Chapter 27 - Terlambat

Start from the beginning
                                    

"Sakit apa kak?" tanya petugas UKS yang mendekati Stevlanka.

"Tolong buatin gue surat izin pulang, ya? Sama tolong ambilin tas gue ada di kelas. Gue mau istirahat di rumah aja," kata Stevlanka tersenyum sekilas. Permintaannya langsung diangguki oleh petugas UKS.

Sambil menunggu, Stevlanka duduk di ranjang UKS. Perasaan Stevlanka campur-aduk tidak karuan. Seperti ada sebuah rasa yang menggerogoti pikirannya. Namun, lagi-lagi ia tidak tahu apa yang sedang ia rasakan. Suara pintu UKS yang terbuka membuat Stevlanka mendongak. Muncul Bu Naya yang melangkahkan kaki ke dalam UKS. Di susul dengan petugas UKS sambil membawa ransel Stevanka.

"Vla, kamu sakit?"

"Iya bu, saya sedikit tidak enak badan."

"Bu Naya antar pulang?"

Stevlanka menggeleng. "Vla bisa pulang sendiri, Bu Naya. Terima kasih." Gadis itu berdiri meraih ranselnya yang dibawa gadis di samping Bu Naya. "Permisi," pamit Stevlanka.

Stevlanka berjalan gontai hingga saat ini sudah berada di depan gerbang SMA ANGKASA BIRU. Sebelum melangkahkan kakinya ia mengambil ponselnya dari dalam saku karena berdering. Dan ternyata nama Ardanu yang muncul di layar ponselnya.

Stevlanka menghela napasnya, tanpa menjawab panggilan itu ia masukkan kembali ponselnya di dalam saku. Kemudian, ia benar-benar melangkahkan kakinya keluar gerbang.

Sementara tanpa sepengetahuan Stevlanka, Ardanu mengikuti langkahnya sejak gadis itu keluar dari UKS. Ardanu yang berada tidak terlalu jauh dari Stevlanka, ia memilih untuk menelpon gadis itu. Dan ternyata Stevlanka memilih untuk tidak menjawab. Ardanu semakin tidak mengerti ada apa sebenarnya. Ia yakin Stevlanka menyembunyikan sesuatu.

"Sekarang gue berharap, gue bisa mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan gue lewat mimpi," gumam Ardanu.

*****

Stevlanka telah berada di tempat yang benar-benar menjadi tempat peristirahatan terakhir semua orang. Batu nisan yang tertuliskan banyak nama. Hanya ada suara burung yang saling beradu. Angin berdesir seolah berbicara pada semesta. Suatu tempat yang di mana banyak orang melepaskan kerinduan pada seseorang yang pergi mendahului meraka.

Dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya, Stevlanka memutuskan untuk datang ke makan Bundanya. Dengan buket bunga yang ia pegang di tangannya. Meletakkannya di atas gundukan tanah makam. Stevlanka mengusap lembut batu nisan seraya tersenyum.

"Bunda," gumam Stevlanka, "Vla kangen sama Bunda."

"Bunda tahu? Tangan Vla udah membaik. Tapi ...." jeda sejenak, "hari ini hampir aja terjadi sesuatu yang buruk."

"Vla takut, Bunda," suaranya mulai bergetar, matanya berkaca-kaca. Stevlanka menundukkan kepala, matanya yang memejam membuat cairan bening itu menetes.

Tak lama kepalanya kembali terangkat, ia mengusap jejak air mata di pipinya. Ia menggigit bibir bawahnya dan ingin kembali berkata-kata. Namun, ia tidak mampu melakukan itu. Air matanya justru mengalir lebih deras. Ia menyerah, ia mengeluarkan semua air matanya saat itu juga. Menunduk dalam-dalam, menangis dalam diam.

*****

"Vla gimana, Dan?" tanya Cantika setelah mereka keluar dari kelas. Hari sudah sore, kegiatan belajar mengajar sudah berakhir. Ardanu yang dari pagi hanya bisa melamun memikirkan Stevlanka. Rasa penasaran dan gelisahnya terus merambat tak berkesudahan. Ditambah lagi lontaran pertanyaan dari Cantika membuat kepalanya ingin meledak.

"Gatau, tadi sebelum dia pulang, gue ga sempet ketemu."

"Gue penasaran sama tangannya, kenapa dia sampai semarah itu? Dia sakit? Sakit apa coba? Mana berubah jadi serem lagi tatapan matanya." Cantika mengoceh. "Lo, kan, deket tuh akhir-akhir ini, masa lo nggak tau dia kenapa? Maksud gue ... pernah ngalamin hal yang sama, nggak? Jadi kasar atau apa gitu?"

DELUSIONSWhere stories live. Discover now