💫Bagian 10💫

107 20 2
                                    

Sebelumnya, ditempat ini aku suka mencari kesendirian untuk menenangkan pikiranku karena aku merasa seperti sedang menghabiskan waktu berdua dengan Langit di dunia yang berbeda.

"Lintang, kamu kemarin keren! Bersinar banget panggungnya, silau."

Disampingku, Bintang. Dia yang mengubah semuanya, aku menjadi tidak suka sendirian. Karena ternyata dengan bercerita aku merasa jauh lebih baik, tapi hanya dengan Bintang. Bukan dengan yang lain.

"Terimakasih. Kemarin juga untuk pertama kali berdiri diatas panggung terasa ringan dan menyenangkan." Jawabku sambil tersenyum.

Aku masih menatap Bintang yang sekarang mengarahkan matanya ke langit malam, "Kamu harus percaya diri, yakin terutama, dan niat atas kemauan sendiri."

"Kamu harus terus bisa membedakan mana motivasi dan kemauan sendiri, ya?"
"Kataku, itu berbeda."

Aku masih terdiam mendengarkan sepanjang kalimatnya, "Kak Langit memang ingin kamu bisa memainkan biola apalagi sampai bisa diatas panggung bareng."

"Karena Kak Langit sudah memeluk bulan duluan, bukan berarti maksud Kak Langit berubah menjadi keharusan kamu untuk meneruskan cita-cita Kak Langit apalagi tidak dengan hati. Hanya sekedar memenuhi keinginan orang yang sudah tidak lagi di dunia," ada jeda sebentar sebelum Bintang melanjutkan, "..sampai kamu terluka."

Aku tertawa getir, air mataku sudah menggumpal di pelupuk siap meluncur bebas. Aku jadi mengingat betapa keras dan frustasinya aku untuk panggung bersama biola ini. Jari dan leher kebas, perasaan emosi, lelah yang tertahan.

Langit, maaf. Aku melakukan kesalahan besar. Aku menyakiti diriku sendiri, ya?

"Aku sudah sejauh ini, Bintang. Aku sedang berusaha menata ulang agar semua ini jadi benar, berkat kamu." Aku menghapus air mataku yang luruh di pipi.

"Memang benar ini bukan cita-citaku, tapi sudah sejauh ini aku akan tetap melanjutkannya, tapi.. kamu mau dampingi aku, 'kan?"

Bintang tersenyum lebar sampai giginya semua kelihatan, "Tentu." Angguknya.

Aku lega.

"Banyak yang tidak bisa meraih cita-citanya dan berakhir sepertimu dengan kemampuan baru, ada pula yang benar-benar berhenti di tengah jalan. Mereka menjadi tidak lagi punya alasan kecil untuk tetap hidup besok pagi,"

Aku mendongak menatap langit malam, menerawang pikiranku kearah tujuan kalimat Bintang barusan. Benar, aku masih sangat beruntung.

"Nanti, kita..." aku menoleh kearah Bintang ketika kalimatnya terjeda,
"Melompat digumpalan awan, menembus asteroid lalu mengambil bintang-bintang yang berserakan. Setelahnya kita turun ke bumi lalu kita bagi ke siapa saja yang merasa semangatnya redup. Oke, nggak?"

Aku tertawa lepas tapi air mataku keluar, astaga Bintang. Semenyenangkan ini kamu.

"Bagaimana jika kita tidak sampai pada gugusan bintang karena semangat kita yang redup?" Tanyaku.

Bintang menggeleng sambil memajukan bibir bawahnya, "Tengoklah ke bawah, bahwa ada yang harus kita terangi."

Selanjutnya, Bintang mengatakan hal menakjubkan lagi, "Tunggu, nanti ku hampiri, lalu pegang saja sayapku kalo kamu mau."

"Haha, kalau sayapmu aku pegang, bagaimana nanti caranya kita bisa terbang melayang?" Sahutku sambil setengah tertawa.

Tangan Bintang menyeka air mata yang ada disudut mataku, "Lintang, kamu....."

Aku terdiam menuggu, "Rumit." Kemudian kita berdua tertawa lepas setelah Bintang melanjutkan kalimatnya tadi.

Malam ini, Langit dan bulan terlihat indah. Bintang dan Lintang juga sedang berbahagia. Kita berhasil, kalian menjadi saksi bagaimana jalan liku, bercabang kadang terlihat tak berujung yang sedang berproses di diriku.

Selanjutnya, ini menjadi langkah awal yang baru untuk menjalani hari-hari berikutnya. Seberapa menyenangkannya hari ini, kita harus move on untuk menyambut hari esok.

"Nanti, Bintang dan Lintang bertemu di Langit yang sama, ya?"


💫💫💫

Nytophilia, Bagian 10
Selesai.
Story End.

[#1] 𝑵𝒚𝒄𝒕𝒐𝒑𝒉𝒊𝒍𝒊𝒂 | Haechan AU ✔Where stories live. Discover now