Chapter 1 --- Nightmare

733 28 0
                                    

Bloody Covenant

Seorang gadis bergaun biru berdiri dihadapanku, rambutnya yang gelap berkilau membuatku bangga, senyumnya menghiasi wajah anggunnya. Aku tersenyum, gadis itu ikut tersenyum. Hari ini ulangtahunku yang ke tujuh belas, itu asyik aku punya hak sepenuhnya atas diriku sendiri. Pesta kebun dirayakan di halaman belakang rumahku. Dad dan Mom yang menyiapkan semua, sebagai anak tunggal dan satu-satunya anak perempuan dalam keluarga Dad Mom bilang aku pantas dapat perlakuan istimewa dihari ulangtahunku. Semua sepupuku laki-laki, begitu juga dengan saudara-saudara Dad. Entah apa yang terjadi dalam keluarga Dad selama seratus duabelas tahun mereka tidak pernah dikaruniai anak perempuan. Bagaimana aku tahu? Itu adalah legenda dikeluarga kami yang membuatku merasa bangga sekaligus janggal.

"Isabelle, kapan kau akan turun?" Suara Richard menghentak lamunanku. Aku menatap pantulan bayanganku sekali lagi. Sempurna.

"Sebentar Lagi, Ricky," Jawabku keras lalu membuka pintu kamar dan mendapati sepupuku berdiri dihadapanku.

"Mom membelikanmu kue ulangtahun. Ia membeli itu di Clever's Cake rasanya pasti enak. Kau harus memotongnya untukku," Suara Richard terdengar sangat menggebu. Dari semua sepupuku, Richard-lah yang paling gemuk. Perutnya terbagi atas tiga lipatan dan wajahnya tertutup oleh pipinya dan juga bokongnya yang melimpah akan menutupi sebuah kursi makan ukuran besar.

"Oke, Richie," Aku berusaha menenangkannya, "Tapi, apakah kau sudah melihat Rosalia?"

Rosalia adalah sahabat dekatku. Namanya terdengar kuno tetapi dia anak yang modis, meski ia adalah pengiggau berat dengan kalimat yang tidak jelas. Pernah sekali aku menanyakan padanya tetapi ia hanya berkata; "Jika aku kelelahan aku biasa mengigau. Jangan kau hiraukan, Isabelle,"

"Aku belum melihat Rosalia." Jawab Richard sambil mengangkat kedua tangannya yang terlihat sangat berat.

"Itu karena matamu tertutup dua gumpalan lemak di kedua sisi wajahmu," Ucap Robert sepupuku yang lain yang tiba-tiba muncul seperti asap. Richard menatap Robert marah jelas merasa terhina.

"Dasar, ceking." Makian itulah yang biasanya dikatakan Richard jika ia merasa terhina. Robert sama sekali tidak ceking, ia malah terlihat begitu atletis. Robert hendak menjawab makian Richard tetapi aku terlebih dulu menyuruh mereka pergi kebawah.

"Isabelle, selamat ulang tahun." Ucap Robert sambil menjabat tanganku. Aku melihat perbedaan mencolok dikedua tangan kami. Robert dengan kulit cokelat eksotisnya dan ototnya yang keras, sedangkan aku kulit putih pucat dengan otot lembek sama sekali bukan tipe seorang atlet meski aku bermimpi ingin menjadi seorang atlet voli.

"Trims, Rob." Aku tersenyum kecil pada Rob. Pesta kebun sederhana untuk ulang tahunku yang ketujuh belas. Ada tiga kue besar disebuah meja panjang yang sudut-sudutnya dihiasi balon warna-warni. Aiden dan Corner sepupuku yang kembar yang baru berusia tiga tahun sedang berusaha menarik-narik balon tersebut.

"Feliz Cumpleanos, Isabelle." Bibi Maria, Bibiku yang lain memelukku sambil menyerahkan sebuah kotak kecil diikat pita biru.

"Terimakasih." Kataku. Aku suka Bibi Maria, ia berbadan mungil dan cantik, suaranya terdengar lucu dan ia juga memiliki tato bergambar segitiga terbelah dilengannya yang terlihat unik sekaligus misterius. Ia sudah menikah dengan Pamanku, Russell selama lima tahun tetapi masih belum memiliki anak. "Um, dimana Dad?" Tanyaku sambil mencari-cari keberadaan ayahku.

"Trevor ada didekat gerbang, sedang menghias beberapa tiang dengan pita." Bibi Maria tersenyum. Giginya berderet rapi.

Aku memeluk Bibi Maria sekali lagi.

