Begitu kembali ke kamar, aku langsung menuju ke jendela, ayah mereka sudah pulang dari kantor dan terlihat ada sesuatu yang salah, karena lelaki separuh baya itu mengamuk sejadi-jadinya. Dia mengambil cheese cake dari tangan Freya lalu melemparnya keras-keras kearah Sean. Anak laki-laki itu dengan sigap menghindar dan cake itu jatuh berserakan di lantai, piringnya hancur berantakan di jalan masuk rumah mereka. Ayahnya semakin naik pitam, berteriak dan memaki.

" Kau bersihkan itu, bersihkan sekarang juga! " Laki laki berbadan tinggi dan besar itu masuk dan membanting pintu. Ibu mereka mengikuti suaminya. Freya mengatakan sesuatu kepada Sean yang akhirnya membuat bahu laki-laki tampan itu merosot.

Sean beberapa menit berdiri di sana sambil memandangi cheese cake dan piring yang sudah hancur. Ia menghilang kedalam rumah dan kembali membawa sapu dang pengki.

Sean berlama- lama menyapu lumuran kue dan pecahan piring itu, lebih lama dari yang seharusnya. Wajahnya murung tapi ketampananya tidak memudar. Hidungnya yang mancung sempurna, bulu mata yang lentik serta alis tebal seakan membuatku terpesona.

Setelah itu dia masuk kedalam kamarnya.
ku sedang bersembunyi di bilik kecilku yang redup. Kunyalakan lampu kemudian kembali ke jendela sambil menarik napas dalam-dalam. Kudapati Sean sudah berada di depan jendelanya sedang memandang lurus kearahku. Aku mencoba memperhatikannya, apa benar dia sedang memperhatikanku. Mata biru laut itu benar-benar mengarah kepadaku. Dia tidak tersenyum. Dia tidak melambaikan tangan. Dia malah mengulurkan tangan keatas kepala, dan menarik tirai menutupi jendela.

***

" Berapa lama kau akan berkeliaran di dalam rumah sambil memasang wajah lesu seperti itu?"  Tanya Grace. " Kau sudah seperti ini sepanjang minggu."

" Aku tidak lesu." Walau aku agak lesu. Kembali ke rutinitas keseharianku serasa agak sulit semenjak memperhatikan dunia luar. Aku menyadari hal-hal ini sebelumnya tidak ku perhatikan. Aku hanya peduli pada suara angin menerpa pepohonan di musim gugur, suara rintik hujan, atau suara kicauan burung di pagi hari.

Aku melihat secercah sinar matahari yang menyinari langit california siang itu. Sinar itu menembus keraiku dan perlahan bergerak ke sebrang ruangan. Aku bisa menandai waktu dengan sinar sang surya. Meski aku sudah bersikeras menjauh dari dunia luar. Sepertinya mereka tetap bersikukuh dan bertekad ingin mendekat.

***

Dua hari berlalu, untungnya aku sudah mahir mengabaikan suara berisik tetangga ketika aku mendengar suara ping dari luar.
Aku masih terjebak di sofa putihku sambil mebaca buku " Lord of the flies". Sebentar lagi selesai. Segera ku selesaikan buku itu supaya bisa membaca buku lain yang lebih bahagia.

Beberapa menit kemudian bunyi ping terdengar lagi. Kali ini lebih keras. Ku letakkan buku itu sambil mendengarkan. Bunyi ping kemudian seperti bersautan. Ada sesuatu yang membentur jendelaku? Hujan es ?

Ku langkahkan kaki dengan hati-hati sambil menyibak tirai jendela.
Jendela kamar Sean terbuka lebar. Tirainya di angkat dan lampu kamar dimatikan.

Dia masih disana lalu menghilang entah kemana. Sungguh misterius.

Aku mulai  berbaring di tempat tidurku sampai suara ping mulai terdengar lagi. Aku bertekat untuk tidak peduli. Aku tidak boleh melakukannya. Lebih mudah untuk tidak tahu apa-apa. Malam itu aku tidak mendekati jendela begitupun malam berikutnya.

Aku bertahan bersikap tidak peduli sampai hari ketujuh. Akhirnya aku tidak tahan lagi. Kusibak tirai kamar dan ku teruskan pandangan ke arah kamar laki-laki kurus itu.
Dia mendongak ke arahku, lalu menyeringai. Dia mengambil spidol hitam dari sakunya, lalu menulis di jendela :
- Maaf soal waktu itu, sean003@gmail.com-

Dostali jste se na konec publikovaných kapitol.

⏰ Poslední aktualizace: Nov 29, 2020 ⏰

Přidej si tento příběh do své knihovny, abys byl/a informován/a o nových kapitolách!

STILL ALIVE Kde žijí příběhy. Začni objevovat