begitu bahagia.

"Apalagi aku, aku sayang melebihi kamu yang," jawab Vey.

Seperti itulah Evelyn dan saling berkomunikasi. Lewat sebuah sajak dan puisi atau kata-kata indah lainnya. Karena mereka berdua adalah pecinta literasi. Dan setiap percakapan mereka adalah berisi ilmu tentang kepenulisan. Bagi Evelyn, Vey adalah orang yang sangat pintar. Sayangnya dia sendiri tidak mau menilai kebodohan Evelyn.

Vey selalu mengatakan bahwa Evelyn itu bagus dan pintar. Evelyn itu manis, Evelyn itu bisa melakukan sesuatu, tapi tidak pernah mengkritik Evelyn atau memberitahukan semua kekurangan Evelyn. Wanita itu sebenarnya ingin sekali diberikan krisan oleh sang suami kesayangannya. Sayangnya Harvey sama sekali tidak pernah memberikan kata-kata kasar, kata-kata umpatan kata-kata hinaan semuanya yang diberikan hanya kata-kata cinta dan sanjungan.
Hari berganti akhirnya Evelyn memberikan sebuah puisi patah hati kepada Harvey, Evelyn ingin Harvey mengoreksi puisinya tersebut.

"Ini sayang, coba di baca!" kata Evelyn.

Evelyn lalu mengirimkan puisi tersebut. Tetapi Harvey sepertinya kurang suka dan akhirnya puisi itu di tambahin beberapa kata oleh Vey. Sehingga memang hasilnya sangat baik dan terlihat begitu menyentuh.

*_Ketika kau pergi-*

Satu kata terucap tak biasa,
Lidahku kelu, tak mampu mengeluarkan suara,
Ucapan yang menyakitkan,
menghunjam tajam ke dalam pelukan.

Buaian khayal semu,
menghanyutkan aku dalam mimpiku.
Aku hanya bisa menatap nanar,
saat rasa sakit itu datang dan membuatku tersadar,

Mimpi semanis madu yang pernah kau berikan,
kini lenyap tak berbekas ditelan kegelapan,
Tergantikan oleh rasa pahit yang membuatku sakit,
Sepahit empedu yg tak kan hilang dalam hitungan menit,

Ketika kau pergi,
Tinggalah aku sendiri.
ditemani rindu tak tertahankan,
dan rasa sakit karena kehilangan,

10 Februari 2020
By Evelyn and Harvey.

  Tetapi Sungguh malang tidak bisa dikira, tak disangka puisi itu menjadi sebuah puisi kenyataan untuk hubungan Evelyn dan Harvey. Puisi itu menjadi sebuah puisi sakit hati puisi patah hati yang menjadi nyata.
Awalnya semuanya terasa begitu indah tidak ada sedikitpun celah dan semuanya terasa begitu sempurna. Evelyn yang sedang jatuh cinta kepada Vey, menatapnya dengan tatapan cinta, baik buruknya dirinya menerima semuanya. Vey tidak seganteng yang orang lain kira, bahkan menurut sahabatnya kak Mira Vey itu tidak ada ganteng-gantengnya.

Short StoryWhere stories live. Discover now