"Aku akan kesana, ada kado yang harus ku tagih,"

Bibi Maria tersenyum lalu melepas pelukanku. Aku berlari-lari kecil menuju tempat Dad. Ia terlihat sedang sibuk menghias sampai sama sekali tidak menyadari kehadiranku,

"Dad," Akhirnya aku memutuskan untuk memanggilnya. Dad menoleh, mata cerahnya memancarkan sinar gembira saat melihatku,

"Selamat ulang tahun, Isabelle," Dad memelukku, tubuh Dad besar dan hangat, tipe pria penyayang, membuatku tidak mau melepas pelukannya dalam waktu lama

"Terimakasih, Dad," Ucapku tersipu, Dad melepas pelukannya dan memperhatikan taman kami yang sudah ia hias menjadi lokasi pesta sederhana,

"Bagaimana menurutmu, Belle?" Tanya Dad,

"Sempurna," Jawabku senang, "Dimana Mom?"

"Ibumu sibuk memindahkan kue bersama Margaret, ia akan datang sebentar lagi. Kau melihat Aiden dan Corner? Margaret pasti menaruh kedua pengacau itu disembarang tempat,"

Aku terkikik, Dad selalu menganggap sepupu kembarku adalah pengacau sejak mereka berdua menumpahkan tinta ke berkas-berkas perusahaan Dad.

"Mereka sedang berusaha menarik-narik balon, tetapi ada Bibi Maria disana," Jawabku,

"Selamat ulang tahun, Isabelle," Aku menoleh mendapati Mom sudah ada dibelakangku bersama Bibi Margareth dengan dua kue masing-masing satu ditangan mereka dan lilin yang menyala,

"Terimakasih, Mom," Jawabku terharu. Mom menaruh kuenya di meja besar disampingnya dan memelukku,

"Margaret, mereka makan terlalu banyak kue manis!"

Suara Bibi Maria mengagetkanku, tangannya sedang menggenggam lengan dua bocah gemuk yang mabuk gula,

"Astaga, Aiden, Corner!" Bibi Margaret berseru terkejut. Aiden dan Corner berjalan terhuyung kearah Ibu mereka, rambut pirang mereka penuh dengan lelehan cokelat dan keju, Bibi Margaret memeluk mereka lalu menatap Mom, "Akan ku bereskan kedua anak ini dulu," Mom mengangguk, Bibi Margaret segera menarik tangan kedua anaknya untuk dimandikan.

"Isabelle, aku melihat Rosalia dirumah, sepertinya ia mencarimu," Ucap Bibi Maria. Aku tersenyum senang,

"Baiklah, aku akan kesana,"

Aku memeluk Mom dan segera berlari kerumahku sebelum aku menyadari aku melihat dengan jelas tato dilengan Bibi Maria berkilat.

"Rosa,"

Aku tertegun mendapati rumahku dalam keadaan gelap. Apa ini kejutan?

"Rosalia, kau didalam?"

Aku meraba dinding berusaha mencari tombol lampu rumahku,

"Rosa?"

Tanganku tidak merasakan dinginnya dinding, tanganku malah meraba sesuatu yang lebih dari dinginnya es tetapi lembut. Apa yang aku sentuh?

Aku menggeleng, aku memang takut akan kegelapan dan rasa takutku membuatku memikirkan hal-hal tidak masuk akal. Aku meraba dinding yang terasa dingin dan lembut ini berusaha mencari tombol lampu tetapi sebelum kutemukan tombol itu, sebuah tangan menarik tubuhku dengan keras. Aku menjerit, tetapi jeritanku dibungkan oleh tangan yang sangat dingin.

Kejutan ulamg tahun macam apa ini?

"Jangan mencoba lari, kita selesaikan semua ini, aku sudah menantimu selama bertahun-tahun yang panjang. Sekarang ikuti permainanku."

Suaranya terdengar menyeramkan dan dingin lebih dingin dari tangan yamg membungkam mulutku sekarang. Tiba-tiba lampu menyala, aku dapat melihat orang yang membungkam mulutku, ia berkulit pucat dengan mata merah seperti darah. Aku menatapnya sambil berusaha meyakinkan diriku jika ini hanyalah kejutan ulang tahun dari Dad dan Mom. Tiba-tiba pria itu menyeringai kearahku menunjukan giginya yang bertaring lalu menundukan kepalanya dan menancapkan taringnya dileherku lalu menghisap darahku.

Ini bukan kejutan ulangtahun.

Bloody CovenantWhere stories live. Discover now