1-3 Boys versus Girls

Start from the beginning
                                    

"Tapi anak-anak cewek itu bukannya serem, ya? Kalau ada masalah mereka mungkin nggak akan langsung nonjok orang seperti kita. Kalau sampai Makoto dianggap pengkhianat gara-gara main sama kita bisa-bisa dia dicuekin sampai hari kelulusan!" Seikichan yang gendut itu tampak khawatir. Akhirnya ada juga yang benar-benar mempedulikan Makoto.

"Peduli amat, memangnya ada yang menganggap Makoto itu anak cewek? Dia itu sebenarnya anak laki-laki seperti kita!" Yasu terbahak-bahak tanpa perasaan.

Sejak kecil Makoto memang selalu berambut pendek dan lebih suka memakai kaus dan celana pendek. Lebih praktis untuk bergerak daripada memakai rok apalagi gaun. Rambut pendek juga berarti hemat sampo dan tidak terlalu gerah. Ayah Makoto yang selalu memotong rambutnya jadi ia tak perlu repot-repot ke salon. Orang-orang yang belum mengenalnya terlalu baik sering salah mengira Makoto adalah anak laki-laki.

Makoto tidak tahu apakah dia harus tersanjung atau malah tersinggung dengan kata-kata Yasu. Meski sebenarnya dari dulu ia lebih cocok bermain bersama anak-anak laki-laki bodoh dan berangasan itu. Di depan mereka Makoto merasa bisa lebih bebas dan tidak perlu canggung kerepotan menjaga sikap.

"Aku di sini karena Kenji! Tapi bukan berarti aku menganggap Kenji nggak bersalah!" tegas Makoto.

Yasu langsung berhenti tertawa. Raut wajah Kenji mengeras. Seiki-chan tampak terkejut, begitu juga anak laki-laki lain yang mengelilingi tempat tidur Kenji di bilik kecil itu.

"Gimana ya, semua masalah ini kan memang dimulai sama Kenji. Kalau Kenji nggak maksa Chizuru buat meminjamkan PRnya, dan nggak ngomong bodoh di kelas tadi, ini semua nggak akan terjadi!"

Kenji mengeluarkan suara dengusan mengejek dari hidungnya. Ia menunjuk-nunjuk plester di keningnya dengan gaya dramatis yang berlebihan, "Kamu gila, ya? Yang dahinya ditusuk pakai pensil itu aku, loh! Aku yakin aslinya Chizuru ingin menusuk mataku!"

"Kalau aku jadi Chizuru, aku juga pasti akan membalikkan mejamu saat itu juga! Ngomong kok nggak dipikir!" potong Makoto sambil memelototi teman masa kecilnya itu. "Kalau aku bilang kamu benar padahal aslinya kamu salah, itu artinya aku bukan temanmu. Kak Yuuto yang bilang begitu. Teman itu harus saling mengingatkan."

"Ah! Berisik! Bilang saja kamu lebih memihak cewek gila itu!" Kenji balas melotot.

"Sudah kubilang aku ini nonblok!"

"Makanya, dari tadi aku nggak ngerti. Nonblok itu apa?!"

"Itu artinya aku nggak mau terseret-seret masalah konyol ini! Dasar idiot!"

Kenji dan Makoto saling memelototi karena kehabisan kata. Bahkan udara di ruangan itu seakan ikut-ikutan membisu karena tegang dengan aura pertentangan yang menguar dari tubuh Makoto dan Kenji. Kalau di film-film klasik, mungkin mereka berdua seperti dua samurai yang sedang mencari celah untuk menghunus pedang.

"Bilang saja kalau sekarang kamu mau mengkhianati kami," suara Kenji sedingin es saat mengucapkan kalimat itu.

"Berkata benar itu bukan mengkhianati!" sembur Makoto jengkel.

"Ah! Berisik! Ya sudah, mulai sekarang main sana sama anak-anak cewek gila itu!" Kenji melompat dari dipan Ruang Kesehatan dan dengan sengaja menyenggol bahu Makoto keras-keras saat berjalan menuju ruangan. Yasu dan Seiki-chan mengikutinya tanpa suara sambil sesekali melirik ke arah Makoto dengan tampang kebingungan.

"Heh anak bodoh! Berani kamu mengompori anak-anak laki-laki di kelas kita untuk memusuhiku, lihat saja apa pendapat ayahku dan ayahmu soal masalah ini!" tantang Makoto sambil berkecak pinggang.

Sesuai dugaan Makoto, Kenji langsung berhenti, lalu membalikkan badan. Wajah anak berambut seperti landak itu tampak marah. "Jangan bawa-bawa ayahku!"

"Kamu juga jangan bawa-bawa Yasu, Seikichan, dan teman-teman lain kalau mau cari gara-gara denganku," balas Makoto dingin. "Kita satu lawan satu! Kamu laki-laki, kan?"

Jelas saja Kenji tidak berkutik. Makoto sebenarnya tidak suka memakai cara ini. Sejak dulu ia sudah berteman dengan Kenji tanpa peduli dengan status ayah anak itu yang merupakan kru bawahan ayahnya. Tapi kalau sudah begini ceritanya, tak ada cara lain untuk mencegah "kerusakan yang lebih parah". Ia yakin beberapa hari ke depan, Kenji pasti akan mendiamkannya. Tapi setidaknya cuma itu yang bisa dia lakukan.

Makoto jadi ingat salah satu kata-kata ayahnya saat menceritakan sepak-terjang masa mudanya.

"Kadang-kadang orang harus disadarkan akan posisinya agar tak bertindak sembrono pada kita."

Ia bisa membayangkan, seandainya ayahnya tahu soal bagaimana ia mengatasi Kenji hari ini, lelaki itu pasti akan bangga dan berkata, "Itu baru namanya strategi laki-laki."

Meski begitu Makoto rasanya tetap frustrasi. Masalah antara Kenji dengan Chizuru, juga pertentangan antara kubu anak laki-laki versus kubu anak perempuan di kelasnya masih belum selesai. Mulai besok, suasana di kelas pasti terasa lebih menyebalkan lagi.

Kira-kira bagaimana ayahnya atau Kak Yuuto mengatasi kondisi semacam ini dengan "strategi laki-laki", ya?

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 30, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Harukaze no Sekai (The World of Harukaze) - First Trial - RAWS CommunityWhere stories live. Discover now